Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Luka Bakar”. Dalam makalah ini
penulis telah menyampaikan materi mengenai konsep dasar luka bakar, asuhan
keperawatan teori mengenai luka bakar dan asuhan keperawatan kasus pada
pasien luka bakar. Materi ini penulis peroleh dari berbagai sumber, baik dari
buku-buku panduan maupun dari internet.

Penulis ucapakan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu


dalam proses pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat penulis
selesaikan tepat pada waktunya.

Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna kesempurnaan
makalah ini di kemudian hari.

Denpasar, 12 Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. ii


Daftar Isi .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 2
1.3 Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................ 3
2.1 Pengertian .................................................................................................. 3
2.2 Etiologi ...................................................................................................... 3
2.3 Patofisiologi ............................................................................................... 4
2.4 Manifestasi Klinis ...................................................................................... 5
2.5 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 6
2.6 Penatalaksanaan Medis .............................................................................. 7
2.7 Komplikasi ................................................................................................. 8
BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN ...................................... 10
3.1 Pengkajian................................................................................................... 10
3.2 Diagnosa .................................................................................................... 15
3.3 Perencanaan ............................................................................................... 15
3.4 Pelaksanaan ................................................................................................ 23
3.5 Evaluasi ...................................................................................................... 23
WOC ................................................................................................................ 25
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS ............................................. 27
4.1 Pengkajian .................................................................................................. 27
4.2 Diagnosa .................................................................................................... 35
4.3 Perencanaan ............................................................................................... 35
4.4 Pelaksanaan ................................................................................................ 38
4.5 Evaluasi ...................................................................................................... 41
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 42
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 42
5.2 Saran .......................................................................................................... 42

iii
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 43

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar adalah luka yang paling sering dialami oleh manusia
dibandingkan dengan luka lain. Luka bakar dapat terjadi karena adanya kontak
dengan sumber panas ataupun suhu yang sangat rendah, zat kimia, listrik,
radiasi dan cahaya. Berbagai aktifitas sehari-hari yang dilakukanpun dapat
menjadi penyebab terjadinya luka bakar misalnya kecelakaan yang
menyebabkan meledaknya kendaraan, memegang peralatan dalam keadaan
panas sewaktu memasak, tersengat arus listrik ataupun karena sebab lainnya
(Azhari, 2012).
Luka bakar telah menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang
bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 195.000 orang per tahun.
Berdasarkan angka kejadian di Amerika Serikat luka bakar menjadi penyebab
kematian terbesar yang setiap tahunnya sejumlah 2,5 juta orang mengalami
luka bakar dan sekitar 12.000 orang meninggal dunia yang disertai cedera
inhalasi. Menurut World Fire Statistics Centre pada tahun 2003 sampai 2005
mengenai terjadinya luka bakar negara dengan prevalensi terendah yaitu
Singapura dengan persentase 0,12% per 100.000 orang. Dan yang tertinggi
adalah Hongaria dengan persentase 1,98% (Artawan, 2013 dan Adhy dkk,
2014:386).
Tujuan penatalaksanaan luka bakar di unit gawat darurat yaitu untuk
mempertahankan jaringan yang ada, mencegah infeksi, menghentikan proses
luka bakar dan mempertahankan jalan pernapasan dan sirkulasi (Pamela,
2011: 187).
Pasien dengan cedera luka bakar dianggap sebagai pasien trauma multiple
dikarenakan efek fisiologik dari luka bakar pada sistem organ dan seringkali
pasien juga mengalami cedera traumatik. Oleh karenanya asuhan keperawatan
komprehensif yang diberikan ketika terjadi luka bakar merupakan hal penting
untuk pencegahan kematian dan kecacatan. Sehingga penting bagi perawat
untuk memiliki pengertian yang jelas tentang perubahan yang saling

1
berhubungan pada semua sistem tubuh setelah terjadinya cedera dan motivasi
terhadap dampak emosional dari cedera pada korban luka bakar dan
keluarganya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas timbul permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar luka bakar?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien
luka bakar?
3. Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien Tn. A dengan
combustio grade II?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar luka bakar.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat pada
pasien luka bakar.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien Tn. A
dengan combustio grade II.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik, dan radiasi (Artawan, 2013).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas dan suhu sangat rendah
(Adhy dkk, 2014:386).
Luka bakar adalah salah satu cedera yang paling luas yang
berkembang di dunia. Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis
trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Pitoyo, 2013:2).

