Anda di halaman 1dari 21

KONSEP KEPERAWATAN BERBASIS BUKTI (EBN)

DOSEN PENGAMPU :

Dr.Ns.Yunita Dwi Anggreini, M.Kep

DISUSUN OLEH:

Ananda 841191005

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
PRODI D-III KEPERATAWAN
PONTIANAK
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena
atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Menejemen keperawatan ini.Pada kesempatan kali ini tidak lupa kami juga
mengucapkan Terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut terlibat dalam
menyelesaikan tugas mata kuliah ini,baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kami juga menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini pasti memiliki
banyak kekurangan oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun.Kami juga memohon maaf bila ditemukan
kesalah penulisan pada Makala ini.Semoga Asuhan Keperawatan Konsep praktik
keperawatan berbasis bukti (EBN) ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
BAB II ANALISA JURNAL
A. JURNAL UTAMA
1. Judul Jurnal
2. Penelitian
3. Posulasi, Sample dan tehnik Sampling
4. Desain Penelitian
5. Instrumen Penelitian
6. Uji Statistik
B. Jurnal Pendukung
C. Analisis PICO
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................2
A. Latar Belakang..............................................................................................2
B. Tujuan...........................................................................................................6
C. Manfaat.........................................................................................................7
BAB II ANALISA JURNAL...................................................................................8
A. JURNAL UTAMA........................................................................................8
1. Judul Jurnal
2. Penelitan
3. Posulasi, Sample dan tehnik Sampling

1
4. Desain Penelitian
5. Instrumen penelitian
6. Uji Statistik
B. Jurnal Pendukung..........................................................................................9
C. Analisa Pico..................................................................................................9
BAB III TINJAUAN TEORITIS ..........................................................................12
A. Gagal Jantung..............................................................................................12
B. kualitas tidur................................................................................................17
BAB IV ANALISA SWOT ..................................................................................21
A. Analisis Situasi............................................................................................21
BAB V PENUTUP................................................................................................22
A. Kesimpulan...................................................................................................22
B. Saran...........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tubuh memerlukan energi untuk fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan tubuh,
mempertahankan suhu, fungsi enzim, serta pertumbuhan dan pergantian sel yang
rusak. Masalah nutrisi merupakan hal yang sangat berhubungan dengan intake
makanan yang diberikan pada tubuh.
Pengkajian dan penilaian kecukupan gizi atau nutrisi diperlukan untuk
mengetahui keseimbangan kebutuhan tubuh akan nutrisi dan kegunaannya.
Keseimbangan kebutuhan nutrisi pada seseorang dikatakan baik apabila asupan
nutrisinya seimbang dengan kegunaannya. Keseimbangan nutrisi dipengaruhi oleh 2
hal yaitu konsumsi makanan dan keadaan kesehatan tubuh.Salah satu cara yang
digunakan untuk mengkaji dan menilai angka kecukupan nutrisi adalah dengan
antopometri.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan oleh peneliti terdapat 5 pasien
dengan kateterisasi jantung di Ruang 5B RSPP serta belum ada penyuluhan
kesehatan tentang pengaruh sudut posisi tidur terhadap kuliatas tidur pada klien
dengan CHF. Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini “Adakah peningkatan pengetahuan pasien dan keluarganya tentang pemberian
sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur klien dengan CHF?”.

C. Tujuan
Tujuan dari penyampaian seminar Evidance Based Nursing ini adalah :
1. Menambah wawasan perawat terhadap pemberian sudut posisi tidur pada
klien dengan CHF.

2. Perawat dapat mengaplikasi penggunaan metode sudut posisi tidur


terhadap kualitas tidur pada klien dengan CHF.

