Anda di halaman 1dari 28

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah III

Dosen : Ns. Fani Fionita , S. Kep

ASUHAN KEPERAWATAN HIPOSPADIA

Disusun oleh : Kelompok III


Arnawati
Dorkas M. Beay
Yakoba K. Angganois
Nelly Ilintamon
Endang S. B. Weni

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA MAKASSAR
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN HIPOSPADIA
A. Definisi Hipospadia
berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “dibawah” dan
“spadon” yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia merupakan suatu
kelainan bawaan dimana meatus uretra eksternus (lubang kencing) terletak
di bagian bawah dari penis dan letaknya lebih kearah pangkal penis
dibandingkan normal. Menurut Corwin (2009), Hipospadia adalah kelainan
kongenital berupa kelainan letak lubang uretra pada pria dari ujung penis ke
sisi ventral. Hipospadia merupakan kelainan kelamin sejak lahir. Keadaan
ini dapat ringan atau ekstrem. Pada kasus paling ringan, meatus uretra
bermuara pada bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat
malformasi glans dan kulup zakar tidak sempurna pada sisi ventral dengan
penampilan suatu kerudung dosal.

B. Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus : 2
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada
tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis,
kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu
tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau
meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle
Terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada
tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya
disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium
bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau
glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian
ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak
dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk
tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun.
Pembagian tipe hipospadia yang lain :
1) Digland disebut hipospadia glander
2) Di daerah korona disebut hipospadia penilis
3) Di daerah scromm disebut hipoepadia scrolalis
4) Di daeah perineal disebtu hipospadia penenalis

C. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011;240) faktor yang menyebabkan hipospadia
sampai saat ini masih belum diketahui tetapi ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan hipospadia adalah faktor genetik, endokrin dan lingkungan.
1. Faktor genetik
Sebuah kecenderungan genetik telah disarankan oleh peningkatan 8 kali
lipat dalam kejadian hipospadia antara kembar monozigot dibandingkan
dengan tunggal.
2. Faktor endokrin
Penurunan androgen atau ketidakmampuan untuk menggunakan
androgen dapat mengakibatkan hipospadia. Dalam sebuah laporan tahun
1997 oleh Aeronson dkk, 66% dari anak laki-laki dengan hipospadia
ringan dan 40% dengan hipospadia berat ditemukan memiliki cacat
dalam biosentesis testosteron testis. Mutasi alfa reductase enzim-5, yang
mengubah testosteron (T) menjadi dihidrotestosteron (DHT), secara
signifikan telah dihubungkan dengan kondisi hipospadia.
3. Faktor lingkungan
Gangguan endokrin oleh agen lingkungan adalah mendapatkan
popularitas sebagai etiologi mungkin untuk hipospadia dan sebagai
penjelasan atas kejadian yang semakin meningkat.

Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum


diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon.
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada.
Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan
tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan
suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis
hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika.
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan.
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan
zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
4. Prematuritas.
Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di antara bayi yang lahir dari
ibu dengan terapi estrogen selama kehamilan. Prematuritas juga lebih
sering dikaitkan dengan hipospadia.

D. Manifestasi Klinis
Menurut Suriardi (2006;142) Manisfestasi klinis dari hipospadia adalah
1. Terbuka uretral pada saat lahir, posisi ventral atau dorsal.
2. Adanya chordee (penis melengkung ke bawah ) dengan atau tanpa ereksi.
3. Adanya lekukan pada ujung penis.
4. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di
bagian bawah penis yan6g menyerupai meatus uretra eksternus.
5. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
6. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan
sekitar.
7. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.Tunika dartos, fasia Buch dan
korpus spongiosum tidak ada.
8. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans
penis.
9. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
10. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
11. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok
pada saat BAK.
12. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri
dengan mengangkat penis keatas.
13. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.
14. Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.

Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke arah


bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan
oleh adanya chordee yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari
meatus yang letaknya abnormal ke glands penis. Jaringan fibrosa ini adalah
bentuk rudimeter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos.
Walaupun adanya chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai
suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki
chordee.
E. Patofisiologi
Perkembangan uretra in utero dimulai sekitar usia 8 mingu dan selesai
dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang
permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus
ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra
yang menyatu. Hipospadia terjadi dikarenakan fusi (penyatuan) dari garis
tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra
terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak
meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian
disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada
pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans.
Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral
menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis. Tidak ada masalah
fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi baru lahir atau pada
anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa dapat menghalangi hubungan
seksual.

F. Komplikasi
Menurut Suriardi (2006;142) Komplikasi dari hipospadia adalah
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu )
2. Infertility
3. Resiko hernia inguinalis
4. Gangguan psikologis dan psikososial
5. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa.

Komplikasi paska operasi yang terjadi :


1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya
dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah
kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari
paska operasi.
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosis.
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur
satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang.
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar,
atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menunjang diagnosa hipospadia tidak diperlukan pemeriksaan
penunjang. Tetapi karena penanganan pada hipospadia adalah operasi, maka
diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu :
1. Rotgen thorax
2. Laborat darah rutin dan kimia (lengkap)
3. USG abdomen

H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Muttaqin (2011;243), tujuan utama dari penatalaksanaan bedah
hipospadia adalah merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus
uretra di tempat yang normal atau dekat normal sehingga arah aliran urine ke
depan melakukan koitus dengan normal. Operasi harus dilakukan sejak dini
dan sebelum operasi dilakukan, bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi
karena kulit depan penis digunakan untuk pembedahan nanti. Dikenal
banyak tehnik operai hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap
yaitu :
1. Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia 1,5-2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi
chordee dari muara uretra sampai ke glands penis. Setelah eksisi chordee
maka penis akan menjadi lurus tetapi meatus uretra masih terletak
abnormal. Untuk melihat keberhasilan eksisi dilakukan tes ereksi buatan
intraoperatif dengan menyuntikkan NaCL 0,9% kedalan korpus
kavernosum.
2. Operasi uretroplasty. Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi
pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang di insisi secara
longitudinal pararel di kedua sisi.
Tujuan pembedahan :
a) Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta
b) Perbaikan untuk kosmetik pada penis.

Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling


SidiqChaula, Teknik Horton dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a) Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus
dibuatkan terowongan yang berepitel pada glans penis.
Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus,
tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan
luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan
kulit penis.
b) Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi,
saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi
uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari
kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup
dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik
ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6
bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka
operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine
Dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis
yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal
(yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap
mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan
pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat
pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia,
maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan
berbarengan dengan operasi hipospadi.

 Perawatan Pasca Operasi

Suatu tekanan ringan dan elastis dari perban dipakai untuk


memberikan kompres post operatif bagi reparasi hipospadia, untuk
mengatasi oedema dan untuk mencegah pendarahan setelah
operasi. Dressing harus segera dihentikan bila terlihat keadaan
sudah membiru di sekitar daerah tersebut, dan bila terjadi
hematoma harus segera diatasi. Setiap kelebihan tekanan yang
terjadi karena hematoma akan bisa menyebabkan nekrosis. Oleh
karena efek tekanan pada penyembuhan, maka pemakaian kateter
yang dipergunakan harus kecil, dan juga steril, dan terbuat dari
plastik dan dipergunakan kateter dari kateter yang lunak. Dalam
keadaan dimana terjadi luka yang memburuk sebagai akibat edema
pada luka, ereksi atau hematoma, maka sebaiknya dikompres
dengan mempergunakan bantalan saline steril yang hangat. Diversi
urine terus dilanjutkan sampai daerah yang luka itu sembuh. Bila
jaringan tersebut telah sembuh, maka masalahnya bisa direparasi
dalam operasi yang kedua 6 – 12 bulan yang akan datang.
I . PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : Rabu 23 November 2020
Waktu : Pukul 11.00 WIB
Tempat : Ruang mawar
Sumber : Pasien, Keluarga pasien, Status pasien

A. Identitas
1. Pasien
Nama pasien : An. I
Jenis Kelamin : laki - laki
Tempat/tgl lahir : Makassar 16 Agustus 2010
Umur : 11 tahun
Suku : Bugis
Alamat : Jln. Kacong daeng lalang lorong 7
Tanggal masuk RS : 20 november 2020
No RM : 507610
Diagnosa medis : Hipospadia dengan Strictuma Uretra Post
Uretroskopi, Uretrotomi Interna H+0

2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Alamat : Jln. Kacong daeng lalang lorong 7
Hubungan : Ibu Kandung
B. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI

1. Keluhan utama : Ibu klien mengatakan ketika klien buang air


kecil, urinnya keluar dari bawah penis bukan dari ujung penis.
2. Alasan masuk RS : Ibu klien mengatakan 3 hari yang lalu klien
kecing dan merasakan nyeri pada penisnya
3. Riwayat penyakit
Procative/palliatife : klien mengatakan bahwa nyeri timbul saat
klien bergerak
Quality : Klien mengatakan nyeri seperti tekena benda tajam
Region : Pada saat pengkajian klien mengatakan bahwa nyerinya
sering terjadi di area bawah penis
Severity : Pada saat pengkajian pasien mengatakan nyeri skala 5
dari 10
Timing : Pasien mengatakan nyeri terjadi tidak pakai batas waktu,
nyeri biasanya terjadi pada pagi hari, siang,sore dan malam hari

C. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

1.Penyakit yang pernah dialami


Saat kecil / anak-anak : Ibu klien mengatakan klien ketika bayi
pernah sakit

2. Penyebab : Atresia Ani


3. Riwayat perawatan : Ibu klien menyatakan pasien mempunyai
riwayat Atresia Ani. Sejak bayi klien tidak mempunyai lubang
anus. klien pernah menjalani operasi untuk pembuatan stoma
pada umur 1 bulan. Operasi dilakukan sebanyak 3 kali dan pada
umur 1,5 bulan dilakukan operasi pembuatan pungtum. Ibu klien
menyatakan selain mempunyai riwayat Atresia Ani, klien juga
pernah menjalani operasi 7 kali pada penisnya.
4. Riwayat operasi : Ibu klien mengatakan pasien pernah dilakukan
tindakan operasi pembuatan stoma dan pungtum sebanyak 3 kali
saat berumur 1 bulan. Pasien juga pernah dilakukan uretrotomi
sebanyak 7 kali sejak kelas 2 SD.
5. Riwayat pengobatan : Ibu klien mengatakan klien memiliki
riwayat pengobatan
6. Riwayat alergi : Keluarga mengatakan klien tidak memiliki
riwayat alergi.
7. Riwayat imunisasi : Ibu klien selalu rutin membawa klien
untuk melakukan imunisasi di Bidan, imunisasi yang sudah
dlakukan adala BCG, Hepatitis, DPT, Polio, Campak .
D. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

32 35

11
Keterangan :

: pasien
: perempuan
: laki-laki
: laki-laki meninggal
: perempuan meninggal
: garis perkawinan
: garis keturunan
: tinggal serumah

GI : Kedua orang tua klien sudah meninggal, dan ibu klien mengatakan tidak
ada riwayat penyakit yang sama
GII : Klien anak pertama dari dua bersaudara, dan saudara klien tidak ada
riwayat penyakit yang serius
GIII : Klien sedang berada di bangku pendidikan SD
E. RIWAYAT PSIKO – PSIKO-SOSIO- SPIRITUAL
1. Pola koping : Keluarga klien menerima dengan ikhlas penyakit yang
dialami klien
2. Harapan klien terhadap penyakitnya : Klien berharap penyakitnya cepat
sembuh
3. Konsep diri : Klien tidak malu atau minder dengan penyakit yang
dialaminya
4. Pengetahuan klien tentang penyakitnya : keluarga klien sudah memahami
tentang proses penyakit anaknya dan perawatan luka pada post operasi
anaknya karena sudah berpengalaman sebelumnya.
5. Adaptasi : Ibu klien mengatakan klien kurang berkomunikasi dengan yang
lain
6. Hubugan klien dengan anggota keluarga : klien mengatakan hubungan
keluarganya baik, terlihat sewaktu klien di RS
7. Hubungan dengan masyarakat : klien mengatakan hubungan baik dengan
masyarakat
8. Perhatian terhadap orang lain/lawan bicara : klien cukup berkomunikasi
9. Aktivitas social : klien sering berman bersama teman-temannya
10. Bahasa yang digunakan : klien mengatakan ia berbicara menggunakan
bahasa Indonesia
11. Keadaan lingkungan : klien mengatakan lingkungan tempat tinggalnya
bersih dan nyaman
12. Kegiatan keagamaan /pola ibadah : klien mengatakan sering dan rajin
melaksanakan ibadah
13. Keyakinan tentang kesehatan : klien mengatan ia yakin akan sembuh
F. KEBIASAAN DASAR /POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
1. Makan
Sebelum sakit: Ibu klien mengatakan klien makan 3-4 kali sehari, tiap
kali makan sebanyak 1 porsi nasi dengan lauk, pasien menyukai segala
jenis makanan.
Selama sakit :
Post op : Ibu pasien menyatakan pasien belum makan karena pasien
belum kentut.
2. Minum
Sebelum sakit : ibu klien mengatakan klien minum air putih ±1500 ml
sehari,
Selama sakit :
Post op : ibu klien mengatakan klien belum minum karena pasien belum
kentut
3. Tidur
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien tidur dari jam 20.00 - 05.30
WIB, pasien tidur nyenyak dan tidak sering terbangun. Pasien jarang
tidur siang karena biasanya bermain bersama teman sebaya.
Selama sakit
Post op : Ibu klien mengatakan tidak ada perubahan yang berarti antara
sebelum sakit dan selama sakit. Pasien tidur dari jam 20.00 - 06.00 WIB.
Pasien tidur nyenyak dan tidak sering terbangun. Pasien tidur siang jam
13.00 WIB-14.00 WIB
4. Eliminasi fekal / BAB dan BAK
Sebelum sakit : Ibu klien menyatakan pasien b.a.b 1 kali sehari dengan
konsistensi lunak dan berwarna kuning. B.a.k sebanyak 6-7 kali , warna
kuning jernih, berbau khas urin.
Selama sakit :
Post op : Ibu klien menyatakan pasien belum b.a.b. pasien b.a.k melalui
selang kateter (DC) yang terpasang.
5. Aktifitas dan latihan
Sebelum sakit : Klien bermain sepak bola dengan teman-temannya
Selama sakit : Klien hanya terbaring di tempat tidur
6. Personal Hygine
Sebelum sakit

Kemampuan yang 0 1 2 3 4
dinilai
Makan dan minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilitas 
ROM 
Keterangan :
0 : Mandiri 3 : Dibantu orang lain dan alat
1 : Alat bantu 4 : Tergantung total
2 : Dibantu orang lain

Selama sakit
b. Post Op

Kemampuan yang 0 1 2 3 4
dinilai
Makan dan minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilitas di tempat 
tidur
ROM 
Keterangan :
0 : Mandiri 3 : Dibantu orang lain dan alat
1 : Alat bantu 4 : Tergantung total
2 : Dibantu orang lain
Ibu pasien menyatakan pasien mandi sebelum dilakukan tindakan operasi
pada pagi hari.
G. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaaan umum
Post op
Tingkat kesadaran : Composmentis
2. Tanda vital
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36,60C
Respirasi : 24 x/menit
TD : 120/90mmHg

3. Head toeto
a. Kulit
Kulit pasien berwarna kuning langsat. Tidak ada ikterik, warna kulit
bagian kaki dan tangan sama dengan sekitarnya. Capilarry refill <2
detik, kulit pasien teraba hangat normal
b. Kepala
Bentuk kepala pasien normocephal. Rambut pasien berwarna hitam,
lebat dan rapi. Tidak ada ketombe. Wajah pasien simetris.
c. Mata
Mata pasien tidak tampak sembab, conjungtiva tidak anemis, refleks
terhadap cahaya baik, tidak terdapat udem palpebral, tidak ada ikterik.
d. Telinga
Bentuk normal, daun dan lubang telinga pasien bersih, tidak keluar
cairan, fungsi pendengaran pasien baik.
e. Hidung
Pernapasan cuping hidung tidak ada, posisi septum simetris, tidak ada
sekret yang keluar dari hidung.
f. Mulut
Mulut utuh, tidak ada bentuk bibir sumbing, palatum utuh. Tidak ada
sariawan, membran mukosa bibir lembab..
g. Leher
Bentuk leher pasien simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan tambahan. JVP tidak meningkat. Tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid.
h. Dada (Paru dan Jantung)
- Inspeksi
Dada simetris, tidak ada retraksi, diameter
anteroposterior:lateral 1:1. Saat bernapas pergerakan sama dan
tidak ada bagian yang tertinggal pergerakannya. Tidak ada lesi,
ikterik, keloid, warna kulit merata. Iktus kordis tidak terlihat.
- Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan. Iktus kordis teraba normal
- Perkusi
Suara sonor pada paru kanan dan kiri. Suara IC 4-5 sinistra
redup
- Auskultasi
Seluruh lapang dada terdengar suara vesikuler. Tidak ada
murmur dan gallop.
i. Abdomen
- Inspeksi
Bentuk simetris, terdapat luka bekas operasi di abdomen
kuadran kanan bawah.
- Auskultasi
Tidak terdengar suara bising usus
- Perkusi
Terdengar suara timpani di semua kuadran abdomen.
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat massa abnormal, tidak ada
hepatomegaly dan splenomegaly.
j. Genetalia
Pasien berjenis kelamin laki-laki dan genetalianya. Terpasang Dower
Catheter. Terdapat luka bedah pada penis dan terbalut kassa steril.
Luka tampak bersih, tidak ada rembesan darah, dan tidak ada tanda-
tanda inflamasi. klien menyatakan nyeri pada penis karena bekas
operasi. Pasien tampak menhan nyeri.
k. Eksremitas
- Ekstremitas atas : anggota gerak lengkap tidak ada kelainan.
Capillary refill <2 detik. Kulit bewarna putih. Akral teraba
hangat (+/+). Terpasang infus pada tangan kiri.
- Ekstremitas bawah : anggota gerak lengkap tidak ada kelainan.
Capillary refill <2 detik. Kulit bewarna putih. Akral teraba
hangat (+/+)

Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan darah

Penatalaksanaan medis
1. Pemberian infus
2. Pemeriksaan TTV
3. Pemasangan dower chateter
ANALISA DATA

Post Operasi
No Data Masalah Penyebab
1. DS : Nyeri akut Agen cidera fisik (proses
- Pasien mengatakan pembedahan)
nyeri pada penis karena
bekas operasi.

P : nyeri timbul saat


bergerak
Q : nyeri seperti terkena
benda tajam
R : nyeri pada penis
S : skala nyeri 5 dari 10
T : Pasien mengatakan nyeri
terjadi tidak pakai batas
waktu, nyeri biasanya
terjadi pada pagi hari,
siang,sore dan malam
hari

DO:
- Terdapat luka bedah
pada penis dan terbalut
kassa steril.
- Luka tampak bersih,
tidak ada rembesan
darah, dan tidak ada
tanda-tanda inflamasi.
- Pasien tampak menahan
nyeri
- Nadi: 100 x/ menit
2. DS: Risiko Infeksi Luka post pembedahan
Pasien menyatakan nyeri pada
penis karena bekas operasi
DO:
- Terdapat luka bedah
pada penis dan terbalut
kassa steril.
- Luka tampak bersih,
tidak ada rembesan
darah, dan tidak ada
tanda-tanda inflamasi.
- Pasien tampak menahan
nyeri
- Suhu: 36,60C

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (proses pembedahan)
2. Risiko infeksi berhubungan dengan luka post pembedahan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama : An. I Ruangan : Mawar No RM : 507610

N Diagnosa Rencana tindakan keperawatan


o keperawatan Tujuan atau kriteria Intervensi Rasional
hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui tingkat
berhubungan tindakan keperawatan nyeri secara nyeri pasien
dengan agen selama 3x 24 jam, komprehensf 2. Tanda-tanda vital
diharapkan nyeri pada 2. Kaji tanda- sebagai indikator
cidera fisik
pasien berkurang sampai tanda vital terjadinya nyeri
(proses hilang dengan kriteria 3. Berikan posisi 3. Posisi nyaman
pembedahan) hasil : nyaman dapat mengurangi
1. Pasien 4. Ajarkan terapi rasa nyeri
menyatakan nyeri non 4. Napas dalam dapat
berkurang farmakologi memaksimalkan
2. Skala nyeri 3 (napas dalam) kadar O2 dalam
Kolaborasi tubuh sehingga
5. pemberian membuat relaks
analgetik 5. Analgetik
membantu
mengurangi nyeri
secara farmakologi
2. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda- 1.indikator terjadinya
berhubungan tindakan keperawatan tanda vital infeksi
dengan luka post selama 3x 24 jam, tidak 2. Kaji luka post 2. Mengetahui kondisi
pembedahan terjadi infeksi pada operasi
luka post operasi
pasien dengan kriteria meliputi
hasil: kebersihan dan 3. Perawatan luka
1. Tidak ada tanda- tanda-tanda dengan prinsip steril
tanda inflamasi infeksi mencegah terjadinya
(rubor, kalor, 3. Lakukan infeksi
dolor) perawatan luka 4. Menurangi tingkat
2. Suhu dalam batas dengan prinsip pajanan patogen
normal (36,5- steril
penyebab infeksi
37,50C) 4. Anjurkan 5. Antibiotik bekerja
keluarga untuk sebagai bakteriostatis
menjaga area (menghambat
post operasi
pertumbuhan bakteri)
tetap bersih dan
kering secara farmakologi
Kolaborasi
pemberian
antibiotik

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI TINDAKAN

Nama : An. I Ruang : Mawar NO RM : 507610

NO Hari / tanggal Dianosa Implementasi Evaluasi


1. Rabu Nyeri akut 1. Mengkaji tingkat 11: 00
23/11/2020 berhubungan nyeri S:
dengan agen cidera 2. Mengkaji tanda- Pasien menyatakan masih
fisik (proses tanda vital merasakan nyeri dengan
pembedahan) 3. Mengajarkan teknik skala 5 pada rentang 1-10
napas dalam O:
- RR: 24 kali/menit
- Nadi: 96 kali/menit
- Pasien masih tampak
menahan nyeri
A: Nyeri belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Kaji tingkat nyeri
- Kaji tanda-tanda vital
- Ajarkan teknik napas
dalam
- Kelolapemberian
Novalgin 2x 300 mg

Kamis 1. Mengkaji tingkat 09 :30


24/11/2020 nyeri S:
2. Mengkaji tanda- Pasien menyatakan nyeri
tanda vital berkurang menjadi 3
3. Mengajarkan teknik O:
napas dalam - RR: 20 kali/menit
4. Memberikan - Nadi: 88 kali/menit
analgetik Novalgin - Suhu: 360C
300 mg IV - TD :120/90
- Pasien tampak lebih
relaks
A: Nyeri teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
- Kaji tingkat nyeri
- Kaji tanda-tanda vital
- Kelola pemberian
Novalgin 2x 300 mg

Jumat 1. Mengkaji tingkat 07 : 00


25/11/2020 nyeri S:
2. Mengkaji tanda- - Pasien menyatakan
tanda vital sudah tidak merasakan
nyeri. Skala nyeri 0
O:
- Nadi: 80 kali/menit
- Suhu: 360C
- Pasien tampak sudah
tidak merasakan nyeri
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
2. 1. Mengkaji luka post 11 : 25
operasi S: pasien menyatakan daerah
2. Mengkaji luka post sekitar post operasi tidak
operasi gatal dan panas
O:
- Nadi: 96 kali/menit
- Suhu: 36,60C
- Balutan luka post
operasi tampak bersih,
tidak kemerahan, tidak
bengkak
A:
Resiko infeksi teratasi
sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
- Kaji tanda-tanda vital
- Kaji luka post operasi

Kamis 1. Mengkaji tanda-tanda 10 :00


24/11/2020 vital S:
2. Mengakaji luka post Pasien menyatakan daerah
operasi sekitar post operasi tidak
3. Meberikan antibiotik gatal dan panas
Cefotaxime 500 mg IV O:
- Nadi: 88 kali/ menit
- Suhu: 360C
- Balutan luka post
operasi tampak bersih,
tidak ada tanda-tanda
infeksi (kemerahan,
bengkak, panas, nyeri)
A:
Resiko infeksi teratasi
sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
- Kaji tanda-tanda vital
- Kaji luka pos operasi
- Lakukan perawatan
luka
- Kelola pemberian
Cefotaxime 2 x 500
mg IV

Anda mungkin juga menyukai