2.2 Etiologi
Etiologi luka bakar antara lain adalah sebagai berikut: 1) Luka bakar
suhu tinggi (thermal burn) yang disebabkan oleh karena terpapar atau
kontak dengan api, cairan panas dan bahan padat. Luka bakar api
berhubungan dengan asap atau cedera inhalasi. 2) Luka bakar bahan kimia
(chemical burn) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam
atau basa yang kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat
kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadibmisalnya karena kontak dengan
zat-zat pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga
dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian
dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat
menyebabkan luka bakar kimia. 3) Luka bakar sengatan listrik (electrical
burn) disebabkan karena lewatnya tenaga listrik bervoltase tinggi melalui
jaringan menyebabkan perubahan menjadi tenaga panas, ia menimbulkan
luka bakar yang tidak hanya mengenai kulit dan jaringan subkutis, tetapi

3
juga semua jaringan pada jalur arus listrik tersebut. Luka bakar listrik
biasanya disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltase tinggi.
Anggota gerak merupakan kontak yang terlazim, dengan tangan dan
tangan yang lebih sering cedera daripada tungkai dan kaki. Kontak sering
menyebabkan gangguan jantung dan atau pernafasan, dan resusitasi
kardiopulmonal sering diperlukan pada saat kecelakaan tersebut terjadi.
Luka pada daerah masuknya listrik biasanya gosong dan tampak cekung.
4) luka bakar radiasi (radiasi injury) disebabkan oleh terpapar dengan
sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan
penggunaan radiasi ion pada industri atau sumber dari radiasi untuk
keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi (Musliha, 2010).

2.3 Patofisiologi
Jaringan lunak akan mengalami cedera bila terkena suhu diatas
1150F (460C). Luasnya kerusakan bergantung pada suhu permukaan dan
lama kontak. Sebagai contoh pada kasus luka bakar tersiram air panas
pada orang dewasa, kontak selama 1 detik dengan air yang panas dari
shower dengan suhu 68,90C dapat menimbulkan luka bakar yang merusak
epidermis dan dermis sehingga terjadi cedera derajat tiga (full-thickness
injury). Sebagai manifestasi dari cedera luka bakar panas, kulit akan
melakukan pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan pembentukan
oksigen reaktif dan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan
menyebabkan penurunan tekanan onkotik. Hal ini menyebabkan
kehilangan cairan serta viskositas plasma meningkat dengan menghasilkan
suatu formasi mikrotrombus. Cedera luka bakar dapat menyebabkan
keadaan hipermetabolik yang dimanifestasikan dengan adanya demam,
peningkatan laju metabolisme, peningkatan ventilasi, peningkatan curah
jantung, peningkatan glukoneogenesis, serta meningkatkan katabolisme
otot viseral dan rangka. Adanya luka pada sistem pernafasan misalnya
pada wajah yang merusak mukosa sehingga terjadi udema pada laring

4
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan menyebabkan
ketidakefektifan pola nafas. Terjebak kebakaran dalam ruangan tertutup
juga dapat menyebabkan cedera inhalasi sehingga terjadi cedera alveolar
yang ditandai dengan adanya sputum berkarbon yang memunculkan
diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang diakibatkan karena
keracunan gas (PCO2 yang meningkat sedangkan PO2 turun). Keracunan
gas tersebut dan sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler
akan menyebabkan adanya penurunan cairan intravaskuler sehingga terjadi
hipovolemia dan hipoksia jaringan dan memunculkan diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (Muttaqin & Kumala, 2012: 200,
Nurarif dan Hardhi, 2015: 212 ).
Masalah yang dapat timbul pada luka bakar yang luas yaitu
gangguan pada sistem hormonal dan gangguan keseimbangan cairan
elektrolit. Hal tersebut terjadi akibat kehilangan cairan serta dapat
menyebabkan penurunan jumlah limfosit sehingga luka beresiko
mengalami sepsis. Mediator inflamasi seperti (sitokin, TNF-α dan sel
fagosit nekrotik) dan gangguan metabolisme (protein, karbohidrat dan
lemak) dapat muncul sebagai akibat dari luka bakar yang luasnya >20% .
Meningkatnya stress oksidatif juga dapat menyebabkan peningkatan
produksi radikal bebas sehingga akan mengganggu fungsi imun (Adhy
dkk, 2014: 386, Artawan, 2013).

2.4 Manifestasi klinis


Manifestasi luka bakar antara lain adalah nyeri lokal, eritema,
kemerahan, pucat, menggigil, sakit kepala, mual dan muntah, lepuh berisi
air dan berselaput tipis, area yang rusak berlilin dan putih, perubahan
suara, batuk, mengi, sputum gelap pada luka bakar mukosa (Wolters dkk,
2013).
Manifestasi tentang luka bakar dapat ketahui dengan derajat luka
yang dibagi menjadi 4 derajat yaitu: 1) Grade I dengan kerusakan jaringan
hanya terjadi pada epidermis, nyeri, warna kulit kemerahan, kering, pada
tes jarum terdapat hiperalgesia, lama sembuh ±7 hari kulit menjadi normal.

5
2) Grade II: terdapat grade II a dimana jaringan yang rusak adalah
sebagian dermis, folikel rambut, dan kelenjar keringat utuh, rasa nyeri,
warna kemerahan pada lesi, adanya cairan pad bula, waktu sembuh 7-14
hari. Dan pada grade II b dimana jaringan yang rusak sampai dermis,
hanya kelenjar keringat yang utuh, eritema, terkadang ada sikatrik, waktu
sembuh 14-21 hari. 3) Grade III yaitu jaringan yang rusak meliputi seluruh
epidermis dan dermis, kulit kering, kaku, terlihat gosong, terasa nyeri
karena ujung saraf rusak, waktu sembuh lebih dari 21 hari. 4) Grade IV
dimana luka bakar mengenai seluruh lapisan kulit, otot bahkan tulang,
penderita tidak akan merasakan nyeri karena kerusakan saraf, warna kulit
menjadi abu-abu, kehitaman, kering dan mengelupas (Muttaqin dan
Kumala, 2011.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka
bakar yaitu :
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari
15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang
meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht
turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan
oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.
3. AGD (Analisa Gas Darah) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan
tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi
karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada
awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat

6
terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai
diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan
kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan
cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera
jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap
efek atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.

2.6 Penatalaksanaan Medis


Prioritas pertama perawatan pasien luka bakar adalah menghilangkan
sumber panas bila masih ada. Pakaian dan perhiasan yang menghasilkan
panas harus dilepas, dan setiap bahan kimia dalam bentuk bubuk kering
harus disingkirkan dari kulit. Bila sumber luka bakar telah dihilangkan,
perhatian pemberi perawatan beralih pada ABC (Airway, Breathing dan
Circulation). Cedera inhalasi harus dicurigai pada pasien yang berada
dalam lingkungan yang terbakar dalam ruangan tertutup atau pasien yang
tampak mengalami perubahan tingkat kesadaran. Cedera inhalasi mungkin
gejalanya tidak muncul selama beberapa jam setelah waktu cedera.
Siapkan untuk intubasi endotrakea profilaktik kemudian beri oksigen

7
melalui mask face atau endotracheal tube pada setiap pasien yang
menunjukkan mekanika pernapasan meragukan atau yang mempunyai
indikasi klinis adanya cedera inhalasi yang ditandai dengan hangusnya
bulu hidung, suara serak, batuk, sputum berkarbon, wheezing, takipne,
dispnea, agitasi dan stridor yang gejalanya mungkin tidak muncul
beberapa jam setelah cedera terjadi (Pamela, 2011: 189).
Luka bakar yang meliputi semua ekstremitas menyebabkan reaksi
kulit yang melepaskan zat vasoaktif yang menimbulkan pembentukan
oksigen reaktif sehingga permeabilitas kapiler meningkat. Kehilangan
cairan secara masif akan terjadi pada 4 jam pertama setelah cedera dengan
akumulasi maksimum edema pada 24 jam pertama setelah luka terjadi
sehingga akan sulit untuk melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada
pasien. Oleh karena itu perlu dilakukan pemasangan selang infus dengan
diameter besar untuk resusitasi cairan dan pemasanngan kateter urin
sebagai indikator status sirkulasi yang harus dipantau dan diukur setiap
jam. Untuk resusitasi cairan formula yang sering digunakan yaitu formula
Parkland pada 24 jam pertama cidera. Pada formula tersebut cairan yang
digunakan adalah cairan Ringer Laktat dengan rumus 4ml/kgBB/% luka
bakar dimana setengah dari hasil penjumlahan yang telah dilakukan
diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya (Muttaqin dan Kumala, 2012: 207, Nurarif dan Hardhi, 2015:
212).

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus luka bakar yaitu infeksi
luka yang gejalanya sama dengan proses penyembuhan luka yaitu adanya
eritema, edema, dan nyeri tekan. Demam, malaise, dan gejala yang lebih
buruk dapat menyebabkan sepsis dan kerusakan yang lebih dalam. Luka
bakar juga dapat menyebabkan timbulnya syok, cedera inhalasi apabila
pasien menghirup udara di dalam ruangan tertutup (Lalani, 2013, Pamela,
2011: 189).

8
Luka bakar terutama dengan luas >20% dapat menyebabkan
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Selain itu, semakin
berat kerusakan jaringan maka proses inflamasi juga semakin lama terjadi
dan tidak terkendali. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya inflamasi
sistemik dan penekanan sistem imun yang berbahaya karena dapat menjadi
SIRS dan MODS (Adhy dkk, 2014: 386).

9
BAB III

TINJAUAN ASKEP

3.1 Pengkajian
A. Data Umum
Berisi mengenai identitas pasien yang meliputi nama, umur,
No.RM, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, jam datang, jam diperiksa, tipe kedatangan dan informasi
data.
B. Keadaan umum pada pasien luka bakar dengan gawat darurat yang
berisi tentang observasi umum mengenai penghentian proses luka
bakar dan pemeriksaan status ABC (Airway, Breathing dan
Circulation) (Pamela, 2011).
C. Pengkajian primer
1. Airway: mengkaji ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas,
sumbatan total atau sebagian, distress pernafasan, ada tidaknya
aliran udara dan adanya gangguan pada jalan nafas misalnya edema
tipe torniket pada daerah leher yang dapat menyumbat pernafasan
(Kartika, 2011).
Masalah airway yang timbul pada pasien luka bakar yaitu pasien
sulit bernafas, terdapat edema di jalan nafas, batuk, suara serak,
stridor, takipne, dispnea, agitasi adanya sputum mengandung
karbon (Pamela, 2011).
2. Breathing: mengkaji adanya henti nafas dan adekuatnya
pernafasan, frekuensi nafas dan pergerakan dinding dada(naik
turunnya dinding dada), suara pernafasan melalui hidung atau
mulut, merasakan udara yang dikeluarkan dari jalan nafas (Kartika,
2011:44).
Masalah breathing yang timbul pada pasien luka bakar yaitu
terganggunya ekspansi dada akibat adanya krustal tebal pada luka
bakar derajat 3 yang mengelilingi dada, adanya penggunaan otot
bantu pernafasan, pasien sulit bernafas, RR > 24x/menit, irama

10
nafas tidak teratur, nafas cepat dan pendek, suara nafas wheezing
(Pamela, 2011).
3. Circulation: mengkaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan
syok, dan adanya perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan dan
keteraturan, warna kulit dan kelembaban, tanda-tanda perdarahan
eksternal, tanda- tanda jejas atau trauma.
Masalah circulation yang timbul pada pasien luka bakar yaitu
peningkatan curah jantung dalam beberapa menit pertama cedera,
nadi tidak dapat diraba, tingkat kesadaran menurun (Pamela, 2011).
4. Disability: mengkaji kondisi neuromuskular pasien, keadaan status
kesadaran(GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan motorik dan
sensorik.
Pada pasien luka bakar yang diakibatkan oleh luka bakar listrik
dapat terjadi penurunan kesadaran, paralisis motorik, disorientasi
dan defisit sensorik (Lalani, 2013).
5. Exposure and environment control: pemaparan dan kontrol
lingkungan tentang kondisi pasien secara umum (Kartika,
2011:73).
D. Pengkajian sekunder
1. Riwayat keperawatan :
Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama pasien,
riwayat penyakit saat ini, riwayat pengobatan, pengobatan yang
sedang dijalani, riwayat keluarga dan sosial, serta review sistem
(Kartika, 2011:44).
Pengkajian subjektif nyeri meliputi: P (penyebab, yang
menimbulkan nyeri, adakah hal yang menyebabkan kondisi
memburuk/membaik), Q (kualitas, keluhan klien), R (arah
perjalanan nyeri, daerah nyeri), S (skala nyeri 1-10), T (lamanya
nyeri dirasakan, terus menerus/ hilang timbul) (Kartika , 2011:44).
Pengkajian Objektif tanda-tanda vital meliputi tekanan darah
meliputi systole > 100-140 mmHg, diastole > 60-90 mmHg, nadi

11
60-100 kali/ menit atau lebih, suhu: 36-37,5 C atau meningkat dan
pernafasan lebih dari 16- 24 kali/menit (Kartika, 2011: 44).
2. Pemeriksaan fisik per sistem yang biasa timbul pada luka bakar
yaitu:
a. Sistem neurologi
Menurut metode Glascow Coma Scale (GCS) dengan
penilaian Eye (4 untuk buka mata spontan, nilai 3 dengan suara,
nilai 2 dengan nyeri dan 1 tanpa respon), penilaian Verbal (5
apabila orientasi bagus, 4 jika pasien bingung, 3 apabila
kalimat tidak jelas, 2 jika suara tidak jelas/bergumam dan 1 jika
tidak ada respon) serta motorik (6 bila pasien dapat mengikuti
perintah dengan baik, 5 bila pasien mampu melokalisasi nyeri,
4 bila pasien menghindari nyeri, 3 bila fleksi abnormal, 2 bila
ekstensi abnormal dan 1 bila tanpa respon) (Kartika, 2011: 58).
Pada kasus luka bakar dapat ditemukan penurunan
kesadaran yaitu nyeri pada respon membuka mata, gangguan
verbal, dan gangguan motorik karena adanya cedera (Lalani,
2013).
b. Sistem respirasi
Periksa bagian wajah, dada, dan leher pasien atas adanya
tanda-tanda distress pernafasan seperti penggunaan otot
aksesori, keteraturan retraksi dada, keteraturan pola nafas, dan
suara nafas abnormal (Kartika, 2011: 61).
Pada kasus luka bakar dapat ditemukan adanya batuk,
suara serak, stridor, takipne, dispnea, agitasi adanya sputum
mengandung karbon, penggunaan otot bantu pernafasan, pasien
sulit bernafas, RR lebih atau kurang dari 24x/menit, irama
nafas tidak teratur, nafas cepat dan pendek, suara nafas
wheezing(Pamela, 2011).
c. Sistem kardiovaskuler

12
Kaji atas adanya keluhan nyeri pada dada, normalitas
tanda-tanda vital, dan denyut jantung yang cepat, pelan atau
tidak teratur (Kartika, 2011).
Dalam pengkajian sistem kardiovaskuler pada kasus luka
bakar akan terjadi peningkatan curah jantung dalam beberapa
menit cedera, dan nadi sulit diraba (Pamela, 2011).
d. Sistem pencernaan
Periksa adanya distensi abdomen, jejas, dan adanya luka.
Auskultasi keempat kuadran dan pastikan status peristaltik
usus. Palpasi adanya nyeri, hepatomegali, dan limpa. Perkusi
untuk mngetahui ukuran organ dan memeriksa daerah cairan
atau rongga intra abdominal (Kartika, 2011).
Pada luka bakar akan ditemukan adanya penurunan
metabolik sebagai akibat dari respon sistemik pada 24 jam
pertama cedera (Gurnida, 2011).
e. Sistem muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal di unit gawat darurat
berhubungan dengan trauma dan infeksi. Kaji luka atas adanya
edema, eritema, jejas, dan nyeri. Periksa pergerakan dan status
neurovaskular pasien untuk mendeteksi masalah. Lepaskan
semua perhiasan dan pakaian ketat dari daerah luka (Kartika,
2011: 62).
Pada pasien luka bakar dapat ditemukan edema jaringan
dan nekrosis (Lalani, 2013: 357).
f. Sistem perkemihan
Catat frekuensi urin, adanya inkontinensia, terasa panas,
atau bau aneh dan status nyeri pada sistem urinaria.
Pada pasien luka bakar akan ditemukan urine berwarna
kemerahan yang menunjukkan adanya hemokromogen dan
mioglobin akibat kerusakan otot karena luka bakar yang dalam
(Muttaqin dan Kumala, 2012: 207).
g. Sistem integument

13
Meliputi pemeriksaan warna, tekstur, turgor, suhu,
kepucatan, sianosis dan kekuningan (Kartika, 2011: 62).
Pada sistem integumen pasien luka bakar mengalami
gangguan integritas kulit seperti kulit berwarna abu-abu dan
pucat, dan adanya krustal (Pamela, 2011, Nurarif dan Hardhy,
2015).
h. Sistem endokrin
Perhatikan adanya gangguan endokrin jika pasien merasa
sering lelah, lemah, terjadi penurunan BB, poliuri, polidipsi dan
polifagi (Kartika, 2011:64).
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan pada luka bakar meliputi laboratorium meliputi
kadar elektrolit serum yang mungkin normal pada awalnya tetapi
akan berubah selama program tindakan awal, BUN (nitrogen urea
darah) dan kreatinin mungkin meningkat palsu berkaitan dengan
kekurangan cairan, glukosa darah yang mungkin meningkat
sebagai akibat respon stres, gas darah arteri awalnya Po 2 mungkin
normal pada cedera inhalasi tetapi penting untuk
mendokumentasikan pH pada pasien yang menderita luka bakar
listrik karena umumnya akan mengalami asidosis metabolik ringan
yang akan membaik dengan resusitasi secara adekuat, hitung darah
lengkap dimana pada awalnya hemoglobin dan hematokrit
mungkin meningkat sebagai akibat pergeseran cairan intraseluler,
albumin serum kadarnya mungkin rendah karena protein plasma
terutama albumin hilang ke dalam jaringan yang cedera sekunder
akibat peningkatan permeabilitas kapiler, skrining obat dan alkohol
serum serta skrining obat dalam urine secara khusus apabila pasien
tidak sadar atau tingkat kewaspadaannya menurun,
karboksihemoglobin serum pada pasien dengan dugaan cedera
inhalasi dengan peningkatan kadar >10%, mioglobulin urine harus
dilakukan untuk pasien luka bakar listrik karena mioglobulin
dilepaskan ketika jaringan otot mengalami kerusakan dimana

14
mioglobulin dapat menyebabkan kerusakan pada tubulus ginjal bila
ginjal tidak dibilas dengan baik dan urine akan berubah menjadi
merah terang atau berwarna teh, radiografi dada untuk mengetahui
perubahan radiograf dada yang biasanya terlihat sekitar 48 jam
setelah cedera inhalasi, elektrokardiogram terutama di indikasikan
pada luka bakar listrik karena disertai komplikasi disritmia jantung
dan juga CT scan untuk menyingkirkan hemoragi intrakranial pada
pasien dengan penyimpangan neurologik yang menderita cedera
listrik (Pamela, 2011: 200).

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari
daerah luka bakar.
2. Hipotermia b.d gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka.
3. Nyeri b.d hipoksia jaringan, cedera jaringan serta saraf.
4. Kecemasan b.d ketakutan dan dampak emosional luka bakar.
5. Risiko tinggi infeksi b.d hilangnya barier kulit dan terganggunya
respons imun.
6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.
7. Gangguan integritas kulit b.d luka bakar terbuka.
8. Hambatan mobilitas fisik b.d edema luka bakar, rasa nyeri dan
kontraktur persendian.

3.3 Intervensi
1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d peningkatan permeabilitas
kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari daerah luka bakar.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
Kriteria hasil :

15
a. Pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, kesadaran
optimal, urine >600ml/hari.
b. Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT<3 detik
c. Keluhan diare, mual, muntah berkurang
d. Laboratorium nilai elektrolit normal, analisa gas darah normal

Intervensi Rasional
1. Pertahankan pemberian Pemberian cairan RL diberikan
IVFD untuk mencegah syok
hipovolemik. Pemberian infuse
volumenya harus sesuai dengan
volume urin output.
2. Observasi faktor penyebab, Perpindahan dan kehilangan
usia, luas luka bakar, cairan pada pasien luka bakar
kedalaman luka bakar, dan mengharuskan perawat untuk
adanya riwayat penyakit lain. memeriksa tanda-tanda vital dan
urine output.
3. Observasi intake dan output Penurunan curah jantung
cairan. mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium dan air dan
penurunan output.
4. Kolaborasi dalam Mendeteksi adanya kondisi
pemeriksaan elektrolit serum. hiponatremia dan hipokalemia
sekunder dari hilangnya elketrolit
plasma.

2. Hipotermia b.d gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka.


Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam fase kritis NET tidak mengalami
hipotermia
Kriteria hasil :
0
a. Suhu badan dalam rentang normal 36,0-37,0 C.
b. CRT <3 detik.

16
c. Akral hangat.

Intervensi Rasional
1. Sesuaikan suhu kamar dengan Pasien biasanya sensitif terhadap
kondisi yang tidak terlalu perubahan suhu ruangan. Hal ini
hangat dan tidak terlalu untuk meningkatkan kenyamanan
dingin. Dengan cara dan suhu tubuh pasien.
pemakaian selimut katun.
2. Lakukan intervensi perawatan Mengurangi gejala menggigil
luka dengan cepat. dan kehilangan panas.
3. Monitor suhu tubuh, Intervensi yang penting untuk
menggigil atau minta pasien mencegah hipotermi yang lebih
untuk melaporkan bila merasa berat.
kedinginan.
4. Monitor derajat, kondisi, Semakin tinggi derajat,
kedalaman dan luasnya lesi kedalaman, dan luas luka bakar
luka bakar maka risiko hipotermi akan
semakin tinggi. Penderita luka
bakar akan cenderung menggigil.
Dehidrasi akan tampak berat
apabila daerah kulit yang rusak
terkena aliran udara hangat yang
terus menerus.

3. Nyeri b.d hipoksia jaringan, cedera jaringan serta saraf.


Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau
beradaptasi.
Kriteria hasil :
a. Secara subyektif klien menyatakan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi. Skala nyeri 0-1 (0-10).
b. Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri.

17
c. Pasien tidak gelisah.

Intervensi Rasional
1. Atur posisi pasien senyaman Posisi fisiologis akan
mungkin, kearah yang meningkatkan asupan oksigen ke
berlawanan dengan letak dari jaringan yang mengalami
lesi untuk bagian tubuh yang peradangan
mengalami inflamasi
dilakukan mobilisasi untuk
mengurangi respon
peradangan dan mempercepat
penyembuhan.
2. Ajarkan teknik relaksasi: Meningkatkan asupan oksigen
pernapasan dalam. sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari peradangan.
3. Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi dapat menurunkan
saat nyeri. stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi
endorphin enkefain yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk
tidak mengirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri.
4. Observasi skala nyeri dengan Mengetahui sejauh mana
pendekatan PQRST. keberhasilan intervensi yang
dilakukan.
5. Kolaborasi dalam pemberian Analgetik dapat memblok
analgetik lintasan nyeri sehingga nyeri
akan berkurang.

4. Kecemasan b.d ketakutan dan dampak emosional luka bakar.


Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam kecemasan pasien berkurang.

18
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan kecemasannya berkurang dan dapat
mengidentifikasi penyebab kecemasannya.
b. Kooperatif terhadap tindakan.
c. Wajah rileks.

Intervensi Rasional
1. Observasi kondisi fisik dan Normalnya pasien luka bakar dan
emosional pasien dan keluarga keluarganya mengalami stress
dari adanya luka bakar yang emosional dan ansietas.
dialami. Intervensi disesuaikan menurut
kebutuhan masing-masing.
2. Beri kesempatan pada pasien Dapat menghilangkan
untuk mengungkapkan ketegangan terhadap
ansietasnya. kekhawatiran yang
diekspresikan.
3. Beri lingkungan yang tenang Pasien mememrlukan dukungan
dan suasana penuh istirahat. emosional dan penjelasan yang
sederhana tentang prosedur
penanganan serta perawatan yang
diberikan.
4. Kolaborasi pemberian Meringankan reaksi dan
anticemas sesuai indikasi. menurunkan kecemasan.

5. Risiko tinggi infeksi b.d hilangnya barier kulit dan terganggunya


respons imun. Tujuan : dalam waktu 7x24 jam tidak terjadi infeksi,
terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.
Kriteria hasil :
a. Lesi luka bakar menutup pada hari ke-7 minimal 0,5 cm.
b. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
c. Leukosit dalam batas normal.
d. TTV dalam batas normal.

19
Intervensi Rasional
1. Observasi derajat, kondisi Mengidentifikasi kemajuan atau
kedalaman, dan luasnya lesi penyimpangan dari tujuan yang
luka bakar. diharapkan.
2. Lakukan perawatan luka steril Perawatan luka sebaiknya
setiap hari. dilakukan setiap hari untuk
membersihkan debris dan
menurunkan kontak kuman
masuk kedalam lesi. Intervensi
dilakukan dalam kondisi steril
sehingga mencegah kontaminasi.
3. Bersihkan luka dengan jenis Pada luka yang sudah mongering
cairan yang disesuaikan pembersihan debris dan kuman
dengan kondisi individu. sekitar luka dapat
mengoptimalkan kelebihan iodine
providum sebagai antiseptic dan
dengan arah dari dalam keluar
dapat mencegah kontaminasi
kuman ke jaringan luka.
4. Buat kondisi balutan dalam Kondisi bersih dan kering akan
keadaan bersih dan kering. menghindari kontaminasi dan
akan menyebabkan respon
inflamasi local dan akan
memperlama penyembuhan luka.
5. Kolaborasi dalam penggunaan Antibiotic diberikan untuk
antibiotik. mencegah akativasi kuman yang
bisa masuk. Peran perawat
mengkaji adanya reaksi dan
riwayat alergi antibiotic serta
memberikan antibiotic sesuai
anjuran dokter.

20
6. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam asupan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Asupan nutrisi pasien adekuat.
b. Penurunan BB selama 3x24 jam tidak melebihi dari 0,5 kg.

Intervensi Rasional
1. Observasi status nutrisi Memvalidasi dan menetapkan
pasien, turgor kulit, berat derajat masalah untuk
badan, integritas mukosa oral, menetapkan intervensi yang
kemampuan menelan dan tepat.
riwayat mual muntah.
2. Fasilitasi pasien dalam Jika tidak terjadi vomitus dan
memenuhi asupan nutrisi. distensi abdomen pemberian
cairan diberikan secara bertahap.
3. Lakukan dan ajarkan Menurunkan rasa tidak enak
perawatan mulut sebelum dan karena sisa makanan dan bau
sesudah makan, serta sebelum obat yang merangsang muntah.
dan sesudah pemeriksaan oral.
4. Berikan makanan dengan Pasien dapat berkonsentrasi pada
perlahan pada lingkungan mekanisme makan tanpa adanya
yang tenang. distraksi /gangguan dari luar.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi Merencanakan diet dengan
dalam menetapkan komposisi kandungan nutrisi untuk
dan jenis diet yang tepat. memenuhi peningkatan
kebutuhan energy dan kalori
sehubungan dengan status
hipermetabolik pasien.

7. Gangguan integritas kulit b.d luka bakar terbuka.

21
Tujuan : dalam waktu 12x24 jam integritas kulit perbaikannya semakin
optimal.
Kriteria hasil :
a. Pertumbuhan jaringan membaik.
b. Lesi psoarisis berkurang.

Intervensi Rasional
1. Observasi kerusakan jaringan Apabila dalam 5x24 jam belum
dan perkembangan mencapai criteria hasil, maka
pertumbuhan jaringan. perlu dilakukan observasi ulang
mengenai faktor-faktor yang
dapat menghambat pertumbuhan
dan perbaikan lesi.
2. Tingkatkan asupan nutrisi. Diet TKTP dapat meningkatkan
asupan dari kebutuhan
pertumbuhan jaringan.
3. Lakukan pergantian balutan Mencegah terjadinya infeksi.
pada perawatan luka bakar
tertutup.
4. Kolaborasi dalam pemberian Pasien dengan luka bakar
albumin. cenderung mengalami penurunan
kadar albumin darah.
Hipoalbuminemia menurunkan
peningkatan integritas kulit kulit
sehingga diperlukan albumin
tambahan agar terjadi
peningkatan integritas kulit.

8. Hambatan mobilitas fisik b.d edema luka bakar, rasa nyeri dan
kontraktur persendian.
Tujuan : dalam waktu 7x24 jam terjadi peningkatan mobilitas sesuai
tingkat toleransi individu.
Kriteria hasil :

22
a. Klien dapat melakukan mobilisasi ekstremitas secara bertahap.
b. Melaksanakan mobilisasi secara kooperatif

Intervensi Rasional
1. Observasi kemampuan dan Hambatan biasanya terjadi akibat
hambatan motorik pada adanya kontraktur sendi atau
seluruh aktivitas. akibat nyeri apabila
menggerakkan ekstremitas.
2. Lakukan latihan ROM pada Latihan ROM yang optimal dapat
seluruh ekstremitas. menurunkan atrofi otot,
perbaikan sirkulasi perifer dan
mencegah kontraktur pada
ekstremitas. Lakukan secara
bertahap.

3.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan
kepada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan,
pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam
tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan
kolaborasi (Aziz Alimul, 2009).

3.5 Evaluasi
a. Pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, kesadaran
optimal, urine >600ml/hari.
b. Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT<3 detik.
c. Keluhan diare, mual, muntah berkurang.

23
d. Laboratorium nilai elektrolit normal, leukosit dalam batas normal,
analisa gas darah normal.
e. Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan
nyeri.
f. Pasien tidak gelisah.
g. Lesi luka bakar menutup pada hari ke-7 minimal 0,5 cm.
h. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
i. Asupan nutrisi pasien adekuat.
j. Klien dapat melakukan mobilisasi ekstremitas secara bertahan.

24

Anda mungkin juga menyukai