Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS JURNAL

PENGARUH PEMBERIAN KOMPRES DINGIN TERHADAP NYERI


PADA PASIEN FRAKTUR EKSTREMITAS TERTUTUP
DI IGD RSMH PALEMBANG TAHUN 2012

Analisis Jurnal Ini Disusun Untuk Memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Disusun Oleh:
KELOMPOK 4

Eka Rita Lestari (Nim. I1f017025)


Bernadeth Yunitasari (Nim I1f017026)
Suryanti (Nim. I1f017027)
Gusderiyatno (Nim. I1f017028)
Marselina Mole (Nim. I1f017029)
Getrudis Wilhelmina G (Nim. I1f017030)
Ari Wibowo (Nim. I1f017031)
Sri Asis Diana Fitri (Nim. I1f017032)
Atit Prasetya Maharani (Nim. I1f017033)
Frisca Rinandar (Nim. I1f017034)

UNIVERSITAS JENDRAL SUDIRMAN PURWOKERTO


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Semakin pesatnya kemajuan teknologi saat ini, memberikan
berbagai kemudahan dengan tercapainya berbagai sarana dan prasarana
dalam berbagai bidang. Sementara dibalik kemajuan tersebut,
mengakibatkan sering terjadi berbagai kecelakaan yang disebabkan oleh
kesalahan manusia terutama kecelakaan kendaraan bermotor yang dapat
menyebabkan cedera berupa fraktur atau patah tulang (Astutik dkk, 2011).

Pengembangan Depkes RI tahun 2013 angka kejadian cidera


mengalami peningkatan dibandingkan pada hasil tahun 2007. DiIndonesia
terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh,
kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau tumpul. Kecenderungan
prevalensi cedera menunjukkan sedikit kenaikan dari 7,5 % (RKD 2007)
menjadi 8,2 %(RKD 2013).Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami
fraktur sebanyak 1.775 orang (58%) turun menjadi 40,9%, dari 20.829 kasus
kecelakaan lalu lintas yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (25,9%)
meningkat menjadi 47,7%, dari 14.125 trauma benda tajam atau tumpul, yang
mengalami fraktur sebanyak 236 orang(20,6%) turun menjadi 7,3%
(Riskesdas Depkes RI, 2013; Riskesdas Depkes RI, 2007)

Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan atau tulang rawan


menjadi dua yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka bisa
dicirikan dengan adanya bagian yang menusuk kuli dari dalam yang disertai
dengan adanya perdarahan. Sedangkan fraktur tertutup biasanya ditandai
dengan adanya bengkak dan kelainan bentuk sudut pada ekstremitas .
Selain itu, tanda yang khas adalah nyeri saat gerak, nyeri tekan pada
penderita fraktur.

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara


yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk
menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni: resepsi, persepsi, dan
reaksi. Resepsi adalah stimulus yang berupa mekanik, termal, dan kimia yang

2
mengenai tubuh akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti
histamin, bradikinin, dan kalium (Erfandi 2009). Persepsi nyeri merupakan
stimulus nyeri yang ditransmisikan ke medulla spinalis, naik ke talamus,
selanjutnya serabut mengandung sel-sel yang bisa mengontrol emosi
khususnya ansietas. Sedangkan reaksi terhadap nyeri merupakan respon
fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri (Perry &
Potter 2006).
Menurut Tamsuri (2012) strategi penatalaksanaan nyeri mencakup
pendekatan farmakologis dan non farmakologis. Pendekatan secara
farmakologis dilakukan melalui kolaborasi dengan dokter. Obat-obatan yang
sering digunakan antara lain golongan analgesik non narkotika seperti
asetaminofen dan asam asetilsalisilat, golongan Nonsteroid Anti Inflammation
Drugs (NSAID) seperti ibuprofen, piroksikam, dan ketorolak, golongan
analgesik narkotika seperti meperidin, morfin sulfat, dan butofanol, golongan
adjuvan seperti amitripilin, diazepam, dan klorpromazin (Perry & Potter 2006).
Sedangkan pendekatan secara non farmakologis dilakukan dengan cara
teknik relaksasi, imajinasi terbimbing, stimulasi, distraksi, teori es dan panas
(Tamsuri, 2011).
Salah satu tindakan keperawatan mandiri yang dapat perawat
dilakukan adalah teknik pemberian kompres dingin. Hal ini bisa digunakan
oleh perawat sebagai tindakan awal untuk mengurangi nyeri akut pasien
fraktur ekstremitas tertutup. Menurut Kozier, (2010) kompres dingin dapat
dilakukan di dekat lokasi nyeri atau di sisi tubuh yang berlawanan tetapi
berhubungan dengan lokasi nyeri, hal ini memakan waktu 5 sampai 10 menit
selama 24 sampai 48 jam pertama setelah cedera.9 Pengompresan di dekat
lokasi aktual nyeri cenderung memberi hasil yang terbaik, sedangkan
Smeltzer & Bare (2002), mengatakan untuk menghilangkan nyeri pada cidera
dapat dilakukan dengan pemberian kompres dingin basah atau kering
ditempat yang cedera secara intermitten 20 sampai 30 menit selama 24
sampai 48 jam pertama setelah cedera, dengan pemberian kompres dingin
dapat menyebabkan vasokontriksi, yang dapat mengurangi pendarahan,
edema dan ketidaknyamanan. Karena bila tidak ditangani dengan segera,
nyeri ini bisa menyebabkan syok neurogenik pada pasien.

3
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka kami
tertarik untuk melakukan telaah jurnal tentang Pengaruh Pemberian Kompres
Dingin Terhadap Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup Di IGD
RSMH Palembang Tahun 2012.

B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Untuk menambah pengetahuan perawat tentang pengaruh kompres
dingin terhadap nyeri pasien fraktur.

2. TUJUAN KHUSUS
a. Menjelaskan tentang pengertian fraktur
b. Menjelaskan tentang pengertian nyeri
c. Menjelaskan manajemen non famakologi (kompres dingin) untuk
mengatasi nyeri
d. Menjelaskan perubahan nyeri setelah dilakukan kompres dingin

4
BAB II
RESUME JURNAL I

A. JUDUL
Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada pasien Fraktur
ekstremitas tertutup di IGD RSMH Palembeng Tahun 2012
1. Variabel Bebas : Pemberian Kompres Dingin
2. Variabel Terikat : Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstermitas Tertutup

B. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian kompres dingin terhadap
nyeri pada pasien fraktur ektremitas tertutup

C. METODE PENELITIAN
1. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dengan desain
one group pre test-post test (pra-post test dalam satu kelompok) secara
kuantitatif
2. SAMPEL PENELITIAN
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan non
random sampling dengan metode porposive sampling, yaitu 15 responden.
Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini :
a. Semua pasien fraktur ekstremitas tertutup yang mengeluh nyeri
b. Laki-laki yang berusia 14 tahun
c. Pasien yang dirawat dalam 12-24 jam pasca trauma
d. Pasien tidak dalam pengaruh obat analgetik (kompres dingin dilakukan 4
jam setelah pemberian analgetik).
e. Bersedia menjadi responden dengan menandatangani lembar
persetujuan sebagai responden
f. Jika terjadi diskolorasi tindakan kompres dingin dihentikan dan tidak di
ikut sertakan kembali menjadi responden penelitian.
g. Bisa berkomunikasi dengan baik dan mengikuti prosedur penelitian
sampai tahap akhir.

5
3. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang Tahun
2012

4. JENIS ANALISA DATA


Analisa data pada penelitian ini menggunakan dengan uji T
berpasangan atau Paired T-Test

D. HASIL PENELITIAN

Tabel 1 Uji Normalitas Data


Variabel Mean St.deviasi Pvalue
Nyeri sebelum dilakukan 6,40 0,986 0,082
kompres dingin
Nyeri setelah dilakukan 3,53 1,302 0,107
kompres dingin

Berdasarkan Tabel 1 Uji Normalitas Data, didapatkan Pvalue sebelum dilakukan


kompres dingin 0,082 dan Pvalue setelah dilakukan kompres dingin 0,107, hal
ini berarti data terdistribusi normal karena (0,082 dan 0,107) > 0,05.

Tabel 2 Distribusi Rata-Rata Nyeri Sebelum Dan Setelah Pemberian


Kompres Dingin Pada Pasien Fraktur Ektremitas Tertutup
Variabel Mean St.devias SE N Pvalue
i
Nyeri sebelum 6,40 0,986 0,254 15
dilakukan kompres
dingin 0.000
Nyeri setelah 3,53 1,302 0,336 15
dilakukan kompres
dingin

Berdasarkan table 2 Hasil uji statistik didapatkan hasil pvalue=0,000 maka dapat
disimpulkan ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian

6
kompres dingin pada pasien fraktur ektremitas tertutup. Hasil ini menunjukkan
adanya pengaruh pemberian kompres dingin terhadap nyeri pada pasien fraktur
ektremitas tertutup

E. KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh pemberian kompres
dingin terhadap nyeri pada pasien fraktur ektremitas tertutup, dibuktikan dengan
adanya penurunan skala nyeri setelah dilakukan intervensi kompres dingin

RESUME JURNAL II

7
A. JUDUL
EFEKTIVITAS KOMPRES DINGIN TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS
NYERI PADA PASIEN FRAKTUR DI RSUD UNGARAN
1. Variabel Bebas : Efektifitas Kompres Dingin
2. Variabel Terikat : Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur
Nama Peneliti : Elia Purnamasari

B. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas
nyeri pada pasien fraktur di RSUD Ungaran

C. METODE PENELITIAN
1. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dengan desain one
group pre test-post test.
2. SAMPEL PENELITIAN
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah yaitu 15 responden.

3. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


di Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang Tahun
2012

4. JENIS ANALISA DATA


Analisa data pada penelitian ini menggunakan dengan Wilcoxon.

F. HASIL PENELITIAN

8
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Skala Nyeri Sebelum diberikan Kompres Dingin pada
Pasien Fraktur di RSUD Ungaran

Variabel F %
Skala nyeri
Nyeri Sedang 21 100 %

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah responden yang mengalami


nyeri sedang dengan skala 4 6 sebanyak 21 responden (100%)

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Skala Nyeri Sesudah diberikan Kompres Dingin pada
Pasien Fraktur di RSUD Ungaran

Variabel F %
Skala nyeri
Tidak Nyeri 2 9,5 %

Nyeri Ringan 19 90,5%

Total 21 100%

Berdasarkan table 2 Berdasarkan table 4 menunjukkan bahwa responden yang


mengalami nyeri ringan (skala 1 3) sebanyak 19 (90,5%) dan responden yang
mengatakan tidak nyeri (skala 0 sebanyak 2 (9,5%).

Tabel 3
Analisis Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah dilakukan Kompres Dingin
pada Pasien Fraktur di RSUD Ungaran

9
Variabel Media Mean Max P-value
kompres nyeri
n
Intensitas nyeri 5,00 4,00 6,00
sebelum 0.000
Intensitas nyeri 2,00 0,00 3,00
sesudah

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan hasil uji Wilcoxon diperoleh p-value= 0,000


maka H0 ditolak dan Ha diterima artinya ada pengaruh kompres dingin terhadap
penurunan intensitas nyeri pada pasien fraktur. Hal ini membuktikan bahwa
kompres dingin efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien yang
mengalami fraktur.

G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Ungaran didapatkan
21 responden (100%) yang mengalami fraktur dimana responden yang berjenis
kelamin perempuan lebih banyak dengan jumlah 12 responden (57,1%) dan
didominasi dengan usia responden 21-45 tahun, yaitu 11 responden (52,4%).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 21 responden (100%) mengalami
nyeri sedang dengan skala 4-6 sebelum diberikan intervensi kompres dingin,
sedangkan sesudah diberikan intervensi kompres dingin diperoleh 19 responden
(90,5%) mengalami nyeri ringan dengan skala 1-3 dan 2 responden (9,5%)
mengatakan tidak nyeri dengan skala 0.
Ada efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pada
pasien fraktur di RSUD Ungaran, hasil ini diperoleh dari hasil uji statistic
menggunakan Wilcoxon dengan p-value sebesar 0,000 sehingga dapat
disimpulkan bahwa kompres dingin efektif dalam menurunkan nyeri pada pasien
fraktur.

BAB III
PEMBAHASAN

A. FRAKTUR

10
1. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan
tulang (Rendy, M.C dan Margareth, 2012). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer dan Bare,
2002).

2. Klasifikasi Fraktur
Menurut Doenges (2000: 761) Fraktur dapat dibagi menjadi 150, tetapi lima
yang utama adalah:
a. Incomplete : fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.
Salah satu sisi patah; yang lain biasanya hanya bengkok (greenstik).

b. Complete : garis fraktur melibatkan selurah potongan menyilang dari


tulang, dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.

c. Tertutup (Simple) : fraktur tidak meluas melewati kulit.

d. Terbuka (Complete) : fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,


dimana potensial untuk terjadi infeksi.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari fraktur femur adalah sebagai berikut (M.Clevo
Rendy dan Margareth, 2012) :
a. Nyeri, setelah terjadi patah tulang akan mengakibatkan terjadinya
spasme otot yang menambah rasa nyeri. Nyeri dapat timbul pada saat
aktifitas dan hilang pada saat istirahat, atau terdapat nyeri tekan pada
daerah fraktur (tenderness).
b. Deformitas: perubahan bentuk tulang.
c. Mungkin tampak jelas posisi tulang dan ekstremitas yang tidak alami.

11
d. Pembengkakan di sekitar fraktur akan menyebabkan proses
peradangan.
e. Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian terdekat.
f. Dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa kesemutan, yang
mengisyaratkan kerusakan syaraf.
g. Krepitasi suara gemeretak akibat pergeseran ujung ujung patahan
tulang satu sama lain.
B. Nyeri
1. Pengertian
Nyeri adalah kondisi berupa pengalaman tidak menyenangkan dan
sifatnya sangat subyektif akibat adanya rangsangan fisik maupun
rangsangan dari serabut saraf dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis maupun
emosional (Uliyah & Hidayat 2008). Muttaqin (2008) mengatakan bahwa
pada prinsipnya nyeri merupakan manifestasi tubuh untuk melindungi diri.
Nyeri sendiri diartikan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang bersifat subyektif
2. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri dapat dibedakan berdasarkan tipe dan jenisnya
1) Jenis Nyeri
Muttaqin (2008) serta Uliyah dan Hidayat (2008) membagi nyeri
menjadi dua jenis, yaitu:
a) Nyeri akut
Nyeri akut berlangsung tiba-tiba dan umumnya berhubungan
dengan adanya kerusakan jaringan, trauma atau cedera spesifik.
Nyeri akut mengindikasikan kerusakan jaringan yang baru
terjadi. Sensasi dari nyeri akut biasanya menurun sejalan
dengan adanya proses penyembuhan (Muttaqin 2008).
Nyeri akut biasanya cepat menghilang dan berlangsung
tidak lebih dari 6 bulan. Nyeri akut seringkali ditandai dengan
adanya ketegangan otot (Uliyah & Hidayat 2008).
b) Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang muncul secara perlahan-
lahan dan berlangsung dalam waktu yang lama, yaitu lebih dari
6 bulan (Uliyah & Hidayat 2008). Menurut Muttaqin (2008),
12
nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermitten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu yang lama. Nyeri ini berlangsung
di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak
dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik
3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri adalah :
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri. Pada orang dewasa
kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami
kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang
dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat
atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya seperti tidak
pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri.
3) Culture
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
berespon terhadap nyeri, contoh suatu daerah menganut
kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena
mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada
nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang
terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri
dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Teknik
relaksasi, guided imagery merupakan teknik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas.
13
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri di masa
lampau dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih
mudah mengatasi nyerinya.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi
nyeri dan sebaliknya pola koping yang mal adaptif akan menyulitkan
seseorang mengatasi nyeri.
9) Dukungan keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan,
bantuan dan perlindungan
4. Penatalaksanaan nyeri
Menurut Tamsuri (2011) strategi penatalaksanaan nyeri mencakup
pendekatan farmakologis dan non farmakologis.
1. Pendekatan secara farmakologis dilakukan melalui kolaborasi dengan
dokter. Obat-obatan yang sering digunakan antara lain golongan
analgesik non narkotika seperti asetaminofen dan asam asetilsalisilat,
golongan Nonsteroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) seperti
ibuprofen, piroksikam, dan ketorolak, golongan analgesik narkotika
seperti meperidin, morfin sulfat, dan butofanol, golongan adjuvan
seperti amitripilin, diazepam, dan klorpromazin (Perry & Potter 2001,
h. 1535).
2. Pendekatan secara non farmakologis dilakukan dengan cara teknik
relaksasi, imajinasi terbimbing, stimulasi, distraksi, teori es dan panas
(Tamsuri,2011)

C. Kompres dingin
1. Pengertian
Menurut Potter dan Perry (2005) dalam Khodijah (2011), kompres
dingin adalah suatu teknik dari stimulasi kulit yang dilakukan untuk

14
menghilangkan nyeri dan merupakan langkah sederhana dalam upaya
menurunkan persepsi nyeri
2. Efek fisiologis kompres dingin
Menurut Tamsuri (2007) dalam Khodijah (2011) kompres dingin selain
menurunkan sensasi nyeri juga memberikan efek fisiologis yaitu
menurunkan respon inflamasi jaringan, menurunkan aliran darah dan
mengurangi edema. Smeltzer & Bare (2002), mengatakan dengan
pemberian kompres dingin dapat menyebabkan vasokontriksi, yang dapat
mengurangi pendarahan, edema dan ketidaknyamanan
Kozier (2010) mengemukakan kompres dingin dapat menurunkan
nyeri dan merelaksasi otot serta menurunkan kontraktilitas otot dengan cara
menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan
subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi.
Efek fisiologis terapi dingin dapat menurunkan suhu pada kulit dan jaringan
yang berada dibawahnya serta dapat menyebabkan vasokontriksi.
Vasokontriksi menurunkan aliran darah ke area yang terkena kemudian
dapat mengurangi suplai oksigen serta metabolik, menurunkan kecepatan
pembuangan zat sisa, dan menyebabkan pucat dan dingin pada kulit. Terapi
dingin sering kali digunakan pada klien yang mengalami cidera olahraga
(sprain, strain, fraktur) untuk menghambat pembengkakan dan perdarahan
yang terjadi setelah cedera. Untuk memberikan efek terapeutik yang
diharapkan (mengurangi nyeri), sebaiknya suhu tidak terlalu dingin (berkisar
antara 15C-18C), karena suhu yang terlalu dingin dapat memberikan rasa
yang tidak nyaman, frostbite atau membeku dan menyebabkan terjadinya
fenomena pantulan yang seharusnya vasokontriksi menjadi vasodilatasi.

D. Pengaruh kompres dingin terhadap nyeri pada pasien fraktur


Hasil penelitian pada dua jurnal diatas menunjukkan adanya pengaruh
pemberian kompres dingin terhadap nyeri pada pasien fraktur . Hasil ini sejalan
dengan teori yang dikemukakan Kozier (2010), kompres dingin dapat
menurunkan nyeri dan merelaksasi otot serta menurunkan kontraktilitas otot
dengan cara menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor
nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses
inflamasi. Smeltzer & Bare (2002) juga mengatakan untuk menghilangkan nyeri
15
pada cidera dapat dilakukan dengan pemberian kompres dingin basah atau
kering ditempat yang cedera secara intermitten 20 sampai 30 menit selama 24-
48 jam pertama setelah cedera, dengan pemberian kompres dingin dapat
menyebabkan vasokontriksi sehingga menurunkan permeabilitas kapiler,
menurunkan aliran darah, menurunkan metabolism sel, yang dapat mengurangi
pendarahan, edema dan ketidaknyamanan.
Hasil penelitian ini juga didukung hasil penelitian Siti Khodijah (2011),
tentang efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pasien
fraktur di Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan. Hasil penelitian didapatkan
untuk kelompok intervensi yang diberi kompres dingin selama 10 menit rata-rata
nyeri setelah dilakukan intervensi rata-rata nyeri menjadi 2,13, sedangkan untuk
kelompok kontrol yang diberi kompres air biasa rata-rata nyeri dan setelah diberi
kompres air biasa 4,38. Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa
intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H Adam Malik Medan yang
diberikan kompres dingin mengalami penurunan nyeri yang signifikan, nilai
p=0,000 (p<0,05), sedangkan pada kelompok kontrol yang diberi kompres air
biasa tidak mengalami penurunan yang signifikan pvalue=0,080 dan hasil
analisa data menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol setelah diberi kompres dingin dengan nilai
pvalue=0,000

E. Kekurangan Jurnal 1
1. Peneliti tidak mencamtumkan berapa lama durasi dilakukan kompres dingin
2. Peneliti tidak memperhitungkan factor-faktor yang mempengaruhi nyeri
dalam penelitian
3. Responden dengan kriteria inklusi pasien tidak dalam pengaruh obat
analgetik (kompres dingin dilakukan 4 jam setelah pemberian analgetik)
tidak efektif karena ada kemungkinan masih dalam pengaruh obat analgetik
4. Responden hanya jenis kelamin laki-laki
5. Peneliti tidak menyebutkan jenis instrument penelitian yang digunakan untuk
mengukur skala nyeri
6. Referansi ada yang lebih dari >10 tahun

F. Kekurangan jurnal 2
16
1. Peneliti tidak menyebutkan kriteria inklusi dari responden
2. Peneliti tidak menyebutkan jenis fraktur yang spesifik ( terbuka / tertutup )
3. Referansi ada yang lebih dari >10 tahun
4. Peneliti tidak memperhitungkan factor-faktor yang mempengaruhi nyeri
dalam penelitian

BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

17
Dari hasil penelitian, teori-teori yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa
kompres dingin dapat menurunkan respon nyeri dikarenakan kompres dingin
dapat menurunkan salah satu zat neurotransmitter yaitu prostaglandin yang
memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dengan cara menurunkan inflamasi
(disebabkan spasme otot), karena kompres dingin menyebabkan vasokontriksi
(penyempitan pembuluh darah) sehingga inflamasi menurun. Menurunnya
inflamasi maka prostaglandin akan menurun pula produksinya, sehingga nyeri
yang disebabkan spasme otot dan kerusakan jaringan berkurang.
Oleh karenanya perlu dilakukan intervensi mandiri ini dalam mengurangi
respon nyeri khususnya pada pasien fraktur tertutup. Setelah membandingkan
penelitian ini dengan penelitian sejenis dan dengan landasan teori yang ada,
maka penelitian menarik kesimpulan bahwa ada pengaruh efektifitas pemberian
kompres dingin terhadap penurunan respon nyeri pada pasien fraktur. tertutup

DAFTAR PUSTAKA

18
Khodijah, S. (2011). Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Pasien Fraktur Di Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/Abstract.pdf)

Kozier, B, et all. (2010). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, Dan


Praktik (Edisi 7 Vol 2). Jakata: EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, dan Praktik. Volume 2. Edisi 4. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Tamsuri, A. 2011. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC

Smeltzer, S.C dan Bare B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 8 Vol 3. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Uliyah. M dan Hidayat. A. 2008. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta.


Salemba Medika.

19

Anda mungkin juga menyukai