D. Manfaat
1. Manfaat bagi pelayanan keperawatan
Diharapkan perawat dapat mengaplikasikan pemberian sudut posisi tidur
terhadap kualitas tidur sebagai tindakan mandiri keperawatan.
2. Manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan
Diharapkan dimasa mendatang dapat memunculkan ide-ide baru yang
inovatif terkait perkembangan pemberian sudut posisi tidur terhadap
kualitas tidur klien dengan CHF, dan menjadi suatu evidence based agar
tindakan mandiri keperawatan dapat dilaksanakan
3. Perawat dapat mengaplikasi pemberian sudut posisi tidur terhadap kualitas
tidur klien dengan CHF sebagai tindakan mandiri perawat dalam menjaga
kualitas tidur pada klien dengan CHF.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. JURNAL UTAMA
1. Judul Jurnal : Lingkar Betis Satu Pengukuran Antropometri
Sederhana Pengganti Berat Lahir
2. Nama Peneliti : khusarisupeni marlenywati
3. Tempat & Waktu : di puskesmas dan klinik bersalin di pontianak di kubu
raya
4. Tujuan Penelitian : untuk mendapatkan cara sderhana, akurat dan
mudah sebagai pengganti berat lahir untuk mengidentifikasi bayi berat lahir
rendah dan hasil beberapa penelitian memang menunjukan bahwa ukuran
lingkar betis dapat di pakai sebagai pengganti berat lahir

5. Populasi dan sampling : Populasi pada penelitian ini berjumlah 261 responden
besar sample yang digunakan dalam populasi ini yaitu 50 responden
6. Teknik sampling : Desain potong lintang ( cross sectional)
7. Metode Penelitian : analisis korelasi dan regresi linier lingkar betis
terhadap berat badan dan untuk mengidentifikasi titik potong optimal lingkar betis
digunakan analisis receiving operator curva ( ROC)
8. Instrumen Penelitian : PSQI ( the pittburgh sleep quality index )
9. Analisa data : Menggunakan Analisis univaliat dan bivariat. Dimana analisis
univariat dipakai untuk data umur,jenis kelamin,, dan intervensi dalam pemberian
posisi tidur dengan sudut tertentu.analisis bivarian untuk mengetahui pengaruh
titik lingkar betis untuk menentukan BBLR / Berat badan lahir rendah
10. Uji Statistik : Chi-square, T-test independent
11. Hasil Penelitian :
1) karakteristik responden berdasarkan umur. diketahui mayoritas responden
paling banyak berumur 50-59 tahun ( 37,7%).
2) karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin diketahui mayoritas
responden paling banyak adalah jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 17
pasien ( 56,7%).

4
3) karakteristik kualitas tidur diketahui mayoritas responden paling banyak
memiliki kualitas tidur baik sebanyak 23 pasien ( 76,6%).
4) analisis pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur pada klien dengan
CHf di ruang intensif di RSUP Hasan Sadikin Bandung ada pengaruh kualitas
tidur terhadap sudut posisi tidur baik pada sudut 35° dan 45°.
B. Jurnal Pendukung
1. Judul Jurnal : Pengaruh susut posisi tidur terhadap kualitas tidur dan status
kardiovaskuler pada pasien infark miokard akut diruang ICVCU RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
2. Peneliti : Dwi Sulistyawati
3. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh antara sudut
posisi tidur terhadap kualitas tidur pasien IMA dengan nilai p = 0,023.
Namun, tidak ada pengaruh antara sudut posisi tidur terhadap 3 parameter
status kardiovaskuler. psistole = 0,583, p diastole 0,563, p HR = 0,895 dan
nilai p RR = 0,858 (p > 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi
pengaturan sudut posisi tidur 30°dapat menghasilkan kualitas tidur yang baik,
sehingga bisa dipertimbangkan sebagai salah satu intervensi untuk memenuhi
kebutuhan istirahat dan tidur pasien.

C. Analisa PICO

A. Problem
1. Mayoritas pasien adalah pasien dengan gagal jantung
2. Mayoritas keluhan utama adalah sulit tidur

5
B. Intervention
Besar sampel yang digunakan dalam populasi ini yaitu 30 orang dengan
menggunakan consecutive sampling dengan perlakuan penerapan sudut posisi
tidur. Sampel dibagi menjadi 2 bagian masing - masing terdiri dari 15 orang.
Kelompok 1 diberikan sudut posisi tidur 30° dan kelompok 2 diberikan sudut
posisi tidur 45°, durasi dan frekuensi selama pasien tidur malam. Sebelum
dilakukan penerapan terlebih dahulu melakukan observasi terhadap kualitas
tidur pasien.

C. Comparisson
Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Insomnia Pada Penderita
Congestive Heart Failure (Chf)
Peneliti : Sarika Dewi, Bayhakki, Misrawati
Hasil penelitian: Berdasarkan hasil mean insomnia pada kelompok eksperimen
sebelum diberikan diberikannya teknik relaksasi otot progresif dengan pre-test
yaitu 31.40 dan post-test yaitu 23.27 dengan p value 0,000 < a (0,05). Sehingga
dapat disimpulkan Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan
yang signifikan antara mean insomnia sebelum dan sesudah pemberian
diberikannya teknik relaksasi otot progresif pada kelompok eksperimen. Hasil
analisa ini juga menunjukkan terjadi penurunan nili mean insomnia sebelum
dan sesudah responden mendapatkan teknik relaksasi otot progresif..

D. Outcome
Berdasarkan hasil uji bahwa intervensi pengaturan sudut posisi tidur secara
bermakna dapat menghasilkan kualitas tidur yang baik, sehingga bisa
dipertimbangkan sebagai salah satu intervensi untuk memenuhi kebutuhan
istirahat dan tidur pasien. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa penerapan
sudut posisi tidur dapat meningkatkan kualitas tidur pasien, akan tetapi tidak
mempengaruhi status kardiovaskuler.

6
BAB III
TINJAUAN TEORI

A. Gagal Jantung
1. Definisi

Antropometri berasal dari kata anthropos dan logos (bahasa Yunani), yang
berarti tubuh manusia dan ilmu. Antropometri berasal dari kata antropo (manusia) dan
metri (ukuran). Antropometri yaitu studi yang berkaitan dengan pengukuran tubuh
manusia yang akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam memerlukan
intraksi manusia. Artinya Konsep dasar yang harus dipahami dalam menggunakan
antropometri secara antropometri adalah konsep pertumbuhan. Antropometri
dilakukan pada anak-anak untuk menilai tumbuh kembang anak sehingga dapat
ditentukan apakah tumbuh kembang anak berjalan normal atau tidak.
Antropometri merupakan bagian dari ilmu ergonomi yang berhubungan
dengan dimensi tubuh manusia yang meliputi bentuk, ukuran dan kekuatan dan
penerapannya untuk kebutuhan perancangan fasilitas aktivitas manusia.
Data antropometri sangat diperlukan untuk perancangan peralatan dan lingkungan
kerja. Kenyamanan menggunakan alat bergantung pada kesesuaian ukuran alat dengan
ukuran manusia. Jika tidak sesuai, maka dalam jangka waktu tertentu akan
mengakibatkan stress tubuh antara lain dapat berupa lelah, nyeri, pusing.
Antropometri merupakan pengetahuan yang menyangkut pengukuran dimensi
tubuh manusia dan karakteristik khusus lain dari tubuh yang relevan dengan
perancangan alat-alat / benda-benda yang digunakan manusia.
Antropometri dibagi atas dua bagian utama, yaitu:
1. Antropometri Statis, dimana pengukuran pada manusia dilakukan dalam posisi
diam dan linier pada permukaan tubuh.
2. Antropometri Dinamis, dimana pengukuran dilakukan dengan memerhatikan
gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja tersebut melaksankan kegiatannya.
.

2. Etiologi
Penyebab gagal jantung mencakup apapun yang menyebabkan peningkatan
volume plasma sampai derajat tertentu sehingga volume diastolic akhir
meregangkan serat-serat ventrikel melebihi panjang optimumnya. Penyebab
tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri yang memulai siklus kegagalan

8
dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Akibat buruk dari
menurunnya kontraktilitas, mulai terjadi akumulasi volume darah di ventrikel.
Penyebab gagal jantung yang terdapat di jantung antara lain: Terjadinya gagal
jantung dapat disebabkan:
a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic
overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga
menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.
c. Beban volume berlebihan pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic
overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam
ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling; curah jantung mula-mula akan
meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban
terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru
akan menurun kembali.
d. Peningkatan kebutuhan metabolik peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja
jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi
keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
e. Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam
ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
f. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
g. Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam

9
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung.
h. Hipertensi Sistemik/Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertropi serabut otot jantung.
i. Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
j. Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
k. Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan
abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Semua situasi diatas dapat menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan.
Penyebab yang spesifik untuk gagal jantung kanan antara lain:
a) Gagal jantung kiri
b) Hipertensi paru
c) PPOM

3. Patofosiologi
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
Miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi
sistemik/pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung
dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek
tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi
karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak
jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal dan
akhrinya terjadi gagal jantung.

10
Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.Ventrikel kanan dan kiri dapat
mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering
mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan
edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan/sinkron, maka kegagalan
salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.Gagal
jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai contoh,
hipertensi sitemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama akan
menyebabkan ventrikel kanan mengalami hipertofi dan melemah. Letak suatu
infark miokardium akan menentukan sisi jantung yang pertama kali terkena
setelah terjadi serangan jantung.

Karena ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke


atrium, lalu ke sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka jelaslah
bahwa gagal jantung kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan.
Pada kenyataanya, penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung
kiri. Karena tidak dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung,
maka darah mulai terkumpul di sistem vena perifer. Hasil akhirnya adalah
semakin berkurangnya volume darah dalam sirkulasi dan menurunnya tekanan
darah serta perburukan siklus gagal jantung.
4. Klasifikasi
Menurut derajat sakitnya:
a. Derajat 1: Tanpa keluhan. Anda masih bisa melakukan aktivitas fisik
sehari-hari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas.
b. Derajat 2: Ringan. Aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau
sesak napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang.
c. Derajat 3: Sedang. Aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau
sesak napas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan.

d. Derajat 4: Berat. Tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan


pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan
aktivitas walaupun aktivitas ringan.

11
Menurut lokasi terjadinya :
a. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru.
Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah,
takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia,
keringat dingin, dan paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki basah paru
dibagian basal
b. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi: edema akstremitas bawah
yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan
cairan didalam rongga peritonium), anoreksia dan mualdan lemah.

5. Manifestasi Klinis
b. Gagal jantung kiri
1) Keluhan badan lemah, cepat lelah
2) Berdebar-debar
3) Sesak napas terutama saat beraktifitas
4) Batuk
5) Anorexia
6) Berkeringat dingin.
7) Dapat pula ditemui tanda:
8) Takikardia
9) Dipsnea (dyspnea d’effort, orthopnae atau paroxysmal nocturnal
dyspnae).

10) Ronchi basah paru dibagian nasal.


11) Bunyi jantung III, pulsus alternans.
12) Ataupun tanda lain dari penyakit jantung yang menyertai.

12
c. Gagal jantung kanan.
1) Oedem tumit dan tungkai bawah.
2) Hati membesar dan lunak, nyeri tekan (hepatomegali).
3) Bendungan pada vena jugularis (JVP meningklat), pulsasi vena
jugularis.
4) Gangguan gastrointestinal: kembung, anorexia, nausea.
5) BB meningkat (oedem)
6) Asites
7) Perasaan tidak enak pada epigastrium.
8) Ataupun tanda lain dari penyakit jantung yang menyertai.
d. Gagal jantung kongestive.
Merupakan kumpulan gejala atau tanda gangguan jantung kiri / kanan
secara bersamaan, misalnya:
1) Pembesaran jantung.
2) Kadang terdengar bunyi jantung III (proto diastolik gallop) dan tanda-
tanda lain yang sudah disebutkan di atas.

6. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi ialah :
a. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis
darah.
b. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata dari jantung.
c. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

B. Kualitas Tidur
1. Definisi
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang
tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah,
lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva
merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap
atau mengantuk (Hidayat, 2006).

Kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola


tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur,

13
dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik
dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak
mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat
penting dan vital untuk hidup sehat semua orang (Wavy, 2008).

2. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur


Pemenuhan kebutuhan tidur bagi setiap orang berbeda - beda , ada yang yang
dapat terpenuhi dengan baik bahkan sebaliknya. Seseorang bisa tidur ataupun
tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya sebagai berikut:
(Asmadi. 2008).
a. Status kesehatan: Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia
dapat tidur dengan nyenyak, sedangkan untuk seseorang yang kondisinya
kurang sehat (sakit) dan rasa nyeri , makan kebutuhan tidurnya akan tidak
nyenyak.
b. Lingkungan:Dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur.
Pada lingkungan bersih, bersuhu dingin, suasana yang tidak gaduh (tenang),
dan penerangan yang tidak terlalu terang akan membuat seseorang tersebut
tertidur dengan nyenyak, begitupun sebaliknya jika lingkungan kotor,
bersuhu panas, susana yang ramai dan penerangan yang sangat terang, dapat
mempengaruhi kualitas tidurnya.
c. Stres psikologis: Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada
frekwensi tidur. Hal ini disebabkan karena kondisi cemas akan
meningkatkan norepineprin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan
mengurangi tahap IV NREM dan REM.
d. Diet: Makanan yang banyak menandung L - Triptofan seperti keju, susu,
daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur.
Sebaliknya minuman yang menandung kafein maupun alkohol akan
mengganggu tidur.
e. Gaya hidup: Kelelahan yang dirasakan seseorang dapat pula memengaruhi
kualitas tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur
dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebih akan
menyebabkan periode tidur REM lebih pendek.
f. Obat - obatan: Obat - obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek

14
menyebabkan tidur, adapula yang sebaliknya mengganggu tidur

3. Jenis - Jenis Tidur


Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu
dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement - REM), dan tidur
dengan gerakan bola mata lambat Non - Rapid Eye Movement - NREM,
(Asmadi. 2008).
a. Tidur REM
Merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebut
bisa disimpulkan bahwa seseorang dapat tidur dengan nyenyak sekali,
namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif.
Tidur REM ini ditandai dengan mimpi, otot - otot kendor, tekanan darah
bertambah, gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak - balik),
sekresi lambung meningkat, ereksi penis tidak teratur sering lebih cepat,
serta suhu dan metabolisme meningkat, tanda tanda orang yang mengalami
kehilangan tidur REM yaitu, cenderung hiperaktif, emosi sulit terkendali,
nafsu makan bertambah, bingung dan curiga.
b. Tidur NREM
Menurut Asmadi (2008), merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada
tidur NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang
sadar atau tidak tidur. Tanda - tanda tidur NREM ini antara lain : mimpi
berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernapasan
turun, metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat. Pada tidur NREM
ini mempunyai empat tahap masing - masing tahap ditandai dengan pola
perubahan aktivitas gelombang otak.
C. Metode Sudut Posisi Tidur
Positioning adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan
posisi tubuh dalam meningkatkan kesejahteraaan atau kenyamanan fisik dan
psikologis. Aktivitas intervensi keperawatan yang dilakukan untuk pasien gagal
jantung diantaranya menempatkan tempat tidur yang terapeutik, mendorong pasien
meliputi perubahan posisi, memonitor status oksigen sebelum dan sesudah
perubahan posisi, tempatkan dalam posisi terapeutik, posisikan pasien dalam
kondisi body alignment, posisikan untuk mengurangi dyspnea seperti posisi semi-
fowler, tinggikan 20° atau lebih di atas jantung untuk memperbaiki aliran balik.

15
Salah satu faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada pasien dengan
gagal jantung adalah ketidakmampuan untuk mengambil posisi tidur yang disukai
karena nocturnal dyspnea. Tindakan keperawatan yang tepat dapat mengatasi
gangguan tidur jangka pendek dan panjang. Tindakan perawat Nursing Diagnosis
Handbook with NIC Interventions and NOC Outcomes menjelaskan terapi
keperawatan positioning dengan posisi tidur semi-fowler untuk mengatasi
gangguan tidur pada pasien gagal jantung karena sesak napas.

Tujuan pemberian posisi tidur ini untuk mempertahankan kenyamanan dan


memfasilitasi fungsi pernapasan pasien, meningkatkan curah jantung dan ventilasi
serta mempermudah eliminasi fekal dan berkemih, agar tidak terjadi hambatan
sirkulasi pada ekstremitas, meningkatkan ekspansi paru, mengatasi kerusakan
pertukaran gas dan memperoleh kualitas tidur yang baik.

