“COMBUSTIO”
DISUSUN OLEH:
2011102412069
3. Fase
Fase-fase luka bakar menurut Padila (2012) sebagai berikut :
a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cidera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi
adalah penyebabkematian utama penderita pada fase akut.
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
1) Proses inflamasi dan infeksi.
2) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme.
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur. (Musliha,2010)
4. Klasifikasi
a. Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi:
1) Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
2) Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia
ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat
pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan
berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan
militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka
bakar kimia.
3) Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4) Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri
atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran.
Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan
salah satu tipe luka bakar radiasi.
b. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
1) Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat
pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat
gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak
mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah
serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya
sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai
eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat
pertama akan sembuh tanpa bekas.
2) Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah
atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena
ujungujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
a) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
3) Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam,
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak,
tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan
epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak
ada proses epitelisasi spontan.
c. Menurut luas luka bakar
Wallance membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama rule of nine atau rules of wallance yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genetalia atau perineum : 1%
6) Total keseluruhan : 100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10
untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
1) Parah Critical):
a) Tingkat II : 30% atau lebih
b) Tingkat III : 10% atau lebih
c) Tingkat III : pada tangan, kaki, dan wajah Dengan adanya komplikasi
pernafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas.
2) Sedang (moderate):
a) Tingkat II : 15-30%
b) Tingkat III : 1-10%
3) Ringan (minor):
a) Tingkat II : kurang dari 15%
b) Tingkat III : kurang dari 1%
5. Manifestasi Klinis
6. Patofisiologis
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025m2 pada dewasa. Bila
kulit terbakar akan terjadi peningkatan permeabilitas karena rusaknya pembuluh darah
kapiler, dan area-area sekitarnya. Sehingga terjadi kebocoran cairan intrakapiler ke
intertisial sehingga menimbulkan udem dan bula yang mengandung banyak elektrolit.
Kulit terbakar juga berakibat kurangnya cairan intravaskuler. Bila kulit terbakar >
20% dapat terjadi syok hipovolemik dengan gejala: gelisah, pucat, akral dingin,
berkeringat, nadi kecil, cepat, TD menurun, produksi urin berkurang dan setelah 8 jam
dapat terjadi pembengkakan. Saat pembuluh darah kapiler terpajan suhu tinggi, sel
darah ikut rusak sehingga berpotensi anemia. Sedangkan bila luka bakar terjadi di
wajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena asap, gas, atau uap panas
yang terhirup, oedema laring menyebabkan hambatan jalan napas yang mengakibatkan
sesak napas, takipnea, stridor, suara parau, dan dahak bewarna gelap. Selain itu dapat
juga terjadi keracunan gas CO2, karena hemoglobin tidak mampu mengikat O2
ditandai dengan lemas, binggung, pusing, mual, muntah dan berakibat koma bahkan
meninggal dunia.
Luka bakar yang tidak steril mudah terkontaminasi dan beresiko terkena infeksi
kuman gram (+) dan (-) contohnya pseudomonas aeruginosa di tandai dengan warna
hijau pada kasa penutup luka bakar. Infeksi ysng tidak dalam (non invasif) ditandai
dengan keropeng dan nanah. Infeksi invasif ditandai dengan keropeng yang kering,
dan jaringan nekrotik.
Bila luka bakar derajat I dan II sembuh dapat meninggalkan jaringan parut.
Sedangkan pada luka bakar derajat III akan mengalami kontraktur. Pada luka bakar
berat akan dapat ditemukan ileus paralitik dan stress pada luka bakar berat ini akan
mudah mengalami tukak di mukosa lambung “tukak Curling” dan apabila ini berlanjut
kan menimbulkan ulcus akibat nekrosis mukosa lambung. Kecacatan pada luka bakar
hebat terutama pada wajah beresiko mengalami beban jiwa yang menimbulkan
gangguan jiwa yang disebut schizophrenia. (Digilio, 2014)
7. Pathway
8. Komplikasi
a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
b. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas
kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan
bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh
darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah
sehingga terjadi iskemia.
c. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus
paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause.
Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif
(hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces,
regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda
ulkus curling.
e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik
yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya
pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral
dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
f. Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan
yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.
(Tamahaya, 2014)
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran
darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan
adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya
kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan
yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
b. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
c. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida
(PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
d. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun
karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan
hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
e. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
f. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
g. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
h. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
i. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
j. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
k. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
l. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
10. Penatalaksanaan
Pasien luka bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama
adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung
sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka
bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas.
Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian
cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea
dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang
tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka
bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas „tersembunyi‟. Oleh karena itu, setelah
mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana
jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka
bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi.
Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam
evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan
radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu
mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul. Setelah mengeksklusi jejas
signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang
harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi
adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi. (Maqqasary,
2014)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d agen pencidera fisik (luka bakar)
b. Hypovolemia b/d evaporasi
c. Resiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
3. Intervensi
2. Hypovolemia b/d Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama Manajemen hypovolemia (I.03116)
evaporasi …x24 jam diharapkan kebutuhan cairan pasien 2.1 periksa tanda dan gejala hypovolemia
terpenuhi dengan kriteria hasil: 2.2 monitor intake dan output vairan
Status cairan (L.03028) 2.3 Hitung kebutuhan cairan
- Turgor kulit (5) 2.4 berikan asupan cairan oral
- Keluhan haus (5) 2.5 anjurkan memperbanyak asupan oral
- Perasaan lemah (5) 2.6 kolaborasi pemberian cairan IV
- Frekuensi nadi (5)
- Tekanan darah (5)
- Membrane mukosa (5)
- Intake cairan (5)
Indicator
1. Menurun/meningkat/memburuk
2. Cukup menurun/cukup meningkat/cukup
memburuk
3. Sedang
4. Cukup meningkat/cukup menurun/cukup
membaik
5. Meningkat/menurun/membaik
3. Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan Tindakan keperawtan selama …x24 Perawatan luka (I.14565)
ketidakadekuatan jam diharapkan pasien tidak mengalami infeksi 3.1 identifikasi penyebab luka bakar
pertahanan tubuh dengan kriteria hasil: 3.2 identifikasi durasi terkena luka bakar dan
primer Tingkat infeksi (L.14137) Riwayat penanganan luka sebelumnya
- Demam (5) 3.3 monitor kondisi luka
- Kemerahan(5) 3.4 gunakan Teknik aseptic selama perawatan
- Nyeri (5) luka
- Bengkak (5) 3.5 lepaskan balutan lama dengan menghindari
- Kadar sel darah putih (5) nyeri dan perdarahan
Indicator 3.6 bersihkan luka dengan cairan steril
1. Meningkat/memburuk 3.7 lakukan terapi relaksasi untuk mengurangi
2. Cukup meningkat/cukup memburuk nyeri
3. Sedang 3.8 gunakan modem dressing sesuai dengan
4. Cukup menurun/cukupmembaik kondisi luka
5. Menurun/membaik 3.9 jelaskan tanda dan gejala infeksi
3.10 anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
3.11 kolaborasi prosedur debridement
3.12 kolaborasi pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1.
Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1.
Cetakan II Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Digiulio, Marry. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Rapha Publishing
Musliha. (2010). Perawatan Gawat Darurat Dengan Pendekatan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
Nuha Medika
Nurarif, Amin Huda. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC-NOC.
Yogyakarta: Mediaction Publishing
Padila. (2012). Perawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Anonim. 2010.. https://www.journals.elsevier.com/combustion-and-flame
Maqqasary Arbi. 2014. Penatalalsanaan luka bakar combustio. “http://www.e-
jurnal.com/2014/11/penatalalsanaan-luka-bakar-combustio.html?m=1 diakses pada Sabtu
23 juni 2018
Setiono Wiwing, 2014. “Laporan Pendahuluan Combustio/Luka Bakar” (
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluan-combustio-luka-
bakar.html?m=1 ) diakses pada rabu 20 Juni 2018
Tamahaya Cecep. 2014. http//askep33.com/2016/06/24/laporan-pendahuluan-combustio-luka-
bakar.hmtl?=1diakses pada kamis 21 Juni 2018