Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR/ COMBUSTIO

DI SUSUN OLEH :

WAHYU DIAH HIDAYAT, S.Kep

202003053

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS

2021
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi (Artawan, 2013).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas dan suhu sangat rendah (Adhy dkk,
2014:386).
Luka bakar adalah salah satu cedera yang paling luas yang berkembang
di dunia. Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas
dan mortalitas yang tinggi (Pitoyo, 2013:2).

B. Etiologi
Etiologi luka bakar antara lain adalah sebagai berikut:
1. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn) yang disebabkan oleh karena
terpapar atau kontak dengan api, cairan panas dan bahan padat. Luka bakar
api berhubungan dengan asap atau cedera inhalasi.
2. Luka bakar bahan kimia (chemical burn) disebabkan oleh kontaknya
jaringan kulit dengan asam atau basa yang kuat. Konsentrasi zat kimia,
lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan
luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat
terjadibmisalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang
digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000
produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
3. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn) disebabkan karena lewatnya
tenaga listrik bervoltase tinggi melalui jaringan menyebabkan perubahan
menjadi tenaga panas, ia menimbulkan luka bakar yang tidak hanya
mengenai kulit dan jaringan subkutis, tetapi juga semua jaringan pada jalur
arus listrik tersebut. Luka bakar listrik biasanya disebabkan oleh kontak
dengan sumber tenaga bervoltase tinggi. Anggota gerak merupakan kontak
yang terlazim, dengan tangan dan tangan yang lebih sering cedera daripada
tungkai dan kaki. Kontak sering menyebabkan gangguan jantung dan atau
pernafasan, dan resusitasi kardiopulmonal sering diperlukan pada saat
kecelakaan tersebut terjadi. Luka pada daerah masuknya listrik biasanya
gosong dan tampak cekung.
4. Luka bakar radiasi (radiasi injury) disebabkan oleh terpapar dengan
sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan
penggunaan radiasi ion pada industri atau sumber dari radiasi untuk
keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi (Musliha, 2011).

C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis luka bakar antara lain adalah nyeri lokal, eritema,
kemerahan, pucat, menggigil, sakit kepala, mual dan muntah, lepuh berisi air
dan berselaput tipis, area yang rusak berlilin dan putih, perubahan suara, batuk,
mengi, sputum gelap pada luka bakar mukosa (Wolters dkk, 2013).
Manifestasi tentang luka bakar dapat ketahui dengan derajat luka yang
dibagi menjadi 4 derajat yaitu:
1. Grade I : Kerusakan jaringan hanya terjadi pada epidermis, nyeri,
warna kulit kemerahan, kering, pada tes jarum terdapat hiperalgesia, lama
sembuh ±7 hari kulit menjadi normal.
2. Grade II : Terdapat grade II
a. Dimana jaringan yang rusak adalah sebagian dermis,
folikel rambut, dan kelenjar keringat utuh, rasa nyeri,
warna kemerahan pada lesi, adanya cairan pad bula, waktu
sembuh 7-14 hari.
b. Dimana jaringan yang rusak sampai dermis, hanya
kelenjar keringat yang utuh, eritema, terkadang ada
sikatrik, waktu sembuh 14-21 hari.
3. Grade III : Jaringan yang rusak meliputi seluruh epidermis dan
dermis, kulit kering, kaku, terlihat gosong, terasa nyeri karena ujung saraf
rusak, waktu sembuh lebih dari 21 hari.
4. Grade IV : Dimana luka bakar mengenai seluruh lapisan kulit, otot
bahkan tulang, penderita tidak akan merasakan nyeri karena kerusakan
saraf, warna kulit menjadi abu-abu, kehitaman, kering dan mengelupas
(Muttaqin dan Kumala, 2011).

D. Klasifikasi

Macam-macam luka bakar antara lain yaitu:


1. Berdasarkan kedalaman luka:
a. Derajat 1 (superficial)luka bakar akan sembuh dalam waktu singkat,
paling lambat satu minggu tanpa dilakukannya pengobatan atau dapat
diberikan analgetik apabila merasa kesakitan dan berikan obat-obatan
topikal pada kulit yang tampak kemerahan tanpa ada kerusakan jaringan
kulit.
b. Derajat 2 (partial thickness) terdiri dari superfisial (superficial partial
thickness) dan dalam (deep partial thickness). Pada luka derajat 2
superfisial kulit berwarna merah dan adanya bula (gelembung), organ
kulit seperti kelenjar sebasea dan kelenjar kulit masih utuh. Pada luka
bakar ini terjadi keruskan epidermis yang ditandai rasa nyeri dan akan
sembuh dalam waktu 10 sampai dengan 14 hari dan dapat dilakukan
kompres dengan menggunakan NaCl. Untuk luka bakar derajat 2 dalam
kulit menjadi kemerahan disertai adanya jaringan yang terkelupas
(kerusakan dermis dan epidermis), organ-organ kulit seperti kelenjar
keringat folikel rambut, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh,
proses penyembuhan pada luka derajat 2 dalam biasanya memerlukan
waktu penyembuhan yang lama tergantung jaringan epitel yang masih
tersisa.
c. Derajat 3 (full thickness)ditandai dengan seluruh dermis dan epidermis
mengalami kerusakan, tidak dijumpai rasa nyeri dan kehilangan sensasi
karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian
bahkan bisa merusak jaringan lemak dan otot walaupun jaringan
tersebut tidak mengalami nekrosis. Proses penyembuhan terjadi lama
karena tidak terbentuk epitelisasi jaringan dari dasar luka yang spontan.
Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Terjadi koagulasi
protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
d. Derajat 4 (fourth degree)semua jaringan sudah terjadi kerusakan bahkan
dapat menimbulkan jaringan nekrotik.
2. Berdasarkan ukuran luas luka Rule Of Nine menunjukkan persentase luas
luka bakar yaitu: Kepala dan leher 9%, Dada depan dan belakang 18%,
Abdomen depan dan belakang 18%, Tangan kanan dan kiri 18%, Paha
kanan dan kiri 18%, Kaki kanan dan kiri 18%, Genitalia 1%.
3. Berdasarkan diagram penentuan luas luka dijelaskan dengan diagram Lund
dan Bowder pada orang dewasa yaitu sebagai berikut: kepala 7, leher 2,
dada dan perut 13, punggung 13, pantat kiri 2,5, pantat kanan 2,5, kelamin
1, lengan atas kanan 4, lengan atas kiri 4, lengan bawah kanan 3, lengan
bawah kiri 3, tangan kanan 2,5, tangan kiri 2,5, paha kanan 9,5, paha kiri
9,5, tungkai bawah kanan 7, tungkai bawah kiri 7, kaki kanan 3,5 dan kaki
kiri 3,5 (Musliha, 2011: 208).

E. Patofisiologi
Jaringan lunak akan mengalami cedera bila terkena suhu diatas 115 0F
(460C). Luasnya kerusakan bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak.
Sebagai contoh pada kasus luka bakar tersiram air panas pada orang dewasa,
kontak selama 1 detik dengan air yang panas dari shower dengan suhu 68,90C
dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis dan dermis sehingga
terjadi cedera derajat tiga (full-thickness injury). Sebagai manifestasi dari
cedera luka bakar panas, kulit akan melakukan pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan pembentukan oksigen reaktif dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan menyebabkan penurunan tekanan onkotik. Hal ini
menyebabkan kehilangan cairan serta viskositas plasma meningkat dengan
menghasilkan suatu formasi mikrotrombus. Cedera luka bakar dapat
menyebabkan keadaan hipermetabolik yang dimanifestasikan dengan adanya
demam, peningkatan laju metabolisme, peningkatan ventilasi, peningkatan
curah jantung, peningkatan glukoneogenesis, serta meningkatkan katabolisme
otot viseral dan rangka. Adanya luka pada sistem pernafasan misalnya pada
wajah yang merusak mukosa sehingga terjadi udema pada laring dapat
menimbulkan obstruksi jalan nafas dan menyebabkan ketidakefektifan pola
nafas. Terjebak kebakaran dalam ruangan tertutup juga dapat menyebabkan
cedera inhalasi sehingga terjadi cedera alveolar yang ditandai dengan adanya
sputum berkarbon yang memunculkan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan
nafas yang diakibatkan karena keracunan gas (PCO 2 yang meningkat
sedangkan PO2 turun). Keracunan gas tersebut dan sebagai akibat dari
peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan adanya penurunan cairan
intravaskuler sehingga terjadi hipovolemia dan hipoksia jaringan dan
memunculkan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (Muttaqin &
Kumala, 2012: 200, Nurarif dan Hardhi, 2015: 212 ).
Masalah yang dapat timbul pada luka bakar yang luas yaitu gangguan
pada sistem hormonal dan gangguan keseimbangan cairan elektrolit. Hal
tersebut terjadi akibat kehilangan cairan serta dapat menyebabkan penurunan
jumlah limfosit sehingga luka beresiko mengalami sepsis. Mediator inflamasi
seperti (sitokin, TNF-α dan sel fagosit nekrotik) dan gangguan metabolisme
(protein, karbohidrat dan lemak) dapat muncul sebagai akibat dari luka bakar
yang luasnya >20% . Meningkatnya stress oksidatif juga dapat menyebabkan
peningkatan produksi radikal bebas sehingga akan mengganggu fungsi imun
(Adhy dkk, 2014: 386, Artawan, 2013).
F. Patway