16
BAB IV
ANALISA SWOT

A. Analisis Situasi
Penerapan Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas Tidur dan Tanda
Vital Pada Pasien Gagal Jantung di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung. Adapun pendekatan analisis situasi pada program inovasi ini
menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunities, Threats)
sebagai berikut:
1. Strength (Kekuatan)
Kekuatan dalam program inovasi yang akan dilaksanakan di RSUP Dr.
Sadikin Bandung, antara lain:
a) Metode penerapan posisi tidur mudah dilakukan
b) Medtode ini tidak memerlukan biaya
c) Pasien Dengan gagal jantung banyak ditemukan di RSUP Dr.Sadikin
Bandung sehingga populasi yang digunakan cukup banyak
2. Weakness (Kelemahan)
Pada teknik penerapan sudut posisi tidur RSUP Dr.Sadikin Bandung,
kurangnya pemantauan secara berkala pada pasien dengan gagal jantung
saat pasien tidur, menyebabkan sudut posisi tidur pasien berubah dan
membuat teknik ini tidak efektif.
3. Oppurtunities (Kesempatan)
a) Menambah ilmu bagi perawat
b) Menambah keterampilan dalam teknik peningkatan kualitas tidur bagi
perawat

4. Threats (Ancaman)

Ketidakpatuhan perawat dalam menggunakan teknik penerapan sudut posisi


tidur.

17
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pemberian sudut posisi tidur merupakan salah satu tindakan non farmakologi
yang bisa dijadikan sebagai interfensi tambahan untuk perawat dalam
membantu meningkatkan kualitas tidur. Pemberian posisi tidur tidak hanya
dapat dilakukan oleh perawat , tetapi keluarga dapat terlibat dalam memberikan
sudut posisi tidur. Kelurga klien dilibatkan dalam pelaksanaan pemberian sudut
posisi tidur agar dapat meningkatkan kualitas tidur dirumah
2. Intervensi ini dapat dijadikan rekomendasi kepada perawat diruang perawatan
lantai 5B untuk penatalaksanaan sudut posisi tidur terhadap klien CHF.
Pemberian sudut posisi tidur dapat dilakukan oleh keluarga klien untuk
penerapan dirumah karena dapat diperaktekan langsung oleh pasien dan
keluarga pasien karena mudah untuk dilakukan.

B. Saran
1. Intervensi ini dapat dijadikan metode alternative atau terapi tambahan dalam
memberikan terapi pada pasien CHF di Rumah Sakit atau perawatan dirumah.
2. Rumah sakit agar dapat memfasilitasi membuat brosur tentang pentingnya
pemberian sudut posisi tidur untuk klien dengan CHF sehingga keluarga
mudah mempraktikkannya sendiri dirumah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC.


Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Hidayat, A. A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Hudak, C., M., & Gallo, B., M. 2010. Keperawatan Kritis Holistik (VIII ed.Vol I).
Jakarta: Penerbit EGC.
Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Nuhamedika.
Melanie, R. 2012. Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas Tidur dan
Tanda Vital Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung. Bandung: STIKes A'Yani.
file:///C:/Users/Ultimat64bt/Downloads/201208-008.pdf. Diakses pada 26
Maret 2018.
Masjoer, A. & Triyanti. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid I. Jakarta:
FKUI.
Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.Diakses: 19 Oktober 2014, dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%2
0 2013.pdf
Talwar, A., Liman, B., Greenberg, H., Feinsilver, S., H., and Vijayan, H. 2008. Sleep
in the Intensive Care Unit. India: University of Delhi.
Wavy, 2008. The Relationship Between Time Management, Perceived Stress, Sleep
Quality And Academic Performance Among University.
WHO. 2013. About Cardiovascular diseases. World Health Organization. Geneva.
URL : http://www.who.int/cardiovascular_diseases/about_cvd/en/ . Diakses
pada 24 Maret 2018.

19
20

Anda mungkin juga menyukai