Ejakulasi dini merupakan gangguan yang ditandai oleh ejakulasi yang terjadi pada stimulasi seksual minimal setelah penetrasi dan sebelum pria tersebut menginginkan ejakulasi. Keadaan ini harus terjadi berkali-kali sepanjang waktu untuk menetapkan diagnosis ejakulasi dini. Saat menegakkan diagnosis, usia pria tersebut, adanya sesuatu yang baru pada pasangan seksual dan lingkungan sekitar, dan frekuensi aktivitas seksualnya harus ditanyakan. Ejakulasi dini dilaporkan terjadi pada 10%-35% pria yang berobat untuk masalah disfungsi seksual. Ejakulasi dini menurun sesuai usia. (Heffner J. Linda, 2008) Menurut Prof. Wimpie Pangkahila batasan pengertian ejakulasi dini berdasarkan waktu, frekuensi, kepuasan dan kemampuan mengendalikan ejakulasi. Jadi, ejakulasi dini adalah ketidakmampuan mengontrol ejakulasi sehingga terjadi dalam waktu singkat dan tidak sesuai keinginannya. Pria penderita ejakulasi dini mencapai klimak tidak lebih dari satu atau dua menit setelah penetrasi saat coitus.Sementara bagi pria yang prima dan sehat biasanya mencapai klimak pada kisaran 7 sampai 10 menit setelah penetrasi. Walaupun penderita masih bisa mencapai orgasme, namun mereka seringkali merasa kecewa karena tak mampu memberikan kepuasan seksual kepada mitra seksnya. Apalagi jika pasangannya mengungkapkan kekecewaan dalam bentuk penyalahan diri. Pria yang mengalami ejakulasi dini sering mengalami stres, tidak percaya diri, rendah diri, dan malu kepada pasangannya. Pasangannya tentu merasa kecewa, tidak puas, jengkel, marah, dan akhirnya bisa memicu peningkatan disfungsi seksual penderitanya. Prof. Wimpie Pangkahila menyatakan bahwa berdasarkan tingkat gangguannya, maka ejakulasi dini dibagi menjadi 3 bagian, yakni : 1. Ejakulasi dini ringan, yakni terjadinya ejakulasi setelah beberapa kali gesekan singkat kelamin. 2. Ejakulasi dini sedang, yakni terjadinya ejakulasi setelah penis masuk kedalam vagina. 3. Ejakulasi dini berat, yakni terjadinya ejakulasi saat penis menyentuh bagian luar vagina. (Pieter, Zan Herri, 2011) B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM TERKAIT EJAKULASI DINI Rangsangan akhir organ sensorik dan sensasi seksual menjalar melalui saraf pudendu. Melalui pleksus sakralis dari medula spinalis membantu rangsangan aksi seksual yang mengirim sinyal ke medula yang meningkatkan sensasi seksual yang berasal dari struktur interna. Akibat dari dorongan seksual akan mengisi organ seksual dengan sekret yang menyebabkan keinginan seksual dengan merangsang mukosa uretra. Unsur psikis ransangan seksual. Sesuai dengan meningkatnya kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan seksual dengan memikirkan/berkhayal, menyebabkan terjadi aksi seksual sehingga menimbulkan ejakulasi atau pengeluaran selama mimpi terutama usia remaja. Aksi seksual pada medula sinalis. Fungsi otak tidak terlalu penting karena rangsangan genital yang menyebabkan ejakulasi dihasilkan dari mekanisme refleks yang sudah terintegrasi pada medula spinalis lumbalis. Mekanisme ini dapat di rangsang secara psikis dan seksual yang nyata serta kombinasi keduanya. (Syaifuddin, 2006)
C. ETIOLOGI EJAKULASI DINI
Ejakulasi dini tidak datang dengan sendirinya, tetapi ada faktor penyebabnya, baik dari pengaruh fisik maupun psikologis. Kontribusi fisik yang menyebabkan ejakulasi dini adalah kurang berfungsinya serotonin, usia, ketidakseimbangan nutrisi, dan efek samping obat-obatan. Adapun kontribusi psikologis terhadap ejakulasi dini meliputi stres dalam pekerjaan, hambatan dalam relasi personal, depresi yang berkepanjangan dan berulang-ulang, kebiasaan cepat penetrasi saat coitus, rasa takut, khawtir sat coitus, rasa bersalah dan kecewa setelah mencapai kenikmatan seks, perasaan jengkel, hilangnya gairah seks, dan disparenuia. (Pieter, Zan Herri, 2011)
D. TANDA DAN GEJALA EJAKULASI DINI
Gejala dari ejakulasi dini adalah ketidakmampuan untuk menunda ejakulasi lebih dari satu menit setelah penetrasi. Namun, kondisi ini dapat terjadi pada situasi seksual apapun, termasuk masturbasi. Ejakulasi dini dapat membuat para pria dan pasangannya tertekan,. Apabila kondisi ini sering terjadi, kehidupan seksual menjadi mengecewakan dan akan berdampak negatif juga pada kebahagiaan. E. PATOFISIOLOGI EJAKULASI DINI Proses ejakulasi berada dibawah pengaruh saraf otonom. Asetilkolin berperan sebagai neurotransmitter ketika saraf simpatis mengaktifasi kontraksi dari leher kandung kemih, vesika seminalis dan vas deferens. Reflex ejakulasi berasal dari kontraksi otot bulbokavernosus dan ischiokavernosus sera di kontrol oleh saraf pupendus. Singkatnya, ejakulasi terjadi karena mekanisme reflex yang di cetuskan oleh rangsangan pada penis melalui saraf sensorik pudendus yang terhubung dengan persarafan tulang belakang dan korteks sensorik (salah satu bagian otak). Penilitian pada pria dengan ejakulasi dini dan membandingkannya dengan kadar yang normal. Pada pria tanpa ejakulasi dini, pengukuran kadar sensitivitas penis meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Penelitian lanjutan mengemukakan bahwa pria dengan ejakulasi dini memiliki sensitivitas lebih tinggi daripada pria tanpa ejakulasi dini. DAFTAR PURTAKA
Pieter, Zan Harri. 2011. Pengantar Psikopatologi untuk Kepertawatan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Syafuddin. 2006. ANATOMI FISIOLOGI untuk Mahasiswa Keoerawatan. Jakarta : EGC