Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPOSPADIA DI RUANG BEDAH ANAK (NYIMAS GANDASARI 3)


RSD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Keperawatan Mahasiswa


Stase Anak Program Profesi Ners

Disusun Oleh:

Refi Ista’shama

JNR0210085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2021/2022
I. Definisi

Sumber: Ners Unair


http://ners.unair.ac.id/site/index.php/news-fkp-unair/30-lihat/1928-hipospadia

Hypospadia dapat didefinisikan sebagai adanya muara uretra yang terletak di


ventral atau proximal dari lokasi yang seharusnya. Kelainan ini terbentuk pada masa
embryonal karena adanya defek pada masa perkembangan alat kelamin dan sering
dikaitkan dengan gangguan pembentukan seks primer ataupun gangguan aktivitas
seksual saat dewasa (Snodgrass & Bush, 2016).
Hypospadia adalah kelainan letak uretra dan merupakan kelainan bawaan pada
laki-laki, ditandai dengan posisi anatomi pembukaan saluran kemih di bagian ventral
atau bagian arterior penis, biasanya disertai lengkung penis yang tidak normal dan
ukurannya lebih pendek daripada laki-laki normal. Letaknya bervariasi sepanjang
bagian ventral dari penis atau di perineum sebagai akibat gagalnya penyatuan dari
lempeng uretra, Hypospadia berat didefinisikan sebagai suatu kondisi Hypospadia yang
disertai dengan letak muara uretra eksternal diantara proximal penis sampai dengan di
perbatasan penis dan skrotum dan mempunyai chrodee (Keays & Sunit, 2017).

II. Anatomi Fisiologi


Organ reproduksi pria terdiri atas organ genetalia dalam(interna) dan organ
genetalia luar(eksterna). Organ genetalia eksterna ini terdiri atas penis dan skrotum
(kantung zakar).
Gambar Organ Reproduksi Pria. Sumber: (Pearce, 2007)

1. Penis
Penis adalah alat kelamin luar yang berfungsi sebagai alat persetubuhan
atau alat senggama dan juga sebagai saluran untuk pembuangan sperma dan air
seni.Penis rata-rata berukuran sekitar 5-10 cm pada keadaan tidak ereksi dan 12-
19 cm pada keadaan ereksi. Kondisi seperti kedinginan atau rasa cemas dapat
membuat ukuran penis mengecil.
Penis terdiri dari akar (menempel pada dinding perut), badan (merupakan
bagian tengah dari penis), dan glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti
kerucut).Kulit penis tipis dan tidak berambut kecuali di dekat akar. Pada ujung
penis terdapat pembesaran jaringan tempat corpus spongiosum disebut glans
penis. Glans banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Di ujung glans penis
juga terdapat lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih).
Dasar glans penis disebut korona. Kulit yang menutupi glans disebut foreskin
(preputium). Pada beberapa negara memiliki kebiasaan membersihkan daerah
sekitar preputium yang dikenal namanya dengan sunat. Pada pria yang tidak
disunat (sirkumsisi), preputium membentang mulai dari korona menutupi glans
penis.
Badan penis dibentuk dari tiga massa jaringan erektil silindris, yaitu dua
korpus karvenosum dan satu korpus spongiosun mengelilingi uretra.Jika rongga
tersebut terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami
ereksi). Jaringan erektil adalah jaring-jaring ruang darah irregular
(venosasinusoid) yang diperdarahi oleh arterior aferen dan kapilar, didrainase
oleh venula dan dikelilingi jaringan rapat yang disebut tunika albuginea
(Wahyuningsih, H. P., & Kusmiyati, Y., 2017).
2. Skrotum
Skrotum adalah kantung kulit yang menggantung di bawah penis. Skrotum
tersusun dari kulit, fasia, dan otot polos yang membungkus dan menopang testis
diluar tubuh. Skrotum terdiri atas dua kantong skrotal, setiap skrotal berisi satu
testis tunggal, dipisahkan oleh septum internal. Otot dartos adalah lapisan serabut
dalam fasia dasar yang berkontraksi untuk membentuk kerutan pada kulit skrotal
sebagai respon terhadap udara dingin atau eksitasi seksual.
Skrotum juga bertindak sebagai sistem pengontrol suhu untuk testis, karena
untuk pembentukan sperma secara normal, testis harus memiliki suhu yang
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh.Otot kremaster pada
dinding skrotum akan mengendur atau mengencang sehingga testis menggantung
lebih jauh dari tubuh (dan suhunya menjadi lebih dingin) atau lebih dekat ke
tubuh (dan suhunya menjadi lebih hangat). Skrotum berfungsi untuk melindungi
testis. Pada umumnya skrotum sebelah kiri tergantung lebih rendah dari yang
kanan karena saluran sperma sebelah kiri lebih panjang. (Wahyuningsih, H. P., &
Kusmiyati, Y., 2017).

III. Etiologi
Menurut (Krisna & Maulana, 2017) etiologi Hipospadia sangat bervariasi dan
multifactorial, namun belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Adanya
defek pada produksi testosterone oleh testis dan kelenjar adrenal, kegagalan konversi
dari testosterone ke dihidrotestosteron, defisiensi reseptor androgen di penis, maupun
penurunan ikatan antara dihidrostestosteron dengan reseptor andogren dapat
menyebabkan Hypospadia.
Adanya paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal kehamilan
dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya Hypospadia. Lingkungan yang tinggi
terhadap aktivitas estrogen sering ditemukan padapestisida di sayuran dan buah, dan
obat-obatan, namun pada pil kontrasepsi tidak menimbulkan Hypospadia. Bahwa ibu
hamil yang terpapar diethylstilbestrol meningkatlan resiko terjadinya Hypospadia
Pada ibu hamil yang melakukan diet vegetarian diperkirakan terjadi peningkatan
resiko terjadinya Hypospadia. Hal ini dapat disebabkan adanya kandungan yang tinggi
dari fitoestrogen pada sayuran. Respon Activiting Transcription Factor (ATF3)
terhadap aktivitas anti androgen terbukti berperan penting terhadap kelainan
Hypospadia. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti epilepsy seperti
asam valporat juga diduga meningkatkan resiko Hypospadia.
Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-cystolasmic sperm Injection
(ICSI) atau In Vitro Fertilization (IVF) memiliki insiden yang tinggi pada Hypospadia.
Intra uterin growth retardation, berat bayi lahir rendah, bayi kembar, turunan
Hypospadia juga merupakan faktor resiko Hypospadia yang dapat dikendalikan selama
kehamilan.
Beberapa kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan Hypospadia adalah
kelainan kromosom dan ambigu genetalia seperti hermafrodit maupun
pseudohermafrodit.

IV. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis menurut Nurrarif & Kusuma (2015) yang sering muncul pada
penyakit Hypospadia sebagai berikut :
1. Tidak terdapat preposium ventral sehingga prepesium dorsal menjadi berlebihan
(dorsal hood).
2. Sering disertai dengan korde (penis angulasi ke ventral) atau penis melengkung
ke arah bawah.
3. Lubang kencing terletak dibagian bawah dari penis.

Sedangkan menurut (Krisna & Maulana, 2017) gejala yang timbul bervariasi
sesuai dengan derajat kalainan. Secara umum jarang ditemukan adanya gangguan
fungsi, namun cenderung berkaitan dengan masalah kosmetik pada pemeriksaan fisik
ditemukan muara uretra pada bagian ventral penis. Biasanya kulit luar bagian ventral
lebih tipis atau bahkan tidak ada, dimana kulit luar di bagian dorsal menebal bahkan
terkadang membentuk seperti sebuah tudung. Pada Hypospadia sering ditemukan
adanya chorda.
Chorda adalah adanya pembengkokan menuju arah ventral dari penis. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis dari tunica
albuginea dan fasia di atas tunica, pengencangan kulit ventral dan fasia Buck,
perlengketan antara uretra plate ke corpus cavernosa. Keluhan yang mungkin
ditimbulkan adalah adanya pancaran urine yang lemah ketika berkemih, nyeri ketika
ereksi, dan gangguan dalam berhubungan seksual. Hypospadia sangat sering ditemukan
bersamaan dengan Cryptorchismus dan hernia inguinalis sehingga pemeriksaan adanya
testis tidak boleh terlewatkan.

V. Klasifikasi
Menurut Giannantoni A (2011) klasifikasi hipospadia terbagi berdasarkan
lokasinya. Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi Duckett yang
membagi hipospadia menjadi 3 lokasi, yaitu anterior (Glandular, coronal, dan distal
penile), middle (midshaft dan proximal penile), dan posterior (Penoscrotal, scrotal, dan
perineal). Lokasi yang paling sering ditemukan adalah di subcoronal.
Klasifikasi hipospadia berdasarkan derajat sangat subyektif tergantung dari ahli
bedah masing-masing. Beberapa ahli membagi menjadi:
1) Mild hypospadia/ Grade 1, yaitu muara urethra dekat dengan lokasi normal dan
berada pada ujung tengah glans (glanular, coronal, subcoronal),
2) Moderate hypospadia/ Grade 2, muara urethra berada ditengah-tengah lokasi
normal dan scrotal (Distal penile, Midshaft),
3) Severe hypospadia/ Grade 3&4, yaitu muara urethra berada jauh dari lokasi yang
seharusnya (Perineal, Scrotal, Penoscrotal).

Gambar Klasifikasi Hipospadia,


Sumber : Krisna & Maulana (2017).
VI. Komplikasi
Berdasarkan (Krisna & Maulana, 2017) setelah dilakukan operasi biasanya
terdapat beberapa komplikasi yang muncul, komplikasi yang muncul dibagi menjadi
dua yaitu komplikasi dini dan komplikasi lanjutan seperti berikut ini:

Komplikasi Dini Komplikasi Lanjutan

Perdarahan Fistula Urethrokutaneus


Stenosis Meatal
Hematoma
Rekuren atau persistent
Infeksi pada luka operasi
chordee
Wound dehiscence
Striktur Urethra
Nekrosis kulit
Balanitis Xerotica Obliterans
Infeksi saluran kemih
Urethrocele
Retensi urin Divertikula Urethra

Sumber: (Krisna & Maulana, 2017)

VII. Patofisiologi
Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim.
Penyebab pasti cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal
genetik. Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia
kemih.Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi
parsial out flowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih atau
hidronefrosis. Selanjutnya, penempatan ventral pembukaan urethral bisa mengganggu
kesuburan pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi (Jean Weiler Ashwill,
1997, p. 1)
Pathway Hipospadia

VIII. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang disarankan untuk penegakkan pasti
diagnosis Hypospadia. USG Ginjal disarankan untuk mengetahui adanya anomaly
lainnya pada saluran kemih pada pasien Hypospadia. Karyotyping disarankan pada
pasien dengan ambigu genetalia ataupun cryptochirdism. Beberapa test seperti
elektrolit, hydroxyprogesterone, testosterone, luteinizing hormone, follicle-stimulating
hormone, sex hormone binding globulin, dan beberapa tes genetic dipertimbangkan
apabila memungkinkan (Krisna & Maulana, 2017).

IX. Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur
pembedahan pada Hypospadia adalah:
1. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.
2. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis
(Uretroplasti).
3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genetalia eskternal (kosmetik).
Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada
Hypospadiaglanular uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa
recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkotruksi dengan flap local, misalnya:
prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI (Meatal Advanve and Glanuloplasty),
termasuk preputium plasty (Nurarif & Kusuma, 2015).

X. Asuhan Keperawatan
A. Data fokus pengkajian
1. Identitas Pasien
2. Riwayat kesehatan meliputi hal-hal berikut :
a. Riwayat kesehatan saat ini, yaitu keluhan utama yang menyebabkan klien
pergi ke rumah sakit, misalnya kesulitan berkemih.
b. Riwayat kesehatan keluarga, riwayat anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami klien saat ini.
c. Riwayat tumbuh kembang klien, meliputi usia dan kondisi perkembangan
fisik klien saat ini.
d. Riwayat psikososial klien, mencakup kemampuan klien untuk menerima
penyakitnya serta harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani,
hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
e. Konsep diri klien meliputi gambaran diri, peran, dan identitas ketika klien
mengalami gangguan terhadap gambaran dirinya yang berkaitan dengan
sistem perkemihan reproduksi.
f. Riwayat kebiasaan sehari-hari, yang meliputi pemenuhan kebutuhan
istirahat dan tidur.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi berat badan, tinggi badan, tanda-tanda vital,
keluhan yang dirasakan klien, keadaan hipospadia dan pemeriksaanan head to
toe.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada hipospadia antara lain sebagai
berikut:
1. Gangguan Eliminasi urine berhubungan dengan Efek tindakan medis (D0040)
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan prosedur operasi (D0129)
3. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan sekunder
(D.0077)
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Hambatan lingkungan (mis.
kelembapan lingkungan sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau
tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan) (D.0055)
5. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan (D.0080)
6. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan post operasi (D.0142)
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan Perubahan struktur/bentuk tubu
(D.0083)

C. Intervensi Keperawatan

Standar Diagnosa
Standar Luaran Standar Intervensi
No. Keperawatan
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
Indonesia
1. Gangguan Eliminasi Setelah Manajemen Eliminasi Urine
urine berhubungan dilakukan asuhan (I.04152)
dengan Efek keperawatan
1. Observasi
tindakan medis selama ... x ...jam
o Identifkasi tanda dan
(D0040) diharapkan Eliminasi Urine gejala retensi atau
inkontinensia urine
membaik (L.04034)
o Identifikasi faktor
yang menyebabkan
retensi atau
inkontinensia urine
o Monitor eliminasi
urine (mis. frekuensi,
konsistensi, aroma,
volume, dan warna)
2. Terapeutik
o Catat waktu-waktu
dan haluaran
berkemih
o Batasi asupan cairan,
jika perlu
o Ambil sampel urine
tengah (midstream)
atau kultur
3. Edukasi
o Ajarkan tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih
o Ajarkan mengukur
asupan cairan dan
haluaran urine
o Anjurkan mengambil
specimen urine
midstream
o Ajarkan mengenali
tanda berkemih dan
waktu yang tepat
untuk berkemih
o Ajarkan terapi
modalitas penguatan
otot-otot
pinggul/berkemihan
o Anjurkan minum
yang cukup, jika tidak
ada kontraindikasi
o Anjurkan mengurangi
minum menjelang
tidur
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
obat suposituria
uretra jika perlu

2. Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan integritas kulit


kulit berhubungan Keperawata selama ... (I.11353)
dengan prosedur x ...jam diharapkan  Observasi
 Identifikasi penyebab
operasi (D0129) Integritas Kulit Dan
gangguan integritas
Jaringan meningkat kulit (mis. Perubahan
(L.14125) sirkulasi, perubahan
status nutrisi,
peneurunan
kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)

 Terapeutik
 Ubah posisi setiap 2
jam jika tirah baring
 Lakukan pemijatan
pada area penonjolan
tulang, jika perlu
 Bersihkan perineal
dengan air hangat,
terutama selama
periode diare
 Gunakan produk
berbahan petrolium
atau minyak pada kulit
kering
 Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitif
 Hindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit kering

 Edukasi
 Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis. Lotin,
serum)
 Anjurkan minum air
yang cukup
 Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan meningkat
asupan buah dan saur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
 Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal 30
saat berada diluar
rumah
Perawatan luka( I.14564 )
1. Observasi
o Monitor karakteristik
luka (mis:
drainase,warna,ukuran,b
au
o Monitor tanda –tanda
inveksi

2. Terapiutik
o lepaskan balutan dan
plester secara perlahan
o Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika perlu
o Bersihkan dengan cairan
NACL atau pembersih
non toksik,sesuai
kebutuhan
o Bersihkan jaringan
nekrotik
o Berika salep yang sesuai
di kulit /lesi, jika perlu
o Pasang balutan sesuai
jenis luka
o Pertahan kan teknik
seteril saaat perawatan
luka
o Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
o Jadwalkan perubahan
posisi setiap dua jam
atau sesuai kondisi
pasien
o Berika diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
o Berikan suplemen
vitamin dan mineral
(mis vitamin A,vitamin
C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
o Berikan terapi
TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika
perlu
3. Edukasi
o Jelaskan tandan dan
gejala infeksi
o Anjurkan mengonsumsi
makan tinggi kalium dan
protein
o Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri

4. Kolaborasi
o Kolaborasi prosedur
debridement(mis: enzimatik
biologis mekanis,autolotik),
jika perlu
o Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

3. Nyeri akut Setelah Manajemen Nyeri (I.08238)


berhubungan dengan dilakukan asuhan Observasi:
kerusakan keperawatan - Identifikasi lokasi,
inkontinitus jaringan selama ... x ...jam karakteristik, durasi,
sekunder (D.0077) diharapkan tingkat nyeri frekuensi, kualitas,
(L.08066) intensitas nyeri
terkontrol atau - Identifikasi skala nyeri
menurun dengan kriteria - Identifikasi nyeri nonverbal
hasil : - Identifikasi faktor yang
- Keluhan nyeri menurun memperberat dan
- Meringis menurun memperingan nyeri
- Gelisah menurun Terapeutik:
- Kesulitan tidur menurun - Berikan teknik
- Ketegangan otot nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi rasa nyeri (mis.
terapi musik dll)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
analgetik
4. Ansietas Setelah Reduksi Ansietas (I.09314)
berhubungan dengan dilakukan asuhan Observasi:
status kesehatan keperawatan - Identifikasi saat tingkat
(D.0080) selama ... x ...jam ansietas berubah (mis.
diharapkan tingkat ansietas kondisi, waktu, stresor)
(L.09093) menurun - Identifikasi kemampuan
dengan kriteria mengambil keputusan
hasil : - Monitor tanda-tanda
- Perilaku gelisah ansietas
menurun
Terapeutik:
- Anoreksia menurun
- Pahami situasi yang
- Pola tidur membaik
membuat ansietas
- Tekanan darah membaik
- Dengarkan dengan penuh
- Frekuensi nadi membaik
perhatian
- Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan

Edukasi:
- Anjurkan keluarga bersama
dengan klien
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat
antiansietas
5. Risiko infeksi Setelah Pencegahan infeksi (I.14539)
berhubungan dengan dilakukan asuhan Observasi:
tindakan post keperawatan - Monitor Tanda dan gejala
operasi (D.0142) selama ... x ...jam infeksi lokal dan sistemik
diharapkan tingkat infeksi Terapeutik:
(L.14137) menurun - Batasi jumlah pengunjung
dengan kriteria - Berikan perawatan kulit
hasil : pada area insisi post op
- Kebersihan tangan dan - Cuci tangan sebelum dan
badan meningkat sesudah kontak dengan
- Nafsu makan meningkat pasien dan lingkungan
- Demam, kemerahan, pasien
nyeri, bengkak menurun - Pertahankan teknik aseptik
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi:
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
- Ajarkan cara mencuci
tangan
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
-
6. Gangguan citra Setelah dilakukan asuhan Promosi citra tubuh
(I.09305)
tubuh berhubungan Keperawata selama ...
dengan Perubahan x ...jam diharapkan 1. Observasi
o Identifikasi harapan
struktur/bentuk tubu Harapan meningkat
citra tubuh
(D.0083) ( L.09068 ) berdasarkan tahap
perkembangan
o Identifikasi budaya,
agama, jenis kelami,
dan umur terkait citra
tubuh
o Identifikasi
perubahan citra tubuh
yang mengakibatkan
isolasi sosial
o Monitor frekuensi
pernyataan kritik
tehadap diri sendiri
o Monitor apakah
pasien bisa melihat
bagian tubuh yang
berubah

2. Terapiutik
o Diskusikan perubahn
tubuh dan fungsinya
o Diskusikan perbedaan
penampilan fisik
terhadap harga diri
o Diskusikan akibat
perubahan pubertas,
kehamilan dan
penuwaan
o Diskusikan kondisi
stres yang
mempengaruhi citra
tubuh (mis.luka,
penyakit,
pembedahan)
o Diskusikan cara
mengembangkan
harapan citra tubuh
secara realistis
o Diskusikan persepsi
pasien dan keluarga
tentang perubahan
citra tubuh
3. Edukasi
o Jelaskan kepada
keluarga tentang
perawatan perubahan
citra tubuh
o Anjurka
mengungkapkan
gambaran diri
terhadap citra tubuh
o Anjurkan
menggunakan alat
bantu( mis. Pakaian ,
wig, kosmetik)
o Anjurkan mengikuti
kelompok
pendukung( mis.
Kelompok sebaya).
o Latih fungsi tubuh
yang dimiliki
o Latih peningkatan
penampilan diri (mis.
berdandan)
o Latih pengungkapan
kemampuan diri
kepad orang lain
maupun kelompok

XI. Daftar Pustaka


Giannantoni A. Hypospadias Classification and Repair: The Riddle of the Sphinx.
European Urology. 2011;60(6):1190-1191.
Krisna, D. M., & Maulana, A. (2017). HIPOSPADIA: BAGAIMANA
KARAKTERISTIKNYA DI INDONESIA?. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta
Wacana, 2(2), 325-334.
Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawayan Berdasarkan
Diagnosis Medis dan NANDA NIC NOC, Edisi 1, Yogyakarta: Medication
Publishing.
Pearce, EC. (2007). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia.
Wahyuningsih, H. P., & Kusmiyati, Y. (2017). Anatomi Fisiologi Edisi 2017. Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia
http://ners.unair.ac.id/site/index.php/news-fkp-unair/30-lihat/1928-hipospadia diakses
pada 20 Januari 2022

Anda mungkin juga menyukai