Anda di halaman 1dari 7

Tugas Kelompok

HIPOTERMIA

Tugas Kelompok Ini Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar
Pada Program Studi D3 Keperawatan

Dosen Pengampu : Duwi Pudji Astuti S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Aisyah Galuh Prameswari (P27220020003)

Nur Khasanah (P27220020033)

Nurlina Dwi Astuti (P27220020034)

Prihatiasa Ma’afi Jannah (P27220020035)

Rika Diana (P27220020036)

Rossa Surya Bintang (P27220020038)

Saundra Indrastuti Syahari (P27220020039)

Septiana Yulestiawati (P27220020040)

PRODI D3 KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

A. Pengertian
Hipotermia adalah suatu kondisi suhu tubuh yang berada di bawah
rentang normal tubuh. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b). Menurut
Saifuddin dalam((Dwienda, Maita, Saputri, & Yulviana, 2014))
Hipotermia adalah suatu kondisi turunnya suhu sampai di bawah 30
derajat C. Hipotermi adalah suatu keadaan suhu tubuh dibawah
36,5oC pada pengukuran melalui ketiak (Depkes RI, 2009). Hipotermi
yang tidak diinginkan dapat dialami pasien sebagai akibat dari suhu
rendah di kamar operasi (25-26 derajat C), infus dengan cairan yang
dingin, inhalasi gas – gas dingin, luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot
yang menurun, usia lanjut atau obat – obatan yang digunakan pada
anestesi umum.
Hipotermia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan suhu
tubuh dari batas normal menjadi <35oC atau 95oF secara involunter.
Hipotermia terjadi karena pelepasan panas melalui konduksi, konveksi,
radiasi, atau evaporasi. Lokal cold injury dan frostbite terjadi karena
hipotermia menyebabkan penurunan viskositas darah dan kerusakan
intraseluler (intracellular injury). Hipotermia dapat dikategorikan sebagai
hipotermia ringan (32 – 35oC), hipotermia sedang (28 – 31oC) dan
hipotermia berat (dibawah 28oC). Gejala yang sering terjadi mulai dari
pusing, menggigil, hingga halusinasi seperti orang yang kesurupan.
Meskipun gejala awal yang terjadi hanya gejala ringan, penyakit ini
banyak menyebabkan kematian. Faktor risiko hipotermia semakin
meningkat pada orang tua, anak – anak, pecandu alkohol dan pendaki
gunung (Setiati, 2014).
B. Gejala dan Tanda
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) gejala dan tanda hipotermia
yaitu :
1. Mayor
a. Kulit teraba dingin
b. Menggigil
c. Suhu tubuh di bawah nilai normal (Normal 36,50C-37,50C)
2. Minor
a. Akrosianosis
b. Bradikardi ( Normal 120-160 x/menit)
c. Dasar kuku sianotik
d. Hipoglikemia
e. Hipoksia
f. Pengisian kapiler > 3 detik
g. Konsumsi oksigen meningkat
h. Ventilasi menurun
i. Piloereksi
j. Takikardi
k. Vasokontriksi perifer
l. Kutis memorata ( pada neonatus)

C. Komplikasi
Respons pertama tubuh untuk menjaga suhu agar tetap normal
(37˚C) adalah dengan gerakan aktif maupun involunter seperti menggigil.
Pada awalnya kesadaran, pernapasan, dan sirkulasi juga masih normal.
Namun, seluruh sistem organ akan mengalami penurunan fungsi sesuai
dengan kategori hipotermia. Komplikasi berat seperti fibrilasi atrium akan
terjadi apabila suhu inti tubuh kurang dari 32˚C. Namun bila belum ada
tanda instabilitas jantung, kondisi ini belum memerlukan penanganan
khusus. Risiko henti jantung kemudian akan meningkat apabila suhu inti
tubuh menurun di bawah 32˚C, dan sangat meningkat apabila suhu kurang
dari 28˚C (konsumsi O2 dan frekuensi nadi telah menurun 50%) (Tanto,
2014).
1. Frostbite, yaitu komplikasi paling umum yang terjadi disebabkan
oleh hipotermia dan menyebabkan jaringan tubuh membeku.
Gangguan ini disebut juga dengan radang dingin atau kematian
jaringan.
2. Chilblains, yaitu gangguan yang menyebabkan peradangan pada
pembuluh darah dan kerusakan saraf pada kulit. Hal ini disebabkan
oleh paparan berulang akibat suhu dingin. Gangguan ini dapat
menyebabkan rasa gatal, bengkak, hingga lepuhan pada tangan dan
kaki.
3. Gangrene, yaitu kondisi yang menyebabkan jaringan tubuh mati
karena tidak mendapatkan pasokan darah yang cukup. Gangguan
ini dapat menyebabkan kondisi yang serius, seperti amputasi
hingga kematian.
4. Trench Foot, yaitu kerusakan saraf dan pembuluh darah akibat
rendaman air dingin yang terlalu lama. Maka dari itu, penggunaan
kaus kaki dan sepatu sangat penting untuk menjaga kaki agar tetap
kering.

D. Penatalaksanaan
Pencegahan hipotermi adalah meminimalkan atau membalik proses
fisiologis. Pengobatan mencakup pemberian oksigen, hidrasi yang
adekuat, dan nutrisi yang sesuai. Terdapat 3 macam tehnik penghangatan
yang digunakan (Setiati et al,2009) :
1. Penghangatan eksternal pasif
Teknik ini dilakukan dengan cara menyingkirkan baju
basah kemudian tutupi tubuh pasien dengan selimut hangat.
Menurut Wegner (2009), kehangatan selimut hangat hanya akan
bertahan atau hangat yang dimiliki menghilang dalam waktu 10
menit. Pendekatan pasif atau tradisional lainnya untuk memberikan
kehangatan termal yaitu pemberian kaos kaki dan penutup kepala.
Menurut Nazma (2010), pemberian matras penghangat akan dapat
menghambat pelepasan panas secara konduksi, pemakaiannya
sangat efektif digunakan pada bayi dan anak. Pemberian matras
penghangat ini kurang efektif jika digunakan pada pasien dewasa.
Ketidakefektifan tersebut dikarenakan luas permukaan pasien
dewasa yang lebih luas dari anak – anak, serta dari pemberian
matras penghangat tersebut hanya pada daerah punggung pasien
saja yang terkena. Hal ini terjadi karena pasien pasca operasi
dilakukan imobilisasi sehingga tidak dilakukan perubahan posisi.
Berat badan pasien juga memberikan penekanan yang lebih tinggi
kepada matras dengan kondisi hangat sehingga risiko iritasi pada
area tubuh yang mendapat penekanan yang lebih akan mungkin
terjadi. Jika suhu ruang operasi dapat dipertahankan antara 25
derajat C, maka suhu pasien dapat berkisar di bawah 36 derajat C.
Di ruang operasi suhu ruangan diatur lebih rendah agar
mengurangi efek penyebaran infeksi nasokomial. Penggunaan
lampu penghangat secara langsung dapat menyebabkan kulit
menjadi merah terutama daerah leher, dada, dan tangan karena alat
ini mempunyai densitas yang tinggi pada termoreseptor.
Penggunaan humidifier hangat dapat mengurangi kerusakan
mukosa dan silia pada saluran napas karena kelembaban mukosa
dan silia pada saluran napas akan tetap terjaga dengan baik.
Kelemahan dari intervensi ini adalah cairan humidifier yang
dihangatkan akan cepat menjadi dingin kembali akibat terpapar
suhu ruangan di ruang operasi yang dibawah suhu kamar. Hal ini
akan memerlukan observasi yang lebih ketat untuk mengganti
cairan humidifier tersebut.
2. Penghangat eksternal aktif
Teknik ini digunakan untuk pasien yang tidak berespon
dengan penghangatan eksternal pasif (selimut, kompres hangat,
hotpack, mandi air hangat atau lempengan pemanas), dapat
diberikan cairan infus hangat intra vena (suhu 39-40oC) untuk
menghangatkan pasien dan oksigen. Menurut Nazma (2010),
penghangatan cairan infus dan darah berkisar diatas 320C untuk
mengindari hipotermi. Penghangatan darah transfusi berisiko akan
dapat merusak sel – sel darah yang ada.
3. Penghangat internal aktif
Ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain :
irigasi ruang pleura atau peritoneum, hemodialisis, dan operasi
bypass kardiopulmonal. Dapat pula dilakukan bilas kandung kemih
dengan cairan NaCl 0,9% hangat (suhu 40-45oC) atau dengan
menggunakan tabung penghangat esophagus (Nazma, 2010).
Selain itu, berikan cairan berkarbohidrat tinggi dan makan untuk mencoba
memberikan upaya kewaspadaan pada pasien yang sedang menggigil dan
tidak memiliki risiko aspirasi, transfer pasien ke rumah sakit bila tidak
dapat memberikan penghangat di lokasi kejadian, posisikan pasien
horizontal dengan gerakan sedikit dan upayakan kewaspadaan dan fokus,
pasien harus ditangani secara lembut dan immobile ketika di transfer ke
rumah sakit untuk mencegah aritmia, pertimbangkan untuk insulasi
seluruh tubuh dan penghangat aktif (teknik ekternal dan minimal invasif)
berat.
DAFTAR PUSTAKA
DSW Kustina. (2017). “ Konsep Dasar Hipotermi “. (online)
http://repository.unimus.ac.id/860/3/BAB%20II.pdf

Mahendrayani, NK. (2019). “ Konsep Dasar Hipotermi “. (online)


http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2271/3/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai