Anda di halaman 1dari 23

MAKALH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

TENTANG

GANGGUAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN PATOLOGIS SISTEM


INTEGUMEN LUKA BAKAR

DOSEN PEMBIMBING :

DISUSUN OLEH :

Dinda Khairunnisa 841191007

Ravita Siptiani 841191008

PRODI D-III KEPERAWATAN SEMESTER V

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM (YARSI)


PONTIANAK

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan limpah rahmat-
nyalah makalah tentang “Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Patologis Sistem
Integumen Luka Bakar” ini dapat terselesaikan dengan baik. Meskipun masih banyak
kekurangan baik dari isi, sistematik, maupun cara penyajiannya.

Makalah tentang “Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Patologis Sistem
Integumen Luka Bakar” ini adalah sebagai pemenuhan tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II.

Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada bapak Ns. Mimi Amaluddin, M.Kep selaku
dosen pembimbing Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II ini. Serta bagi semua pihak
yang turut mendukung salama pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari
materi tentang “Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Patologis Sistem Integumen
Luka Bakar”. Semoga bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lain yang akan menulis tentang
tema yang sama, khususnya bagi kami sendiri sebagai penyusun.

Pontianak, 04 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP TEORI
A. Definisi
B. Etiologi
C. Tanda dan Gejala
D. Patofisiologi
E. Pathway
F. Fase Luka Bakar
G. Klasifikasi
H. Perubahan Fisiologis
I. Indikasi Rawat Inap
J. Pemeriksaan Penunjang
K. Penatalaksanaan Medik
L. Komplikasi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini disebabkan
karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar, khusus pada negara dengan
pendapatan rendah-menengah, dimana lebih dari 90% angka kejadian luka bakar
menyebabkan kematian (mortalitas).bagaimana juga, kematian bukanlah satu-satunya
akibat dari luka bakar. Banyak penderita luka bakar yang akhirnya mengalami kecacatan
(morbiditas), hal ini tak jarang menimbulkan stigma dan penolakan masyarakat . (Gowri,
et al., 2012).
Pada tahun 2004, World Health Organization (WHO) Global Burden Disease
diperkirakan 310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia kurang
dari 20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke 11 pada anak
berusia 1-9 tahun. Anak-anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat luka bakar,
dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka bakar dapat menyebabkan
kecacatan seumur hidup (WHO, 2008). Di Amerika Serikat, luka bakar menyebabkan
5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari 50.000 pasien di rawat ianp
(Kumar et al, 2007). Di Indonesia, prevalensi luka bakarsebesar 0,7% (RISKESDAS,
2013).
Secara global, 96.000 anak-anak yang berusia di bawah usia 20 tahun mengalami
kematian akibat luka bakar pada tahun 2004. Frekuensi kematian lebih tinggi sebelas kali
di negara dengan pendapatan tinggi sebesar 4,3 per 100.000 orang dan 0,4 per 100.000
orang. Kebanyakan kematian terjadi pada daerah yang miskin, seperti pada Afrika, Asia
Tenggara, dan daerah Timur Tengah. Frekuensi kematian terendah terjadi pada daerah
dengan pendapatan tinggi, seperti Eropa dan Pasifik Barat (WHO, 2008).
Menurut the National Institutes Of General Medical Sciences, sekitar 1,1 juta
luka-luka bakar yang membutuhkan perawatan medis setiap tahun di Amerika Serikat.
Diantara mereka terluka, sekitar 50.000 memerlukan rawat inap dan sekitar 4.500
meninggal setiap tahun dari luka bakar. Ketahanan hidup setelah cedera luka bakar telah
meningkat pesat selama abad kedua puluh. Perbaikan resusitasi, pengenalan agen
antimikroba topikal dan yang lebih penting praktek eksisi dini luka bakar memberikan
kontribusi terhadap hasil yang lebih baik. Namun, cedera tetap mengancam jiwa
(National Institutes Of General Medical Sciences 2007).
Permasalahan yang dialami oleh penderita luka bakar, selain komplikasi, adalah
proses penyembuhan luka bakar yang lama. Epitelisasi merupakan proses yang penting
pada saat penyembuhan luka bakar karena epitel melindungi tubuh dari paparan
lingkungan. Selain itu, epitel juga berguna dalam melindungi tubuh dari invasi bakteri,
trauma, dan kehilangan cairan. Semakin cepat proses repitelisasi epidermis, maka
semakin cepat proses penyembuhan luka. Oleh karena itu diperlukan suatu terapi yang
dapat digunakan untuk mempercepat proses repitelisasi epidermis pada luka bakar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari luka bakar?
2. Apa etiologi dari luka bakar?
3. Apa saja tanda dan gejala dari luka bakar?
4. Bagaimana patofisiologi dari luka bakar?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan memperoleh pengetahuan mengenai gangguan kebutuhan rasa
aman dan nyaman patologis sistem integument luka bakar.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui apa definisi dari luka bakar tersebut.
b. Mahasiswa dapat mengetahui apa etiologi dari luka bakar tersebut.
c. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja tanda dan gejala dari luka bakar tersebut.
d. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana patofisiologi dari luka bakar tersebut.
e. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana pathway dari luka bakar.
f. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana fase dari luka bakar tersebut.
g. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimna klasifikasi dari luka bakar tersebut.
h. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana fisiologis pada luka bakar tersebut.
i. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana indikasi rawat inap dari luka bakar.
j. Mahasiswa dapar mengetahui bagaimana pemeriksaan penunjang dari luka bakar.
k. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari luka bakar
tersebut.
l. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana komplikasi dari luka bakar tersebut
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Luka bakar (combustio) adalah kehilangan jaringan yang di sebabkan
kontak dengan sumber panas seperti air, api, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga
pempengaruhi seluruh system tubuh. (Brunner& suddarth, 2014).
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat
tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau suhu yang
sangat rendah. Saat terjadi kontak dengan sumber panas (atau penyebab lainnya).
Berlangsung reaksi kimiawi yang menguras energi dari jaringan sehingga sel
tereduksi dan mengalami kerusakan (Moenadjat 2014).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat
langsung atau perantara dengan sumber panas (Thermal) kimia, listrik, dan radiasi
luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan
gejala tergantung luas, dan lokasi lukanya (Brunner& suddarth, 2014).
2. Etiologi
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara
garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi (Smeltzer, 2013)
:
a. Paparan Api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami
memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik
cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok
dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan
berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya
menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit
sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
c. Uap Panas.
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas
yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila
terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran
napas distal di paru.
d. Gas Panas.
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian
atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran listrik.
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan
luka bakar tambahan.
3. Patofisiologi.
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein
atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi
destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami
kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning
agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ
yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar
yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas
kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang
intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga
36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8
jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan
menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,
volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka
bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat
terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam
sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon
kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia
terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai
akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan
berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi
anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit
meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa
pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka
bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi
oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan
respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya
volume darah. Destruksi selsel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan
hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak
memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul
nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka
bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan
ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan
hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme. (Brunner & Suddarth.2013).
4. Manifestasi klinis.
a. Derajat I (superficial)
1) Lapisan luar epidermis terbakar.
2) Edema.
3) Kulit kering.
4) Pucat saat ditekan.
5) Eritema ringan hebat.
b. Derajat II (parsial)
1) Mengenai epidermis.
2) Bila di bersihkan tamapak homegen.
3) Pucat bila ditekan.
4) Kemerahan dan kulit melepuh.
5) Sensitive terhadap dingin.
c. Derajat III
1) Mengenai seluruh lapisan keluat.
2) Warna merah tua, hitam, putih atau cokelat.
3) Permukaan kering dan edema.
4) Kerusakan jaringan lemak terlihat.
d. Derajat IV
1) Mengenail seluruh jaringan bawah kulit.
2) Kerusakan jaringan seluruh lapisan kulit.
3) Mengenail muskulus dan tulang.
5. Klasifikasi luka bakar.
a. Berdasarkan twmpat.
1) Luka bakar karena api.
2) Luka bakar karena air panas.
3) Luka bakar karena bahan kimia.
4) Luka bakar karena listrik.
5) Luka bakar karena radiasi.
b. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite) (Padila. 2012) Berdasarkan
kedalaman luka bakar:
1) Luka bakar derajat I (super ficial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang
di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan
parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah
yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang
ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung
pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta
hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis
dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari.
Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitivitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh
tanpa bekas.
2) Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian
dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi,
melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih
tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujung-ujung
saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada 2:
a) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial
dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka
sembuh dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung
apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan
terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
c) Luka bakar derajat III ( Full Thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan
dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit
berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi
protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak
timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak
ada proses epitelisasi spontan.
B. Konsep asuhan keperawatan.
1. Pengkajian.
Pengkajian pada pasien Luka bakar ditujukan sebagai
pengumpulan data dan informasi terkini mengenai status pasien dengan
pengkajian system Integumen sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian
sistematis pada pasien mencakup riwayat khususnya yang berhubungan
dengan sulit bergerak, palpitasi, Masing-masing gejala harus dievaluasi
waktu dan durasinya serta factor pencetusnya.
a. Identitas klien
selain nama klien, usia jenis kelamin agma suku pekerjaan
dan penidikan.
b. Aktifitas/istirahat
Tanda: penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang
gerak pada area yang sakit,gangguan masa otot, perubahan tonus.
c. Sirkulasi
Tanda: hipotensi (syok),penurunan nadi perifer distal pada
ekstremitas yang cedera, vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listri),takicardia,
disritmia, pembentukan odema jaringan.
d. Integritas ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,
kecacatan. Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan,
menyangkal, menarik diri, marah.
e. Eleminasi
Tanda: haluaran urin menurun/ tak ada selama fase darurat,
warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam, diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan kedalam sirkulasi),
penurunan bising usus tidak ada.
f. Makanan atau cairan
Tanda : oedema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah.
Gejalah : penurunan nafsu makan, bising usus dan peristaltic
usus penurun perubahan pola BAB.
g. Neuro sensorik
Gejala : area batas, kesemutan.
Tanda : perubahan orientasi,afek,perilaku, penurunan
reflex tendon dalam pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang,
laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman
penlihatan.
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala: berbagai nyeri contoh luka bakar derajat pertama
secara ektren sensitive untuk disentu, ditekan, gerakan udara, dan
perubahan suhu, luka bakar ketebalansedang derajat dua
sangatnyeri, sementara respon pada lukabrak ketebalan derajat
kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf, luka bakar derajat
tiga dan nyeri.
i. Pernafasan
Gejala : terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda : sesak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis, indikasi
cedera inhalasi. Pengembangan thoraks mungkin terbatas pada
adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas atau stridor/mengii
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme oedema laryngeal),
bunyi nafas: secret jalan nafas dalam (ronchi).
j. Keamanan
Tanda: kulit umum: distruksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti sselama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus
mikrovaskuler pada beberapa luka.
k. Riwayat kesehatan.
1) Keluhan utama: infeksi pada luka bakar
2) Riwayat penyakit sekarang:
3) Sebagian besar atau penyebab terbanyak luka bakar adalah
akibat sengatan listrik, panas, suhu, mediator kimia.
4) Riwayat penyakit dahulu: klien tidak mempunyai riwaayat
penyakit dahulu yang berhubungan dengan luka bakar.
5) Riwayat penyakit keluarga: tidak terdpat korelasi kasus pada
anggota keluarga terhadap kejadian infeksi luka bakar.( Price,
A. Sylvia 2014.)
2. Pemeriksaan fisik.
Pre operatif
a. B1 (Breath)
Klien dengan luka bakar biasana menampakkan gejla
dispneu,nafas dangkal dan cepat, ronchi (-), wheezing (-), perkusi
sonor, taktil premittus tidak ada gerakan tertinggal.
b. B2 (Blood)
Biasanya menampakkan adanya peningkatan nadi,
penurunan ntekanan darah (pre syok), perfusi dingin kering, suara
jantung normal, S1/S2 tunggal, perkusi pekak pada lapang paru kiri
ICS 2-5, iktus kordis ICS 4-5, balance cairan deficit.
c. B3 (Brain)
Klien Nampak lemah,biasanya mengalami penurunan
kesadaran, convulsion (-), pupil isokor, lateralisasi (-)
d. B4 (Bladdder)
Klien Nampak mengalmi penurunan nafsu makan dan
minum, distensi/retensi (-)
e. B5 (Bowel)
Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan, bising
usus dan peristaltik usus menurun, perubahan pola BAB.

f. B6 (Bone)
Klien dengan luka bakar biasanya nampak kulit tidak
utuh,letih dan lesu, klien nampakbedrest, mengalami penurunan
massa dan kekuatan otot
Intra operatif
a. Breathing
Konpensasi pada batang otak akan mengakibatkan
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola
napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bias berupa Cheyne,
Stokes atau Ataxia breathing, bapas berbunyi stridor, rinchi,
whezzing (kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b. Brain : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan GCS
(Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan Tekanan
Intrakranial (TIK).
c. Blood : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan darah, nadi,
perfusi perifer, Hb.
d. owel : Pada sistem gastrointestinal diperiksa: adanya dilatasi
lambung, tanda-tanda cairan bebas, dan periksa apakah pasien
mengalamami muntah selama operasi.
e. Bladder : Pada sistem urogenetalis diperiksa kualitas, kuantitas,
warna, kepekatan urine, untuk menilai intak dan output urine,
f. Bone : Pada sistem musculoskeletal dinilai adanya tanda-tanda
sianosis, warna kuku, perdarahan
Post Operatif
a. Breathing : Pasien belum sadar dilakukan evaluasi seperti pola
napas, tanda-tanda obstruksi, pernapasan cuping hidung, frekuensi
napas, pergerakan rongga dada: apakah simetris atau tidak, suara
napas tambahan: apakah tidak ada obstruksi total, udara napas yang
keluar dari hidung, sianosis pada ekstremitas, auskultasi: adannya
wheezing atau ronchi.
b. Blood : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan darah, nadi,
perfusi perifer, status hidrasi (hipotermi±syok) kadar Hb.
c. Brain : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan
GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan
Tekanan Intrakranial (TIK).
d. Bladder : Pada sistem urogenetalis diperiksa kualitas, kuantitas,
warna, kepekatan urine, untuk menilai: apakah pasien masih
dehidrasi.
e. Bowel: Kaji apakah ada mual muntah, pasien masih di puasakan,
kesulitan menelan, adanya dilatasi lambung, tanda-tanda cairan
bebas, distensi abdomen.
f. Bone: Kaji balutan, posisi pasien, gelisah dan banyak gerak,
kekuatan otot, tanda-tanda sianosis, warna kuku, perdarahan post
operasi, gangguan neurologis: gerakan ekstremitas.
3. Diagnosa
Pre operatif
Diagnose keperawatan pada pasien luka bakar yang dapat muncul
pada pre operatif yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan dan infeksi pada luka
bakar.
Intra Operatif
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan reaksi
kimia/sengatan listrik.
Post operatif
a. Ketidakefektifan bersihannjalan nafas berhubungan dengan
akumulasi secret di jalan nafas sekunder akibat pemasangan ETT
3. Implementasi
Pre opratif

No. Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri akut 1. Mampu 1. Kaji tingkat

berhubungan nyeri, catat


dengan peradangan mengontrol nyeri
dan infeksi pada intensitas, dan
luka bakar 2. Melaporkan
karakteristik nyeri.
bahwa nyeri
2. Observasi
berkurang
reaksi non verbal
3. Menyatakan
dari ketidak
rasa nyaman
nyamanan
setelah nyeri
3. Control
berkurang
lingkungan yang

dapat

mempengaruhi

nyeri, seperti suhu

ruangan,

pencahayaan dan

kebisingan

4. Ajarkan dan

dorong pasien

untuk

Intra opratif

No. Diagnosa NOC NIC


1 Kerusakan 1. Integritas kulit 1. Observasi luka,

integritas 0. yang baik bisa lokasi, dimensi,

kulitberhubungan dipertahankan kedalaman luka,

dengan 2. Tidak ada karakteristik,

reaksi luka/lesi pada warna cairan,

zat kimia/radiasi kulit granulasi, tanda

3. Perfusi tanda infeksi local

jaringan baik 2. Berikan posisi

4. Mampu yang mengurangi

melindungi penekanan pada

kulitdan luka

mempertahank an

kelembaban kulit

dan perawatan

alami

Post opratif

No. Diagnosa NOC NIC


1 Kerusakan 1. Integritas kulit 1. Observasi luka,
lokasi, dimensi,
integritas 0. yang baik bisa kedalaman luka,
karakteristik,
kulitberhubungan dipertahankan
warna cairan,
dengan
2. Tidak ada granulasi, tanda
reaksi
luka/lesi pada tanda infeksi local
zat kimia/radiasi 2. Berikan posisi
kulit yang mengurangi
penekanan pada
3. Perfusi luka memaksimalka
n ventilasi
jaringan baik 3. Keluarkan secret
dengan batuk atau
4. Mampu suction
4. Berikan terapi
melindungi O2
5.Anjurkan pasien
kulitdan untuk istrirahat dan
nafas dalam setelah
mempertahank an dilakukan
suction/kateter
kelembaban
dikeluarkan dari
nasotrakeal

BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. 2012.”Medikal bedah Untuk Mahasiswa” Diva Press.


Yogyakarta
Brunner & Suddarth.2013. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta:
EGC

Carpenito-Moyet, Linda Jual. 2014. Buku Saku Diagnosa Keperawatan


Edisi 10. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. 2005. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC

Kemenkes. 2011. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011.

Moenadjat. 2014 Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2.ECG : Jakarta

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:

Price, A. Sylvia. 2014. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC

RISKESDAS. (2013). Riset Kesehatan Dasar, 88.

Santosa Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima


Medika

Smeltzer, 2013 .Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.ECG : Jakarta

Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M. 2013. KMB 1 (Keperawatan Medikal Bedah). Nuha Medika.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai