SISTEM GENITOURINARIA
Oleh: Kelompok 4
Muchlisin 22020118410007
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir ini angka morbiditas dan mortalitas penyakit di pada
sistem perkemihan di Indonesia semakin meningkat jumlahnya. Perubahan gaya
hidup masyarakat dan pengetahuan masyarakat mengenai informasi penyakit-
penyakit sistem perkemihan diyakini sebagai salah satu penyebab tingginya penyakit
tersebut. Keluhan penyakit yang terkait dengan sistem ini banyak dijumpai di
layanan kesehatan primer. Sehingga kemampuan seorang tenaga kesehatan dalam
mendeteksi dini kelainan tersebut akan sangat membantu dalam menurunkan angka
kesakitan, kecacatan, dan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Kemajuan penatalaksanaan penyakit sistem perkemihan mulai dari pengkajian
yang tepat, diagnostik, terapi medik, terapi bedah dan rehabilitasi menyebabkan
jumlah penderita penyakit sistem perkemihan yang ditangani semakin baik yang
meningkatkan harapan hidup penderita. Meskipun demikian, hal ini tidak
menyelesaikan masalah karena adakalanya, beberapa penyakit meninggalkan gejala
sisa bagi penderita sehingga mengurangi produktivitas kerja dan kualitas hidup.
Selain itu semuanya memerlukan biaya yang sangat besar, dan sumber daya manusia
yang terampil dalam penatalaksanaannya.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit sistem perkemihan perlu ditingkatkan
karena selain murah dan mudah, dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan oleh
siapa saja, tetapi memerlukan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia terhadap
penyakit sistem perkemihan. Faktor risiko dari penyakit sistem perkemihan perlu
mendapat perhatian khusus, karena risiko hari ini merupakan penyakit di masa yang
akan datang. Selain memfokuskan perhatian pada mereka yang telah menderita
penyakit, kita juga perlu memusatkan perhatian pada mereka yang belum menderita
tetapi mempunyai resiko untuk menderita penyakit. Karena sesungguhnya jumlah
orang yang mempunyai risiko jatuh sakit jauh lebih banyak daripada mereka yang
telah menderita penyakit.
Penegakkan diagnosis kelainan-kelainan pada sistem perkemihan yang tepat
menjadi sangat penting dalam tata laksana pasien berikutnya. Seorang tenaga
kesehatan dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dasar urologi
dengan seksama dan sistematik mulai dari:
1. Pemeriksaan subyektif untuk mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien
yang digali melalui anamnesis yang sistematik
2. Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien untuk
mencari data-data objektif mengenai keadaan pasien, dan
3. Pemeriksaan penunjang yaitu melalui pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium
maupun pemeriksaan diagnostic lainnya.
1. Konsep dasar pemeriksaan Sistem Genitourinaria
Pemeriksaan sistem perkemihan terhadap kelainan yang mungkin dialami oleh
klien dilakukan dengan melakukan anamnesis keluhan yang dialami oleh klien,
pemeriksaan fisik terhadap fungsi dari sistem perkemihan, dan kemudian
dibandingkan dengan hasil dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
diagnostik lainnya.
1.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu wawancara kepada klien yang ditujukan untuk
mengetahui secara dini penyakit yang kemungkinan di derita oleh klien.
Anamnesis merupakan suatu proses pengumpulan data adalah mengumpulkan
informasi yang sistematik tentang klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien.
Data dikumpulkan dari klien (autoanamnesa) atau dari orang lain
(alloanamnesa), yaitu dari keluarga, orang terdekat, masyarakat.
Data yang diperoleh dari proses anamnesis merupakan data subjektif. Data
Subjektif menunjukkan persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan.
Klien mengungkapkan persepsi dan perasaan subjektif seperti harga diri atau
nyeri. Data subjektif adalah informasi yang diucapkan oleh klien kepada perawat
selama wawancara atau pengkajian keperawatan, yaitu komentar yang didengar
oleh perawat. Data subjektif biasa disebut ”gejala”. Data subjektif atau gejala
adalah fenomena yang dialami oleh klien dan mungkin suatu permulaan
kebiasaan dari sensasi normal klien. Contoh : saya merasa sakit dan perih ketika
buang air kecil, perut saya terasa melilit, badan saya sakit semua, dll.
Anamnesis yang sistematik mencakup : keluhan utama pasien, riwayat
penyakit saat ini yang sedang di derita klien, seperti : keluhan sistemik yang
merupakan penyulit dari kelainan urologi, seperti malaise, pucat, uremia yang
merupakan gejala gagal ginjal, atau demam akibat infeksi dan keluhan lokal,
seperti nyeri, keluhan miksi, disfungsi seksual, atau infertilitas. Selain itu perlu
adanya pengkajian terhadap riwayat penyakit lain yang pernah dideritanya
maupun pernah diderita keluarganya. Beberapa pertanyaan yang bias diajukan
kepada klien adalah :
a) Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan
ada/tidaknya sedimen.
b) Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta
riwayat infeksi saluran kemih.
c) Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait
dengan sistem perkemihan 1
a. Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia
dirasakan sebagai nyeri lokal (nyeri yang dirasakan di sekitar organ tersebut)
atau berupa referred pain (nyeri yang dirasakan jauh dari tempat organ yang
sakit). Inflamasi akut pada organ padat traktus urogenitalia seringkali
dirasakan sangat nyeri, hal ini disebabkan karena regangan kapsul yang
melingkupi organ tersebut. Maka dari itu, pielonefritis, prostatitis, maupun
epididimitis akut dirasakan sangat nyeri, berbeda dengan organ berongga
sperti buli-buli atau uretra, dirasakan sebagai kurang nyaman/discomfort.
1. Nyeri Ginjal
Nyeri ginjal terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Regangan kapsul ini
dapat terjadi pada pielonefritis akut yang menumbulkan edema, pada
obstruksi saluran kemih yang menjadi penyebab hidronefritis, atau pada
tumor ginjal.
2. Nyeri Kolik
Nyeri kolik terjadi pada spasmus otot polos ureter karena gerakan
peristaltik yang terhambat oleh batu, bekuan darah atau corpus alienum
lain. Nyeri ini sangat sakit, namun hilang timbul bergantung dari gerakan
perilstaltik ureter. Nyeri tersebut dapat dirasakan pertama tama di daerah
sudut kosto-vertebra, kemudian menjalar ke dinding depan abdomen, ke
regio inguinal hingga ke daerah kemalian. Sering nyeri ini diikuti keluhan
pada sistem pencernaan, seperti mual dan muntah.
3. Nyeri Vesika
Nyeri vesika dirasakan pada daerah suprasimfisis. Nyeri terjadi akibat
overdistensi vesika urinaria yang mengalami retensi urin atau terdapatnya
inflamasi pada buli buli. Nyeri muncul apabila buli-buli terisi penuh dan
nyeri akan berkurang pada saat selesai miksi. Stranguria adalah keadaan
dimana pasien merasakan nyeri sangat hebat seperti ditusuk-tusuk pada
akhir miksi dan kadang disertai hematuria.
4. Nyeri Prostat
Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema
kelenjar postat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri sulit ditentukan,
namun umunya diaraskan pada abdomen bawah, inguinal, perineal,
lumbosakral atau nyeri rektum. Nyeri prostat ini sering diikuti keluhan
miksi seperti frekuensi, disuria dan bahkan retensi urine.
5. Nyeri testis/epididimis
Nyeri dirasakan pada kantong skrotum dapat berupa nyeri primer (yakni
berasal dari kelainan organ di kantong skrotum) atau refered pain (berasal
dari organ di luar skrotum). Nyeri akut primer dapat disebabkan oleh
toriso testis atau torsio apendiks testis, epididimitis/orkitis akut, atau
trauma pada testis. Inflamasi akut pada testis atau epididimis
menyebabkan pergangan pada kapsulnya dan sangat nyeri. Nyeri testis
sering dirasakan pada daerah abdomen, sehingga sering dianggap
disebabkan kelainan organ abdominal. Blunt pain disekitar testis dapat
disebabkan varikokel, hidrokel, maupun tumor testis.
