Anda di halaman 1dari 86

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8:


1. Amelia Octaviana Putry (P07120420050)
2. Detya Praptika (P07120420055)
3. Wawan Islami (P07120420089)
4. Suci Febria Andriani (P07120420087)
5. Nurul Nadirah (P07120420100)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN


MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat Nyalah maka saya dapat menyelesaikan sebuah makalah Keperawatan Kritis
yang berjudul “Konsep Teori dan Konsep Asuhan Keperawatan Luka Bakar” dengan tepat
waktu.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan, rasa terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyelesaian makalalah ini. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat saya harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan bagi dunia
pendidikan.

Mataram, Februari 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................2

Daftar Isi......................................................................................................................3

Bab I Pendahuluan......................................................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................4

Bab II Pembahasan.....................................................................................................6
A. Konsep Teori Luka Bakar.............................................................................6
B. Konsep Asuhan Keperawatan Luka Bakar..................................................48

Bab III Penutup.........................................................................................................67


A. Kesimpulan.................................................................................................67
B. Saran...........................................................................................................67

Daftar Pustaka...........................................................................................................68

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi, yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal pada fase syok sampai fase
lanjut (Young et al, 2019).
Luka bakar merupakan luka yang unik di antara bentuk-bentuk luka lainnya
karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati yang tetap berada pada
tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan di diami oleh
bakteri patogen, mengalami eksudasi dengan perembesan sejumlah besar air, protein serta
elektrolit, dan kerap kali memerlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh untuk
menghasilkan penutupan luka yang permanen (Rittenhouse et al, 2019).
Luka bakar disebabkan pemindahan energi dari sumber panas ke tubuh.
Kedalaman cedera bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan durasi kontak
dengan agen tersebut. Luka bakar merusak kulit, yang memicu peningkatan kehilangan
cairan, infeksi, hipotermi, pembentukan jaringan parut, penurunan imunitas dan
perubahan fungsi,penampilan dan citra tubuh (Smeltzer & Bare, 2015, hal. 89). Menurut
WIjaya & PutrI (2013), salah satu penyebab luka bakar adalah arus listrik. Luka bakar
listrik terjadi karena panas yang digerakan dari energi listrik, baik Alternatif Current
(AC) maupun Direct Current (DC) yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu
sampai mengenai tubuh

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat
diambil yaitu :
1.Bagaimana konsep teori luka bakar?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan luka bakar?

4
C. Tujuan

1.Untuk mengetahui konsep teori luka bakar.


2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan luka bakar.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan

kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan

radiasi (Smeltzer, suzanna, 2002, dikutip oleh Amin Hudanurarif, Hardhi

Kusuma.2013).

Luka bakar yaitu kerusakan secara langsung maupun tidak langsung

pada jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai ke organ dalam

yang disebabkan kontak langsung dengan sumber panas yaitu, api, air atau

uap panas, bahan kimia, radiasi, dan arus listrik (Majid, 2013).

Luka bakar electric merupakan suatu bentuk trauma pada kulit atau

jaringan lainnya yang disebabkan oleh kontak terhadap panas atau pajanan

akut lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Luka bakar terjadi saat

sel yang ada pada kulit atau jaringan lainnya mengalami kerusakan,Luka

bakar electrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari energi

listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi

oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu

sampai mengenai tubuh. Proses penyembuhan luka bakar bervariasi sesuai

dengan derajat kedalaman luka bakar. Kedalaman luka bakar electrik

ditentukan seberapa lama dan seberapa tinggi tegangan arus listrik

terkontaminasi dengan tubuh (Singer et al., 2014).


6
Jadi, luka bakar electric merupakan luka yang disebabkan karena kontak

langsung atau terpapar oleh yang menyebabkan kerusakan jaringan tubuh

terutama kulit yang memberikan gejala tergantung luas, dan dalamnya lokasi

luka.

2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi system intergumen

Gambar 2.1 Anatomi kulit

Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan

mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma

7
ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor

yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan

tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap

air serta elektroloi yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban

dalam jaringan subkutan (Majid & Prayogi, 2013).

Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil

metabolism makanan yang memproduksi energy, panas ini akan hilang

mealui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat

mengubah substansi yang diperlukan untuk mensitensis vitamin D. Kulit

tersususn atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan

subkutan.

1) Lapisan episermis, terdiri atas:

a) Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel,

inti selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein

fibrosa tidak larut yang membentuk barrier terluar kulit dan

mempunyai kapasitas untuk mengusir pathogen dan mencegah

kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.

b) Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat

telapak tangan dan telapak kaki.

8
c) Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti

kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yag sejajar

dengan permukaan kulit.

d) Stratum spinosum / stratum akantosum. Lapisan ini merupakan

lapisan yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-sel

terdiri dari sel yang bentuknya polygonal (banyak sudut dan

mempunyai)

e) Stratum basal / germinatum. Disebut stratum basal karena sel-

selnya terletak di bagian basal/basis, stratum basal

menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel

induk.

2) Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:

a) Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris). Lapisan ini

berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel

fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.

b) Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).

Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga

memproduksi kolagen. Dermis juga tersusun dari pembuluh

darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea

dan akar rambut.

9
3) Jaringan subkutan atau hypodermis

Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini

terutamanya adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan

antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang.

Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor

penting dalam pengaturan suhu tubuh.

b. Kelenjar Pada Kulit

1) Kelenjar sebase berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam

ruang antara folikel dan batang rambut yang akan melumasi rambut

sehingga menjadi lentur dan luak. Kelenjar keringat ditemukan pada

kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama

terdapat pada telapak tangan dan kaki.

2) Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

a) Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit.

Melepaskan keringat sebagi treaksi peningkatan suhu lingkungan

dan suhu tubuh. Kecepatan sekresi keringat dikendalikan oleh

saraf simpatik. Pengeluaran keringat pada tangan, kaki, aksila,

dahi, meruakan reaksi tubuh terdapat stress, nyeri dan lain-lain.

b) Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat

aksila, anus, skrotum ,labia mayora, dan bermuara

10
pada folikel rambut. Kelenjar ini aktif pada masa pubertas, pada

wanita akan membesar dan berkurang pada siklus haid.

c. Fisiologi Kulit

Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga

hemostatis tubuh diantaranya yaitu (Majid, 2013) :

1) Fungsi proteksi

Kulit melakukan proteksi terhadap tubuh dengan berbagai cara

yaitu:

a) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (Gesekan), panas, dan

zat kimia. Keratin merupakan struktur yang keras, kaku dan

tersusun rap dan erat seperti batu bata di permukaan kulit.

b) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit

dan dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari

lingkungan luar tubuh melalui kulit.

c) Sabun yang berasal dari kelenjar keringat mencegah kulit dan

rambut dari kekeringan serta mengndung zat bakterisid yang

berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit. Adanya sebum

ini bersamaan dengan eksresi keringat, akan menghasilkan mantel

asam dengan kadar PH 5-6,5 yang mampu menghambat

pertumbuhan mikroba.

11
d) Pigmen melanin melindungi dari efek sinar ultraviolet yang

berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan

pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas

melindungi materi gietik dari sinar matahari, sehingga materi

ginetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan

pada proteksu oleh melanin maka dapat timbl keganasan.

e) Sel Langerhans, berperan sebagai sel imun yang protektif yang

merepretasikan antigen terhadap mikroba, dan sel fagosit yang

bertugas memfagositosi mikroba yang masuk melewati keratin dan

sel Langerhans.

2) Fungsi absorsi

Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material laur

dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu,

oksigen dan karbon doiksida. Permeabilitas kulit terhadap oksigen,

karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bgian

pada fungsi respirasi. Selain itu beberaa material toksik dapat di serap

seperti aseton, CCI4, dan merkuri. Beberapa obat juga dirancang untuk

larut lemak, seperti korstiton, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit

dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan.

12
Kemampuan absorsi kulit dipengaruhi leh tebal tipisnya kulit,

hidrasi, kelembaban, metabolism dan jenis vehikulum. Penyerapan

dapat berlangsung melalui celah antar sel atau melalui muara saluran

kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis dari pada

yang melalui muara kelnjar

3) Fungsi eksresi

Kulit juga berfungsi dalam eksresi dengan perantara dua kelenjar

eksokrinya, yaitu kelenjar sebase dan kelenjar keringat.

a) Kelenjar sebase merupakan kelenjar yang melekat pada folikel

rambut dam melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju

lumen. Sedum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili

berkontraksi menekan sebase sehingga sebum dikeluakan ke folikel

rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan

campuran dan trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum

berfungsi menghambat pertumbuhan banteri, melumasi dan

memproteksi keratin.

b) Kelenjar keringat

Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekira

400 ml air dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar

keringat tiap hari. Seorang yang berkerja dalam ruangan

mengeksreksikan 200 ml keringat tambahan, san bagi orang yang

aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain

13
mengeluarkan air dan panas, keringat juga merukapan sarana untuk

mengeksreksikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organic

hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea. Terdapat dua jenis

kelenjar keringat yaitu keringat apokrin dan kelenjar keringat

merokrin.

4) Fungsi presepsi

Kulit megan dung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan

subkutis. Untuk merespon terhadap rangsangan panas diperankan oleh

badan-badan Ruffini dermis dan subkutis, sedangkan terhada dingin

diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis berperan

terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di

epidermis. Selanjutnya terhadap tekanan di perankan oleh badan

Paccini di epidermis.

5) Fungsi pengaturan suhu tubuh

Kulit berkuntribusi terhadap pengaturan suhu tubuh

(teroregulasi) melalui dua cara yaitu: pengeluaran keringat dan

menyesuaikan alian darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu tinggi,

tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta

memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas aka erbawa

keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu tubuh rendah, tubuh

akan mengeluarkan lebih sedikit keringat

14
dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga

mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.

6) Fungsi pembentukan vitamin D

Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivitas prekusor 7-

dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati

dan ginjal lalu memodifikasi prekusor dan menghasilkan calsitrio,

bentuk vitamin D yang aktif. Calcitrio adalah hormone yang berperan

dalam mengabsorsi kalsium malanan dari traktus gastrointestinal ke

dalam pembuluh darah.

Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin E sendiri namun

belum memenuhi kebutuhan tubuh secara kseluruhan sehingga

pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan. Pada manusia

kulit dapat pula mengeksresikan emosi karena adanya pembuluh darah,

kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.

3. Etiologi

Luka bakar dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah

(Majid, 2013) :

a. Paparan api

1) Flame : Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api

terbuka dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut.

Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu

15
baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk

terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau

menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera

kontak.

2) Benda panas (kontak) : Terjadi akibat kontak langsung dengan

benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area

tubuh yang mengalami kontak. Contohnya adalah luka bakar

akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan

masak.

b. Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan

dan semakin lama kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan

ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat

dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,

luka umumnya menunjukkan luka percikan, yang satu sama lain

dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja,

luka pada umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola

sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.

c. Uap panas

16
Uap panas terutama ditemukan di daerah industri atau akibat

kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas

akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap

bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat

menyebabkan cedera hingga ke saluran nafas distal di paru.

d. Gas panas

Inhalasi dapat menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas

bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.

e. Aliran listrik

Cedera timbul akibat aliran listrik yang menembus jaringan

tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik

yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat

menyebabkan luka bakar tambahan. Luka bakar electrik (listrik)

disebabkan oleh panas yang digerakkan dari energi listrik yang

dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh

lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu

sampai mengenai tubuh.

f. Zat kimia

g. Radiasi

h. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi

17
4. Patofisiologi

Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari

suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat

hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat

koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa

saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang

dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena luka

bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan

keganasan organ dapat terjadi (Majid & Prayogi, 2013).

Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka

bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit

dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full

thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh

luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup

hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat

penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta

hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat

adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler

dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari

ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial. Curah jantung

18
akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah

terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan

berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan

terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik

akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan

frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer

menurunkan curah jantung.

Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24

hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya

dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler,

syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam

kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema

akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap

pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan

obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan

sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan menurun secara

dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat

mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok

luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap

resusitasi cairan bervariasi. Biasanya

19
hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia

akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat

terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya

asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah

merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan

plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan

masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada

kasus luka bakar (Majid & Prayogi, 2013).

Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat,

konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat

hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai

akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah

pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila

aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan

mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut

tubuler dan gagal ginjal.Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi

dari sumber-sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan oleh

radiasi elektromagnetik.

Pada kasus luka bakar listrik atau Electrical burn injury

kerusakan diakibatkan oleh arus listrik yang masuk ketubuh dan

20
menjalar ke jaringan. Ekstremitas biasanya terkena kerusakan jaringan

yang lebih parah karena ukurannya lebih kecil di banding tubuh,

menyebabkan arus yang besar terkumpul diekstremitas. Luka tambahan

karena listrik adalah luka bakar pada kulit pada tempat masuk dan

keluarnya arus listrik karena putaran suhu tinggi oleh aliran listrik

(2,5000C) pada permukaan kulit, luka bakar yang terjadi karena baju

korban terbakar. Mungkin disertai patah tulang dan dislokasi karena otot-

otot berkontraksi akibat listrik. Luka bagian dalam biasanya termasuk

kerusakan otot, kerusakan saraf dan kemungkinan penggumpalan darah

disebabkan tekanan arus listrik, kerusakan organ dalam rongga atau

perut,Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-

faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta

komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia.

Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk

mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan

pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar

menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya

menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme(Majid &

Prayogi, 2013).

21
5. Manifestasi Klinis

a. Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang

terkena dan kedalaman luka :

1. Luka bakar derajat I

Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar

menjadi merah,nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab,

atau membengkak.Jika ditekan , daerah yang terbakar akan

memutih, belum terbentuk lepuh

Gambar 2.2 Lapisan yang terkena pada luka derajat I

2. Luka bakar derajat II

Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Terjadi kerusakan

epidermis dan dermis. Kulit melepuh, dasarnya tampak merah,

atau keputihan dan terisi oleh cairan kental

22
yang jernih. Jika disentuh warnanya berubah menjadi putih dan

terasa nyeri.

Gambar 2.3 Lapisan yang terkena pada luka derajat II

3. Luka bakar derajat III

Menyebabkan kerusakan yang paling dalam.Seluruh

epidermis dan dermis telah rusak dan telah pula merusak jaringan di

bawahnya (lemak atau otot). Permukaannya bisa berwarna putih dan

lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar.Kerusakan sel darah

merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan luka bakar

berwarna merah terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan

rambut/ bulu ditempat tersebut mudah dicabut dari akarnya.Jika

disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah

mengalami kerusakan.Jaringan yang terbakar bisa mati. Jika

jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar, maka cairan akan

merembes dan pembuluh darah dan menyebabkan pembengkakan.

23
Pada luka bakar yang luas, kehilangan sejumlah besar cairan

karena perembesan tersebut bisa menyebabkan terjadinya syok.

Tekanan darah sangat rendah sehingga darah yang mengalir ke otak

sangat sedikit

Gambar 2.4 Lapisan yang terkena pada luka derajat III

b. Kedalaman Luka Bakar

1) Luka bakar derajat I

a) Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis


b) Kulit kering, hiperemi berupa eritema
c) Tidak dijumpai bulla
d) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
e) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
2) Luka bakar derajat II

Tampak bullae, dasar luka kemerahan (derajat IIA), dasar

pucat keputihan (derajat IIB), nyeri hebat terutama pada derajat

IIA. Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

a) Derajat IIA dangkal (superficial)

24
(1) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
(2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
(3) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat IIB dalam (deep)
(1) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
(2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
(3) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang
tersisa. Biasanya penyembuhanterjadi lebih dari sebulan.
3) Luka bakar derajat III

a) Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang


lebih dalam.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea mengalami kerusakan
c) Tidak dijumpai bulae.
d) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering
letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar
e) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang
dikenal sebagai eskar.
f) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-
ujung saraf sensorik mengalami kerusakan / kematian.
g) Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi
spontan dari dasar luka.

25
Gambar 2.5 Klasifikasi luka bakar sesuai kedalamannya

c. Berdasarkan tingkat keseriusan luka :

1) Luka bakar ringan/minor

a) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

b) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut

c) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak

mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.

2) Luka bakar sedang (moderate burn)

a) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka

bakar derajat III kurang dari 10 %

b) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun

atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang

dari 10 %

26
c) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun

dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan

perineum.

3) Luka bakar berat (major burn)

a) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10

tahun atau di atas usia 50 tahun

b) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan

pada butir pertama

c) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan

perineum

d) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa

memperhitungkan luas luka bakar

e) Luka bakar listrik tegangan tinggi

f) Disertai trauma lainnya

g) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.

27
Manifestasi klinik luka bakar menurut Majid, 2013 yaitu :

Tabel 2.1 Manifestasi klinik


Kedalama
Bagian
n Dan
Penampilan Perjalanan
Kulit Yang Gejala
Penyebab
Luka Kesembuhan
Terkena
Luka
Bakar
Derajat Satu Epidermis Kesemutan, Memerah, Kesembuhan
(Superfisial hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
): (supersensivitas ketika ditekan waktu satu
tersengat ), rasa nyeri minimal atau minggu, terjadi
matahari, mereda jika tanpa edema pengelupasan
terkena api didinginkan kulit
dengan
intensitas
rendah

Derajat Epidermis Nyeri, Melepuh, dasar Kesembuhan


Dua dan bagian hiperestesia, luka dalam waktu
(Partial- dermis sensitif terhadap berbintik-bintik 2-3 minggu,
Thickness) udara yang merah, pembentukan
: tersiram dingin epidermis retak, parut dan
air permukaan luka depigmentasi,
mendidih, basah, infeksi dapat
terbakar terdapat edema mengubahnya
oleh nyala menjadi derajat-
api tiga

28
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering, luka Pembentukan
(Full- keseluruha nyeri, syok, bakar berwarna eskar,
Thickness) n dermis hematuria putih seperti diperlukan
: terbakar dan kadang- (adanya darah bahan pencangkokan
nyala api, kadang dalam urin) dan kulit atau , pembentukan
terkena jaringan kemungkinan gosong, kulit parut dan
cairan subkutan pula hemolisis retak dengan hilangnya
mendidih (destruksi sel bagian lemak kontur serta
dalam darah merah), yang tampak, fungsi kulit,
waktu yang kemungkinan terdapat edema hilangnya jari
lama, terdapat luka tangan atau
tersengat masuk dan ekstrenitas dapat
arus listrik keluar (pada terjadi
luka bakar
listrik)

d. Fase - Fase Luka Bakar

1) Fase akut.

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal

penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan

nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation

(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau

beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi

obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72

jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian

utama penderita pada

29
fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak

sistemik.

2) Fase sub akut

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi

adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga

sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan :

a) Proses inflamasi dan infeksi.

b) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada Luka

telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur

atau organ -organ fungsional.

c) Keadaan hipermetabolisme.

3) Fase lanjut

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi

parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ- organ fungsional.

Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut

yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan

kontraktur

e. Luas Luka Bakar

Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas

permukaan tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA).

30
Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules of

Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada

orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang

berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut

Lund and Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan

1 tahun.

Gambar 2.6 Penilaian luas luka bakar dengan rule of nine / rule of
Wallace

Wallace membagi tubuh bagian 9 % atau kelipatan 9 yang


terkenal dengan nama rule of nine atau rule of Wallace, yaitu:
1) Kepala sampai leher :9%

2) Lengan kanan :9%

3) Lengan kiri :9%

4) Dada sampai prosessus sipoideus :9%

5) Prosessus sipoideus sampai umbilicus :9%

6) Punggung :9%

31
7) Bokong :9%

8) Genetalia :1%

9) Paha sampai kaki kanan depan :9%

10) Paha sampai kaki kanan belakang :9%

11) Paha sampai kaki kiri depan :9%

12) Paha sampai kaki kiri belakang :9%

Total : 100%

6. Pemeriksaan Penunjang

1) Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan

adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan

lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht

(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan

cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan

kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.

2) Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya

infeksi atau inflamasi.

3) GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan

cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau

peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat

pada retensi karbon monoksida.

32
4) Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan

dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium

pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi

dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi

bila mulai diuresis.

5) Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan

kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga

ketidakadekuatan cairan.

6) Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan

perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.

7) Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon

stress.

8) Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein

pada edema cairan.

9) BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi

atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera

jaringan.

10) Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif

terhadap efek atau luasnya cedera.

11) EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau

distritmia.

33
12) Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan

luka bakar

7. Komplikasi

Komplikasi luka bakar yaitu (Amin, dkk, 2013) :

1) Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya

pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang

dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,

volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah

berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap

pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal

menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.

2) Gagal Respirasi Akut ( Adult Respiratory Distress Syndrome)

3) Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi

dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.

4) Ileus Paralitik dan Ulkus Curling

Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan

tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung

dan nausea dapat mengakibatnause.

34
Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik

yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh

darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang

berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.

5) Syok Sirkulasi

Terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan

hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang

adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah,

perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan

pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan

peningkatan frekuensi denyut nadi.

6) Gagal ginjal akut

Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan

resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau

mioglobin terdektis dalam urine.

7) Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal

Penatalaksanaan Medik

Petunjuk perawatan pasien luka bakar sebelum di rumah sakit (pre

hospital):

1) Jauhkan penderita dari sumber Luas Bakar.

35
a) Padamkan pakaian yang terbakar .

b) Hilangkan zat kimia penyebab luka bakar

c) Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia

d) Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan

menggunakan objek yang kering dan tidak menghantarkan

arus (nonconductive).

2) Kaji ABC (airway, breathing, circulation):

a) Perhatikan jalan nafas (airway)

Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari

sumbatan yang terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas

ditambah sekret yang diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan

mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai trauma

inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau

krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama

sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat menyebabkan

distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan kecurigaan

trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal

merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu

adanya distres nafas. Baik pemasangan nasofaringeal, intubasi

dan atau krikotiroidektomi

36
merupakan sarana pembebasan jalan nafas dari sekret yang

diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan

memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi

sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan indikasi

dan pilihan.

b) Pastikan pernafasan (breathing) adekuat

Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan

dada terkait keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara nafas

tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.

Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :

(1) Pemberian oksigen

Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila

sekret banyak, dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis

ini sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami

gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi

jalan nafas; bukan karena kekurangan oksigen. Hindari

pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan

tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan

barotrauma) yang diikuti terjadinya stres oksidatif.

37
(2) Humidifikasi

Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap

air adalah untuk mengencerkan sekret kental (agar mudah

dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi mukosa.

(3) Terapi inhalasi

Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila

dihembuskan melalui pipa endotrakea atau

krikotiroidektomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus

trauma inhalasi akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan

kimia yang bersifat toksik terhadap mukosa. Dasarnya

adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang potensial

terjadi akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan

pemberian atropin sulfas dan mengatasi proses infalamasi

akut menggunakan steroid.

(4) Lavase bronkoalveolar

Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan

untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada mukosa

jalan nafas dibandingkan tindakan humidifier atau

nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat

(mucusplug) dapat dilepas

38
dan dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan menggunakan

metode endoskopik (bronkoskopik) dan merupakan gold

standart. Selain bertujuan terapeutik, tindakan ini

merupakan prosedur diagnostik untuk melakukan evaluasi

jalan nafas.

(5) Rehabilitasi pernafasan

Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal

mungkin. Beberapa prosedur rehabilitasi yang dapat

dilakukan sejak fase akut antara lain :

(a) Pengaturan posisi

(b) Melatih reflek batuk

(c) Melatih otot-otot pernafasan.

Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian

dilakukan secara aktif saat hemodinamik stabil dan

pasien sudah lebih kooperatif

(6) Penggunaan ventilator

Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan

distresparpernafasan secara bermakna memperbaiki

fungsi sistem pernafasan dengan positive end-

expiratory pressure (PEEP) dan volume kontrol.

39
c) Kaji sirkulasi

Perubahan patofisiologi yang disebabkan oleh luka bakar

listrik yang berat selama awal periode syok luka bakar

mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang

terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti

oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik

awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan

hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan

kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari

ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.Curah jantung

akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume

darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan

cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung

akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai

respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin

yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi.

Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan

curah jantung. Umumnya jumlah kebocoran cairan yang

tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka

bakar dan mencapai puncaknya

40
dalam tempo 6-8 jam. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil

dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran

darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan

sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan

menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar

listrik. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam

sebelum luka bakar ditutup. Selain itu juga terjadi anemia

akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai

hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas

koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa

pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui

pada kasus luka bakar listrik. Pada luka bakar berat, konsumsi

oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat

hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah

sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. (Majid &

Prayogi, 2013).

Sedangkan Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar,

melambatnya capillary refill time, hipotensi, mukosa kering,

nadi meningkat.

Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi

dilakukan dengan pemasangan IV line dengan kateter

41
yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk

mempertahankan volume sirkulasi

(1) Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur

menggunakan jarum atau kateter yang besar minimal no

18, hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan

tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP

(2) Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)

Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan,

nutrisi parenteral dan merupakan parameter dalam

menggambarkan informasi volume cairan yang ada

dalam sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP

terjadi pada kondisi hipovolemia. Nilai CVP yang tidak

meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan dengan

adanya peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat

permeabilitas kapiler membaik, pemberian cairan yang

berlebihan atau penarikan cairan yang berlebihan akibat

pemberian koloid atau plasma akan menyebabkan

hipervolemia yang ditandai dengan terjadinya

peningkatan CVP.

d) Kaji trauma yang lain :

42
(1) Pertahankan panas tubuh

(2) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena

Transportasi (segera kirim pasien ka rumah sakit)

(3) Penanganan dibagian emergensi

e) Penanganan Luka Bakar Ringan :

Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar

minor meliputi : menagemen nyeri, profilaksis tetanus,

perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.

f) Penanganan Luka Bakar Berat.

Untuk pasien dengan luka yang luas, maka penanganan

pada bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan

nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang

mungkin terjadi, resusitasi hilang), pemasangan kateter urine,

pemasangan nasogastric tube (NGT), pemeriksaan vital

signsdan laboratorium, management nyeri, propilaksis

tetanus, pengumpulan data, dan perawatan luka. cairan

(penggantian cairan yang hilang), pemasangan kateter urine,

pemasangan nasogastric tube

(NGT),pemeriksaan vital signsdan laboratorium,

43
management nyeri, propilaksis tetanus, pengumpulan data,

dan perawatan luka.

g) Implementasi managemen nyeri luka bakar .

Menurut teori gate control Melzack dan Wall (1965

dalam Morrison & Bennett, 2009) menyatakan bahwa impuls

nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan

di sepanjang sistem saraf pusat. Saraf perifer membawa nyeri

ke spinal cord dan dimodifikasi pada tingkat spinal cord

sebelum ditransmisikan ke otak. Sensasi nyeri akan dirasakan

apabila impuls atau rangsangan nyeri dari sumber nyeri

berhasil dihantarkan oleh serabut saraf ke pusat nyeri di

sistem saraf pusat (otak) melalui gerebang nyeri (pain gat).

Gerbang nyeri dapat ditutup dengan cara mengaktifkan

serabut saraf alfabeta melalui rangsangan raba, tekanan,

sentuhan, atau getaran pada sumber nyeri, sehingga impuls

nyeri tidak diteruskan ke medula spinalis dan juga ke otak

sehingga seseorang tidak merasakan sensasi nyeri. Dan pada

saat gerbang nyeri terbuka, rangsangan nyeri dapat

dihantarkan ke otak sehingga timbul rasa nyeri (Kozier,

2000).

44
Respon fisologis yang mengindikasikan nyeri antara

lain adalah kulit kemerahan, peningkatan keringat, tekanan

darah, nadi, dan pernafasan, gelisah, dan dilatasi pupil. Jika

nyeri menetap, tubuh mulai beradaptasi dan respons tersebut

akan menurun dan stabil (Hockenberry, 2009; Potter & Perry,

2006; Smeltzer & Bare, 2003).

Faktor fisiologis yang yang dapat mempengaruhi nyeri

meliputi kedalaman injuri, luasnya dan tahapan penyembuhan

luka. Untuk tipe luka bakar partial thickness dan pada tempat

donor akan terasa sangat nyeri akibat stimulasi pada ujung-

ujung saraf. Berlawanan halnya dengan luka bakar full

thickness yang tidak mengalami rasa nyeri karena ujung-

ujung superficial telah rusak. namun demikian ujung-ujung

saraf pada yang terletak pada bagian tepi dari luka akan sangat

sensitif. Faktor-faktor psikologis yang dapat mempengaruhi

persepsi seseorang terhadap nyeri adalah kecemasan,

ketakutan dan kemampuan pasien untuk menggunakan

kopingnya. Sedangkan faktor- faktor sosial meliputi

pengalaman masa lalu tentang nyeri, kepribadian, latar

belakang keluarga, dan

45
perpisahan dengan keluarga dan rumah. Pendekatan yang

lebih sering digunakan untuk mengatasi rasa nyeri adalah

dengan menggunakan zat-zat farmakologik : morphine,

codein, meperidine, analgesik inhalasi (nitrous oxide). Obat

antiinflamasi nonsteroid juga dianjurkan untuk mengatasi

nyeri ringan sampai sedang. Sedangkan tindakan

nonfarmakologik yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri

yang berkaitan dengan luka bakar meliputi hipnotis, guided

imagery, terapi bermain, tehnik relaksasi, distraksi dan terapi

musik. Tindakan ini efektif untuk menurunkan kecemasan dan

menurunkan persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali

digunakan bersamaan dengan penggunaan obat-obat

farmakologik. Terapi musik sudah banyak diteliti dan

memiliki pengaruh terhadap fungsi fisiologis dan psikologis.

Musik sudah diakui dapat menjadi media dalam sebuah

terapi, yang kemudian berkembang menjadi terapi musik.

Terapi musik efektif untuk menurunkan kecemasan dan

menurunkan persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali

digunakan bersamaan dengan penggunaan obat-obat

farmakologik. Berdasarkan hasil penelitian Devi

46
Darliana terapi musik dapat digunakan untuk mengurangi

stres psikologis (kecemasan) pasien yang menjalani prosedur

invasif, sehingga terapi musik diharapkan dapat diaplikasikan

di pelayanan kesehatan.

47
B. Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan data baik data subyektif maupun data obyektif.

Data subyektif didapatkan berdasarkan hasil wawancara baik dengan pasien

ataupun orang lain, sedangkan data obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi

dan pemeriksaan fisik.

a. Pengkajian

Pengkajian menurut Majid (2013), meliputi :

1) Primary Survey

Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma,

sehingga harus dicek airway, breathing, circulation, disability, dan

exposure terlebih dahulu.

a) Airway

Moenadjat (2009), pada luka bakar ditemukan adanya sumbatan

akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi

berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Apabila

terdapat kecurigaan adanya trauma

48
inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda- tanda

adanya trauma inhalasi adalah : terkurung dalam api, luka bakar pada

wajah, bulu hidung yang terbakar, sputum yang hitam.

b) Breathing

Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada

untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada

trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya

pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae. Kaji pergerakan

dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada

pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak.

Kaji juga apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling,

rhonki atau wheezing. Selain itu kaji juga kedalaman nafas pasien.

c) Circulation

Kaji ada tidaknya penurunan tekanan darah, kelainan detak jantung

misalnya takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan

capilar refil memanjang. Kaji juga kondisi akral dan nadi pasien.

Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan

edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik

karena kebocoran plasma yang luas.

49
d) Disability

Moenadjat (2009), pada pasien enurunan kesadaran,

kehilangan sensasi dan refleks, pupil anisokor dan nilai GCS

e) Exposure

Moenadjat (2009), pada pasien dengan luka bakar terdapat hipertermi

akibat inflamasi.

2) Secondary Survey

Secondary survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap yang

dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang.

a) Monitor tanda-tanda vital

b) Pemeriksaan fisik

c) Lakukan pemeriksaan tambahan

Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat

pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien.

Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan

sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem.

(Emergency Nursing Association, 2007).

a) Keluhan Utama : Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu)

dan durasi pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi

50
ditemukan keluhan stridor, takipnea, dispnea, dan pernafasan

seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010).

b) Riwayat Penyakit Sekarang : Mekanisme trauma perlu diketahui

karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang

tertutup, sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi yang dapat

menimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan kejadiannya terjadi

(Sjaifuddin, 2006).

c) Riwayat Penyakit Dahulu : Penting dikaji untuk menetukan

apakah pasien mempunyai penyakit yang tidak melemahkan

kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan

infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, dan

sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal, pernapasan atau

gastro intestinal. Beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal

dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera

inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal

jantung kongestif, emfisema) maka status pernapasan akan sangat

terganggu (Hudak dan Gallo, 1996).

d) Riwayat Penyakit Keluarga : kaji riwayat penyakit keluarga yang

kemungkinan bisa ditularkan atau diturunkan secara

51
genetik kepada pasien seperti penyakit DM, hipertensi, asma, TBC

dll.

e) Review of System

(1) Aktivitas/istrahat

Tanda : penurunan kukuatan tahanan : keterbatasan rentang

gerak pada area yang sakit, gangguan massa otot perubahan

tonus.

(2) Sirkulasi

Tanda ( dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT)

hipotensi (Syok), penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas

yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan

nadi, kulit putih dan dingin (Syok listrik).

(3) Intergritas Ego

Tanda : angietas, menangis, ketergantungab, menyangkal,

menarik diri, marah.

Gejala : masalah tentang keluarga , pekerjaan, keuangan dan

kecacatan.

(4) Eliminasi

Tanda : haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat

warna, mungkin hitam kemerahan bila terjadi myoglobin

mengindikasikan kerusakan otot dalam.

52
(5) Makanan dan cairan

Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah.

(6) Neurosensori

Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku, penurunan reflex

tendun dalam (RTD) pada cidera ekstremitas, aktivitas kejang

(syok) . laserasi korneal, kerusakan retina, penurunan ketajaman

(syok)

Gejala : area kebas dan terbakar

(7) Nyeri/ keamanan

Gejala : berbagai nyeri contoh luka bakar derjat pertama secara

ekstrem sensitive untuk disentuh,

ditekan,digerakan udara dan perubahan suhu,luka bakar

ketebalan sedang serajat dua sangat nyeri, sementara respon pada

luka bakar ketebalan derajat dua tergantung pada keluahan ujung

syaraf, luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

(8) Pernapasan

Gejala : terkurung dalam ruang tertutup, terpejam laam,

(kemungkinan cidera inhalasi)

Tanda : serak, baatuk mangi, partikel karbon dalam sputum,

ketidakmampuan menelan sekresi orsng dsn sianosis indikasi

ceodera inhalsa. Pengemabnagan

53
thoraks mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada.

Jalan napas atas stridor /mengi (obstruksi sehubungan dengn

llaringosis spasme, edema laringeali, bunyi napas,generic (edema

paaru), strider (edema laringeal) secret jalan napas dalam (rochi).

(9) Keamanan

Tanda : kulit umum : distraksi jaringan dalam mungkin tidak

terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses thrombus

mikro vaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar

mungkin dingin/lembab, pucat,dengan pengisian kapiler lambat

kehilangan cairan/status syok.

a. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu kesimpulan yang dihasilkan dari

analisa data (Carpenito, 2009). Diagnosa keperawatan adalah langkah kedua

dari proses keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis tentang respon

individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat terhadap permasalahan

kesehatan baik aktual maupun potensial. Dimana perawat mempunyai lisensi

dan kompetensi untuk mengtasinya (Sumijatun, 2010).

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti

tentang masalah pasien yang nyata serta penyebabnya

54
dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan menurut Gordon

(1982, dalam Dermawan, 2012).

1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membrane kapiler alveolar

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya

obstruksi jalan nafas

3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (mis, biologis, zat kimia,

fisik psikologi)

4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera

5) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif

6) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

7) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketahanan

tubuh dan penurunan kekuatan otot

8) Resiko infeksi ditandai dengan pertahanan primer tidak adekuat;

kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatic. Pertahanan sekunder

tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi

9) Ansietas berhubungan dengan krisis situsional dengan hospitalisasi

55
b. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan sesuai (SDKI SLKI SIKI) :

Tabel 2.2 Intervensi


NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
(I.01014)
pertukaran gas tindakan di harapkan
Observasi
berhubungan pertukaran gas meningkat 1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
dengan perubahan dengan kriteria hasil :
napas
membrane kapiler Pertukaran gas meningkat 2. Monitor pola napas
(seperti bradypnea,
alveolar diberi kode L.01003 dalam
takipnea, hiperventilasi,
SLKI. kussmaul, Cheyne-
stokes, biot, ataksik)
1. Dispnea menurun
3. Monitor kemampuan
2. Bunyi napas tambahan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi
menurun sputum
3. Takikardia menurun 5. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
4. PCO2 membaik 6. Palpasi kesimetrisan
5. PO2 membaik ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
6. pH arteri membaik 8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai analisa gas
darah
10. Monitor hasil x-ray
thoraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.

56
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan
Latihan Batuk Efektif
bersihan jalan keperawatan di harapkan
(I.01006)
nafas ketidak efektifan bersihan
Observasi
berhubungan jalan nafas teratasi dengan
1. Identifikasi
dengan adanya kriteria hasil: kemampuan batuk
obstruksi jalan Bersihan jalan napas diberi 2. Monitor adanya retensi
nafas kode L.01002 dalam SLKI. sputum
1. Batuk efektif 3. Monitor tanda dan
meningkat gejala infeksi saluran
2. Produksi sputum napas
menurun 4. Monitor input dan
3. Mengi menurun output cairan (misal:
4. Wheezing menurun jumlah dan
5. Mekonium (pada karakteristik)
neonatus) menurun Terapeutik
1. Atur posisi semi-
fowler dan fowler
2. Pasang perlak dan
bengkok di pangkuan
pasien
3. Buang sekret pada
tempat sputum
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif

57
2. Anjurkan Tarik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik,
kemudian keluarkan
dari mulut dengan
bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8
detik
3. Anjurkan mengulangi
Tarik napas dalam
hingga 3 kali
4. Anjutkan batuk dengan
kuat langsung setelah
Tarik napas dalam
yang ke-3
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian mukolitik at
au ekspektoran, jika
perlu.
Manajemen Jalan Napas
(I.01011)
Observasi
1. Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)

58
2. Monitor bunyi napas
tambahan (misalnya:
gurgling, mengi,
wheezing, ronchi
kering)
3. Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan
jalan napas
dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw thrust
jika curiga trauma
fraktur servikal)
2. Posisikan semi-fowler
atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika
perlu
59
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak ada
kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian bronkodilat
or, ekspektoran, mukol
itik, jika perlu.

3. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan


Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan keperawat di harapkan nyeri
Observasi
dengan agen teratasi dengan kriteria hasil:
cedera (mis, 1. Identifikasi lokasi,
Tingkat nyeri menurun diberi
biologis, zat kode L.08066 dalam SLKI. karakteristik, durasi,
kimia, 1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas,
2. Meringis menurun intensitas nyeri
fisik psikologi) 3. Sikap protektif
2. Identifikasi skala nyeri
menurun
4. Gelisah menurun 3. Idenfitikasi respon nyeri
5. Kesulitan tidur non verbal
menurun
4. Identifikasi faktor yang
6. Frekuensi nadi
membaik memperberat dan
memperingan nyeri

5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang

60
nyeri

6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri

7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup

8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan

9. Monitor efek samping


penggunaan analgetik

Terapeutik

1. Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
music, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing,
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)

2. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa

61
nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)

3. Fasilitasi istirahat dan


tidur

4. Pertimbangkan jenis dan


sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri

2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri

3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri

4. Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat

5. Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri

62
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik
(I.08243)

Observasi

1. Identifikasi karakteristik
nyeri (mis: pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)

2. Identifikasi Riwayat
alergi obat

3. Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik (mis:
narkotika, non-
narkotik, atau NSAID)
dengan tingkat
keparahan nyeri

4. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik

5. Monitor efektifitas
analgesik

Terapeutik

1. Diskusikan jenis

63
analgesik yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu

2. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum

3. Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respons pasien

4. Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efek
yang tidak diinginkan

Edukasi

1. Jelaskan efek terapi dan


efek samping obat

Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemberian dosis dan
jenis analgesik,
sesuai indikasi

64
4. Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit
(I.11353)
integritas kulit tindakan keperawatan
Observasi
berhubungan diharapkan menunjukkan 1. Identifikasi penyebab
gangguan integritas
dengan agen regenerasi jaringan kulit (mis: perubahan
cedera dengan kriteria hasil: sirkulasi, perubahan
status nutrisi, penurunan
Integritas kelembaban, suhu
kulit/jaringanmeningkat lingkungan ekstrim,
penurunan mobilitas)
diberi kode L.14125 dalam Terapeutik
SLKI. 1. Ubah posisi setiap 2
jam jika tirah baring
1. Elastisitas meningkat 2. Lakukan pemijatan
2. Hidrasi meningkat pada area penonjolan
tulang, jika perlu
3. Perfusi jaringan 3. Bersihkan perineal
meningkat menurun dengan air hangat,
terutama selama periode
4. Kerusakan jaringan diare
menurun 4. Gunakan produk
berbahan petroleum
5. Kerusakan lapisan atau minyak pada kulit
kulit menurun kering
5. Gunakan produk
6. Nyeri menurun berbahan ringan/alami
7. Perdarahan menurun dan hipoalergik pada
kulit sensitive
8. Kemerahan menurun 6. Hindari produk
9. Hematoma menurun berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
10. Pigmentasi abnormal Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
menurun
pelembab (mis: lotion,
11. Jaringan parut serum)
2. Anjurkan minum air
menurun
yang cukup
12. Nekrosis menurun 3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
6. Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saat berada diluar
65
rumah
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
Perawatan Luka (I.14564)
Observasi
 Monitor karakteristik
luka (mis: drainase,
warna, ukuran , bau)
 Monitor tanda-tanda
infeksi
Terapeutik
 Lepaskan balutan dan
plester secara perlahan
 Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika perlu
 Bersihkan dengan
cairan NaCl atau
pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan
nekrotik
 Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi, jika
perlu
 Pasang balutan sesuai
jenis luka
 Pertahankan Teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
 Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
 Berikan diet dengan
kalori 30 – 35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25 – 1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen
vitamin dan mineral
(mis: vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam
amino), sesuai indikasi
 Berikan terapi TENS
66
(stimulasi saraf
transcutaneous), jika
perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
 Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement (mis:
enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

5. Kekurangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipovolemia


(I.03116)
volume cairan keperawatan terjadi
Observasi
berhubungan peningkatan 1. Periksa tanda dan gejala
hipovolemia (mis:
67
dengan kehilangan keseimbangan cairan frekuensi nadi
cairan aktif dengan kriteria hasil: meningkat, nadi teraba
Status cairan membaik diberi lemah, tekanan darah
kode L.03028 dalam SLKI. menurun, tekanan nadi
1. Kekuatan nadi menyempit, turgor kulit
meningkat menurun, membran
2. Output urin meningkat mukosa kering, volume
3. Membran mukosa urin menurun,
lembab meningkat hematokrit meningkat,
4. Ortopnea menurun haus, lemah)
5. Dispnea menurun 2. Monitor intake dan
6. Paroxysmal nocturnal output cairan
dyspnea (PND) Terapeutik
menurun 1. Hitung kebutuhan cairan
7. Edema anasarka 2. Berikan posisi modified
menurun Trendelenburg
8. Edema perifer menurun 3. Berikan asupan cairan
9. Frekuensi nadi oral
membaik Edukasi
10. Tekanan darah 1. Anjurkan memperbanyak
membaik asupan cairan oral
11. Turgor kulit membaik 2. Anjurkan menghindari
12. Jugular venous perubahan posisi
pressure membaik mendadak
13. Hemoglobin membaik Kolaborasi
14. Hematokrit membaik 1. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis:
NaCL, RL)
2. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
(mis: glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (albumin,
plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian
produk darah

Manajemen Syok
Hipovolemik (I.03116)
Observasi
1. Monitor status
kardiopulmonal
68
(frekuensi dan kekuatan
nadi, frekuensi napas,
TD, MAP)
2. Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD)
3. Monitor status cairan
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
4. Periksa tingkat kesadaran
dan respon pupil
5. Periksa seluruh
permukaan tubuh
terhadap adanya DOTS
(deformity/deformitas,
open wound/luka
terbuka,
tenderness/nyeri tekan,
swelling/bengkak)
Terapeutik
1. Pertahankan jalan napas
paten
2. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
3. Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
4. Lakukan penekanan
langsung (direct
pressure) pada
perdarahan eksternal
5. Berikan posisi syok
(modified
trendelenberg)
6. Pasang jalur IV
berukuran besar (mis:
nomor 14 atau 16)
7. Pasang kateter urin untuk
menilai produksi urin
8. Pasang selang
nasogastrik untuk
dekompresi lambung
9. Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan
darah lengkap dan
elektrolit
Kolaborasi
69
1. Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid 1
– 2 L pada dewasa
2. Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid
20 mL/kgBB pada anak
3. Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika
perlu

70
6. Hipertermi Setelah dilakukan
Manajemen Hipertermia
berhubungan tindakan keperawatan
(I.15506)
dengan proses menunjukan temperature
Observasi
inflamasi dalam batas normal dengan
1. Identifikasi penyebab
kriteria hasil:
hipertermia (mis:
Termoregulasi membaik diberi dehidrasi, terpapar
kode L.14134 dalam SLKI.
lingkungan panas,
1. Menggigil menurun
penggunaan inkubator)
2. Suhu tubuh membaik
2. Monitor suhu tubuh
3. Suhu kulit membaik
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor haluaran urin
5. Monitor komplikasi
akibat hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
yang dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebih)

71
6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis: selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

72
7. Hambatan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik tindakan keperawatan (I.06171)
berhubungan diharapkan mobilitas fisik Observasi
dengan penurunan pasien teratasi dengan 1. Identifikasi adanya
ketahanan tubuh kriteria hasil: nyeri atau keluhan fisik
dan penurunan lainnya
Mobilitas fisik meningkat
kekuatan otot 2. Identifikasi toleransi
diberi kode L.05042 dalam
fisik melakukan
SLKI.
ambulasi
1. Pergerakan
ekstremitas meningkat 3. Monitor frekuensi

2. Kekuatan otot jantung dan tekanan

meningkat darah sebelum

3. Rentang gerak (ROM) memulai ambulasi

meningkat 4. Monitor kondisi umum


selama melakukan
ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis: tongkat,
kruk)
2. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi

73
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis:
berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)
Dukungan Mobilisasi
(I.05173)
Observasi
1. Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan fisik
lainnya
2. Identifikasi toleransi
fisik melakukan
pergerakan
3. Monitor frekuensi
jantung dan tekanan
darah sebelum
memulai mobilisasi
4. Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi

74
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis: pagar
tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis: duduk
di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)

