Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter
dan perawat. Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajad cacat yang
relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan
dalam penangananpun tinggi. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung
atau tak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia.(Elizabeth,2009)

Statistik menunjukkan bahwa 60% luka bakar terjadi karena kecelakaan


rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab
lain, misalnya bus terbakar, ledakan bom, dan gunung meletus. (Moenajad, 2001)

Penanganan dan perawatan luka bakar (khususnya luka bakar berat)


memerlukan perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan tersendiri
karena angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.1 Di Amerika
dilaporkan sekitar 2 – 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian
sekitar 5 – 6 ribu kematian per tahun. Di Indonesia sampai saat ini belum ada
laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian
yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSCM Jakarta, pada tahun 2008
dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat dengan angka kematian
37,38%. Dari unit luka bakar RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2008
didapatkan data bahwa kematian umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas
lebih dari 50% atau pada luka bakar yang disertai cedera pada saluran napas dan
50% terjadi pada 7 hari pertama perawatan. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo,
2001)

Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan


khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan

1
anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau
yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih
intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang
disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis
dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau
paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan
yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api.
Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar
daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau
tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan
tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan
umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat
diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna
untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang
menyertai. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)

Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung


dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan
sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan
pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian
bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang lain,
kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan
fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka
panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu. (Elizabeth,2009).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian luka bakar?
2. Apa penyebab terjadinya luka bakar?
3. Bagaimana klasifikasi luka bakar?
4. Bagaimana patofisiologi luka bakar?
5. Apa saja komplikasi dari luka bakar?

2
6. Bagaimana penatalaksanaan luka bakar?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien luka bakar?
8. Apa yang dimaksud dengan debridement?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian luka bakar.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya luka bakar.
3. Untuk mengetahui klasifikasi luka bakar.
4. Untuk mengetahui patofisiologi luka bakar.
5. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari luka bakar.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan luka bakar.
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien luka bakar.
8. Untuk mengetahui tentang debridement.

3
BAB II

PEMBAHASAN

I. Asuhan Keperawatan Luka Bakar


A. Pengertian Luka Bakar

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).

Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap,
listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya
berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam
nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid
(misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat
menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia
terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga
terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan.
Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman
kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam
kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003).

B. Etiologi

Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah:

1. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat

Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas


(scald),jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat

4
terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-
lain) (Moenadjat, 2005).

2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)

Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang
sering digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat,2005).

3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan


ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya
tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering
kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber
arus maupun grown (Moenadjat,2001).

4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan
terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar
matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi
(Moenadjat, 2001).

C. Klasifikasi
Berdasarkan kedalaman luka bakar:
1. Luka bakar derajat I (luka bakar superfisial)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat
pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat
gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak

5
mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta
hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya
sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai
eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat
pertama akan sembuh tanpa bekas.

Gambar 1. Luka bakar derajat I


2. Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna
merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri
karena ujungujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
a. Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka
sembuh dalam waktu 10-14 hari.
b. Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

6
Gambar 2. Luka bakar derajat II
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih
dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya
lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan
epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak
ada proses epitelisasi spontan.

Gambar 3. Luka bakar derajat III


Berdasarkan tingkat keseriusan luka
1. Luka bakar ringan/ minor
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum.
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat
III kurang dari 10 %

7
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa >
40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
3. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia
50 tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
D. Fase Luka Bakar
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase
akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka
yang terjadi menyebabkan:

8
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase
ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
E. Patofisiologi Combustio/ Luka Bakar
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa
kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap
drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang
kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini
mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam
hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar
ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan
jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan
iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan
proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat, 2001).

Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh


kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem
yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah
kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga
mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila
hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan
hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan.
Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan

9
gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting
seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang
dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem. Proses kegagalan organ multi
sistem ini terangkum dalam bagan berikut

10
F. Manifestasi Klinis
1. Luas luka bakar

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal


dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:

a. Kepala dan leher : 9%


b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai maisng-masing 18% : 36%
e. Genetalia/perineum : 1%
f. Total : 100%
2. Derajat Luka Bakar
a. Grade I
1) Jaringan yang rusak hanya epidermis.
2) Klinis ada nyeri, warna kemerahan, kulit kering.
3) Tes jarum ada hiperalgesia.
4) Lama sembuh + 7 hari.
5) Hasil kulit menjadi normal.
b. Grade II
Grade II a
1) Jaringan yang rusak sebagian dermis, folikel, rambut, dan kelenjar
keringat utuh.
2) Rasa nyeri warna merah pada lesi.
3) Adanya cairan pada bula.
4) Waktu sembuh + 7 - 14 hari.
Grade II b
1) Jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar keringan yang utuh.
2) Eritema, kadang ada sikatrik.
3) Waktu sembuh + 14 – 21 hari.

11
c. Grade III
1) Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis.
2) Kulit kering, kaku, terlihat gosong.
3) Terasa nyeri karena ujung saraf rusak.
4) Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
G. Komplikasi
1. Infeksi

Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita


dapat mengalami sepsis. Berikan antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam
bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat
imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan tertentu, misalnya
pda edema larings berat demi kepentingan penyelamatan jiwa penderita.

2. Curling’s ulcer (ulkus Curling)

Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10.


Terjadi ulkus pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai
hematemesis. Antasida harus diberikan secara rutin pada penderita luka bakar
sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan
ulkus di duodenum.

3. Gangguan Jalan nafas

Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari


pertama. Terjadi karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan
dengan jalan membersihkan jalan nafas, memberikan oksigen, trakeostomi,
pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika.

12
4. Konvulsi

Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan
(penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan 33% oleh sebab yang tak diketahui.

5. Kontraktur yaitu merupakan gangguan fungsi pergerakan


6. Ganguan Kosmetik akibat jaringan parut.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
b. Elektrolit serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
c. Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstitiil/ganguan pompa natrium.
d. Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan protein.
e. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
f. Skan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
g. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar
listrik.
h. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
i. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
j. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
k. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.

13
l. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya. (Doenges, 2000, 804).
I. Penatalaksanaan

Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning,


chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk
pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru
selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan

1. Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian
yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada
fase cleaning.
2. Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah
normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan 3
jam setelah kejadian luka bakar – Kompres dengan air dingin (air sering diganti
agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa
nyeri) untuk luka yang terlokalisasi – Jangan pergunakan es karena es
menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan
memperberat derajat luka dan risiko hipotermia – Untuk luka bakar karena zat
kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak
selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka
singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.
3. Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa
sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan
lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
4. Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang
lebih dalam dari superficial partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal
pemberian antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan
infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh

14
diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir,
ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan
5. Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan
derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau
bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan
untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit
akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya,
menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.]
6. Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa
a. Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
b. Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
c. Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg

Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda


bahaya dari ABC (airway, breathing, Circulation)

1. Airway and breathing

Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga


(black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah.
Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi
(pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk
menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas
kesehatan yang lengkap.

2. Circulation

Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka


bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui
infus) diberikan bilaluas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan
cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting karena pada luka
bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit yang

15
berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi
perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah
yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi
dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam
pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang
berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.

Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada


beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
a. Cara Evans
1) koloid : 1ml x kg BB x % luas luka bakar
2) elektrolit (saline) : 1ml x kg BB x %luas luka bakar
3) cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua.
b. Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua.
Tatalaksana luka bakar minor

1. Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat


membutuhkan morfin sebelum penilaian luka bakar dan pembalutan awal.
2. Pada luka bakar mengenai anggota gerak atas disarankan imobilisasi denga
balut dan bidai
3. Pemeriksaan status tetanus pasien

16
4. Pembalutan tertutup disarankan untuk luka bakar partial thickness. Cairan
yang keluar dari luka bakar menentukan frekuensi penggantian balutan

Gelembung cairan (blister) memiliki fungsi untuk proteksi dan


mengurangi rasa sakit bila tetap dibiarkan utuh selama beberapa hari. Jika
gelembung cairan kecil, tidak berada di dekat sendi dan tidak menghalangi
pembalutan maka dapat tidak perlu dipecahkan. Gelembung cairan yang
besar dan yang meliputi daerah persendian harus dipecah dan dibersihkan.
Gelembung cairan yang berubah menjadi opak/keruh setelah beberapa hari
menandakan proses infeksi sehingga perlu untuk dibuka dan dibalut.

Tatalaksana luka bakar superfisial / dangkal

Dapat dibiarkan terbuka. Pada bayi yang menunjukakan kecenderungan


terbentuknya gelembung cairan atau penggarukan dapat ditutup perban untuk
proteksi.

Tatalaksana luka bakar sebagian (partial thicknes)

1. Dilakukan pembersihan luka dan sekelilingnya dengan salin (larutan yang


mengandung garam-steril). Jika luka kotor dapat dibersihkan dengan
clorhexidine 0,1% lalu dengan salin.
2. Luka bakar superfisial partial thickness dapat ditutup dengan kasa yang tidak
menempel lalu dibalut atau di plester
3. Luka bakar deep partial thickness dilakukan penutupan dengan kasa yang
tidak lengket dan diberikan antimikroba krim silverdiazin

Follow up

Bila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau
menunjukkan tanda-tanda terinfeksi atau ternyata lebih dalam maka rujukan
sebaiknya dilakukan. Kemungkinan timbulnya jaringan parut yang berlebihan

17
(scar hipertrofik) harus dipikirkan apabila dalam waktu 3 minggu luka bakar
belum juga menyembuh.

Luka bakar mayor

Airway and breathing (jalan napas dan pernapasan) Apabila ada tanda-
tanda luka bakar pada saluran napas atau cedera pada paru-paru maka intubasi
dilakukan secepatnya sebelum pembengkakan pada jalan napas terjadi.

Cairan

Jika luas area luka bakar >10% maka lakukan resusitasi cairan dan
lakukan penghitungan cairan dari saat waktu kejadian luka bakar. Pasang
kateter urin jika luka bakar>15% atau luka bakar daerah perineum NGT-pipa
nasogastrik dipasang jika luka bakar>10% berupa deep partial thickness atau
full thickness, dan mulai untuk pemberian makanan antara 6-18 jam.

Fase Akut atau Intermediet Perawatan Luka Bakar

Pada fase akut ini dilakukan perawatan luka umum seperti :

1. Pembersihan Luka

Hidroterapi dengan perendaman total dan bedside bath adalah terapi


rendaman disamping tempat tidur. Selama berendam, pasien didorong agar
sedapat mungkin bergerak aktif. Hidroterapi merupakan media yang sangat
baik untuk melatih ekstremitas dan membersihkan luka seluruh tubuh.

2. Terapi Antibiotik Topikal

Ada tiga preparat topikal yang sering digunakan yaitu silver sulfadiazin,
silver nitrat, dan mafenide asetat.

18
3. Penggantian Balutan

Dalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan


atau kasa yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit
jika sebelumnya dibasahi dengan larutan salin atau bial pasien dibiarkan
berandam selama beberapa saat dalam bak rendaman. Pembalut sisanya
dapat dilepas dengan hati-hati memakai forseps atau tangan yang
menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan
didebridemen untuk menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang
tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Selama penggantian balutan ini, harus
dicatat mengenai warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari luka.

4. Debridemen

Tujuannya adalah untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi


oleh bakteri dan benda asing sehingga pasien dilindungi dari invasi bakteri
dan untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati.

5. Graft Pada Luka Bakar

Adalah pencacokan kulit. Selama proses penyembuhan luka akan


terbentuk jaringan granulasi. Jaringan ini akan mengisi ruangan ditimbulkan
oleh luka, membentuk barier yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai
dasar untuk pertumbuhan sel epitel.

6. Dukungan Nutrisi

Nutrisi yang diberikan adalah TKTP untuk membantu mempercepat


penyembuhan luka.

Fase Rehabilitasi

Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada
tahap akhir, tetapi proses rehabilitasi harus segera dimulai segera setelah
terjadinya luka bakar sama seperti periode darurat. Fase ini difokuskan pada

19
perubahan citra diri dan gaya hidup yang dapat terjadi. Kesembuhan luka,
dukungan psikososial dan pemulihan aktifitas fungsional tetap menjadi
prioritas. Fokus perhatian terus berlanjut pada pemeliharaan keseimbangan
cairan dan elekrolit serta perbaikan status nutrisi. Pembedahan rekonstruksi
pada bagian anggota tubuh dan fungsinya yang terganggu mungkin diperlukan.
Untuk perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi agar dapat
melatih rentang gerak. (Smeltzer, 2001, 1918)

J. Asuhan Keperawatan Luka Bakar


1. Pengkajian

Adapun hal-hal yang perlu dikaji diantaranya:

a. Identitas Klien
Nama Klien :
Usia :
Jenis Kelamin :
Tanggal Masuk :
No.register :
Diagnosa Medik :

b. Keluhan Utama/Alasan Masuk Rs


Keluhan utama yang perlu ditanyakan adalah keluhan atau gejala apa
yang menyebabkan klien berobat atau keluhan apa atau gejala saat awal
dilakukan pengkajian pertama kali. (Alimut, Aziz. 2004)
Pada kasus kegawatdaruratan akronim PQRST ini digunakan untuk
mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :
a) Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri apakah karna luka bakar
karna kimia, radiasi, termal atau listrik? Apa yang membuat nyerinya lebih
baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan
saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?

20
b) Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris,
tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan
pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
c) Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
d) Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak
ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
e) Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa
lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah
pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri
sebelumnya atau berbeda
c. Pengkajian Primer
a) Airway
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas? Pada kasus luka bakar kaji jalan pernafasan apakah
terdapat cilia pada saluran pernafasan mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh asap atau inhalasi.
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
 Sianosis
3) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu

21
 Trauma wajah
4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
5) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
6) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Lakukan intubasi
b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien
tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of
open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
c) Pengkajian Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien,
antara lain :
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
4) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).

22
d. Pengkajian Sekunder
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil.
a) Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien
meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis,
riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007).
Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien,
jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang
terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang
yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap
karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita,
seperti terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
 A: Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
 M: Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
 P: Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal)
 L: Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk
dalam komponen ini)
 E: Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
 menyebabkan adanya keluhan utama)
b) Pemeriksaan fisik

23
2. Diagnosa Keperawatan
 Bersihan jalan nasfas tidak efektif b.d edema & efek inhalasi asap.
 Gangguan pertukaran gas b.d keracunan karbon monoksida, inhalasi asap &
destruksi saluran nafas atas.
 Nyeri akut b.d cedera jaringan.
 Kekurangan volume cairan b.d peningkatan permeabilitas kapiler dan
kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka bakar.
 Hipertermia b.d peningkatan metabolisme
 Ketidakseimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan ingesti/digesti/absorbsi makanan.
 Risiko infeksi b.d peningkatan paparan dan penurunan sistem imune
 Cemas b.d ketakutan dan dampak emosional.
 Kerusakan mobilitas fisik b.d luka bakar,nyeri.
 Sindrom defisit self care b.d kelemahan, nyeri.
 PK: Anemia.
 PK: Gagal ginjal akut.
 PK; Ketidakseimbangan elektrolit
 PK: Sepsis
 Kerusakan integritas jaringan d.b mekanikal (luka bakar)

3. Renpra Combustio

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Airway manajemenn
tidak efektif b/d askep … jam Status Bebaskan jalan nafas dengan
banyaknya scret respirasi: terjadi posisi leher ekstensi jika
mucus kepatenan jalan memungkinkan.
nafas dg KH:Pasien Posisikan pasien untuk
tidak sesak nafas, memaksimalkan ventilasi
auskultasi suara paru Identifikasi pasien secara actual
bersih, tanda atau potensial untuk
vital dbn. membebaskan jalan nafas.
 Pasang ET jika memeungkinkan

24
 Lakukan terapi dada jika
memungkinkan
 Keluarkan lendir dengan suction
 Asukultasi suara nafas
 Lakukan suction melalui ET
 Atur posisi untuk mengurangi
dyspnea
 Monitor respirasi dan status
oksigen jika memungkinkan

Airway Suction
 Tentukan kebutuhan suction
melalui oral atau tracheal
 Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah suction
 Informasikan pada keluarga
tentang suction
 Masukan slang jalan afas
melalui hidung untuk
memudahkan suction
 Bila menggunakan oksigen
tinggi (100% O2) gunakan
ventilator atau rescution manual.
 Gunakan peralatan steril, sekali
pakai untuk melakukan prosedur
tracheal suction.
 Monitor status O2 pasien dan
status hemodinamik sebelum,
selama, san sesudah suction.
 Suction oropharing setelah
dilakukan suction trachea.
 Bersihkan daerah atau area
stoma trachea setelah dilakukan
suction trachea.
 Hentikan tracheal suction dan
berikan O2 jika pasien
bradicardia.
 Catat type dan jumlah sekresi
dengan segera
2 Gangguan Setelah dilakukan Airway Manajemen
pertukaran gas askep … jam Status  Bebaskan jalan nafas
berhubungan dengan pernafasan seimabang  Dorong bernafas dalam lama dan
perubahan membran antara kosentrasi udara tahan batuk

25
kapiler - alveolar dalam darah arteri dg  Atur kelembaban udara yang
KH: sesuai
 Menunjukkan  Atur posisi untuk mengurangi
peningkatan Ventilasi dispneu
dan oksigen cukup  Monitor frekuensi nafas b/d
 AGD dbn penyesuaian oksigen

Monitor Respirasi
 Monitor kecepatan,irama,
kedalaman dan upaya bernafas
 Catat pergerakan dada, lihat
kesimetrisan dada, menggunakan
alat bantu dan retraksi otot
intercosta
 Monitoring pernafasan hidung,
adanya ngorok
 Monitor pola nafas, bradipneu,
takipneu, hiperventilasi, resirasi
kusmaul dll
 Palpasi kesamaan ekspansi paru
 Perkusi dada anterior dan
posterior dari kedua paru
 Monitor kelelahan otot
diafragma
 Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan dan atau
ketidakadanya ventilasi dan
bunyi nafas
 Monitor kegelisahan, cemas dan
marah
 Catat karakteristik batuk dan
lamanya
 Monitor sekresi pernafasan
 Monitor dispneu dan kejadian
perkembangan dan perburukan
 Lakukan perawatan terapi
nebulasi bila perlu
 Tempatkan pasien kesamping
untuk mencegah aspirasi

Manajemen asam Basa


 Kirim pemeriksaan laborat
keseimbangan asam basa (

26
missal AGD,urin dan tingkatan
serum)
 Monitor AGD selama PH rendah
 Posisikan pasien untuk perfusi
ventilasi yang optimum
 Pertahankan kebersihan jalan
udara (suction dan terapi dada)
 Monitor pola respiorasi
 Monitor kerja pernafsan
(kecepatan pernafasan)
3 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
berhubungan dengan Asuhan keperawatan Lakukan pegkajian nyeri secara
agen injury: fisik …. jam tingkat komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan klien karakteristik, durasi, frekuensi,
meningkat dg KH: kualitas dan faktor presipitasi.
 Klien melaporkan Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri berkurang dg ketidak nyamanan.
scala 2-3  Gunakan teknik komunikasi
 Ekspresi wajah tenang terapeutik untuk mengetahui
 klien dapat istirahat pengalaman nyeri klien
dan tidur sebelumnya.
 v/s dbn  Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
 Kurangi faktor presipitasi nyeri.
 Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis)..
 Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
 Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
 Kolaborasi dengan dokter bila
ada komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
 Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan

27
frekuensi.
 Cek riwayat alergi..
 Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
 Monitor TV
 Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul &
Evaluasi gejala efek sampingnya.
4 Deficit volume Setelah dilakukan Manajemen cairan
cairan b/d askep ..  Monotor diare, muntah
jam
peningkatan terjadipeningkatan  Awasi tanda-tanda hipovolemik
permeabilitas keseimbangan (oliguri, abd. Pain, bingung)
kapiler dan cairandg KH:  Monitor balance cairan
kehilangan cairan Urine 30 ml/jam  Monitor pemberian cairan
akibat evaporasi dari V/S dbn parenteral
luka bakar  Kulit lembab dan tidak Monitor BB jika terjadi
ada tanda-tanda penurunan BB drastis
dehidrasi  Monitor td dehidrasi
 Monitor v/s
 Berikan cairan peroral sesuai
kebutuhan
 Anjurkan pada keluarga agar
tetap memberikan ASI dan
makanan yang lunak
 Kolaborasi u/ pemberian
terapinya
5 Hypertermi b/d Setelah dilakukan Termoregulasi
proses infeksi tindakan keperawatan Pantau suhu klien (derajat dan
selama….x 24 jam pola) perhatikan
menujukan temperatur menggigil/diaforsis
dalan batas Pantau suhu lingkungan,
normaldengan kriteria: batasi/tambahkan linen tempat
- Bebas dari kedinginan tidur sesuai indikasi
- Suhu tubuh stabil 36- Berikan kompres hangat hindari
37 C penggunaan akohol
 Berikan minum sesuai
kebutuhan
 Kolaborasi untuk pemberian
antipiretik
 Anjurkan menggunakan pakaian
tipis menyerap keringat.
 Hindari selimut tebal
6 Ketidak seimbangan Setelah dilakukan Managemen nutrisi

28
nutrisi kurang dari askep .. jam Kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh b/d terjadipeningkatan  Kaji kebiasaan makan klien dan
ketidak mampuan status nutrisi dg KH: makanan kesukaannya
pemasukan b.d Mengkonsumsi nutrisi Anjurkan pada keluarga untuk
faktor biologis yang adekuat. meningkatkan intake nutrisi dan
 Identifikasi kebutuhan cairan
nutrisi.  kelaborasi dengan ahli gizi
 Bebas dari tanda tentang kebutuhan kalori dan tipe
malnutrisi. makanan yang dibutuhkan
 tingkatkan intake protein, zat
besi dan vit c
 monitor intake nutrisi dan kalori
 Monitor pemberian masukan
cairan lewat parenteral.

Nutritional terapi
 kaji kebutuhan untuk pemasangan
NGT
 berikan makanan melalui NGT
k/p
 berikan lingkungan yang nyaman
dan tenang untuk mendukung
makan
 monitor penurunan dan
peningkatan BB
 monitor intake kalori dan gizi
7 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Kontrol infeksi.
penurunan imunitas askep … jam infeksi Batasi pengunjung.
tubuh, prosedur terkontrol, status imun Bersihkan lingkungan pasien
invasive adekuat dg KH: secara benar setiap setelah
 Bebas dari tanda digunakan pasien.
dangejala infeksi.  Cuci tangan sebelum dan sesudah
 Keluarga tahu tanda- merawat pasien, dan ajari cuci
tanda infeksi. tangan yang benar.
 Angka leukosit Pastikan teknik perawatan luka
normal. yang sesuai jika ada.
 Tingkatkan masukkan gizi yang
cukup.
 Tingkatkan masukan cairan yang
cukup.
 Anjurkan istirahat.
 Berikan therapi antibiotik yang
sesuai, dan anjurkan untuk
minum sesuai aturan.

29
 Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang
tanda dan gejala infeksi dan
segera untuk melaporkan
keperawat kesehatan.
 Pastikan penanganan aseptic
semua daerah IV (intra vena).

Proteksi infeksi.
 Monitor tanda dan gejala infeksi.
 Monitor WBC.
 Anjurkan istirahat.
 Ajari anggota keluarga cara-cara
menghindari infeksi dan tanda-
tanda dan gejala infeksi.
 Batasi jumlah pengunjung.
 Tingkatkan masukan gizi dan
cairan yang cukup
8 Cemas berhubungan Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan
dengan krisis askep … Bina hubungan saling percaya.
situasional, jam kecemasan  Kaji kecemasan keluarga dan
hospitalisasi terkontrol dg KH: identifikasi kecemasan pada
ekspresi wajah tenang , keluarga.
anak / keluarga mau Jelaskan semua prosedur pada
bekerjasama dalam keluarga.
tindakan askep.  Kaji tingkat pengetahuan dan
persepsi pasien dari stress
situasional.
 Berikan informasi factual
tentang diagnosa dan program
tindakan.
 Temani keluarga pasien untuk
mengurangi ketakutan dan
memberikan keamanan.
 Anjurkan keluarga untuk
mendampingi pasien.
 Berikan sesuatu objek sebagai
sesuatu simbol untuk mengurang
kecemasan orangtua.
 Dengarkan keluhan keluarga.
 Ciptakan lingkungan yang
nyaman.
 Alihkan perhatian keluarga
untuk mnegurangi kecemasan

