Anda di halaman 1dari 18

TELAAH JURNAL

Staphylococcus aureus is the most common bacterial agent of the


skin flora of patients with seborrheic dermatitis

Oleh:

Pujhi Meisya Sonia (1808320038)


Shafira (1808320043)
Ardatilla (1808320048)
Raden Febrian Dwi Cahyo Edi Pramono (1808320068)

Pembimbing:

dr. Imanda Jasmine Siregar,Sp. KK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD DELI SERDANG

LUBUK PAKAM

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan telaah
jurnal ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di RSUD Deli
Serdang Lubuk Pakam.

Telaah jurnal ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-
teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Kulit dan
Kelamin untuk kepentingan klinis kepada pasien. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada dr. Imanda Jasmine Siregar, Sp. KK yang telah membimbing penulis dalam
telaah jurnal ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa telaah jurnal ini masih memiliki


kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca telaah jurnal ini. Harapan penulis semoga telaah jurnal
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Lubuk Pakam, Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Metode pencaraian literatur.......................................................................1

1.2 Abstrak......................................................................................................1

BAB 2 DESKRIPSI JURNAL...............................................................................4


2.1 Deskripsi umum........................................................................................4

2.2 Deskripsi konten........................................................................................4

BAB 3 TELAAH JURNAL...................................................................................7


3.1 Fokus penelitian........................................................................................7

3.2 Gaya dan sistematika penulisan................................................................7

3.3 Penulis.......................................................................................................7

3.4 Judul..........................................................................................................8

3.5 Abstrak......................................................................................................8

3.6 Masalah dan tujuan....................................................................................6

3.7 Hipotesa.....................................................................................................9

3.8 Populasi dan sampel..................................................................................9

3.9 Metode.....................................................................................................10

3.10 Hasil.........................................................................................................11

3.11 Diskusi.....................................................................................................14

BAB 4 WORKSHEET CRITICAL APPRAISAL ............................................16


BAB 5 KESIMPULAN........................................................................................17
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Metode pencarian literatur


Pencarian literatur dalam telaah jurnal ini dilakukan melalui google yaitu pada address
(http://google.com). Kata kunci yang digunakan untuk penelusuran jurnal yang akan ditelaah ini
adalah “journal of seborrheic dermatitits.pdf”, dengan rentang waktu 2015-2019.

1.2 Abstrak
Background: Seborrheic dermatitis is an inflammatory skin disease that affects 1–3% of the
general population. The Malassezia species has been implicated as the main causative agent;
however, the bacterial flora of the skin may also play role in the etiopathogenesis. Therefore, we
investigated the most common bacterial agent of the skin flora of patients with seborrheic
dermatitis.
Materials and Methods: Fifty-one patients with seborrheic dermatitis and 50 healthy
individuals are included in this study. Sterile cotton swabs were rubbed on the scalp of the
participants for bacterial culture. Colonial morphology was identified with gram stain and
catalase test.
Results: Staphylococcus aureus was isolated from 25 (49%) patients with seborrheic dermatitis
and 10 (20%) healthy individuals within the control group. Coagulase-negative staphylococci
were isolated from 24 (47.1%) patients with seborrheic dermatitis and 17 (34%) healthy
individuals within the control group. Diphtheroids were present in 2 (3.9%) patients and 1 (2%)
subject within the control group. Gram-negative bacilli were present only in 1 (2%) patient.
Hemolytic streptococci and bacilli were identified in 1 (2%) subject from each group.
Colonization of coagulase-negative staphylococci, diphtheroids, gram-negative bacilli, hemolytic
streptococci, and bacillus did not differ between patients and healthy controls. However, S.
aureus colonization was significantly more common in patients with seborrheic dermatitis than
in healthy controls. Conclusion: Within this study we revealed that S. aureus colonization was
significantly higher among the patients. Therefore, we propose that, in addition to the
Malassezia species, S. aureus may play a role in the etiopathogenesis of seborrheic dermatitis.
Keywords : Bacterial skin flora, Malssezia, Seborrheic Dermatitis, Staphylococcus aureus.
Latar Belakang : Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kulit yang mengenai 1-3%
dari keseluruhan populasi. Malassezia merupakan penyebab utama penyakit ini, namun bakteri
flora kulit juga memiliki peran dalam etiophatogenesis. Karena itu kami menyelidiki agen
bakteri yang paling banyak pada kulit pasien dermatitis seboroik.

Bahan dan metode : 51 pasien dengan dermatitis seboroik dan 50 orang sehat dimasukkan dalam
penelitian ini. Cotton swabs yang steril digosokkan pada kulit kepala peserta untuk digunakan sebagai
kultur bakteri. Morfologi kolonial diidentifikasi dengan menggunakan uji pewarnaan gram dan katalase.

Hasil : Staphylococcus aureus diisolasi dari 25 (49%) pasien dengan dermatitis seboroik dan 10 (20%)
orang sehat dalam kelompok kontrol. Stafilokokus koagulase-negatif diisolasi dari 24 (47,1%) pasien
dengan dermatitis seboroik dan 17 (34%) individu sehat dalam kelompok kontrol. Difteri ditemukan pada
2 (3,9%) pasien dermatitis seboroik dan 1 (2%) subjek dalam kelompok kontrol. Basil Gram-negatif hanya
ada pada 1 (2%) pasien dermatitis seboroik. Streptokokus dan basil hemolitik diidentifikasi pada 1 (2%)
subjek dari masing-masing kelompok. Kolonisasi stafilokokus koagulase negatif, difteri, basil gram negatif,
streptokokus hemolitik, dan basil tidak berbeda antara pasien dan kelompok kontrol. Namun, kolonisasi
S. aureus secara signifikan lebih umum pada pasien dengan dermatitis seboroik daripada kelompok
kontrol yang sehat.

Kesimpulan : Dalam penelitian ini kami mengungkapkan bahwa kolonisasi S. aureus secara signifikan
lebih tinggi pada pasien dermatitis seboroik. Oleh karena itu, kami mengusulkan bahwa, selain spesies
Malassezia, S. aureus dapat memainkan peran dalam etiopatogenesis dermatitis seboroik.

Kata kunci: Flora bakteri kulit, Malssezia, Dermatitis Seboroik, Staphylococcus aureus.
BAB 2
DESKRIPSI JURNAL

2.1 Deskripsi umum


Judul : “ Staphylococcus aureus is the most common bacterial agent of the skin flora of
patients with seborrheic dermatitis”
Penulis : Funda Tamer1, Mehmet Eren Yuksel2, Evren Sarifakioglu3, Yavuz Karabag4
Publikasi : Dermatology Practical & Concepttual 2018;8(2):4
Penelaah : Pujhi Meisya Sonia (1808320038)
Shafira (1808320043)
Ardatilla (1808320048)
Raden Febrian Dwi Cahyo Edi Pramono (1808320068)
Tanggal telaah : 14 Juli 2019

2.2 Deskripsi konten


Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kulit yang kronik, yang terjadi pada 1-3% dari
populasi umum. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada pada wanita dan biasanya
terjadi pada remaja dan dewasa muda. Dermatitis seborik ditandai dengan eritematosa, kekuningan,
berminyak, danplak bersisik. Lesi dominan terjadi pada daerah yang kaya akan kelenjar sebasea seperti
kulit kepala, alis, telinga, lipatan nasolabial, dada, aksila, dan selangkangan. Diagnosis dermatitis seborik
biasanya dibuat berdasarkan fitur klinisnya. Etiologi masih belum diketahui; Namun, ragi Malassezia,
kadar sebum kulit, androgen, dan mekanisme imunologis telah digambarkan sebagai faktor yang
berkontribusi. Pertumbuhan yg terlalu cepat oleh spesies Malassezia telah ditemukan berkaitan dengan
peradangan pada dermatitis seboroik. Namun demikian, mikrobiota kulit bakteri juga telah terlibat
dalam proses patogen dari dermatitis seboroik. Propionibacterium acnes dan micrococci seperti
Micrococcus butyricus, Micrococcus pyogenes var. aureus telah dianggap sebagai kemungkinan agen
etiologi. Namun, asosiasi bakteri dengan dermatitis seboroik masih kontroversial. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini, kami bertujuan untuk menyelidiki agen bakteri yang paling banyak dari flora kulit pada
pasien dengan dermatitis seboroik.
BAB 3

TELAAH JURNAL

3.1 Fokus Penelitian


Untuk menyelidiki agen bakteri yang paling umum dari flora kulit pasien dengan dermatitis
seboroik.

3.2 Gaya dan Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan disusun dengan rapi. Komponen jurnal ini sudah terdiri dari
pendahuluan, tujuan, metode, hasil, diskusi (pembahasan) dan kesimpulan.

3.3 Penulis
Afiliasi penulis :
Funda Tamer1, Mehmet Eren Yuksel2, Evren Sarifakioglu3, Yavuz Karabag4
1. Department of Dermatology, Ufuk University School of Medicine, Ankara, Turkey
2. Department of General Surgery, Aksaray University School of Medicine, Aksaray, Turkey
3. Department of Dermatology, Evren Sarifakioglu Clinic, Ankara Turkey
4. Department of Cardiology, Kafkas University School of Medicine, Kars, Turkey

3.4 Judul
“Staphylococcus aureus is the most common bacterial agent of the skin flora of patients
with seborrheic dermatitis”, Judul tersebut sudah cukup jelas dan tidak ambigu.

3.5 Abstrak
Abstrak adalah ringkasan singkat tentang isi dari artikel ilmiah, tanpa penambahan tafsiran
atau tanggapan penulis. Abstrak dalam jurnal ini sudah mencakup pendahuluan, tujuan, metode,
hasil, dan kesimpulan. Pada abstrak tidak mencantumkan jenis penelitian yang digunakan pada
penelitian ini. Selain itu abstrak dalam jurnal ini juga memiliki kekurangan lainnya yaitu
penulisan abstrak lebih dari 200 kata.

3.6 Masalah dan Tujuan


Pada jurnal ini tidak dicantumkan poin khusus untuk rumusan masalah. Sementara itu,
tujuan penulisan jurnal ini sudah jelas yaitu untuk menyelidiki agen bakteri yang paling umum
dari flora kulit pasien dengan dermatitis seboroik.

3.7 Literatur/ Tinjauan Pustaka


Penulisan jurnal ini menggunakan literatur yang ada pada temuan-temuan penelitian
sebelumnya. Literatur yang digunakan adalah literatur resmi yang sudah dipublikasi lebih dari 5
tahun sampai tahun 2017. Semua artikel yang digunakan dalam penulisan jurnal ini dapat diakui
keabsahannya.

3.8 Hipotesa
Dalam jurnal ini tidak dicantumkan bagian yang membahas hipotesis secara khusus.

3.9 Populasi dan Sampel


Yang termasuk populasi pada penelitian ini adalah 51 pasien dengan dermatitis seboroik
pada kulit kepala dan 50 orang sehat dalam kelompok kontrol yang dirawat di klinik dermatologi
rawat jalan antara Februari dan April 2016. Semua peserta disediakan persetujuan tertulis
(inform consent). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah memiliki penyakit kulit inflamasi
seperti psoriasis atau lichen planus dan telah menerima setiap pengobatan topikal atau sistemik
untuk dermatitis seboroik.

3.10 Metode
Indeks scoring yang digambarkan oleh Koca et al digunakan untuk menentukan keparahan
dermatitis seboroik. Kami mengevaluasi keberadaan eritema, deskuamasi, pruritus dan iritasi
sebagai absen (0), ringan (1), sedang (2) dan berat (3) menurut indeks scoring Koca. Jumlah
nilai-nilai ini menunjukkan tingkat keparahan dermatitis seboroik (0-4; ringan, 5-8; moderat, 9-
12; parah).

Penyeka kapas steril yang dibasahi dengan air suling steril dan di gosokkan pada bagian
frontal kulit kepala masing-masing peserta untuk kultur bakteri. Tes ini seragam untuk semua
pasien dan kelompok kontrol. Sampel diambil dari lesi kulit pasien dengan dermatitis seboroik
dan kulit normal dari individu yang sehat dalam kelompok kontrol. Sampel berlapis pada 5%
sheep blood agar dan chocolate agar. Setelah itu, mereka diinkubasi pada suhu 37 °C.
Selama 48 jam di bawah kondisi aerophilic dan capnophilic. Mikroorganisme diidentifikasi
dengan metode konvensional., morfologi kolonial diidentifikasi dengan pewarnaan gram dan uji
katalase. Katalase cocci positif, koagulase positif, dan gram positif yang menghasilkan
pigmentasi kuning pada agar manitol garam digambarkan sebagai S. aureus.

3.11 Data dan Analisis Data


Untuk pengolahan data program statistik digunakan SPSS 22.0 (SPSS Inc, Chicago, IL).
Variabel kontinyu didefinisikan sebagai mean (±) deviasi standar dan median (minimum-
maksimum). Variabel kategori dinyatakan sebagai persentase. Perbedaan antara kelompok
dianalisis dengan uji Sampel t Independen untuk variabel numerik dan uji chi-square untuk
variabel kategorik. Sebuah p-value <0,05 dianggap signifikan secara statistik.

3.12 Hasil Penelitian


Pada 51 pasien dengan dermatitis seboroik (28 perempuan, 23 laki-laki) dan kelompok
control 50 orang sehat (30 perempuan, 20 laki-laki) yang termasuk dalam studi (p = 0.60). Usia
rata-rata pasien dan kelompok kontrol adalah 27 tahun (kisaran: 17-57 tahun, 95% confidence
interval [CI]: 24-32) dan 28 tahun (kisaran: 17-56 tahun, 95% CI: 26-35 ), masing-masing (p =
0,35).

Tujuh (13,7%) pasien dengan dermatitis seboroik memiliki riwayat keluarga dermatitis
seboroik. Durasi penyakit rata-rata adalah 4 tahun (kisaran: 1-40 tahun, 95% CI: 3-10) (Tabel 1) .
Selain keterlibatan kulit kepala, 8 (15,7%) pasien memiliki lesi dermatitis seboroik pada alis, 6
(11,8%) pasien memiliki lesi pada lipatan nasolabial, 5 (9,8%) pasien memiliki lesi pada daerah
retroauricular, 3 (5. 9%) pasien memiliki lesi di dada dan memiliki lesi 1 (2%) pasien pada
glabella tersebut.
Menurut indeks skoring Koca, 24 (47,1%) pasien memiliki dermatitis seboroik ringan, 22
(43,1%) pasien memiliki dermatitis seboroik sedang, dan 5 (9,8%) pasien memiliki dermatitis
seboroik yang parah. Tabel 2 menunjukkan hasil kultur bakteri. S. aureus diisolasi dari 25 (49%)
pasien dengan dermatitis seboroik dan 10 (20%) orang sehat dalam kelompok kontrol.
stafilokokus koagulase-negatif diisolasi dari 24 (47,1%) pasien dengan dermatitis seboroik dan
17 (34%) orang sehat dalam kelompok kontrol. Diphtheroid hadir dalam 2 (3,9%) pasien, dan 1
(2%) subjek dalam kelompok kontrol basil Gram-negatif hadir hanya dalam 1 (2%) pasien.
streptokokus hemolitik dan Bacillus diidentifikasi dalam 1 (2%) subjek dari masing-masing
kelompok. Kolonisasi koagulase-negatif staphylococci, diphtheroid, basil gram negatif,
streptokokus hemolitik dan bacillus tidak berbeda secara signifikan antara pasien dan kontrol
sehat (p = 0,18, 0,57, 0,32, 0,99 dan 0,99, masing-masing). Namun, S. aureus secara signifikan
lebih sering pada pasien dengan dermatitis seboroik dibandingkan dengan kelompok kontrol (p =
0,02).
TABLE 1. Demographic features of the subjects and disease severity
score in patients with seborrheic dermatitis

Patients with
Healthy Controls
Seborrheic Dermatitis P-value
(n=50)
(n=51)

Age (years)

 Mean ±sd 30.6±11.4 32.7±10.7 0.35

 Median/range 27/ (17-57) 28/ (17-56)

24-
 95% CI 32 26-35

Gender (n/%)

 Female 28 (54.9%) 30 (60%) 0.60

 Male 23 (45.1%) 20 (40%) 0.60

Disease duration (years)

 Mean ±sd 7.30±8.50

 Median/range 4 / (1-40)

 95% CI 3-10

Disease severity (n/%)

 Mild 24 (47.1%)
 Moderate 22 (43.1%)

 Severe 5 (9.8%)

sd: standard deviation

CI: Confidence interval

The patients and healthy individuals in the control group were statistically similar in age and
gender; 46 patients (90.2%) had mild to moderate seborrheic dermatitis. Only 5 patients
(9.8%) had severe seborrheic dermatitis according to the seborrheic dermatitis disease
severity scoring index that was described by Koca et al.

TABLE 2. Bacterial culture results of the patients with seborrheic dermatitis and control
group

Patients With Seborrheic Healthy


Controls
Isolated Bacteria Dermatitis P value
(n/ (n/%)
%)

Staphylococcus aureus 25 (49.0%) 10 (20.0%) 0.02

Coagulase-negative
staphylococci 24 (47.1%) 17 (34.0%) 0.18

Diphtheroids 2 (3.9%) 1 (2.0%) 0.57

Gram-negative bacilli 1 (2.0%) 0 (0.0%) 0.32

Hemolytic streptococci 1 (2.0%) 1 (2.0%) 0.99

Bacillus 1 (2.0%) 1 (2.0%) 0.99

S. aureus colonization was significantly more common in patients with seborrheic dermatitis
than in healthy individuals (p=0.02). Colonization of coagulase-negative staphylococci,
Diphtheroids, gram-negative bacilli, hemolytic streptococci and Bacillus were stati-stically
similar in patients and healthy controls
3.13 Diskusi Penelitian
The etiopatogenesis dermatitis seboroik tidak jelas dipahami. Namun, spesies Malassezia
telah terlibat sebagai agen penyebab utama dalam dermatitis seboroik. Selain itu, Karincaoglu et
al menunjukkan bahwa Demodex follicu-Lorum mungkin memainkan peran dalam
etiopatogenesis dermatitis seboroik. Karincaoglu et al menyatakan bahwa tungau Demodex
secara signifikan lebih umum pada pasien dengan dermatitis seboroik dibandingkan dengan
kontrol yang sehat. Namun demikian, Tehrani et al menunjukkan tidak ada hubungan antara
dermatitis seboroik dan demodicosis. Tehrani et al menyelidiki prevalensi dermatitis seboroik
pada pasien dengan Demodex kutu. Termasuk dalam penelitian mereka 123 pasien positif
demodicosis dan 57 demodicosis individu negatif. Prevalensi dermatitis seboroik pada pasien
dengan demodicosis adalah 63,4% dan di Demodex mata pelajaran negatif adalah 57,9%. Hasil
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara kedua kelompok.

Ada beberapa studi yang menyelidiki flora bakteri dari pasien dengan dermatitis seboroik.
Pada tahun 1954, Pachtman et al melaporkan tidak ada korelasi antara tumbuhan bakteriologis
dan dermatitis seboroik. Bakteri yang paling sering diisolasi dari subyek baik seboroik dan
normal yang micrococci dan beberapa spesies Corynebacterium. Pada tahun 1975, McGinley et
al dievaluasi tumbuhan kulit kepala pasien dengan ketombe, pasien dengan dermatitis seboroik,
dan kontrol yang sehat. Koagulase-negatif kokus adalah bakteri yang paling umum terisolasi dari
semua mata pelajaran. Namun, S. aureus diidentifikasi dalam 20% dari pasien dengan dermatitis
seboroik, sementara itu jarang pada pasien dengan ketombe dan kontrol yang sehat. Pada tahun
1978, Ihrke et al menyelidiki flora bakteri kulit anjing normal dan seboroik.

Pada tahun 1980, Hoffler et al meneliti flora bakteri kulit non-terkena pasien dengan
dermatitis seboroik dan flora bakteri kulit individu yang sehat. Hoffler et al melaporkan bahwa
menghitung mean untuk Propionibacteria dalam saluran pilosebaceous dahi berkurang pada
pasien dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain itu, jumlah rata-rata dari staphylococci
koagulase-negatif yang sama di punggung pasien dan individu yang sehat. Pada tahun 2016,
Tanaka et al meneliti mikrobiota bakteri dari kulit lesi dan non-lesi pasien dengan dermatitis
seboroik. Aci-netobacter, Corynebacterium, Staphylococcus, Streptococcus, dan
Propionibacterium yang ditemukan pada kedua situs lesi dan non-lesi. Namun,
Propionibacterium adalah predomi-nantly hadir pada kulit non-lesi. Acinetobacter, Staphy-
lococcus dan Streptococcus yang didominasi hadir di situs lesi. Tanaka et al menyarankan bahwa
mikrobiota bakteri mungkin memainkan peran dalam pengembangan dermatitis seboroik dengan
menghidrolisis sebum dan menyediakan nutrisi untuk Malassezia

Taman et al diselidiki kulit kepala microbiome pada pasien dengan ketombe, dermatitis
seboroik dan individu yang sehat. Bac-teroides, Propionibacterium dan Chryseobacterium
diungkapkan oleh analisis hutan acak menunjukkan peningkatan dalam kelompok penyakit.
Taman et al menyatakan bahwa gejala seperti gatal, terbakar, dan nyeri yang disebabkan oleh
komunitas bakteri.

Dalam penelitian kami, S. aureus dan koagulase-negatif Staphy-lococcus adalah bakteri


yang paling umum diisolasi dari pasien dan kelompok kontrol, masing-masing. S. aureus
coloniza-tion secara signifikan lebih sering pada lesi kulit pasien dengan dermatitis seboroik
(49%) dibandingkan pada subyek sehat dalam kelompok kontrol (20%). Tidak ada tanda klinis
dan gejala infeksi bakteri pada lesi pasien dengan dermatitis seboroik. Dalam addi-tion,
Staphylococcus koagulase-negatif lebih sering pada pasien (47,1%) dibandingkan pada subyek
sehat (34,0%). Namun, kolonisasi stafilokokus koagulase-negatif, diphtheroid, basil gram
negatif, streptokokus hemolitik dan bacillus tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
antara pasien dan kelompok kontrol.

Kami telah mengungkapkan bahwa bakteri kulit pada pasien dengan dermatitis seboroik
yang berbeda dari individu yang sehat. S. aureus secara signifikan lebih umum di antara
beberapa pasien. Hasil kami konsisten dengan studi Previ-ous dilaporkan oleh McGinley et al
pada tahun 1975 dan oleh Ihrke et al pada tahun 1978. McGinley et al terisolasi S. aureus dari
21% dari kasus dermatitis seboroik, 4% dari subyek normal dan 3% dari pasien dengan ketombe.
Ihrke et al menunjukkan bahwa flora kulit anjing dengan dermatitis seboroik yang terutama
terdiri dari S. aureus. Namun, manusia dan gigi taring adalah spesies yang berbeda, membuat
perbandingan langsung tidak mungkin.

Kesimpulannya, keragaman bakteri dalam lesi kulit dermatitis seboroik sebagai interaksi
antara spesies Malassezia dan flora bakteri dari kulit tampaknya terkait dengan perkembangan
dermatitis seboroik. S. aureus adalah mikroorganisme patogen yang biasa ditemukan dalam flora
kulit pasien dengan dermatitis seboroik. Kami mengusulkan bahwa, selain spesies Malassezia, S.
aureus mungkin memainkan peran. Oleh karena itu, terapi antibiotik yang tepat harus
dipertimbangkan dalam pengobatan kasus dermatitis sebor-rheic parah dan persisten.

3.14 PICO
(P) Patient : sampel terdiri dari 51 pasien dengan dermatitis seboroik pada kulit kepala dan 50
orang sehat dalam kelompok kontrol yang dirawat di klinik dermatologi rawat jalan antara
Februari dan April 2016. Kriteria eksklusi memiliki penyakit kulit inflamasi seperti psoriasis atau
lichen planus dan menerima setiap pengobatan topikal atau sistemik untuk dermatitis seboroik.
(I) intervention : tidak ada intervensi pada penelitian ini, melainkan hanya mengindetifikasi
bakteri apa yang paling umum pada dermatitis seboroik

(C) Comparison : melihat perbandiangan antara pasien dermatitis seboroik pada kulit kepala
dengan kelompok kontrol yaitu dengan pasein yang sehat

(O) Outcome : Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling umum ditemukan pada
pasien dermatitis seboroik
BAB 4

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa kolonisasi S. aureus secara signifikan lebih tinggi pada pasien
dermatitis seboroik di bandingkan dengan kelompok kontrol.
BAB 5

REFERENSI

5.1 Referensi

Penulisan jurnal ini menggunakan literatur yang ada pada temuan-temuan penelitian
sebelumnya. Literatur yang digunakan adalah literatur resmi yang sudah dipublikasi dari tahun
1980-2017.
BAB 6

PENUTUP

Secara umum jurnal ini sudah memenuhi kriteria penulisan jurnal yang baik. Namun
referensi atau literatur pada jurnal ini masih menggunakan literatur yang sudah lama yaitu tahun
1980. Sebaiknya literatur yang digunakan adalah penelitian 10 tahun terakhir

Anda mungkin juga menyukai