6. Nyeri penis
Nyeri yang dirasakan pada penis yang sedang flaccid (tidak ereksi)
biasanya merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa buli buli
atau ueretra, terutama pada meatus uretra eksternum. Nyeri pada ujung
penis dapat disebabkan parafimosis atau keradangan pada prepusium atau
glans penis. Sedangkan nyeri yang terasa pada saat ereksi mungkin
disebabkan oleh penyakit Peyronie atau priapismus (ereksi terus menerus
tanpa diikuti ereksi glans).1
b. Keluhan Miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan
iritasi, obstruksi, inkontinensia dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi urgensi,
polakisuria, nokturia dan disuria; sedangkan keluhan obstruksi meluiputi
hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine melemah, intermitensi
dan menetes serta masih terasa ada sisa urine sehabis miksi. Keluhan iritasi
dan obstruksi dikenal sebagai lower urinary tract syndrome.
b. Palpasi
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah
kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah
diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada
permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan
memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan
mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal, dan apakah terdapat
abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat teraba.
Palpasi juga efektif untuk menilai menganai keadaan cairan pada ruang tubuh.
Palpasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu pada awal selalu digunakan palpasi
ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat
mentoleransi. Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda mungkin
melewatkan dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda
akan mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan
bersifat superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau
dalam otot. Juga dapat membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium
dan dalam. Untuk melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung
jari anda pada kulit pasien, gerakkan jari secara memutar.
Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk
massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur
tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh
pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar. Sedangkan palpasi dalam
digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan
satu atau dua tangan. Jika dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas
menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian
yang nyeri atau tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk
membuat rasa tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu
gejala.
Pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknik palpasi dapat dilakukan pada
ginjal, kandung kemih, alat genitalia dan rectum klien dengan memperhatikan
prinsip diatas untuk mendapatkan informasi tambahan terkait kondisi klien.
c. Perkusi
Perkusi, merupakan langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk
permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan
densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan
menghasilkan gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di
bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya tergantung sifat
struktur yang dilewati oleh suara itu.
Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara (misalnya
paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang daripada
struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang menghasilkan suara yang
lebih lembut, tinggi dan pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan
menyerap suara, seperti proteksi akustik menyerap suara pada ruang “kedap suara”.
Ada dua metode perkusi langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai).
Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat
pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu
karet kecil, dan digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil
(biasanya terbuat dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini
merupakan metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa
repot untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung,
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu tangan
bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain sebagai
plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang. Kini, jari pasif
(plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan tubuh, dan jari-
jari lainnya agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk menghindari
berkurangnya suara. Pleksimeter, mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di
antara ruas interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari
segera diangkat, agar tidak menyerap suara. Lihat gambar 2.
Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan
tangan (Gambar 3). Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari
tangan yang dominan yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung.
Perkusi langsung kepalan bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi
jari tidak berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi
tangan yang pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan
yang dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai,
misalnya, nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal.
Pada pemeriksaan fungsi sistem perkemihan pada saat dilakukan perkusi
mungkin akan dirasakan nyeri pada lokasi yang sakit. Sehingga perlu diperhatikan
dalam melakukan tindakan perkusi agar dilakukan dengan hati-hati dengan
memperhatikan ekspresi klien.
d. Auskultasi
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru,
jantung pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi
adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting
yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk
oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem
kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keras
lemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya.
Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara
Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh.
Auskultasi dilakukan dengan stetoskop. Stetoskop regular tidak mengamplifikasi
suara. Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa
(tubing), dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece), menghilangkan suara gangguan
eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan satu suara saja. Stetoskop
khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia dengan akuitas suara yang lebih
rendah. Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung
yang ke telinga harus diletakkan pas ke dalam telinga, dan tabung/pipa tidak boleh
lebih panjang dari 12-18 inci.
Auskultasi adalah keterampilan yang mudah dipelajari tapi sulit
interpretasinya. Pertama, suara normal yang bermacam-macam harus dipelajari
sebelum dapat membedakan mana suara yang abnormal dan ektra. Ketika
menggunakan stetoskop, kurangi suara-suara eksternal yang mengganggu dan suara
artefak. Tutup mulut anda dan, jika endpiece telah diletakkan pada permukaan tubuh,
tutup mata anda dan berkonsentrasilah. Dengan cara demikian, anda akan
mengeliminasi suara yang ditransmisikan melalui mulut yang terbuka, yang dapat
berfungsi seperti megaphone, dan gangguan akibat stimulasi visual terus menerus.
Pada pemeriksaan sistem perkemihan beberapa suara abnormal yang mungkin
ditemukan adalah suara bruit yang merupakan indikasi terjadinya stenosis arteri renal
3
.
2. Pemeriksaan Ginjal
Ginjal terletak pada regio posterior, dilindungi oleh iga. Sudut costovertebral
adalah regio dimana kita menilai nyeri tekan dan nyeri ketok pada ginjal. Pada level
yang lebih bawah pada kwadran kanan atas, pool bawah ginjal kanan, kadang-kadang
dapat diraba. Vesica urinaria yang terisi penuh dan uterus hamil dapat diraba di atas
simpisis pubis. Beberapa hal penting yang diperhatikan sewaktu pemeriksaan adalah
cahaya ruangan cukup baik, klien harus rileks, pakaian harus terbuka dari processus
xyphoideus sampai sympisis pubis. Kondisi rileks dari klien dapat diperoleh dengan
cara :
1. Vesica urinaria harus dikosongkan lebih dahulu
2. Pasien dalam posisi tidur dengan bantal dibawah kepala dan lutut pada posisi
fleksi (bila diperlukan)
3. Kedua tangan disamping atau dilipat diatas dada. Bila tangan diatas kepala akan
menarik dan menegangkan otot perut
4. Telapak tangan pemeriksa harus cukup hangat, sdan kuku harus pendek. Dengan
jalan menggesek gesekan tangan akan membuat telapak tangan jadi hangat.
5. Lakukan pemeriksaan perlahan lahan, hindari gerakan yang cepat dan tak
diinginkan
6. Jika perlu ajak klien berbicara sehingga pasien akan lebih relak
7. Jika klien sangat sensitif dan penggeli mulailah palpasi dengan tangan klien
sendiri dibawah tangan pemeriksa kemudian secara perlahan lahan tangan
pemeriksa menggantikan tangan klien
8. Perhatikan hasil pemeriksaan dengan memperhatikan rawut muka dan emosi
klien
Gambar 4. Gambaran ginjal dari posterior 3
2.1 Inspeksi
Pemeriksaan regio costo-vertebralis : dilakukan dalam posisi baring terlentang
(supine position) atau duduk, minta klien membuka bajunya. Perhatikan sekitar
abdomen klien. Lakukan inspeksi pada abdominal jika terdapat massa di abdominal
atas, massa keras dan padat kemungkinan terjadi keganasan atau infeksi perinefritis. :
Perhatikan tanda radang hebat, trauma (luka lecet/gores), benjolan di regio costo-
vertebralis (RCV)/lateral abdomen yg ikut gerak nafas (tumor) 3.
2.2 Palpasi
a. Palpasi Ginjal Kanan
1. Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita, paralel pada costa ke-12,
dengan ujung jari anda menyentuh sudut kostovertebral. Angkat, dan cobalah
mendorong ginjal kanan ke depan (anterior).
2. Letakkan tangan kanan anda dengan lembut pada kuadran kanan atas, di
sebelah lateral dan sejajar terhadap otot rektus (muskulus rektus abdominis
dekstra)
3. Mintalah penderita untuk bernapas dalam. Pada waktu puncak inspirasi,
tekanlah tangan kanan anda dalam-dalam ke kuadran kanan atas, di bawah
arcus costa, dan cobalah untuk “menangkap” ginjal diantara kedua tangan
anda.
4. Mintalah penderita untuk membuang napas dan menahan napas. Pelan-pelan,
lepaskan tekanan tangan kanan anda, dan rasakan bagaimana ginjal akan
kembali ke posisi pada waktu ekspirasi. Apabila ginjal teraba (normalnya
jarang teraba), tentukan ukurannya, contour, dan ada/tidaknya nyeri tekan.
Gambar 5. Teknik palpasi bimanual pada ginjal kanan 3
2.3 Perkusi
Teknik perkusi digunakan untuk mengetahui nyeri ketok pada ginjal. Nyeri
tekan ginjal mungkin ditemui saat palpasi abdomen, tetapi juga dapat dilakukan pada
sudut costovertebrae. Kadang-kadang penekanan pada ujung jari pada tempat tersebut
cukup membuat nyeri, tetapi seringkali harus digunakan kepalan tangan untuk
menumbuhkan nyeri ketok ginjal (ditinju dengan permukaan ulnar kepalan tangan
kanan dengan beralaskan volar tangan kiri ( fish percussion). Letakkan satu tangan
pada sudut kostovertebra, dan pukullah dengan sisi ulner kepalan tangan Anda. Pada
kasus trauma ginjal : tentukan perluasan dan progresivitas daerah pekak (dullness)
dinding lateral abdomen. Pada kasus perdarahan retroperitoneal : pekak pada perkusi
tidak berubah dengan perubahan posisi, sedangkan pekak berpindah sesuai perubahan
posisi jika perdarahan intraperitoneal
Gambar 6. Tehnik perkusi 3
2.4 Auskultasi
Pada asukultasi akan terdengar suara bising (systolic bruit) bila ada
stenosis/aneurisma arteri renalis.
1) Pada keadaan Normal (Volume 150 cc) supra pubik akan tidak terlihat.
2) Bila tampak penonjolan yg bulat antara sympisis os pubis dan umbilikus
maka dapat dikatakan vesica urinaria penuh
3) Jika ada benjolan tidak teratur di supra pubis biasanya disebabkan oleh
tumor buli-buli besar
3.2 Palpasi :
1) Jka terdapat Nyeri tekan supra pubis maka mengindikasikan sistitis, adanya
umor buli-buli, uterus, ovarium yg besar dan seminoma teraba di supra pubis
3.3 Perkusi :
1) Jika tidak ada Buli-buli maka tidak dapat diidentifikasi dgn perkusi
2) Suara Pekak (dullness) di supra pubis dapat terdengar jika isi buli-buli > 150
cc atau adanya kista ovarium pada wanita 4
Hal yang harus diperiksa/dilihat pada saat melakukan pemeriksaan genitalia eksternal
pria adalah:
a. Inspeksi kulit dan rambut disekitar genitalia: bertujuan untuk melihat perubahan
warna, bercak kemerahan dan sebagainya
b. Inspeksi penis dan skrotum:
- pasien telah sirkumsisi atau belum
- ukuran penis dan skrotum (bandingkan kiri dan kanan)
- adanya lesi
- bentuk penis (phimosis)
c. Inspeksi meatus eksternal uretra
- letak muara eksternal (normalnya terletak ditengah gland penis)
- adanya cairan abnormal yang keluar dari muara (discharge)
d. Skrotum
- adanya lesi/perubahan warna
- pembengkakan
- memeriksa bagian posterior skrotum
Glans penis : periksa apakah ada Herpes progenitalis (Virus Herpes tipe 2)
atau radang glans penis (balanitis)
Meatus uretra (Apakah ada iritasi atau cairan darah dan nanah yang keluar
dari uretra)
Sulcus coronarius : Chancroid ( infeksi basil Ducrey ), scar ( sifilis primer),
tumor (ca. penis), Condylomata acuminate
Letak meatus uretra
Hipospadia ada 3 tipe : glandular (meatus uretra pada corona glandis),
penile (meatus pada batang penis sampai penoskrotalis), perineal (meatus
pada perineum hingga penis terlipat sama sekali membelah skrotum),
epispadia (meatus urethra terletak di dorsum penis), fistel urethra akibat
periurethritis atau trauma, Hypoplasia of the penis (micro penis) (penis
yang tidak berkembang, tetap kecil), curvatura penis : hypospadia penis
akan bengkok kearah ventral
b. Pemeriksaan Skrotum
1. Regangkan kulit skrotum diantara jari-jari untuk menilai dinding skrotum
2. Inspeksi skrotum, perhatikan apakah terdapat edema, kista, hematoma, laserasi,
dan ulkus. Cari : abses, fistel, edema, gangren (skrotum tegang, kemerahan
nyeri, panas, mengkilap, hilang rasa, basah → gangren, ca skrotum)
3. Nilai apakah ada pembesaran skrotum
a) orchitis/epididimitis: nyeri dgn tanda radang, skrotum edema, merah
b) Ca testis : skrotum besar berbenjol, tidak ada tanda radang dan tidak nyeri
c) Hydrocele testicularis : skrotum besar dan rata, tidak berbenjol
d) Hydrocele funicularis : sisi yg hidrocele ada 2 biji, jadi terlihat 3 benjolan
dengan testis sebelahnya
e) Hernia Inguinalis : usus dapat masuk atau didorong masuk ke dalam rongga
abdomen ketika berbaring
f) Varicocele : gambaran kebiruan menonjol dan berkelok-kelok sepanjang
skrotum, menghilang bila berbaring
g) Hematocele : perdarahan akibat trauma, skrotum bengkak kebiruan, ada
bekas trauma
h) Torsi testis : testis yang terpuntir lebih tinggi dari yg normal (Deming's
sign) dan posisi lebih horisontal dari yang normal (Angell's sign)
4. Lakukan transiluminasi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya hernia
skrotalis, dan untuk menilai isi skrotum.
5. Lakukan palpasi dan perhatikan :
a) Raba jumlah testis, monorchidism/anorchidism, kriptokismus uni/ bilateral
b) Testis teraba keras sekali,tidak nyeri tekan → seminoma
c) Hydrocele → testis tidak teraba, fluktuasi, tes transluminasi (+)
d) Hernia skrotalis → teraba usus/massa dari skrotum sampai kanalis
inguinalis
e) Varicocele → seperti meraba cacing dalam kantung (bag of worm)
f) Torsio testis → teraba horisontal dan nyeri, diangkat ke atas lewat sympisis
os pubis nyeri tetap/bertambah (Prehn's sign)
g) Vas deferens teraba seperti benang besar dan keras dalam skrotum. Tidak
teraba → agenesis vas deferens; TBC → teraba seperti tasbih
6. Bandingkan kedua testis secara simultan dengan palpasi keduanya
menggunakan ibu jari dan telunjuk. Bedakan ukuran, bentuk, konsistensi dan
sensitivitas terhadap tekanan.
7. Lokalisasi epididimis dengan palpasi testis secara perlahan, temukan bagian
bergerigi dan nodul lembut dimulai dari pole atas testis menerus ke pole bawah,
umumnya epididimis berada dibelakang testis. Bandingkan kedua epididimis
berdasarkan komponen kepala, badan dan ekornya. Nilailah apakah terdapat
tumor dan nyeri tekan.
8. Bandingkan kedua funiculus spermaticus secara simultan dengan palpasi pada
leher skrotum. Vas deferens normal teraba seperti tali cambuk yang keras dan
dapat dibedakan dengan struktur lainnya seperti saraf, arteri, dan serat
m.kremaster. Nilailah apakah funikulus positif, adakah massa dan nyeri tekan 3
4
.
Adapun hal yang harus di perhatikan saat melakukan retal touche antara lain :
1. reflex tonus spincter ani dan reflex bulbokavernosus
2. mencari kemungkinan adanya massa dalam lumen rectum
3. menilai keadaan prostat