75
8. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan
Pencegahan Infeksi (I.14539)
ditandai dengan keperawatan diharapkan
Observasi
pertahanan primer pasien tidak mengalami 1. Monitor tanda dan gejala
tidak adekuat; infeksi dengan kriteria hasil: infeksi lokal dan sistemik
kerusakan Luaran tingkat infeksi Terapeutik
menurun menurun diberi Batasi jumlah
perlindungan 1.
kode L.14137 dalam SLKI. pengunjung
1. Demam menurun 2. Berikan perawatan kulit
2. Kemerahan menurun pada area edema
3. Nyeri menurun 3. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
4. Bengkak menurun dengan pasien dan
5. Kadar sel darah putih lingkungan pasien
membaik 4. Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

76
9. Ansietas Setelah dilakukan asuhan
Reduksi Ansietas (I.09314)
berhubungan keperawatan kecemasan
Observasi
dengan krisis terkontrol dengan kriteria”
1. Identifikasi saat tingkat
situsional dengan Tingkat ansietas menurun ansietas berubah (mis:
kondisi, waktu, stresor)
hospitalisasi diberi kode L.09093 dalam
2. Identifikasi
SLKI.
kemampuan
1. Verbalisasi mengambil keputusan
kebingungan menurun 3. Monitor tanda-tanda
ansietas (verbal dan
2. Verbalisasi khawatir
nonverbal)
akibat kondisi yang
Terapeutik
dihadapi menurun
1. Ciptakan suasana
3. Perilaku gelisah terapeutik untuk
menumbuhkan
menurun
kepercayaan
4. Perilaku tegang
2. Temani pasien untuk
menurun mengurangi
kecemasan, jika
5. Konsentrasi membaik
memungkinkan
6. Pola tidur membaik
3. Pahami situasi yang
membuat ansietas
4. Dengarkan dengan
penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
6. Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
7. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan

77
8. Diskusikan
perencanaan realistis
tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga
untuk tetap Bersama
pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
8. Latih Teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu

78
Terapi relaksasi (I.09326)
Observasi
1. Identifikasi penurunan
tingkat energi,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau
gejala lain yang
mengganggu
kemampuan kognitif
2. Identifikasi Teknik
relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan Teknik
sebelumnya
4. Periksa ketegangan
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah Latihan
5. Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
2. Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian
longgar
4. Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
79
5. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau
Tindakan medis lain,
jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, Batasan, dan
jenis relaksasi yang
tersedia (mis: musik,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot
progresif)
2. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih
3. Anjurkan mengambil
posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
5. Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih Teknik yang
dipilih
6. Demonstrasikan dan
latih Teknik relaksasi
(mis: napas dalam,
peregangan, atau
imajinasi terbimbing)

80
c. Implementasi Keperawatan

Setelah dilakukan perumusan tahapan-tahapan intervensi dalam

perencanaan keperawatan, maka selanjutnya dilakukan proses implementasi,

yaitu melakukan tahapan-tahapan intervensi tersebut. Pelaksanaan

implementasi ini dilakukan dengan melibatkan pasien dan keluarga ataupun

dengan tim kesehatan lain. Pelaksanaan atau implementasi adalah fase

tindakan dari proses keperawatan yang terkait dengan pelaksanaan rencana

yang berfokus pada proses penyembuhan pasien(Anderson & McFarlane,

2007). Implementasi berguna untuk mencapai tujuan yang telah dibuat. Selain

itu, implementasi intervensi keperawatan berfungsi untuk meningkatkan,

memelihara, atau memulihkan kesehatan, mencegah penyakit, dan

memfasilitasi rehabilitasi.

d. Evaluasi

Sebagai tahap terakhir dari proses keperawatan dilakukan evaluasi

yang tidak hanya sekedar melaporkan intervensi keperawatan

81
telah dilakukan, namun juga untuk menilai apakah hasil yang diharapkan

sudah terpenuhi (Potter & Perry, 2009).

Majid & Prayogi (2013), Evaluasi adalah penilaian keberhasilan

rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Pada pasien

Combustio dapat dinilai hasil pelaksanaan perawatan dengan melihat catatan

perkembangan, hasil pemeriksaan pasien, melihat langsung keadaan dari

keluhan pasien, yang timbul sebagai masalah. Evaluasi dapat dilihat 4

kemungkinan yang menentukan tindakan yang menentukan tindakan

perawatan selanjutnya antara lain:

1) Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum

2) Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau belum

3) Apakah maslah sebagian terpecahkan/tidak dapat di pecahkan

4) Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang.

82
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik,
dan radiasi.

B.Saran
Diharapkan makalah ini dapat menjadi referensi bagi pengembangan keilmuan
Keperawatan Kritis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar.

83
DAFTAR PUSTAKA

American Burn Association. 2014. Burn Incidence and Treatment in the United
States : 2015. Chicago : ABA.
http://www.ameriburn.org/resources_factsheet.php. Diakses 20 oktober 2019.
Amin, dkk. 2013. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction Publishing.
Brunner, Suddarth. 2010. Textbook of medical surgical nursing. Edisi ke- 1.USA:
Lippincott.
Darma, E. 2017. Analisis Praktik Klinik Keperawatan dengan Intervensi Inovasi
Pemberian Aromaterapi Mawar dan Terapi Murottal Al-Quran Terhadap
Peningkatan Kualitas Tidur pada Pasien An. D dengan Combustio di Ruang
Picu RSUD Abdul Wahab Sjahranie Tahun
2017.https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/251/KIAN.pdf
?sequence=1&isAllowed=y. Diakses 20 oktober 2019. .
Hardi, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Media Action.
Leong M, Philips LG. 2012. Wound Healing. Dalam : Townsend CM, Beauchamp
RD, evers BM, Mattox KL, Sabiston textbook of surgery. Edisi ke 19. Canada :
Elsevier
Majid Abdul, Prayogi. 2013. Buku pintar perawatan pasien luka bakar.
Yogyakarta : Gosyem Publishing.
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta : EGC.
Mesche AL. 2016. Sistem Integumen. Dalam : Teks dan Atlas Histologi Dasar
Junquiera. 309–24.
Pedoman Penyusunan Karya Ilmiah Akhir (KIA) Program Studi Ners Stikes
Panakkukang Makassar
Purwandari, A. 2008. Konsep Keperawatan : Sejarah & Profesionalisme, Jakarta :
EGC.
Raihanah, S., & Andrayani, D. E. 2017. Tata Laksana Nutrisi Pada Pasien Luka
Bakar Listrik. 1 –13

84
Ulima, L., Wulan, J.r., & Prabowo, A. Y. 2017. Pengaruh Binahong terhadap Luka
Bakar Derajat II.
Vidianka, R. 2015. Potency Of Honey In Treatment Of Burn Wounds.
Lampung University.
Wilkinson, Skinner. 2007. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC

85
86

Anda mungkin juga menyukai