Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN

ABSES AXILLA

DisusunOleh :
Nama : MargalindaAyuningtyas
NIM : 3720190063

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN ABSES AXILLA

A. DEFINISI
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau
parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses
ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke
bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong
berisi nanah. (Siregar, 2004)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ
terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh, pada orang
dewasa sekitar 2,7 – 3,6kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi
mulai 0,5 - 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis seperti : kelopak mata,
penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal seperti pada
telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, yaitu :
1. Lapisan luar adalah epidermis yang merupakan Lapisan epitel berasal dari ectoderm
2. Lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu
lapisan jaringan ikat.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam), yaitu:
 Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Merupakan lapisan epidermis paling atas, terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki
inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air.
Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
 Stratum Lusidum (lapisan bening)
Disebut juga lapisan barrier terletak dibawah lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan
bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yg kecil-kecil, tipis, dan bersifat translusen
sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak
tangan dan telapak kaki.
 Stratum Granulosum (lapisan berbutir)
Tersusun oleh sel-sel keratonosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir di dalam
protoplsmanya, berbutir kasar dan berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada
kulit telapak tangan dan telapak kaki.
 Stratum Spinosum (lapisan bertaju)
Disebut juga lapisisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan
perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling
berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang
terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris.
 Stratum Basale /Stratum Germinativum (lapisan benih)
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan
kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu
dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi
epidermis dengan dermis. Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam
pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk
migrasi kepermukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yg
mengandung melanosit.
Epidermis mempunyai fungsi sebagai berikut, yaitu :
 Proteksi barier
 Organisasi sel
 Sintesis vitamin D dan sitokin
 Pembelahan dan mobilisasi sel
 Pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Dermis merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True
Skin” karena 95% dermis membentuk ketebalan kulit. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong
epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling
tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa,
tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak,
pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili).
Lapisan Dermis terdiri dua lapisan, yaitu :
 Lapisan papiler, tipis mengandung jaringan ikat jarang.
 Lapisan retikuler, tebal terdiri dari jaringan ikat padat
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak.
Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di
bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi
individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Subkutis/hipodermis
mempunyai fungsi sebagai berikut :
 Melekat ke struktur dasar
 Isolasi panas
 Cadangan kalori
 Kontrol bentuk tubuh
 Mechanical shock absorber.
Suplai darah dan nutrisi untuk kulit diperoleh dari arteri yang membentuk pleksus terletak
antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis.
Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis tiap papilla dermis punya
satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi
mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis pembuluh darah kulit.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh, yaitu :
1. Memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan
2. Sebagai barier infeksi
3. Mengontrol suhu tubuh (termoregulasi)
4. Sensasi
5. Eskresi
6. Metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dan elektrolit, trauma mekanik,
ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen.
Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba
karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, putting dan ujung jari.
Kulit berperan pada pengaturan suhu & keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi
dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui
keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan
dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi
pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit
dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada
temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan
mempertahankan panas.

Gambar 1. Struktur Kulit

C. ETIOLOGI
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara :
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan
gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf.
Gejalanya bisa berupa:
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengkakan
5. Kemerahan
6. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan. Adapun
lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah
pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh,
sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Paling sering, abses akan
menimbulkan Nyeri tekan dengan massa yang berwarna merah, hangat pada permukaan abses,
dan lembut.

E. PATOFISIOLOGI
Jika bakteri menyusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel
mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan se-sel yang terinfeksi. Sel-sel
darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga
tersebut, dan setelah menelan bakteri.sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah
yang membentuk nanah yang mengisis rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka
jaringan disekitarnya akan terdorong jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan
menjadi dinding pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran
infeksi lebih lanjut jika suatu abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar kedalam
tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses
F. PATHWAYS

Bakteri Gram Positif


(Staphylococcus aureus Streptococcus mutans)

Mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase

merusak jembatan antar sel

transpor nutrisi antar sel terganggu

Jaringan rusak/mati/nekrosis

Media bakteri yang baik

Jaringan terinfeksi

Peradangan
Sel darah putih mati

Demam
Jaringan menjadi abses Pembedahan
& berisi PUS
Gangguan
Thermoregulator
(Pre Operasi) Pecah

Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)

Luka Insisi

Nyeri Resiko Penyebaran Infeksi Nyeri


(Pre dan Post Operasi)
(Pre Operasi) (Post Operasi)
G. KOMPLIKASI
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang
jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh,
abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya diindikasikan
ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang
fatal. Meskipun jarang, apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher
dalam yang dapat menekan trakea.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium : Peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT Scan,
atau MRI.

I. PENATALAKSANAAN
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun
demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridement dan kuretase.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, terutama apabila
disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan
oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan
pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah
berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Drain
dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan pembedahan
dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Memberikan
kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu
penanganan abses kulit.

J. PENCEGAHAN
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat anti-bakteri merupakan cara
terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau mencegah penularan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN ABSES AXILLA

1. Pengkajian Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama pasien, usia, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal MRS, nomor rekam medik,
dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien.
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam
seringkali sulit ditemukan.
2) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena peluru, dll.
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat menunjukkan rasa sakit
diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes mellitus.
d. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik (gelisah) dan keluarga
biasanya cemas.
e. Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari segi ekonomi dan
tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi klien baik di kehidupan sosial maupun
masyarakat atau selama di rumah sakit.
f. Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum sakit dan saat
sakit.

4. Pemeriksaan Fisik
a.  Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi,
dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
e. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
f. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot aksesoris.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi atau insisi pembedahan
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3. Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan.
4. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka
B. Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
O KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama X 1. Observasi TTV
dengan agen injuri biologi
24 jam gangguan rasa nyaman nyeri teratasi dengan 2. Kaji skala, lokasi, dan karakteristik
atau insisi pembedahan
kriteria hasil: nyeri.
1. Klien mengungkapkan secara verbal 3. Observasi reaksi non verbal dari
2. Rasa nyeri berkurang ketidaknyamanan.
3. Klien dapat rileks 4. Dorong menggunakan teknik manajemen
4. Klien mampu mendemonstrasikan keterampilan relaksasi.
relaksasi dan aktivitas sesuai dengan Kolaborasikan obat analgetik sesuai
kemampuannya indikasi.
5. TTV dalam batas normal;
TD : 120 / 80 mmHg,
Nadi : 80 x / menit,
Pernapasan : 20 x / menit.

2. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi TTV, terutama suhu tubuh
dengan proses penyakit diharapkan hipertermi dapat teratasi.dengan kriteria klien.
hasil: 2. Anjurkan klien untuk banyak minum,
1. TTV dalam batas normal; minimal 8 gelas / hari.
Suhu : 36 º C – 37,5 º C 3. Lakukan kompres hangat.
TD : 120 / 80 mmHg, 4. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
Nadi : 80 x / menit,
Pernapasan : 20 x / menit.
2. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada
pusing

3. Kerusakan Intergritas kulit Setelah dilakukan perawatan selama x 24 jam 1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses
berhubungan dengan trauma dapat tercapainya proses penyembuhan tepat waktu penyembuhan.
jaringan
dengan kriteria hasil : 2. Rawat luka dengan baik dan benar
1. Luka bersih dengan teknik aseptik
2. tidak bau 3. Kolaborasi dengan dokter untuk
3. tidak ada pus/sekret pemberian anti biotik.
4. edema disekitar luka berkurang.

4. Resiko penyebaran infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan 1. Observasi tanda-tanda infeksi
berhubungan dengan luka penyebaran infeksi tidak terjadi dengan kriteria 2. Lakukan perawatan luka dengan teknik
terbuka hasil: aseptik dan antiseptik
Klien bebas tanda dan gejala penyebaran infeksi 3. Kolaborasi dengan dokter untuk
1. Rubor pemberian antibiotik
2. Kalor
3. Tumor
4. Dolor
5. Fungsiolaesea
DAFTAR PUSTAKA

Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2. Jakarta:EGC,2004.

NANDA. 2015. Diagnosis keperawatan.Nanda : Definisi dan Klasifikasi

Anda mungkin juga menyukai