Anda di halaman 1dari 79

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar (Combustio) merupakan salah satu gangguan kesehatan yang

paling sering terjadi pada saat musibah kebakaran dimana dapat menyebabkan

kerusakan atau kehilangan jaringan kulit akibat kontak dengan sumber panas

seperti api. Luka bakar merupakan jenis trauma dengan angka kesakitan

(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) tinggi sehingga memerlukan

penanganan yang cepat dan tepat mulai dari fase awal (fase shock) sampai fase

lanjut (Azhar, R, 2007).

Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja, dan dapat terjadi dimana saja baik

dirumah, tempat kerja, bahkan dijalan atau di tempat-tempat lain. Penyebab luka

bakarpun bermacam-macam. Bisa berupa api, cairan panas, uap panas, bahkan

bahan kimia, aliran listrik dan lain-lain. Luka bakar yang terjadi akan menimbulkan

kondisi kerusakan kulit selain itu juga mempengaruhi berbagai sistem tubuh.

Cedera luka bakar, terutama pada luka bakar yang dalam dan luas masih merupakan

penyebab utama kematian (Effendi, C, 2001).

Luka bakar luas didefinisikan sebagai luka bakar yang mengenai 25 %

sampai 40 % luas permukaan tubuh seorang dewasa, dan antara 15 % sampai 25 %

luas permukaan tubuh anak. Luka bakar yang luasnya lebih dari 40 % pada orang

dewasa atau 25 % pada anak berkaitan dengan angka kematian yang tinggi. Tingkat

kesehatan keseluruhan dari pasien harus dipertimbangkan sewaktu memperkirakan

daya hidup pasien luka bakar. Anak-anak dan orang tua memiliki angka kematian

yang meningkat dibandingkan dengan orang dewasa muda atau usia pertengahan.
1
2

Orang yang terkena luka bakar luas harus dipindahkan kefasilitas khusus perawatan

luka bakar sesegera mungkin (Elizabeth J. Corwin, 2001).

Orang yang menderita luka bakar akan menghadirkan suatu krisis perawatan

kesehatan yang paling menentang, krisis akan timbul pada sistem tubuhnya terjadi

gangguan pada fungsi kulit yang telah rusak, kulit yang mempunyai peran sebagai

pelindung tubuh trauma, penahan masuknya virus, bakteri dan jamur, selain itu juga

lapisan kulit yang dalam (subkutan) berfungsi memberikan bantalan antara lapisna

kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang.

Luka bakar masih merupakan masalah yang berat. Perawatan dan masalah

rehabilitasnya masih sukar dan memerlukan ketekunan serta biaya yang mahal, juga

dibutuhkan tenaga terlatih dan terampil. Mengingat banyaknya masalah dan

komplikasi yang dapat dialami pasien, maka pasien luka bakar memerlukan

penanganan yang serius secara tim yang terdiri dari dokter, perawat, fisioterapi, ahli

gizi, serta psikiater jika perlu dengan berbagai disiplin ilmunya. Saat ini angka

kejadian luka bakar masih cukup tinggi, kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka

bakar setiap tahunnya, dari kelompok ini 200.000 pasien memerlukan penanganan

rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit Sekitar 12.000 orang

meninggal setiap tahunnya akibat luka bakar (Brunner dan Suddart, 2002).

Cobb, Maxwell dan Silvertein (1992) dalam Brunner dan Suddart, (2002)

menemukan bahwa sekitar 13 % pasien luka bakar yang dirawat di rumah sakit

ataupun anggota keluarganya sudah pernah dirawat sebelumnya karena luka bakar.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Buku Register Ruangan Perawatan

Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate dari bulan
3

September 2009 sampai dengan Agustus 2010, pasien yang dirawat berjumlah 1.237

orang, diantaranya 31 orang (2,51 %) dengan kasus luka bakar.

Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel

tubuh. Semua sistem terganggu terutama sistem kardiovaskular karena semua organ

memerlukan aliran darah yang adekuat maka perubahan fungsi kardiovaskular

memiliki dampak luas pada daya tahan hidup dan pemulihan pasien, sehingga

menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis, maupun sosial. Oleh karena itu

perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan yang sering berinteraksi dengan

pasien dituntut untuk terus meningkatkan kemampuan dalam hal pengetahuan dan

ketrampilannya sehingga mampu marawat pasien luka bakar secara komprehensif

dan optimal.

Dari uraian masalah tentang penanganan pasien luka bakar tersebut diatas

maka penulis berkeinginan untuk melakukan studi kasus dengan judul “Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar Grade III Di Ruangan

Perawatan Bedah RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate”, dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Dapat memperoleh pengalaman nyata tentang penerapan asuhan keperawatan

pada pasien dengan luka bakar grade III Di Ruangan Perawatan Bedah RSUD Dr.

H. Chasan Boesoirie Ternate.

1.2.2 Tujuan Khusus

1) Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan luka bakar

grade III.
4

2) Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan luka bakar

grade III.

3) Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan luka

bakar grade III.

4) Dapat melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah ditetapkan

pada pasien dengan luka bakar grade III.

5) Dapat melakukan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan luka

bakar grade III.

6) Dapat mendokumentasikan pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien

dengan luka bakar secara lengkap dan benar grade III.


5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Luka Bakar

2.1.1 Pengertian

Combutio adalah luka bakar yang terjadi oleh karena kerusakan

pada epidermis maupun dermis kulit bahkan sampai jaringan otot dan

tulang sesuai dengan derajatnya yang disebabkan berbagai faktor. Luka

bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh.

Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi (penghantaran

energi panas) atau radiasi elektromagnetik (Huddak dan Gallo, 1996).

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus

listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan

yang lebih dalam (Soetomo, 2001).

2.2.2 Etiologi

Effendi, C, (1999) luka bakar dapat disebabkan oleh :

1) Termal : nyala api, permukaan yang panas, cairan yang panas, Uap air.

2) Elektrik

3) Zat kimia

4) Radiasi

Barbara Engram (1998), membagikan 3 Fase Luka Bakar yaitu :

a. Fase Akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada

fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat

relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami


5
6

ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme

bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya

dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih

dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam

48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian

utama penderiat pada fase akut.

Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema

sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya

ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi

sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan

keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema

instabilitas sirkulasi.

b. Fase sub akut

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi

adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber

panas. Luka yang terjadi menyebabkan:

(1) Proses inflamasi dan infeksi.

(2) Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang

atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ –

organ fungsional.

(3) Keadaan hipermetabolisme.


7

c. Fase lanjut

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut

akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem

yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang

hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

2.1.3 Klasifikasi

Huddak & Gallo (1996) mengklasifiaksi luka bakar atas dua golongan

besar, yaitu menurut derajat luka bakar dan berat ringannya.

1) Menurut Derajat Luka bakar

Luka bakar menurut derajatnya, dibagi lagi menjadi tiga tingkatan

berdasarkan penetrasi dan kedalaman terhadap kulit, yaitu : (1) Luka

bakar derajat I, (2) luka bakar derajat II, dan (3) luka bakar derajat III.

(1) Luka bakar derajat I

Yang terkena hanya lapisan luar epidermis saja. didapatkan

eritema, rasa nyeri dan sedikit edema. Kulit kering dan pada

perabaan terdapat hipereptesi. Akan sembuh kira-kira dalam satu

minggu.

Gambar 1. luka bakar derajat I dan II


8

(2) Luka bakar derajat II

a. “Superficial second degree burn” mengenai seluruh lapisan

epidermis kecuali stratum germinativum, penyembuhan kira-

kira 2 minggu jika tanpa infeksi.

b. “Deep dermal burn” mengenai seluruh lapisan epidermis

dengan stratum germinativumnya dan dibeberapa tempat

dapat mengenai korium. Epitalisasi dapat terjadi dari epitel

kelenjar peluh dan volikel rambut, terjadi kira-kira 25-35

hari bila tanpa gangguan trauma mekanik atau infeksi. Jika

terkena infeksi, deep dermal burn berubah menjadi

“fullthickness skin loss” hingga perlu skin graft, ditemukan

banyak bulla zat cair yang komposisinya sama dengan

plasma, terasa sangat nyeri

Gambar 2. luka bakar derajat II

(3) Luka bakar derajat III

Seluruh lapisan kulit mati, permukaan kering berwarna putih,

pucat, atau hitam. Rasa nyeri hilang oleh karena ujung-ujung

saraf sensibelnya rusak.


9

Gambar 3. luka bakar derajat III dan IV

2) Menurut berat ringannya luka bakar

(1) Luka bakar minor adalah cedera ketebalan partial yang kurang

dari 15 % LPTT (luas permukaan tubuh total) pada orang dewasa

dan 10 % LPTT pada anak-anak, atau cedera ketebalan penuh

kurang dari 2 % LPTT. Klien dengan luka bakar minor yang tidak

berhubungan dengan komplikasi.

(2) Cedera luka bakar sedang adalah cedera ketebalan partial dengan

15 - 25 % dari LPTT pada orang dewasa atau 10 - 20 % pada

anak-anak, atau cedera dengan ketebalan penuh kurang dari 10 %

LPTT yang tidak berhubungan dengan komplikasi.

(3) Luka bakat mayor adalah sebagai berikut:

a. Cedera ketebalan partial lebih dari 25 % LPTT pada orang

dewasa atau 20 % LPTT pada anak-anak.

b. Cedera ketebalan penuh 10 % atau lebih.

c. Luka bakar yang mengenai tangan, wajah, mata, telinga, kaki

dan perinium.

d. Cedera inhalasi.

e. Cedera listrik.
10

f. Luka bakar yang berkaitan dengan cedera lain misalnya,

cedera jaringan lunak, fraktur, trauma lain.

2.2.4 Lokasi luka bakar

Efendi, C (1999) menguraikan tentang lokasi dan dampak luka bakar

sebagai berikut:

1) Luka bakar pada kepala, leher, dan dada seringkali berkaitan dengan

komplikasi pulmonal.

2) Luka bakar yang mengenai wajah sering menyebabkan abrasi kornea.

3) Luka bakar pada telinga dapat menyebabkan terserang kondritis

ourikural dan rentang terhadap infeksi.

4) Luka bakar pada tangan dan persendian sering membutuhkan terapi

fisik dan okupasi yang lama dan memberikan dampak kehilangan

waktu untuk bekerja atau kecatatan fisik menetap serta kehilangan

pekerjaan.

5) Luka bakar pada area perineal membuat mudah terserang infeksi

akibat auto kontaminasi oleh urin dan feses.

6) Luka bakar sirkumferensial ekstremitas dapat menyebabkan efek

seperti penebalan pembuluh darah dan mengarah pada gangguan

vaskular distal.

7) Luka bakar sirkumferensial toraks dapat mengarah pada inadekuat

ekspansi dinding dada dan insufiensi pulmunal.


11

2.2.5 Ukuran dan Persentase Luka Bakar

Ukuran luka bakar sesuai dengan persentase cedera pada kulit (Efendi, C.

2001) ditentukan dengan metode rule of nine dan diagram bagan Lund dan

Browder yang spesifik dengan usia sebagai berikut:

Kepala 9%
Ekstremitas atas kanan 9%
Ekstremitas atas kiri 9%
Torso 36 %
Perineum 1%
Ekstremitas bawah kanan 18 %
Ekstremitas bawah kiri 18 %
Total 100 %

Gambar 5. (Metode Rule of Nine)


Sel darah merah Laju metabolik

Glukoneogenesis
Glukogenolisis
Anemi
a
Kebutuhan O2

Aldosteron Sekresi LUKA BAKAR


adrenal MAYOR Faktor depresan
miokard

Kehilangan
Gambar 6. (Diagram Bagan Lund & Browder)
H2O
Insifisiewy
Pelepasan katekolamin
2.2.6 Patofisiologi miokard
Lahir 1 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 15 Tahun Dewasa
Hipovolemia
Aliran
A: Setengah kepala+ 9 ½ % ke ginjal
8½% 6½% 5½%
Vasokonstriksi 4½% 3½%
Retensi Na
B: Setengah paha 2¾% 3¼% 4% 4¼% 4½% 4 ¾ % Curah jantung
C: Setengah tungkai
2½% 2½% 2¾% 3% 3¼% 3½%
Bawah LFG Aliran ke limpa
Asidosis
Hipoksia hepatik
Kehilangan K+ Gagal ginjal

Gagal hepar
12

(Skema Patofis Luka Bakar, Effendi, C, 1999)

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke

tubuh. Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi

elektromagnetik. Luka bakar dikatagorikan sebagai luka bakar termal, radiasi, atau

luka bakar kimiawi.

Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis,

dermis maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit

kontak dengan sumber panas/penyebab. Dalamnya luka bakar akan mempengaruhi

kerusakan gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel, (Effendi, C, 1999)

2.2.7 Manifestasi Klinis


13

Menurut Efendi, C. (1999) manifestasi klinis dari luka bakar dapat

diuraikan sebagai berikut:

1) Luka Bakar Superfesial

(1) Adanya lepuh sebagai tanda khas luka bakar superfesial.

(2) Lepuh bila pecah berwarna merah mengeluarkan serous dan

dapat berdarah.

(3) Terasa nyeri sebab ujung syaraf terpapar dan mengalami

inflamasi.

2) luka bakar profundus (dalam)

(1) Luka tampak mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah mudah

terlihat.

(2) Darah didalam pembuluh, tidak dapat keluar dan mengalami

koagulasi.

(3) Kulit kaku ketika disentuh.

(4) Tidak terasa nyeri karena sebagian ujung syarafnya sudah mati.

2.2.8 Komplikasi

Effendi, C, (1999) mengatakan ada beberapa kompliaksi yang biasanya

terjadi pada klien luka bakar :

1) Hipoksia.

2) Hipovolemia.

3) Ketidak seimbangan elektrolit.

4) Asidosis metabolik.

5) Sindroma kompartemental.

6) Paralitik ilius.
14

7) Ulkus curling’s.

8) Insufisiensi renalis

9) Keseimbangan nitrogen negatif.

10) Selulitis.

11) Penolakan tandur.

12) Septikimia.

2.2.9 Pemeriksaan Penunjang

Doenges, M. E & Moorhause, M. F (2000), menjelaskan pemeriksaan

penunjang pada luka bakar sebagai berikut:

1) Photo rontgen

Jika dicurigai adanya gangguan napas atau kelainan tulang iga.

2) Laboratorim.

Hitung darah lengkap, peningkatan HT. Awal menunjukkan

hemokonsentrasi sehubungan dengan atau kehilangan cairan,

selanjutnya HT dan SDM dapat terjadi dengan kerusakan oleh panas.

Terhadap endotelium pembuluh darah. (Rencana Asuhan

Keperawatan, hal; 806).

3) EKG

Tanda eskemia miokardinal atau distritima dapat terjadi pada luka

bakar listrik.

2.2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan luka bakar menurut Engram, B, (1998) meliputi:


15

1) Prioritas pertama dalam mengatasi luka bakar adalah menghentikan

proses luka bakar. Ini meliputi intervensi pertolongan pada situasi :

(1) Untuk luka bakar termal (api), ”berbaring, dan berguling”. Tutup

pasien dengan selimut dan gulingkang pada api yang lebih kecil.

Berikan kompres dingin untuk menurunkan suhu dari luka. (Es

atau air dingin menyebabkan cedera lanjut pada jaringan yang

terkena).

(2) Untuk luka bakar kimia (cairan), bilas dengan sejumlah banyak air

untuk menghilangkan kimia dari kulit. Untuk luka bakar kimia

(bedak), sikat bedak kimia dari kulit kemudian bilas dengan air.

(3) Untuk luka bakar listrik, matikan sumber listri pertama-tama

sebelum berusaha untuk memindahkan korban dan bahaya.

2) Prioritas kedua adalah menciptakan jalan nafas paten. Untuk pasien

dengan kecurigaan cedera inhalasi, berikan oksigen dilembabkan

100 % melalui masker 10 liter/menit. Gunakan intubasi endrotrakeal

dan tempatkan pada ventilasi mekanik bila gas-gas darah arteri

menunjukan hiperkapnea berat meskipun dengan oksigen suplemen.

3) Prioritas ketiga adalah rehidrasi cairan dan elektrolit agresif untuk

memperbaiki kehilangan volume plasma. Secara esensial setengah dari

perkiraan volume cairan diberikan pada 8 jam pertama pasca luka

bakar, dan setenaghnya lagi diberikan selama 16 jam kemudian. Tipe-

tipe cairan yang digunakan meleputi kristaloid, seperti larutan Ringr’s

laktat dan/atau koloid seperti albumin atau plasma.

4) Periotitas ke-empat adalah perawatan luka bakar:


16

(1) Pembersihan dan pemberian krim antimikroba topikal seperti

silfer sulfadiazin (selfadene).

(2) Penggunaan berbagai tipe balutan sintetik atau balutan biologis

(tandur kulit) khususnya pada luka bakar ketebalan penuh

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan

aspek-aspek pemeliharan, rehabilitatif dan pereventif perawatan kesehatan

(Doenges, M. E & Moorhause, 2000).

Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis untuk mengkaji

respon manusia terhadap masalah-masalah kesehatan, yang berhubungan dengan

klien, keluarga, orang terdekat atau masyarakat (Effendi. C, 1994).

Langkah-langkah proses keperawatan dilakukan secara berurutan mulai

dari: pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,

implementasi dan evaluasi keperawatan.

2.3.1 Pengkajian

Doenges, M, E & Moorhause, (2000), pengkajian adalah pemikiran

dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan

informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi masalah

yang terjadi. Adapun data dasar pengkajia pada klien dengan luka bakar

adalah sebagai berikut:

1) Aktifitas istirahat
17

Tanda : Penurunan kekuatan tahanan keterbatasan rentang

gerak pada area yang sakit ganguan masa otot,

perubaan tonus

2) Sirkulasi

Tanda : Hipotensi (syok)

Penurunan nadi parifer distal pada ekstremitas yang

cedera

fase kontriksi parifer umum dengan kehilangan nadi,

kulit putih dan dingin (syok listrik).

Takikardia (syok, ansieatas atau nyeri)

Distoistmia (syok listrik)

Pembentukan edema jaringan (semua luka bakar).

3) Integritas Ego

Gejala : Masalah tentang, keluarga, pekerjaan, keuangan,

kecacatan.

Tanda : Ansietas menangis, ketergantungan, menyangkal,

menarik diri, marah.

4) Eliminasi

Tanda : Keluaran urine menurun ada selama fase menurun.

Warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi

mioglobin.

Mengindikasikan kerusakan otot dalam.

Deoresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi

cairan kedalam sirkulasi).


18

Penurunan bising usus atau tak ada.

5) Makanan / Cairan

Tanda : Edema jaringan umum.

Anoreksia mual/muntah

6) Neurosensori

Gejala : Area kebas kesemutan.

Tanda : Perubahan orientasi efek, perilaku.

Penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera

ekstremitas.

Aktifitas kejang (syok listrik).

Laserasi kornea, kerusakan retina, penurunan

ketajaman penglihatan (syok listrik).

Ruptur membran timpani (syok listrik).

Paralisis (cedera listrik pada aliran syaraf).

7) Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Luka bakar derajat pertama secara ekstrem sensitif

untuk disentuh ditekan gerakan udara, dan perubahan

suhu luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat

nyeri sementara respon pada luka bakar derajat kedua

tergantung pada keutuhan ujung syaraf. Luka bakar

derajat ketiga tidak nyeri.

8) Pernapasan
19

Gejala : Terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama.

(Kemungkinan cedera inhalasi).

Tanda : Serak, batuk, mengi, partikel karbon dalam sputum,

ketidak mampuan menelan sekresi oral, sianosis

(indikasi cedera inhalasi).

Pengembangan toraks mungkin terbatas karena

adanya luka bakar lingkar dada.

Jalan napas atas stridor/mengi (obstruksi sehubungan

dengan laringospasme, edema laringeal).

Bunyi napas gemericik (edema paru), stridor (edema

laringeal). Sedikit jalan napas dalam (rochi).

9) Keamanan

Tanda : Kulit : umum: dekstruksi jaringan dalam mungkin

terbukti setelah 3-5 hari sehubungan dengan proses

trombus mikro vaskuler pada beberapa luka.

Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat,

dengan pengisian kapiler lambat pada adanya

penurunan curah jantung sehubungan dengan

kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam

sehubungan dengan fariasi intesitas panas yang

dihasilkan bekuan terbakar.

Cedera kimia: tampak luka berfariasi sesuai agen

penyebab.
20

Cedera listrik: cedera kutaneus biasanya lebih sedikit

dari dibawah mikrosis.

Adanya fraktur/dislokasi (jatuh kecelakaan sepeda

motor kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok

listrik).

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon

individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses

kehidupan potensial/aktual. Diagnosa keperawatan memberikan dasar

untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencari hasil dimana

perawat bertanggung gugat (Carpenito, L. J. 2000).

Diagnosa keparawatan dapat berupa tipe aktual, resiko atau

kesejahteraan/sindrom. aktual: suatu diagnosa keperawatan yang

menggambarkan penilaian klinis yang harus di validasi perawat karena

adanya batasan karakteristik mayor. Resiko: diagnosa keperawatan

menggambarkan penilaian klinis dimana individu/kelompok lebih

rentang untuk mengalami masalah di banding orang lain dimana situasi

yang sama atau serupa. Kesejahteraan: diagnosa keperawatan yang

menggambarkan indivudu, keluarga/komunitas dalam transisi dari

tingkat kesejahteraan tertentu ketingkat kesejahteraan yang lebih tinggi

(Nanda 2002). Sindrom: diagnosa keperawatan yang terdiri atas

kelompok diagnosa keperawatan aktual, resiko yang diperkirakan ada

kalau situasi atau peristiwa tertentu (Carpenito, 2000). Pernyataan


21

diagnosa keperawatan umumnya di tegakkan atas 3 hal/bagian

masalah/kebutuhan pasien, etiologi dari masalah dan tanda/gejala.

Diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul pada pasien

dengan luka bakar menurut Doenges, M, E & Moorhause, (2000) adalah

sebagai berikut:

1) Resiko tinggi terhadap bersihan jalan napas tidak efektif, dapat

dihubungkan dengan obstruksi trakeobronkial: edema mukosa, dan

hilangnya kerja sili (inhalasi asap), luka bakar sekita leher, kopresi

jalan napas torak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.

Trauma: cedera jalan napas atas langsung api, pemanasan, udara

panas dan kimia/gas.

Kemungkinan dapat dibuktikan oleh: adanya tanda-tanda dan

gejala-gejala membuat diagnosa aktual.

2) Risiko tinggi terhadap kehilangan volume cairan dapat dihubungkan

dengan kehiangan cairan melalui rute abnormal, contoh luka,

peningkatan kebutuhan: ststus hipermetobolik, ketidak cukupan

pemasukan kehilangan perdarahan.

Kemungkinan dibuktikan oleh: adanya tanda-tanda dan gejala

membuat diagnosa aktual.

3) Risiko tingggi terhadap infeksi dapat dihubungkan dengan

pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit,

jaringan traumatik, pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan

HB, penekanan respons inflamasi.


22

Kemungkinan dibuktikan oleh: tanda-tadan dan gejal-gejala

membuat diagnosa aktual.

4) Nyeri dapat dihubungkan dengan kerusakan kulit/jaringan,

pembentukan edema manipulasi jaringan cedera contoh debridemen

luka.

Kemungkinan dibuktikan oleh: keluhan nyeri, fokus menyempit,

penampilan wajah nyeri, perubahan tonus otot, respon autonomik,

perilaku distraksi, melindungi, ansietas/ketakutan.

5) Risiko tinggi terhadap perubahan neurofaskuler, perfusi jaringan

dapat dihubungkan dengan penurunan atau interuksi aliran darah

arterina/vena contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema

hopovolemia.

Kemungkinan dibuktikan oleh: adanya tanda-tanda dan gejala-

gejala membuat diagnosa aktual.

6) Perubahan nurtsisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat dihubungkan

dengan ststus hipermetabolik (sebanyak 50 %-60% lebih besar dari

proporsi normal pada cedera berat), katabolime protein.

Kemungkinan dibuktikan oleh: penurunan berat badan total,

kehilangan masa otot/lemak, subkutan, dan terjadinya

keseimbangan nitrogen negatif.

7) Kerusakan mobilitas fisik dapat dihubungkan dengan gangguan

neuromuskuler, nyeri/tidak nyaman, penurunan kekuatan dan

tahanan. Terapi pembatasan, imobilisasi tungkai, kontraktur.


23

Kemungkinan dibuktikan oleh: menolak bergerak/tidak mampu

bergerak sesuai tujuan rentang gerak terbatas, penurunan kekuatan

kontrol dan atau masa otot.

8) Kerusakan integritas kulit dapat dihubungkan dengan trauma:

keruskan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit

(parsial/luka bakar dalam).

Kemungkinan dibuktikan oleh: tidak ada jaringan yang hidup.

9) Ansietas/ketakutan dapat dihubungkan dengan krisi situasi:

perawatan diruamh sakit/prosedur isolasi, transmisi iterpersonal dan

kontagion, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian dan

atau kecacatan.

Kemungkinan dibuktikan oleh: mengekspresikan masalah tentang

perubahan hidup, ketakutan pada akibat tidak spesifik. Ketakutan,

peningaktan tegangan, kemampuan; terus-menerus dengan perasaan

putus asa, tidak berarti, penurunan keyakinan diri. Rangsangan

simpatis, gerakan ekstra gelisah, insomnia.

10)Perubahan ganguan citra tubuh, penampilan peran dapat dihubungkan

dengan krisis situasi, kejadian traumatik, peran pasien tergantung,

kecacatan, nyeri.

Kemungkinan dibuktikan oleh: perasaan negatif tentang diri

sendiri, ketakunan penolakan reaksi orang lain, fokues pada

penampilan lama, kemampuan, memikirkan terus menerus

perubahan/kehilangan. Perubahan kapasitas fisik: untuk melakukan

perannya, perubahan pada lingkungan sosial.


24

11)Kurang pengetahuan tentang (kebutuhan belajar) tentang prognosis,

kebutuhan pengobatan dapat dihubungkan dengan kruang

terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi. Tidak mengenal

sumber informasi.

Kemungkinan dibuktikan oleh: pertanyaan/permintaan informasi,

pernyataan salah konsep. Tidak akurat melakukan intruksi/terjadi

komplikasi yang dapat dicegah.

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Doenges, M, E & Moorhause, (2000) Intervensi keperawatan

adalah preskipsi untuk prilaku pasifik yang diharapkan dari

pasien/tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervensi

dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang

diharapkan dan tujuan pemulangan. Intervensi mempunyai maksud

mengindividualkan keperawatan dengan memenuhi kebutuhan spesifik

pasien serta harus menyertakan kekuatan-kekuatan pasien yang telah di

identifikasikan bila memungkinkan.

Intervensi/perencanaan merupakan tahap ketika dari proses

keperawatan yaitu setelah etiologi, tanda dan gejala, digabungkan dalam

suatu pernyataan diagnosa keperawatan dimana tujuan/hasil ditentukan

dan intervensi dipilih.

Dalam menyusun prioritas untuk perawatan pasien, membuat

tujuan, mengindentifikasi hasil yang diharapkan dan menentukan

intervensi keperawatan. Maka prioritas keperawatan dari pemasalahan


25

keperawatan yang kemungkinan muncul pada pasien luka bakar adalah

sebagai berikut:

1) Resiko tinggi terhadap bersihan jalan napas tidak efektif, dapat

dihubungkan dengan obstruksi trakeobronkial: edema mukosa, dan

hilangnya kerja sili (inhalasi asap), luka bakar sekita leher, kopresi

jalan napas torak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.

Trauma: cedera jalan napas atas langsung api, pemanasan, udara

panas dan kimia/gas.

Kriteria Evalausi:

Menunjukan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang

normal, bebas dispnea/sianosis.

Intervensi

(1) Ambil riwayat cedera perhatikan adanya kondisi pernapasan

sebelumnya, riwayat merokok.

Rasional

Penyebab, lama terpajan, terjadi dalam ruangan tertutup atau

terbuka, mengindikasikan cedera inhalasi.

(2) Kaji refleks gag/menelan, perhatikan pengaliran air liur,

ketidak mampuan menelan, serat, batuk mengi.

Rasional

Dugaan cedera inhalasi.

(3) Awasi frekuensi, irama, kedalam pernapasan perhatikan

adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau

merah mudah.
26

Rasional

Takipnea penggunaan otot bantu dan perubahan sputum

menunjukan terjadi distres pernapasan/edema paruh dan

kebutuhan interfensi medik

(4) Auskultasi paru perhatikan stridor. Mengi/gemericik,

penurunan bunyi napas, batuk rejan.

Rasional

Obstruksi jalan napas/distres pernapasan dapat terjadi sangat

cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.

(5) Perhatikan adanya pucat atau warna buah cerih merah pada

kulit yang cedera.

Rasional

Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.

(6) Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal

dibawah kepala sesuai indiaksi.

Rasional

Meningkatkan ekspansi paruh optimal/fungsi pernapasan. Bila

kepala atau leher terbakar, bantal dapat menghambat

pernapasan menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang

terbakar dan meningaktkan konstriktur leher.

2) Risiko tinggi terhadap kehilangan volume cairan dapat

dihubungkan dengan kehiangan cairan melalui rute abnormal,

contoh luka, peningkatan kebutuhan: ststus hipermetobolik, ketidak

cukupan pemasukan kehilangan perdarahan.


27

Kriteria Evalausi:

Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh

haluaran urine indivesu adekuat, tanda vital stabil, membran

mukosa lembab.

(1) Awaai tanda vital, CVP. Perhatiakn pengisian kapiler dan

kekuatan nadi perifer

Rasional

Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji

respon kardivaskuler.

(2) Awasi haluaran urine dan berat jenis. Observasi warna urine

dan hemates sesuai indikasi.

Rasional

Secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk

meyakinkan rata-rata haluaran urine 30-50 ml/jam (pada orang

dewasa) urine dapat tampak merah sampai hitam, pada

kerusakan otot masif sehubungan dengan adanya darah dan

keluarnya mioglobin, bila terjadi mioglobinnuria menyolok,

minimun haluaran urine harus 75-100 ml/jam, untuk mencegah

kerusakan/nekrosis tubulus.

(3) Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak.

Rasinal

Peningkatan permeabilitas kapiler, pemindahan protein, proses

inflamasi, dan kehilangan melalui efaporasi besar


28

mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urine, khususnya

selama 24-72 jam pertama setelah terbakar.

(4) Pertahankan pencatatan kumulatif jumlah dan tipe pemasukan

cairan.

Rasinal

Penggantian masif/cepat dengan tipe cairan berbeda dan

fluktuasi kecepatan pemberian memerlukan tabulasi ketat

untuk mencegah ketidak seimbangan dan kelebihan cairan.

(5) Timbang berat badan tiap hari

Rasional

Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan

perubahan selanjutnya. Peningkatan berat badan 15 % - 20 %

pada 72 jam pertama selama penggantian cairan dapat

diantisipasi untuk mengembalikan keberat badan sebelum

terbakar kira-kira 10 hari setelah terbakar.

(6) Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi

Rasinal

Mungkin menolong memperkirakan luasnya

edema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume,

sirkulasi dan haluaran urine.

(7) Selediki perubahan mental

Rasional

Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan

ketidak adekuatan volume sirkulasi penurunan perfusi serebral


29

3) Risiko tingggi terhadap infeksi dapat dihubungkan dengan

pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit,

jaringan traumatik, pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan

HB, penekanan respons inflamasi.

Kriteria Evaluasi

Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen

dan tidak demam.

Intervensi

(1) Implementasikan tehnik isolasi yang tepat sesuai indikasi

Rasioanl

Tergantung tipe/luasnya luka dan (misalnya pilihan

pengobatan luka tertutup VS luka terbuka)

(2) Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk

semua individu yang datang kontak dengan pasien

Rasional

Mencegah kotamiansi silang, menurunkan risiko infeksi

(3) Gunakan skort, sarung tangan, masker dan tehnik aseptik tetap

selama perawatan luka langsung dan berikan pakaian

steril/baru juga linen/pakaian.

Rasional

Mencegah terpajan pada organisme infeksius

(4) Awasi/batasi pengunjung, bila perlu. Jelaskan prosedur isolasi

terhadap pengunjung bila perlu.


30

Rasional

Mencegah kontaminasi silang dari pengunjung. Masalah

risiko infeksi harus seimbang melawan kebutuahn pasien

untuk dukungan keluarga dan sosialisasi

(5) Cukur/ikat rambut disekitar area yang terbakar meliputi 1 inci

batas (termasuk bulu alis). Cukur rambut wajah (pria) dan beri

sampo pada kepala setiap hari.

Rasional

Rambut media baik untuk pertumbuhan bakteri; namun, alis

mata bertindak sebagai pelindung untuk mata. Pencucian

secara teratur menurunkan keluarnya bakteri ke luka bakar

(6) Periksa area yang tak terbakar (seperti lipatan paha, lipatan

leher, membran mukosa, dan haluaran vagina) secara rutin.

Rasional

Infeksi oportinistik (misalnya, jamur) sering kali terjadi

sehubungan dengan depresi sistem imun, dan/atau proliferasi

flora normal tubuh selama terapi antibiotik sistemik.

4) Nyeri dapat dihubungkan dengan kerusakan kulit/jaringan,

pembentukan edema manipulasi jaringan cedera contoh debridemen

luka.

Kriteria Evalausi

(1) Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol

(2) Menunjukan ekspresi wajah/postur tubuh rileks

(3) Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat.


31

Intervensi

(1) Titup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka metode

pemajanan pada udara terbuka.

Rasional

Susu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri

hebat pada pemajanan ujung saraf.

(2) Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik.

Rasional

Peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk menurunakn

pembentukan edema, setelah perubahan posisi dan peninggian

penurunan ketidak nyaman serta risiko kontraktur sendi.

(3) Berikan temapt tidur ayunan sesuai indiaksi

Rasional

Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri

(4) Tutup jari atau ekstremitas pada posisi berfungsi (menghindari

posisi fleksi sendi yang sakit) menggunakan bebat dan papan

kaki sesuai keperluan.

Rasional

Posisi fungsi menurunkan defornitas/kontraktur dan

meningkatkan kenyamanan. Meskipun posisi fleksi sendi

cedera dapat merasa lebih nyaman dapat mengakibatkan

kontraktur fleksi.

(5) Ubah posisi dengan kerin dan rentang gerak pasif dan aktif

sesuai indiaksi
32

Rasional

Gerakan dan latihan menurunkan kekuatan sendi dan

kelelahan otot tetapi tipe latihan tergantung pada lokasi dan

luas cedera.

(6) Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu

penghangat, penutup tubuh hangat.

Rasional

Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor sumber

panas eksternal perlu untuk mencegah menggigil.

(7) Kaji keluhan nyeri perhatikan lokasi, karakter dan intensitas

skala 0-10.

Rasional

Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya

keterlibatan jaringan/kerusakan tetapi biasanya paling berat

selama penggantian balutan dan debridemen.

(8) Lakukan penggantian balutan dan debridemen setelah pasien

diberi obat dan atau pada hidroterapi.

Rasional

Menurunkan terjadinya distres fisik dan emosi sehubungan

dengan penggantian baluna dan debridemen.

(9) Jelaskan prosedur atau berikan informasi seiring dengan tepat

khususnya selama debridemen luak.


33

Rasional

Dukunagn empati dapat membantu menghilangkan nyeri,

meningkatkan relaksasi mengetahui apa yang diharapkan,

memberikan kesempatan pada pasien untuk menyiapkan diri

dan meningaktkan rasa kontrol.

5) Risiko tinggi terhadap perubahan neurofaskuler, perfusi jaringan

dapat dihubungkan dengan penurunan atau interuksi aliran darah

arterina/vena contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema

hopovolemia.

Kriteria Evaluasi

Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas/kekuatan

sama, pengisian kapiler baik dan warna kulit normal pada ara yang

cedera.

Intervensi

(1) Kaji warna sensasi gerakan, nadi perifer (melalui dopler), dan

pengisian kapiler pada ekstremitas luka bakar melingkar.

Bandingkan dengan hasil pada tungkai yang tak sakit.

Rasional

Pembentukan edema dapat secara tepat, menekankan

pembuluh darah, sehingga mempengaruhi sirkulasi dan

meningkatkan statis vena/edema. Perbedaan dengan tungkai

yang tak sakit membantu membedakan masalah sistemik

dengan lokal (contoh hipofelemia/penurunan curah jantung).


34

(2) Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan cepat lepaskan

perhiasan atau jam tangan, hindari memplester sekitar

ekstremitas/jari yang terbakar.

Rasional

Meningkatkan sirkulasi sistemik/aliran baik vena dan dapat

menurunkan edema atau pengaruh ganguan lain yang

mempengaruhi konstriksi jaringan edema, peninggian yang

lama dapat mengganggu perfusi arterial bila TD turun atau

tekanan jaringan meningkat secara berlebihan.

(3) Ukur TD pada ekstremitas yang mengalami luka bakar,

lepaskan manset TD setelah mendapat hasil.

Rasional

Bila pembacaan TD diambila pada ekstremitas yang cedera

diberikan manset pada temaptnya dapat meningkatkan

pembentukan edema/penurunan perfusi, dan mengubah luka

bakar ketebalan parsial menajdi cedera lebih serius.

(4) Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tuh yang tak

sakit.

Rasional

Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik

(5) Selidiki nadi secara teratur

Rasional
Distritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat perpindahan

elektrolit, cedera listrik, atau menghilangkan faktor depresan

miokard, pengaruh pada curah jantung/perfusi jaringan.


35

6) Perubahan nurtsisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat dihubungkan

dengan ststus hipermetabolik (sebanyak 50 %-60% lebih besar dari

proporsi normal pada cedera berat), katabolime protein.

Kriteria Evaluasi

Menunjukan pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi

kebutuhan metabolik dibuktikan oleh berat badan stabil masa otot

terukur keseimbangan nitrogen positif dan regenearsi jaringan

Intervensi

(1) Auskulatsi bisi usus, perhatikan hipoaktif/takada bunyi

Rasional

Ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar

tetapi biasanya 36-48 jam dimana makanan oral dapat dimulai.

(2) Pertahankan jumlah kalori tetap timbang tiap hari, kaji ulang

persen area permukaan tubuh terbuka/luka tiap minggu.

Rasional

Pedoman tepat untuk memasukkan kalori tepat sesuai

penyembuhan luka persentase area luka bakar di evaluasi

untuk menghintung bentuk diet yang diberikan dan penilaian

yang tepat dibuat.

(3) Awasi masa otot/lemah subkutan sesuai indikasi

Rasional

Mungkin berguna dalam memperkirakan perbaikan

tubuh/kehilangan dan kefektifan terapi.


36

(4) Berikan makan dan makanan kecil sedikit dan sering.

Rasional

Membantu mencegah distensi gaster/ketidak nyamaan dan

meningkatkan pemasukan.

(5) Dorong pasien untuk memandang diet sebagai pengobatan dan

untuk membuat pilihan makan/minuman tinggi kalori/protein.

Rasional

Kalori dan protein diperlukan untuk mempertahankan berat

badan kebutuhan memenuhi metabolik dan meningkatkan

penyembuhan.

(6) Pastikan makanan yang disukai/tak disukai dorong orang

terdekat untuk membawah makanan dari rumah yang tepat.

Rasional

Memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol meningkatkan

partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki

pemasukan.

(7) Dorong pasien untuk duduk saat makan dan dikunjungi orang

lain.

Rasional

Duduk dapat membentu mencegah aspirasi dan membentu

pencernaan yang baik, sosialisasi meningkatkan relaksasi dan

dapat meningaktkan pemasukan.

(8) Berikan kebersihan oral sebelum makan.


37

Rasional

Mulut/palatum bersih meningkatkan rasa dan membantu nafsu

makan yang baik.

7) Kerusakan mobilitas fisik dapat dihubungkan dengan gangguan

neuromuskuler, nyeri/tidak nyaman, penurunan kekuatan dan

tahanan. Terapi pembatasan, imobilisasi tungkai, kontraktur.

Kriteria Evaluasi

(1) Menyatakan dan menunjukan keinginan dan berpartisipasi

dalam beraktifitas

(2) Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya

kontraktur

(3) Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi

yang sakit dan/kompensasi bagia tubuh.

(4) Menunjukan tehnik perilaku yang memampukan melakuakn

aktiviats.

Intervensi

(1) Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau belat

khususnya untuk luka bakar diatas sendi.

Rasional

Meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas dan

mencegah kontraktur, yang mungkin diatas sendi.

(2) Perhatikan sirkulasi, gerakan, dan sensasi jari secara sering


38

Rasional

Edema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas

mempotensialkan nekrosis jaringan/terjadinya kontraktur

(3) Lakukan rehabilitasi pada penerimaan

Rasional

Akan lebih mudah untuk membuat partisipasi bila pasien

menyadari kemungkinan adanya penyembuhan.

(4) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali

dengan pasif kemungkinan aktif.

Rasional

Mencegah secara progresif mengencangkan jaringan paruh

dan kontraktur, meningkatkan pemulihan otot/sendi dan

menurunakn kehilangan kalsium dan tulang.

(5) Beri obat sebelum akitivitas/latihan

Rasional

Menurunkan kekuatan otot/jaringan dan tegangan,

memampukan pasien untuk lebih aktif dan membantu

partisipasi.

(6) Jadwalkan pengobatan dan aktiviats perawatan untuk

memebrikan periode istirahat tak terganggu.

Rasional

Meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien terhadap

aktiviats.
39

(7) Intruksi dan bantu dalam mobilitas, contoh tongkat, walker,

secara tepat

Rasional

Meningkatkan keamaann ambilasi.

(8) Dorong dukunagn dan bantu keluarga atau orang terdekat pada

latihan renatng gerak.

Rasional

Memampukan keluarga atau orang terdekat untuk aktif dalam

perawatan pasien dan memberikan terapi lebih

konstan/konsisten.

(9) Masukan aktiviats sehari-hari dalam terapi fisik hidro terapi

dan asuhan keperawatan.

Rasional

Komunikasi aktiviats yang menghasilkan perbaikan hasil

dengan meningkatkan efek masing-masing.

(10) Dorong aptisipasi pasien dalam semua aktiviats sesuai

kemampuan individual

Rasional

Meningkatkan kemandirian, meningaktkan hagra diri dan

membantu proses perbaikan.

8) Kerusakan integritas kulit dapat dihubungkan dengan trauma:

keruskan permukaan kulit karena destruksi lapiran kulit

(parsial/luka bakar dalam).


40

Kriteria Evaluasi

(1) Menunjukan regenerasi jaringan

(2) Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar

Intervensi

Praoperasi

(1) Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka perhatikan jaringan

nekrotik dan kondisi sekitar luka.

Rasional

Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman

kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area

graft

(2) Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol

infeksi.

Rasional

Menyaiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan

risiko infeksi/kegagalan graft

Paca Operasi

(1) Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi contoh:

a. Balutan biositetik (biobrane)

Rasional

Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine

peptida yang melekat pada permukaan luka sampai

lepasnya atau mengelupas secara spontan kuliut

repitelisasi berguna untuk bebas jaringan parut luka bakar


41

ketebalan parsial menunggu autograf karena dapat

menetap ditempatnya 2-3 minggu atau lebih lama

permiabel sampai agen anti mikrobial topikal.

b. Balutan sinteteik

Rasional

Balutan hidroaktif yang melekat pada kulit untuk

menutupi luka bakar ketebalan parsial kecil dan iteraksi

dengan eksudat luka untuk membentuk jel lembut yang

membentu sisi donor.

c. Op-site

Rasional

Tipis, transparan, elastik, tahan air, balutan oklusif

(permiabel pada kelembaban dan udara) yang digunaakn

untuk menutup luka ketebalan parsial bersih dan

memberikan sisi donor

(2) Tinggikan area graft bila mungkin/tepat pertahankan posisi

yang diinginkan dan imobilissi area bila diindikasikan.

Rasional

Menurunkan pembengkakan/membatasi risiko pemisahan

graft. Gerakan jaringan di bawah graft dapat mengubah posisi

yang mempengaruhi penyembuhan optimal.

(3) Pertahankan balutan diatas graft baru dan/atau sisi donor

sesuai indiaksi contoh berlubang, petroleum, tak berperekat.


42

Rasional

Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus

pandang tak reaktif (antara balutan graft dasn bagian luarnya)

untuk menghilangkan robekan dari epitel baru/melindungi

jaringan sembuh.

(4) Evaluasi warna sisi graft dan donor, perhatikan adanya/tak

adanya penyembuhan.

Rasional

Mengevaluasi keefektifan sirkulasi dan mengindentifiaksi

terjadinya komplikasi

(5) Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim

contoh nifea beberapa waktu dalam sehari setelah balutan

dilepas dan penyembuhan selesai.

Rasional

Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan

perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.

9) Ansietas/ketakutan dapat dihubungkan dengan krisi situasi:

perawatan diruamh sakit/prosedur isolasi, transmisi iterpersonal dan

kontagion, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian dan

atau kecacatan.

Kriteria Evalausi

(1) Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan

cara sehat.
43

(2) Mengatakan ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat

ditangani.

(3) Menunjukan ketrampilan pemecahan masalah, penggunaan

sumber yang efektif

Intervensi

(1) Berikan penjelsan dengan sering dan informasi tengang

prosedur perawatan.

Rasional

Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan

ansietas memperjelas kesalahan konser dan meningkatkan

kerja sama.

(2) Tunjukan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada

pasien bila prosedur bebas dari nyeri.

Rasional

Membantu pasien/orag terdekat untuk mengetahui bahwa

dukungan tersedia dan bahwa pemberi asuhan tertarik pada

orang tersebut tiak hanya merawat luka bakarnya.

(3) Libatkan pasien/orang terdekat dalam proses pengambilan

keputusan kapanpun mungkin.

Rasional

Meningkatkan rasa kontrol dan kerja sama, menurunkan

perasaan tak berdaya/putus asa.


44

(4) Kaji status mental termasuk suasana hasil/afek, ketakutan

pada kejadian dan isi pikiran, contoh ilusi atau manifestasi

teror/panik.

Rasional

Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan

represi untuk menurunkan dan menyering informasi

keseluruhan beberapa pasien menunjukan tindakan tentang

dan ststus mental waspada, menunjukan disosiasi kenyataan

yang juga merupakan mekanisme perlindungan.

(5) Selidiki perubahan mental dan adanya terlalu

waspada/halusinasi, ganguan tidur (contoh mimpi buruk),

agitasi/apatis disorientasi afek label, semua yang dapat

berfariasid ari waktu ke waktu.

Rasional

Indiaktor ansietas ekstrem/status delirum dimana pasien secara

harafia melawan untuk hidup meskipun penyebab dapat

berdasarkan psikologis, penyebab patologis yang mengancam

hidup (contoh syok, sepsis hipoksia) harus dikesampingkan.

(6) Berikan orientasi konstan dan konsisten.

Rasional

Membantu pasien tetap berhubunagn dengan lingkungan dan

realiats.

(7) Dorong pasien untuk bicara tentang luka bakar bila siap.
45

Rasional

Pasien perlu membicarakan apa yang terajdi terus menerus

untuk membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang

menakutkan.

10) Perubahan ganguan citra tubuh, penampilan peran dapat

dihubungkan dengan krisis situasi, kejadian traumatik, peran pasien

tergantung, kecacatan, nyeri.

Kriteria Evalausi

(1) Menyatakan penerimaan situasi diri

(2) Bicara dengan keluarga atau orang terdekat tentang situasi,

peruabahan yang terjadi

(3) Membuat tujuan realitas/rencana untukmasa depan

(4) Memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri

negatif

Intervensi

(1) Kaji makna kehilangan/perubahan pasa pasien/orang terdekat

Rasional

Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba,

takdiantisipasi, membuat perasaan kehilangan pada kehilangan

aktual/yang dirasakan. Ini memerlukan dukunagndalam

perbaikan optimal.

(2) Teriam dan akui ekspresi frustasi ketergantungan, marah,

kedukaan, dan kemarahan. Perhatiakn perilaku menarik diri

dan penggunaan penyakalan.


46

Rasional

Penerimaan perasaan sebagai respons normal terhadap apa

yang terjadi membantu perbaikan ini tidak mampu untuk

kemungkinan mendorong pasien sebelum siap untuk

menerima situasi. Penyangkalan mungkin lama dan mungkin

mekanisme adaptif, karena pasien tidak siap mengatasi

masalah pribadi.

(3) Bersikap realistis dan positif selama pengobatan pada

penyuluhan kesehatan dan menyusun tujaun dalam

keterbatasan.

Rasional

Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubunagn antara

pasien dan perawat.

(4) Berikan harapan dalam parameter situasi individu jangan

memberikan keyakinan yang salah.

Rasional

Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan

untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan

berdasarkan realitas.

(5) Berikan penguatan yang positif terhadap kemajuan dan

dorong usaha untuk tujuan rehabilitasi.

Rasional

Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku

koping positif.
47

(6) Dorong iteraksi keluarga dan dengan tim rehabilitasi

Rasional

Mempertahankan/membuka garis komunikasi dan

memberikan dukungan terus menerus pada pasien dan

keluarga.

11) Kurang pengetahuan tentang (kebutuhan belajar) tentang prognosis,

kebutuhan pengobatan dapat dihubungkan dengan kruang

terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi. Tidak mengenal

sumber informasi.

Kriteria Evaluasi

(1) Menyatakan pemahaman kondisi prognosis dan pengobatan.

(2) Melakukan dengan benar tindakan tertentu dan menjelaskan

alasan tindakan.

(3) Melakukan perubahan pola hidup tertentu dan berpartsipasi

dalam program pengobatan.

Intervensi

(1) Kaji ulang prognosis dan harapan yang akan datang

Rasional

Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat

pilihan berdasarkan informasi.

(2) Diskusikan harapan pasien untuk kembali ke rumah bekerja

dan aktiviats normal.


48

Rasional

Psien sering kali mengalami kesulitan memutuskan pulang

masalah sering terajdi (contoh ganguan tidur, mimpi buruk

mengingat kecelakaan, kesulitan elakukan aktivitas

intimasi/seksual, emosi labil) yang mempengaruhi

keberhasilan menilai tindakan hidup normal.

(3) Kaji ulang perawatan luka bakar graft kulit dan luka,

identifiaksi sumber yang tepat untuk perawat pasien rawat

jalan dan bahannya.

Rasional

Meningkatkan kemampuan perawatan diri setelah pulang dan

meningkatkan kemandirian.

(4) Diskusikan perawatan kulit, contoh penggunaan pelembab dan

pelindung sinar matahari.

Rasional

Gatal, lepuh, dan sensivitas luka yang sembuh/sisi graft dapat

diharapkan selama waktu lama.

(5) Jelaskan prosedur jaringan parut dan perlunya untuk

penggunaan pakaian penekanan yang tepat bila menggunakan.

Rasional

Meningkatkan pertumbuhan kulit kembali yang optimal,

meminimalkan terjadinya jaringan parut hiportrofik dan

kontraktur dan membantu proses penyembuhan.


49

(6) Dorong kesenambungan program latihan dan jadwalkan

periode istirahat.

Rasional

Mempertahankan mobilitas, menurunkan komplikasi dan

mencegah kelelahan, membantu prose penyembuhan.

(7) Identifikasi keterbatasan spesifik aktifiats sesuai individu.

Rasional

Kemungkinan pembatasan tergantung pada berat/lokasi cedera

dan tahap penyembuhan.

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan

dimana rencana perawatan di laksanakan: melaksanakan

intervensi/aktifitas yang telah ditentukan. (Doenges dan Moorhause,

1998). Rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana

tindakan keperawatan, pada situasi tertentu/nyata sering implementasi jauh

berbeda dengan rencana keperawatan. (Kelliat, AB, 1998). Maka

implementasi keperawatan pasien dengan luka bakar disesuaikan dengan

rencana keperawatan dan situasi yang ada.

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi ialah tahap akhir dari proses keperawatan dimana

mengevaluasi respon klien terhadap perawatan yang telah diberikan untuk

memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah tercapai. Proses kontinyu

yang penting untuk menjamin kualitas dan keperawatan untuk menentukan


50

rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. (Doenges dan

Moorhause, 1998).

Evaluasi dapat dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu: evaluasi proses

dan hasil evaluasi. Evaluasi proses (formatif) yaitu evaluasi yang

dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, sedangkan evaluasi hasil

(sumatif), yaitu evaluasi yang dilakukan dengan membandingkan respon

klien dengan tujuan umum dan khusus yang telah di tentukan (Kelliat, AB,

1999).

Evaluasi dilakukan dengan menggunakan konsep SOAP, yaitu:

S : Merupakan respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan

yang telah dilaksanakan.

O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

A : Asesment, merupakan analisa terhadap data subjektif dan objektif

untuk menyimpulkan apakah masalah masih ada atau telah teratasi /

muncul masalah baru.

P : Perencanaan tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien.


51

BAB 3

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR GRADE III
DI RUANGAN PERAWATAN BEDAH RSUD
Dr. H. CHASAN BOESOIRIE TERNATE

No. Reg : 61785 Tgl Pengkajian : 16-09-2010


Tgl Masuk : 15-09-2010 Jam Pengkajian : 10.00 WIT
Jam Masuk : 11.00 WIT DX. Medis : Luka Bakar Grade III

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Pasien

Nama : An. S

Umur : 10 Tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Suku / bangsa : Moti / Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SD

Alamat : Moti

3.2.2 Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. M

Umur : 50 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku / bangsa : Moti / Indonesia

Agama : Islam

51
52

Pekerjaan : Tani

Pendidikan : -

Alamat : Moti

Status dengan pasien : Ayah pasien

3.2 Riwayat Perawatan

3.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang

1) Keluhan Utama : Nyeri

2) Riwayat Keluhan Utama: Keluhan ini berawal pada tanggal 12-09-2010

disebabkan pasien mengalami luka bakar akibat

bermain mariam bambu, terdapat luka bakar pada

kedua tungkai bawah, kemudian keluarga

membawa pasien ke RSUD Dr. H. Chasan

Boesoirie Ternate untuk mendapatkan perawatan,

dan pada saat pengkajian keluhan ini masih

dirasakan.

3) Sifat Keluhan Utama.

P (Provokatif) : Adanya luka bakar

Q (Qaulity) : Nyeri yang dirasakan hilang timbul

R (Region) : Di betis kanan dan kiri

S (Skala) : 5 (Nyeri Sedang)

T (Time) : Interval waktu 5-10 menit

4) Keluhan yang menyertai : Lemas


53

5) Pasien mengatakan nyeri semakin terasa bila pasien banyak bergerak dan

berkurang saat istrahat.

3.1.2 Riwayat Penyakit Dahulu

1) Orang tua mengatakan anaknya tidak pernah rawat inap di RS/Puskesmas

2) Orang tua pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan

dan makanan pada anaknya.

3.1.3 Riwayat Kesehatan Keluarga

1) Orang tua pasien mengatakan dalam anggota keluarga tidak ada yang

menderita penyakit menular dan penyakit keturunan.

2) Orang tua pasien mengatakan dalam anggota keluarga tidak ada yang

mempunyai riwayat alergi makanan / obat obatan.

3.2 Pengkajian Pola Aktivitas / ADL

1) Pola Nutrisi dan Cairan

Kebiasaan

(1) Jenis makanan pokok : Nasi

(2) Jenis menu yang disajikan : Nasi, lauk, sayur

(3) Frekwensi : 3 x sehari

(4) Jumlah makan : 1 porsi

(5) Nafsu makan : Baik

(6) Jenis minuman : Air putih , teh manis

(7) Frekwensi : 6-7 gelas / hari.

(8) Makanan pantangan : Tidak ada

Perubahan : Tidak ada

2) Pola Eliminasi Alvi / BAB


54

Kebiasaan

(1) Frekuensi : 1-2 x / hari

(2) Warna : Kuning

(3) Bau : Khas feces

(4) Konsistensi : Lembek

Perubahan : Selama di RS pasien belum BAB

3) Pola Eliminasi Urine

Kebiasaan

(1) Frekwensi : 4-5 x / hari

(2) Reproduksi urine : Tidak diukur

(3) Warna : Kuning muda

(4) Bau : Pesing

Perubahan : Tidak ada

4) Pola Istirahat dan tidur

Kebiasaan

(1) Tidur malam : 22.00 WIT – 06.00 WIT

(2) Tidur siang : 13.00-15.00 (tidak teratur)

(3) Lamanya tidur : + 6-8 jam / hari

Perubahan

(1) Pasien mengatakan sering terjaga karena nyeri

(2) Lamanya tidur + 5-6 jam / hari

5) Pola Personal Hygiene

Kebiasaan

(1) Mandi : 2 x sehari memakai sabun mandi


55

(2) Cuci rambut : Setiap mandi

(3) Menggosok gigi : Setiap kali mandi, menggunakan sikat gigi

dan pasta gigi

(4) Ganti pakaian : Setiap kali mandi

Perubahan : Pasien mengatakan selama di RS hanya

diwaslap dan ganti pakaian oleh keluarga

6) Poal Latihan dan Olahraga

Kebiasaan : Pasien mengatakan setiap pagi sering jalan

kaki ke sekolah dan sering bermain-main

dengan temannya.

Perubahan : Pasien mengatakan selama di rumah sakit

aktivitasnya dibantu keluarga dan perawat

3.3 Observasi dan Pemeriksaan Fisik

3.1.1 Observasi

1) Keadaan Umum

- Kesadaran compos mentis

- Pasien tampak terbaring lemah

- Ekspresi wajah meringis

2) Tanda-tadan vital

TD : -

N : 84 x / menit

S : 37 0 C

P : 22 x / menit

3.3.2 Pemeriksaan Fisik


56

1) Sistem Pernapasan (B1 : Breating)

(1) Inspeksi

- Bentuk dada simetris kiri dan kanan

- Gerakan pengembangan toraks mengikuti irama pernapasan

- Irama napas teratur

(2) Palpasi

- Tidak adanya nyeri tekan

(3) Perkusi

- Adanya bunyi sonor

(4) Auskultasi

- Bunyi napas vasikuler

- Tidak terdengar bunyi napas tambahan

2) Sistem Cardiovasculer (B2 : Bleeding)

(1) Inspeksi

- Conjungtiva merah muda

- Palpebra tidak ada hematoma

- Tidak ada tanda-tanda peradangan

(2) Palpasi

- Tidak ada nyeri tekan

- Tidak teraba adanya massa

(3) Perkusi

- Pekak pada daerah jantung

(4) Auskultasi

- Terdengar bunyi jantung : S1 dan S2 tunggal


57

3) Sistem Persyarafan (B3 : Brain)

(1) Inspeksi

- Bentuk kepala bulat

- Rambut hitam, pendek dan tidak berketombe

(2) Palpasi

- Tidak ada nyeri tekan

- Tidak ada terabanya masa

4) Sistem Perkemihan Eliminasi Uri ( B4: bladder )

(1) Inspeksi

- Tidak terpasang dower kateter

(2) Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan

- Tidak teraba adanya distensi kandung kemih

5) Sistem Pencernaan Eliminasi Alvi ( B5 = Bowel )

(1) Inspeksi

- Mukosa bibir tampak lembab

- Tidak tampak adanya peradangan pada tonsil

- Pada abdomen tidak tampak kelainan

(2) Auskultasi

- Peristaltik 10 x / menit (N=5-35 x / menit)

(3) Palpasi

- Tidak teraba adanya massa

- Tidak teraba adanya pembesaran hepar dan limpa


58

- Tidak terdapat nyeri tekan didaerah abdomen

(4) Perkusi

- Terdengar bunyi timpani

6) Sistem Tulang–Otot–Integumen (B6 : bone)

Ekstremitas atas

(1) Inspeksi

- Tampak adanya pemasangan infus di lengan kiri

- Tidak tampak kelainan

(2) Palpasi

- Kulit teraba hangat

Ekstremitas bawah

(1) Inspeksi

- Pada kedua tungkai bawah terdapat luka bakar grade III 34 %

- Luka tampak basah dan memerah

(2) Palpasi

- Nyeri pada luka saat dilakukan perawatan

7) Sistem Endokrin

Pada saat pengkajian tidak ditemukan adanya pembesaran tiroid atau

kelainan yang berkaitan dengan ganguan endokrin

3.4 Pengkajian Psikososial

1) Pasien mengatakan hubungan dengan perawat di ruangan cukup baik

2) Reaksi pada saat interaksi pasien kooperatif

3.5 Pengkajian Pola Spiritual


59

1) Persepsi pasien terhadap penyakitnya, klien mengatakan ini merupakan

cobaan dari Allah SWT

2) Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada nilai kepercayaan yang

bertentangan dengan upaya kesehatan.

3) Pasien mengatakan selama di rumah sakit belum bisa melakukan sholat karena

sakit

3.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium, tanggal 16-09-2010

WBC : 15,1 103 / mm3 ( N = 3,5-10,0 )

RBC : 3,04 103 / mm3 ( N = 3,80-5,80 )

HGB : 1,85 O/dl ( N = 11,0-16,5 )

HCT : 30,7 % ( N = 35,0-50,0 )

PLT : 344 10 3 / mm3 ( N = 150-390 )

PCT : 204 % ( N = 100-500 )

DDR (-) Negatif

3.7 Perawatan Dan Pengobatan

1) Perawatan

(1) Pemberian posisi yang nyaman

(2) Perawatan luka

(3) Observasi intake/output cairan dan makanan

2) Pengobatan
60

(1) IVDF RL 20 tetes/menit

(2) Cefotaxime 3 x 500 / IV

(3) Metronidazoie 3 x 250 mg

(4) Antrain 3 x ½ ampul / IV

3.8 Klasifikasi Data

1) Data Subyektif

(1) Pasien mengatakan nyeri luka bakar pada kedua tungkainya

(2) Pasien mengatakan nyeri hilang timbul

(3) Pasien mengatakan nyeri dirasakan pada kedua tungkai

(4) Nyeri yang dirasakan antara 5-10 menit dan selesai perawatan luka, nyeri

yang dirasan lebih panjang durasinya

(5) Pasien mengatakan nyeri bertambah saat dilakukan perawatan luka

(6) Pasien mengatakan selama di rumah sakit aktivitasnya dibantu keluarga

dan perawat

(7) Pasien mengatakan sering terjaga karena nyeri

2) Data Obyektif

(1) Skala nyeri 5 (sedang)

(2) Nyeri pada luka saat dilakukan perawatan

(3) Wajah tampak meringis

(4) Tampak kedua tungkai bawah terdapat luka bakar grade III 34 %

(5) Luka tampak basah dan memerah

(6) Tampak pasien dibantu dalam melakukan aktiviatsnya oleh keluarga dan

perawat

(7) Tanda-tanda vital:


61

TD : -

N : 84 x / menit

S : 37 0 C

P : 22 x / menit

(8) WBC: 15,1 103 / mm3

(9) Pasien tampak terjaga saat tidur karena nyeri

(10) Lamanya tidur + 5-6 jam / hari

3.9 Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. Data Subjektif : Luka bakar Nyeri
-
Pasien mengatakan nyeri luka 
bakar pada kedua tungkainya Kerusakan jaringan kulit
-
Pasien mengatakan nyeri hilang dan pembuluh kapiler
timbul 
-
Nyeri yang dirasakan antara 5-10 Pengeluaran histamin
menit dan selesai perawatan luka, 
nyeri yang dirasan lebih panjang Merangsang nociceptor
durasinya 
-
Pasien mengatakan nyeri Thalamus
bertambah saat dilakukan 
perawatan luka Corteks cerebri

Data Objektif: Nyeri dipersepsiakn
-
Skala nyeri 5 (sedang)
-
Nyeri pada luka saat dilakukan
perawatan
-
Nadi : 84 x / menit

Adanya luka bakar Ganguan


2. Data Subjektif : pemenuhan ADL
- 
Pasien mengatakan nyeri
nyeri
dirasakan pada kudua tungkai
- 
Nyeri yang dirasakan antara 5-10
Pembatasan gerak
menit dan selesai perawatan luka,
nyeri yang dirasan lebih panjang 
-
Pasien mengatakan selama di ADL terganggu
rumah sakit aktivitasnya dibantu
keluarga dan perawat
62

Data Objektif :
-
Tampak kedua tungkai bawah
terdapat luka bakar grade III 34 %
-
Tampak pasien dibantu dalam
melakukan aktiviatsnya oleh
keluarga dan perawat

3. Data Subjektif : Adanya luka bakar Resiko infeksi


-
Pasien mengatakan nyeri luka 
bakar pada kedua tungkainya Port de’entree

Data Objektif : Kontaminasi kuman
-
Tampak kedua tungkai bawah 
terdapat luka bakar grade III 34 % Pertahanan primer
-
Luka tampak basah dan memerah menurun
-
S : 37 0C 
-
WBC: 15,1 103/mm3 infeksi

Luka bakar Gangguan pola


4 Data Subjektif :  tidur
-
Pasien mengatakan badan terasa nyeri
lemas 
-
Pasien mengatakan sering terjaga Sering terbangun
karena nyeri

Data Objektif :
- Istirahat atau tidur
Pasien tampak terjaga saat tidur
terganggu
karena nyeri
-
Skala nyeri 5 (sedang)
-
Lamanya tidur + 5-6 jam / hari

3.10 Rumusan Diagnosa Keperawatan

Rumusan diagnosa keperawatan dibawah ini ditegakkan berdasarkan prioritas


masalah antara lain:
1) Nyeri berhubungan dengan keruskaan jaringan kulit akibat luka bakar,

ditandai dengan :

Data Subjektif :
-
Pasien mengatakan nyeri hilang timbul
63

-
Pasien mengatakan nyeri dirasakan pada kudua tungkai
-
Nyeri yang dirasakan antara 5-10 menit dan selesai perawatan luka, nyeri

yang dirasan lebih panjang durasinya


-
Pasien mengatakan nyeri bertambah saat dilakukan perawatan luka

Data Objektif:
-
Skala nyeri 5 (sedang)
-
Daerah luka nyeri bila disentuh
-
N : 84 x / menit

2) Ganguan pemenuhan ADL berhubungan dengan pembatasan gerak sekunder

terhadap nyeri luka bakar, ditadnai dengan:

Data Subjektif :
-
Pasien mengatakan nyeri dirasakan pada kudua tungkai
-
Nyeri yang dirasakan antara 5-10 menit dan selesai perawatan luka, nyeri

yang dirasan lebih panjang


-
Pasien mengatakan selama di rumah sakit aktivitasnya dibantu keluarga dan

perawat

Data Objektif :
-
Tampak kedua tungkai bawah terdapat luka bakar grade III 34 %
-
Tampak pasien dibantu dalam melakukan aktiviatsnya oleh keluarga dan

perawat

3) Resiko infeksi berhubungan penurunan pertahanan primer akibat luka bakar,


ditandai dengan:
Data Subjektif :
64

-
Pasien mengatakan nyeri luka bakar pada kedua tungkainya
-
Nyeri yang dirasakan antara 5-10 menit dan selesai perawatan luka, nyeri

yang dirasan lebih panjang durasinya


-
Pasien mengatakan nyeri bertambah saat dilakukan perawatan luka

Data Objektif :
-
Tampak kedua tungkai bawah terdapat luka bakar grade III 34 %
-
Luka tampak basah dan memerah
-
S : 37 0C
-
WBC: 15,1 103/mm3

4) Ganguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri akibat luka bakar,
ditandai dengan:
Data Subjektif :
-
Pasien mengatakan badan terasa lemas
-
Pasien mengatakan sering terjaga karena nyeri

Data Objektif :

-
Pasien tampak terjaga saat tidur karena nyeri

-
Skala nyeri 5 (sedang)
-
Lamanya tidur + 5-6 jam / hari
65
66
67
68
69
70

Catatan Perkembangan

TANGGAL NO. DX IMPLEMENTASI EVALUASI


17-09-2010 I 17-09-2010 17-09-2010
Jam: 10.00 Wit Jam: 13.00 WIT
1. Megobservasi tingkat nyeri S: Nyeri mulai berkurang
Hasil: klien mengatakan
nyeri mulai berkurang O: Ekspresi wajah tampak
sedang (5) ceria dan mulai tenang

2. Mengukur tanda-tanda vital A: Masalah sebagian


N : 84 x / menit teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

II Jam: 09.30 Wit Jam: 13.10 Wit


Membantu pasien memberikan S: Pasien mengatakan
makan dan minum dengan bantuan
perawat/keluarga dapat
memenuhi kebutuhan
dirinya

O: Kebutuhan diri pasien


dapat terpenuhi

A: Masalah teratasi

P: Intervensi pertahankan

III Jam: 11.00 Wit Jam: 13.20 WIT


Melakukan perawatan luka: S: Klien mengatakan nyeri
(Burnazim zalp) mulai berkaurang

O: Luka masih dalam tahap


penyembuhan

A: Masalah sebagian
teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

IV Jam: 12.00 Wit Jam: 13.30 WIT


Mengkaji kembali pola tidur S: Pasien mulai bisa tidur
pasien, hasil: pasien mulai bisa O: Pasien nampak
tidur beristirahat
A: Masalah sebagian
teratasi
P: Intervensi pertahankan
71

Catatan Perkembangan

TANGGAL NO. DX IMPLEMENTASI EVALUASI


18-09-2010 I Tgl: 18-09-2010 Tgl: 18-09-2010
Jam: 09.00 Wit Jam: 13.00 WIT
1. Melakukan tehnik masase S: Nyeri mulai berkurang
O: Ekspresi wajah tampak
2. Observasi tingkat nyeri ceria dan mulai tenang
Hasil: nyeri berkurang skala A: Masalah sebagian
3 teratasi
P: Intervensi dipertahankan

III Jam: 11.00 Wit Jam: 13.20 WIT


Mengkaji tanda infeksi S: Klien mengatakan nyeri
Hasil: tidak ada tanda infeksi berkruang
pada luka O: Luka masih dalam tahap
penyembuhan
A: Masalah sebagian
teratasi
P: Intervensi dipertahankan

IV Jam: 11.10 Wit Jam: 13.30 WIT


Ciptakan kembali lingkungan S: Pasien mengatakan
yang tenang dan batasi sudah bisa tidur
pengunjung saat pasien O: Pasien nampak
istirahat, hasil: pasien dapat beristirahat
tidur sengan nyenyak A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
72

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis menguraikan masalah penerapan asuhan keperawatan pada

pasien dengan luka bakar grade III di Ruangan Perawatan Bedah RSUD Dr. H. Chasan

Boesoerie Ternate. Adapun kesanjangan antara teori dan praktek akan dibahas secara

terperinci sesuai dengan tahap-tahap proses keperawatan yaitu: pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Metode yang penulis gunakan dalam melakukan pengkajian yaitu metode

wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi berupa

validasi data pada kartu rawat inap. Penulis melakukan pengkajian pada

tanggal 16 September 2010, dari pengkajian penulis dapatkan bahwa pasien

mengalami luka bakar akibat bermain mariam bambu, kemudian keluarga

membawa pasien ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

Merujuk pada konsep dan teori menurut Doenges, M, E & Moorhause,

(2000) tentang pasien dengan luka bakar grade III, maka dapat dijelaskan bahwa,

terdapat kesenjangan data antara teori dan praktek atau fakta yang ditemukan di

klinik. Data-data yang ada secara teori pada kasus luka bakar tidak ditemukan oleh

penulis selama melakukan studi kasus, antara lain: hipotensi, disritmia,

pembentukan edema jaringan dan aktifitas kejang. Hal ini mengingat karena pada

luka bakar, umumnya gejala yang timbul berdasarkan luas luka bakar, kedalaman,

lokasi, agen, penyebab dan usia korban.

72
73

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang penulis rumuskan dalam melakukan studi

kasus ini adalah dengan mengunakan formulasi PES (Problem, Etiologi dan Sign),

dimana terdapat 4 (empat) diagnosa keperawatan yang terdiri dari 3 (tiga)

diagnosa aktual dan 1 (satu) diagnosa resiko yaitu:

1) Nyeri berhubungan dengan keruskaan jaringan kulit akibat luka bakar

2) Ganguan pemenuhan ADL berhubungan dengan pembatasan gerak sekunder

terhadap nyeri luka bakar

3) Resiko infeksi berhubungan penurunan pertahanan primer akibat luka bakar

4) Ganguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri akibat luka bakar

Maka dijelaskan bahwa dari ke 4 (empat) diagnosa keperawatan tersebut

diatas terdapat 3 (tiga) diagnosa keperawatan yang secara teoritis telah diuraikan

oleh Doenges, M.E, dan Moorhause, M. F, (2000), dimana kemungkinan ada 11

(sebelas) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan luka bakar,

namun 8 (delapan) diagnosa keperawatan lainnya secara faktual tidak dijumpai.

Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa terdapat kesenjangan diagnosa

keperawatan antara teori dan praktik dalam penerapan asuhan keperawatan pada

pasien dengan luka bakar, dimana terdapat 1 (satu) diagnsoa yaitu gangguan pola

tidur tidak digambarkan secara konseptual, namun ada data-data secara fakta yang

mendukung untuk mengangkat diagnosa keperawatan tersebut.

4.3 Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan luka bakar Grade III

mengacu pada teori dan konsep yang telah dijelaskan. Dengan demikian, secara

nyata dijelaskan bahwa tidak terdapat kesenjangan namun atas pertimbangan


74

kebutuhan pasien, maka tidak semua intervensi keperawatan yang secara

konseptual dapat penulis cantumkan dalam penerapan ini.

Tindakan keperawatan yang penulis tetapkan untuk mengatasi masalah

yang pada pasien luka bakar adalah selama 3 hari dalam penerapan asuhan

keperawatan yang secara umum dapat digambarkan berupa tindakan mandiri dan

tindakan kolaboratif. Tindakan mandiri yang direncanakan meliputi perawatan

luka dan pemenuhan ADL sedangkan tindakan kolaboratif yaitu penatalaksanaan

program pengobatan.

4.4 Implementasi

Penatalaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan luka bakar

telah dilaksanakan sesuai perencanaan yaitu tanggal 16-18 September 2010.

Penatalaksanaan tindakan keperawatan tersebut tidak dilakukan secara berurutan

tetapi sesuai kebutuhan dan kondisi pasien saat itu, dimana pasien dengan luka

bakar Grade III membutuhkan waktu penyembuhan yang cukup lama. Selain itu

pula pasien dengan luka bakar sangat membutuhkan perawatan yang intensif agar

dapat mencegah/mengurangi resiko terjadinya infeksi.

Tindakan keperawatan yang penulis tetapkan untuk mengatasi masalah

yang pada pasien luka bakar adalah selama 3 hari dalam penerapan asuhan

keperawatan yang secara umum dapat digambarkan berupa tindakan mandiri dan

tindakan kolaboratif. Tindakan mandiri yang dilakukan meliputi tindakan

perawatan luka dan pemenuhan ADL sedangkan tindakan kolaboratif yaitu

penatalaksanaan program pengobatan.

4.5 Evaluasi

Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, secara teoritis dapat

dilakukan dalam dua tahap, yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Pada evaluasi
75

hasil tanggal 18 September 2010 dengan mengacu pada tujuan yang ditetapkan

maka dapat dijelaskan bahwa masalah pemenuhan ADL dapat teratasi pada hari

kedua, masalah nyeri sebagian teratasi pada hari ketiga sedangkan masalah

ganguan pola tidur teratasi pada hari 3 (tiga) dan masalah penyebaran infeksi masih

dalam resiko.

Dengan demikian dari 2 (dua) diagnosa keperawatan yang belum teratasi

tersebut, maka sebagai tindak lanjut, hasil asuhan keperawatan yang dilakukan,

penulis menganjurkan pada pasien dan keluarga agar tetap mematuhi prosedur

perawatan dan pengobatan yang telah diberikan, baik selama masih di rawat di

rumah sakit maupun perawatan di rumah.


76

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya pada studi kasus

dengan judul asuhan keperawatan pada pasien dengan “Luka Bakar Grade III di

Ruangan Perawatan Bedah RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate”, maka

penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1) Luka Bakar adalah luka yang terjadi oleh karena kerusakan epidermis maupun

dermis bahkan sampai pada jaringan otot dan tulang sesuai dengan derajatnya

disebabkan oleh berbagai faktor.

2) Pada tahap pengkajian terdapat kesenjangan data antara teori dan praktek

diantaranya data secara teoritis yang di jelaskan seperti hipotensi, disritmia,

pembentukan edema jaringan dan aktifitas kejang, secara faktual tidak

ditemukan selama melakukan studi kasus ini.

3) Adanya kesenjangan diagnosa keperawatan antara teori dan praktik, secara

teoritis ada 11 (sebelas) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien

dengan luka bakar, namun dalam penerapannya penulis hanya menemukan 4

(empat) diagnosa keperawatan, sedangkan 1 (satu) diagnosa keperawatan

ganguan pola tidur tidak digambarkan secara konseptual.

4) Rencana tindakan keperawatan pada kasus luka bakar dapat disusun berdasarkan

konsep dan teori yang telah dijelaskan dan pelaksanaanya sesuai rencana,

namun dilakukan tidak secara berurutan tapi berdasarkan keadaan pasien pada

saat itu.

76
77

5) Hasil evalausi pada tanggal 18 September 2010 jam 13.30 WIT menunjukan

bahwa masalah keperawatan yang sudah teratasi yaitu pemenuhan ADL,

masalah nyeri sebagian teratasi sedangkan ganguan pola tidur teratasi pada

hari 3 (tiga) dan infeksi masih tetap resiko.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, maka penulis dapat menyarankan

sebagai berikut :

1) Mengingat resiko infeksi dan kecacatan pada pasien dengan luka bakar, maka di

harapkan peran aktif dari semua pihak terutama tenaga kesehatan (perawat),

agar dalam perawatan luka selalu mematuhi prosedur yang ada.

2) Di harapkan dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan luka

bakar perlu ketelitian, validasi data dan rumusan diagnosa keperawatan,

sehingga intervensi dan implementasinya benar-benar sesuai kebutuhan dasar

pasien.

3) Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada pasien dengan luka

bakar, di harapkan pada perawat agar selalu menerapkan asuhan keperawatan

serta metode pemecahan masalah secara ilmiah.

4) Partisipasi keluarga sangat penting dalam mengatasi masalah pasien, untuk itu

keterlibatan keluarga dalam perencanaan tindakan keperawatan sangatlah di

harapkan, sehingga akhirnya perencanaan yang di buat sesuai dengan

kebutuhan klien.

5) Kepada pelaksana pelayanan kesehatan (perawat), diharapkan secara bertahap

dapat mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan sesuai dengan standar

asuhan keperawatan yang telah ada di rumah sakit.


78

6) Diharapkan kepada klien dan keluarga setelah kembali kerumah agar dapat

mematuhi prosedur perawatan dan pengobatan untuk mencegah terjadinya

komplikasi, jika ada tanda-tadan infeksi segera kembali kontrol ke rumah sakit.
79

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L .J., 1997., Buku Saku Diagnosa Keperwatan, Edisi 6, EGC, Jakarta

Effendi, C, 1999., Perawatan Pasien luka Bakar, PT. Buku Kedokteran, EGC Jakarta

Doenges, M. E, dan Moorhouse 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC


Jakarta

Hudak & Gallo., 1996., Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi 6, EGC Jakarta.

Junadi, P., 1998., Selekta Kedokteran, Edisi. 2, Media Aescaulapnis, FKUI Jakarta

Keliat, B.A., 1998., Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa .EGC, Jakarta.

Sjamsuhidayat., 1997., Buku Ajar Ilmu Bedah, Kedokteran: EGC, Jakarta

ix

Anda mungkin juga menyukai