30
keluarga.
 Bantu keluarga dalam
mengambil keputusan.
 Instruksikan keluarga untuk
melakukan teknik relaksasi.
9 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Terapi ambulasi
fisik berhubungan askep…. jam Kaji kemampuan pasien dalam
dengan patah tulang tjdpeningkatan melakukan ambulasi
Ambulasi :Tingkat Kolaborasi dg fisioterapi untuk
mobilisasi, Perawtan perencanaan ambulasi
diri Dg KH :  Latih pasien ROM pasif-aktif
 Peningkatan aktivitas sesuai kemampuan
fisik  Ajarkan pasien berpindah tempat
secara bertahap
 Evaluasi pasien dalam
kemampuan ambulasi

Pendidikan kesehatan
 Edukasi pada pasien dan
keluarga pentingnya ambulasi
dini
 Edukasi pada pasien dan
keluarga tahap ambulasi
 Berikan reinforcement positip
pada pasien.
10 PK: Setelah dilakukan Monitor tanda-tanda anemia
Anemia askep ..... jam Observasi keadaan umum klien
perawat dapat  Anjurkan untuk meningkatkan
meminimalkan asupan nutrisi klien yg bergizi
terjadinya komplikasi Kolaborasi untuk pemeberian
anemia : terapi initravena dan tranfusi
 Hb >/= 10 gr/dl. darah
 Konjungtiva tdk  Kolaborasi kontrol Hb, HMT,
anemis Retic, status Fe
 Kulit tidak pucat
hangat
11 PK: Insuf Renal Setelah dilakukan Pantau tanda dan gejala insuf
askep ... jam Perawat renal ( peningkatan TD, urine
akan menangani atau <30 cc/jam, peningkatan BJ
mengurangi komplikasi urine, peningkatan natrium urine,
dari insuf renal BUN Creat, kalium, pospat dan
amonia, edema).
 Timbang BB jika

31
memungkinkan
 Catat balance cairan
 Sesuaikan pemasukan cairan
setiap hari = cairan yang keluar +
300 – 500 ml/hr
 Berikan dorongan untuk
pembatasan masukan cairan yang
ketat : 800-1000 cc/24 jam. Atau
haluaran urin / 24 jam + 500cc
 Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diet, rendah
natrium (2-4g/hr)
 pantau tanda dan gejala asidosis
metabolik ( pernafasan dangkal
cepat, sakit kepala, mual muntah,
Ph rendah, letargi)
 Kolaborasi dengan timkes lain
dalam therapinya
 Pantau perdarahan, anemia,
hipoalbuminemia
 Kolaborasi untuk hemodialisis
12 PK; Setelah dilakukan Pantau td hipokalemia (poli uri,
Ketidakseimbangan askep … jam perawat hipotensi, ileus, penurunan
elektrolit akan mengurangi tingkat kesadaran,kelemahan,
episode mual, muntah, anoreksia, reflek
ketidakseimbangan tendon melemah)
elektrolit  Dorong klien u/ meningkatkan
intake nutrisi yang kaya kalium
 Kolaborasi u/ koreksi kalium
secara parenteral
 Pantau cairan IV
13 PK: Sepsis Setelah dilakukan Pantau tanda dan gejala
askep … jam perawat septikemia ( s>38 / <36, N:>
akan menangani / 90X/mnt, R: >20 x/mnt)
memantau komplikasi Pantau lansia terhadap
: septikemia perubahan mental, kelemahan,
hipotermi dan anoreksia.
 Kolaborasi dalam pemberian
therapi antiinfeksi
 Pantau dan berikan oxigen
 Pantau intake nutrisinya
14 Kerusakan integritas Setelah dilakukan Wound Care :
jaringan d.b askep .. jam, integritas· Kaji area luka dan tentukan

32
mekanikal (luka jaringan membaik penyebabnya
bakar) dengan kriteria hasil : · Tentukan ukuran kedalaman
· melaporkan luka
penurunan sensasi atau· Monitor area luka minimal
nyeri pada area sehari sekali thd perubahan
kerusakan jaringan/ warna, kemerahan, peningkatan
luka suhu, nyeri dan tanda-tanda
· mendemonstrasikan infeksi
pemahaman rencana· Monitor kondisi sekitar luka,
tindakan untuk monitor praktek klien dalam
perawatan jaringan dan peran serta merawat luka, jenis
pencegahan injuri sabun/pembersih yang
· keadaan luka digunakan, suhu air, frekuensi
membaik (kering)dan membersihkan kulit/ area luka
peningkatan jaringan dan sekitar luka
granulasi · Anjurkan klien untuk tidak
membasahi area luka dan sekitar
luka

· Minimalkan paparan terhadap


kulit (area luka dan sekitarnya)
· Buat rencana mobilisassi
bertahap: miring kanan/kiri, ½
duduk, duduk, berdiri dan
berjalan, gunakan alat bantu jika
perlu
· Gunakan lotion untuk
kelembabkan kulit
· Dorong intake protein adekuat
· Anjurkan ibu untuk
menghindari cedera, menghindar
dari benda berbahaya,
menghindar penekanan terhadap
area luka menghindar batuk,
mengejan terlalu kuat

II. Debridement

A. Pengertian

Debridement ialah sebuah tindakan eksisi yg bertujuan untuk membuang


jaringan nekrosis ataupun debris yg mengahalangi proses penyembuhan luka &

33
potensial terjadi atau berkembangnya infeksi sehingga merupakan tindakan
pemutus rantai respon inflamasi sistemik & maupun sepsis. Tindakan ini
dilakukan seawal mungkin, & dapat dilakukan tindakan ulangan sesuai kebutuhan.

B. Tujuan

Debridemen ialah sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan :

1. Untuk menghilangkan jaringan yg terkontaminasi oleh bakteri & benda asing.


2. Untuk menghilangkan jaringan yg telah mati dalam persiapan kesembuhan
luka.
C. Jenis-jenis debridement
1. Debridemen alami : Pada peristiwa debridemen alami, jaringan mati akan
memisahkan diri secara spontan dari jaringan viable yg ada di bawahnya.
Tetapi, pemakaian preparat topical anti bakteri cenderung memperlambat
proses pemisahan ester yg alami. Tindakan mempercepat proses ini dapat
menguntungkan bagi pasien & dapat dilakukan dengan cara-cara lain seperti
debridemen mekanis atau bedah maka ketika antara terjadinya invasi bakteri &
tumbuhnya masalah lainnya dapat dikurangi.
2. Debridemen mekanis : Debridemen mekanis meliputi penggunaan gunting
bedah & forsep untuk memisahkan & mengangkat eskar. Teknik ini bisa
dilakukan oleh dokter atau perawat yg berpengalaman, & umumnya
debridemen mekanis dikerjakan setiap hari pada waktu penggantian balutan
serta pembersihan luka. Debridemen dengan cara-cara ini dilaksanakan sampai
tempat yg masih terasa sakit & mengeluarkan darah. Preparat hemostatik atau
balutan tekan bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan dari pembuluh-
pembuluh darah yg kecil.
3. Debridemen bedah : Debridemen bedah ialah tindakan operasi dengan
melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai fasia ( eksisi tangensial )
atau dengan mengupas lapisan kulit yg terbakar dengan cara bertahap sampai

34
mengenai jaringan yg masih berdarah. Tindakan ini dapat dimulai beberapa hari
atau segera sesudah kondisi hemodinamik pasien stabil & edemanya berkurang.
Selanjutnya lukanya segera ditutup dengan graf kulit atau balutan. Balutan
biologic temporer atau balutan biosintetik dapat digunakan dahulu sebelum graf
kulit dipasang pada pembedahan berikutnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid
(misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat
menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia
terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga
terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan.
Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman
kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam
kerusakan jaringan yang terjadi.

Debridemen adalah untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi


oleh bakteri dan benda asing sehingga pasien dilindungi dari invasi bakteri dan
untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati.

Debridemen ada 3 yaitu

1. Alami : jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan

35
2. Mekanis : penggunaan gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan
mengangkat jaringan mati.
3. Bedah : tindakan operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit
sampai mengupas kulit yang terbakar.

36

Anda mungkin juga menyukai