G. Pemeriksaan diagnostic dan hasil

1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya


pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.

H. Penatalaksanaan
Prioritas pertama perawatan pasien luka bakar adalah menghilangkan
sumber panas bila masih ada. Pakaian dan perhiasan yang menghasilkan panas
harus dilepas, dan setiap bahan kimia dalam bentuk bubuk kering harus
disingkirkan dari kulit. Bila sumber luka bakar telah dihilangkan, perhatian
pemberi perawatan beralih pada ABC (Airway, Breathing dan Circulation).
Cedera inhalasi harus dicurigai pada pasien yang berada dalam lingkungan
yang terbakar dalam ruangan tertutup atau pasien yang tampak mengalami
perubahan tingkat kesadaran. Cedera inhalasi mungkin gejalanya tidak muncul
selama beberapa jam setelah waktu cedera. Siapkan untuk intubasi endotrakea
profilaktik kemudian beri oksigen melalui mask face atau endotracheal tube
pada setiap pasien yang menunjukkan mekanika pernapasan meragukan atau
yang mempunyai indikasi klinis adanya cedera inhalasi yang ditandai dengan
hangusnya bulu hidung, suara serak, batuk, sputum berkarbon, wheezing,
takipne, dispnea, agitasi dan stridor yang gejalanya mungkin tidak muncul
beberapa jam setelah cedera terjadi (Pamela, 2011: 189).
Luka bakar yang meliputi semua ekstremitas menyebabkan reaksi kulit
yang melepaskan zat vasoaktif yang menimbulkan pembentukan oksigen
reaktif sehingga permeabilitas kapiler meningkat. Kehilangan cairan secara
masif akan terjadi pada 4 jam pertama setelah cedera dengan akumulasi
maksimum edema pada 24 jam pertama setelah luka terjadi sehingga akan sulit
untuk melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien. Oleh karena itu
perlu dilakukan pemasangan selang infus dengan diameter besar untuk
resusitasi cairan dan pemasanngan kateter urin sebagai indikator status
sirkulasi yang harus dipantau dan diukur setiap jam. Untuk resusitasi cairan
formula yang sering digunakan yaitu formula Parkland pada 24 jam pertama
cidera. Pada formula tersebut cairan yang digunakan adalah cairan Ringer
Laktat dengan rumus 4ml/kgBB/% luka bakar dimana setengah dari hasil
penjumlahan yang telah dilakukan diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya (Muttaqin dan Kumala, 2012: 207, Nurarif
dan Hardhi, 2015: 212).
KONSEP PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian Primer (Primary survey : ABCD)

1. Data Umum
Berisi mengenai identitas pasien yang meliputi nama, umur, No.RM, jenis
kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, jam
datang, jam diperiksa, tipe kedatangan dan informasi data.
2. Keadaan umum pada pasien luka bakar dengan gawat darurat yang berisi
tentang observasi umum mengenai penghentian proses luka bakar dan
pemeriksaan status ABC (Airway, Breathing dan Circulation) (Pamela,
2011).
3. Pengkajian primer
a. Airway: mengkaji ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas, sumbatan
total atau sebagian, distress pernafasan, ada tidaknya aliran udara dan
adanya gangguan pada jalan nafas misalnya edema tipe torniket pada
daerah leher yang dapat menyumbat pernafasan (Karika, 2011).
Masalah airway yang timbul pada pasien luka bakar yaitu pasien sulit
bernafas, terdapat edema di jalan nafas, batuk, suara serak, stridor,
takipne, dispnea, agitasi adanya sputum mengandung karbon (Pamela,
2011).
b. Breathing: mengkaji adanya henti nafas dan adekuatnya pernafasan,
frekuensi nafas dan pergerakan dinding dada(naik turunnya dinding
dada), suara pernafasan melalui hidung atau mulut, merasakan udara
yang dikeluarkan dari jalan nafas (Kartika, 2011:44).
Masalah breathing yang timbul pada pasien luka bakar yaitu
terganggunya ekspansi dada akibat adanya krustal tebal pada luka bakar
derajat 3 yang mengelilingi dada, adanya penggunaan otot bantu
pernafasan, pasien sulit bernafas, RR > 24x/menit, irama nafas tidak
teratur, nafas cepat dan pendek, suara nafas wheezing (Pamela, 2011).
c. Circulation: mengkaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan syok,
dan adanya perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan dan
keteraturan, warna kulit dan kelembaban, tanda-tanda perdarahan
eksternal, tanda- tanda jejas atau trauma.
Masalah circulation yang timbul pada pasien luka bakar yaitu
peningkatan curah jantung dalam beberapa menit pertama cedera, nadi
tidak dapat diraba, tingkat kesadaran menurun (Pamela, 2011).
d. Disability: mengkaji kondisi neuromuskular pasien, keadaan status
kesadaran(GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan motorik dan
sensorik.
Pada pasien luka bakar yang diakibatkan oleh luka bakar listrik dapat
terjadi penurunan kesadaran, paralisis motorik, disorientasi dan defisit
sensorik (Lalani, 2013).
e. Exposure and environment control: pemaparan dan kontrol lingkungan
tentang kondisi pasien secara umum (Kartika, 2011:73).

B. Pengkajian sekunder

1. Riwayat keperawatan :
Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama pasien, riwayat
penyakit saat ini, riwayat pengobatan, pengobatan yang sedang dijalani,
riwayat keluarga dan sosial, serta review sistem (Kartika, 2011:44).
Pengkajian subjektif nyeri meliputi: P (penyebab, yang menimbulkan
nyeri, adakah hal yang menyebabkan kondisi memburuk/membaik), Q
(kualitas, keluhan klien), R (arah perjalanan nyeri, daerah nyeri), S (skala
nyeri 1-10), T (lamanya nyeri dirasakan, terus menerus/ hilang timbul)
(Kartika , 2011:44).
Pengkajian Objektif tanda-tanda vital meliputi tekanan darah meliputi
systole > 100-140 mmHg, diastole > 60-90 mmHg, nadi 60-100 kali/ menit
atau lebih, suhu: 36-37,5 C atau meningkat dan pernafasan lebih dari 16- 24
kali/menit (Kartika, 2011: 44).
2. Pemeriksaan fisik per sistem yang biasa timbul pada luka bakar yaitu:
a. Sistem neurologi
Menurut metode Glascow Coma Scale (GCS) dengan penilaian
Eye (4 untuk buka mata spontan, nilai 3 dengan suara, nilai 2 dengan
nyeri dan 1 tanpa respon), penilaian Verbal (5 apabila orientasi bagus,
4 jika pasien bingung, 3 apabila kalimat tidak jelas, 2 jika suara tidak
jelas/bergumam dan 1 jika tidak ada respon) serta motorik (6 bila
pasien dapat mengikuti perintah dengan baik, 5 bila pasien mampu
melokalisasi nyeri, 4 bila pasien menghindari nyeri, 3 bila fleksi
abnormal, 2 bila ekstensi abnormal dan 1 bila tanpa respon) (Kartika,
2011: 58).
Pada kasus luka bakar dapat ditemukan penurunan kesadaran
yaitu nyeri pada respon membuka mata, gangguan verbal, dan
gangguan motorik karena adanya cedera (Lalani, 2013).
b. Sistem respirasi
Periksa bagian wajah, dada, dan leher pasien atas adanya tanda-
tanda distress pernafasan seperti penggunaan otot aksesori, keteraturan
retraksi dada, keteraturan pola nafas, dan suara nafas abnormal
(Kartika, 2011: 61).
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji atas adanya keluhan nyeri pada dada, normalitas tanda-tanda
vital, dan denyut jantung yang cepat, pelan atau tidak teratur (Kartika,
2011). Dalam pengkajian sistem kardiovaskuler pada kasus luka bakar
akan terjadi peningkatan curah jantung dalam beberapa menit cedera,
dan nadi sulit diraba (Pamela, 2011).
d. Sistem pencernaan
Periksa adanya distensi abdomen, jejas, dan adanya luka.
Auskultasi keempat kuadran dan pastikan status peristaltik usus.
Palpasi adanya nyeri, hepatomegali, dan limpa. Perkusi untuk
mngetahui ukuran organ dan memeriksa daerah cairan atau rongga
intra abdominal (Kartika, 2011).Pada luka bakar akan ditemukan
adanya penurunan metabolik sebagai akibat dari respon sistemik pada
24 jam pertama cedera (Gurnida, 2011).
e. Sistem muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal di unit gawat darurat berhubungan
dengan trauma dan infeksi. Kaji luka atas adanya edema, eritema,
jejas, dan nyeri. Periksa pergerakan dan status neurovaskular pasien
untuk mendeteksi masalah. Lepaskan semua perhiasan dan pakaian
ketat dari daerah luka (Kartika, 2011: 62). Pada pasien luka bakar
dapat ditemukan edema jaringan dan nekrosis (Lalani, 2013: 357).
f. Sistem perkemihan
Catat frekuensi urin, adanya inkontinensia, terasa panas, atau bau
aneh dan status nyeri pada sistem urinaria. Pada pasien luka bakar
akan ditemukan urine berwarna kemerahan yang menunjukkan adanya
hemokromogen dan mioglobin akibat kerusakan otot karena luka
bakar yang dalam (Muttaqin dan Kumala, 2012: 207).
g. Sistem integumen
Meliputi pemeriksaan warna, tekstur, turgor, suhu, kepucatan,
sianosis dan kekuningan (Kartika, 2011: 62). Pada sistem integumen
pasien luka bakar mengalami gangguan integritas kulit seperti kulit
berwarna abu-abu dan pucat, dan adanya krustal (Pamela, 2011,
Nurarif dan Hardhy, 2015).
h. Sistem endokrin
Perhatikan adanya gangguan endokrin jika pasien merasa sering
lelah, lemah, terjadi penurunan BB, poliuri, polidipsi dan polifagi
(Kartika, 2011:64).
C. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran
kapiler dan perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang Interstitiel
(Effendi. C, 2019)
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan
kulit/jaringan, pembentukan edema (Doenges, 2011)
3. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan
permukaan kulit (Doenges, 2011).
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon
monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas.
5. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi aliran darah
D. Intervensi
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler
dan perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang Interstitiel (Effendi. C,
2019)
Tujuan : Pemulihan cairan optimal dan keseimbangan elektrolit serta
perfusi organ vital
Intervensi :

1) Observasi TTV (TD, N, S, P) tiap 4 jam.


R/ Sebagai tindakan lebih lanjut yang lebih tepat.

2) Observasi intake-output cairan.


R/ Mengetahui keseimbangan cairan.

3) Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari.


R/ Untuk mengetahui apakah pasien kekurangan volume cairan.

4) Kaji perubahan/kesadaran.
R/ Sebagai tanda awal kekurangan volume cairan.

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan parenteral.


R/ Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan
kulit/jaringan, pembentukan edema (Doenges, 2011)
Tujuan : nyeri berkurang/terkontrol, ekspresi wajah rileks
Intervensi :

1) Balut luka segera mungkin.


R/ Untuk mencegah tumbuhnya bakteri yang menyebabkan
infeksi.

2) Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik.


R/ Membantu mengatasi nyeri.

3) Berikan tempat tidur ayunan sesuai indikasi.


R/ Untuk memberikan rasa nyaman.

4) Kaji keluhan dan skala nyeri, lokasi.


R/ Untuk menentukan tindakan yang tepat selanjutnya.

5) Beri lingkungan yang nyaman.


R/ Untuk mengurangi rasa nyeri.

6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik.


R/ Untuk mengurangi rasa nyeri.

3. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan


permukaan kulit (Doenges, 2011).
Tujuan : Menunjukkan regresi jaringan, mencapai penyembuhan tepat
waktu.
Intervensi :

1) Kaji ukuran, warna, dan kedalaman luka.


R/ Untuk mengetahui apakah terjadi proses infeksi.

2) Berikan perawatan luka bakar yang tepat.


R/ Untuk mencegah terjadinya infeksi dan membantu proses
penyembuhan luka.

3) Amati tanda infeksi: suhu dan warna.


R/ Untuk menghindari komplikasi.

4) Anjurkan pasien agar tidak memegang daerah luka bakar.


R/ Agar tidak terkontaminasi dengan kuman yang ada di tangan
pasien.

5) Rubah posisi tiap 4 jam.


R/ Untuk mencegah terjadi kerusakan integritas kulit lebih lanjut.

4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon


monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas.
Intervensi:
1) Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, trauma dan dalam.
R/ Untuk mengetahui apakah dalam rentang normal, bebas sianosis.
2) Pantau pasien untuk mendeteksi tanda-tanda hipoksia.
R/ Untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
3) Amati letak-letak, keadaan luka bakar.
R/ Untuk mengetahui tindakan yang akan dilakukan.
4) Pantau hasil gas darah arteri (nilai AGD).
R/ Untuk mengetahui data dasar dalam pengkajian status pernafasan
dalam pengobatan.
5) Pantau dengan ketat keadaan pasien yang menggunakan alat
ventilator mekanis.
R/ Untuk mencegah terjadinya
6) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian O2.
R/ Untuk mencegah hipoksemia/asidosis.
5. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi aliran darah
Intervensi :
1) Tinggikan ekstermitas yang sakit dengan tepat
R / Meningkatkan sirkulasi sistematik atau aliran baik vena dan
dapat menurunkan odema atau pengaruh gangguan lain yang
mempengaruhi konstriksi jaringan oedema.
2) Pertahankan penggantian cairan
R / Memaksimalkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan.
DAFTAR PUSTAKA

Artawan, IK dkk, 2013, “Efek Ekstrak Gel Daun Pegangan (Centella Asiatica)
dalam Mempercepat Waktu Penyembuhan Luka pada Tikus Putih
(Rattus Norvegicus Strain Wistar)”, Jurnal Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Adhy A Syuma dkk, 2014, “Manfaat Suplementasi Ekstrak Ikan Gabus
Terhadap Kadar Albumin, MDA pada Luka Bakar Derajat II”, Jurnal
JST Kesehatan, Vol.4 No.4 Oktober: 385 – 393.
Fitri Y, Eka Yulia, 2014, “Respon Stres Pada Pasien Kritis”, Jurnal
Keperawatan Sriwijaya, Volume 1-Nomor 1, Juli 2014, ISSN No 2355
5459.
Kartika, Dewi. 2011. “Dasar-dasar Keperawatan Gawat Darurat”. Salemba
Medika: Jakarta.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Salemba Medika: Jakarta.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma Hardhy. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NOC-NIC, Media Action:
Yogyakarta.
Pamela S. Kidd,2011, “Pedoman Keperawatan Emergensi”. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Purwanti dan Winarsih, 2008, “Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan
Suhu Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermia Di Ruang Rawat Inap RSUD
Dr. Moewardi Surakarta”, Jurnal, Berita Ilmu Keperawatan ISSN 19-2697,
Volume 1, No 2, Juni.
Wolters dkk. 2013. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai