Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam
konstitusi organisasi kesehatan dunia yang bernaung di bawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), disebutkan bahwa salah satu hak
asasi manusia adalah memperoleh manfaat, mendapatkan dan atau
merasakan derajat kesehatan setinggi-tingginya, sehingga Kementerian
Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten
dalam menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan
tidak hanya berpihak pada kaum tidak punya, namun juga
berorientasi pada pencapaian Millenium Development Goals (MDGs).
Setiap individu berkewajiban ikut serta dalam memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan.
Untuk mendukung keberhasilan pembangunan di bidang
kesehatan, salah satunya dibutuhkan adanya ketersediaan data dan
informasi yang akurat bagi proses pengambilan keputusan dan
perencanaan program. Kebutuhan data dan informasi kesehatan dari
hari ke hari semakin meningkat. Masyarakat semakin peduli dengan
situasi kesehatan dan pencapaian hasil pembangunan kesehatan yang
telah dilakukan oleh pemerintah terutama terhadap masalah-masalah
kesehatan yang berhubungan langsung dengan kesehatan mereka.
Untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien
diperlukan informasi kesehatan yang dilakukan melalui sistem

1
informasi dan melalui kerjasama lintas sektor. Dalam tatanan
desentralisasi atau otonomi daerah di bidang kesehatan, kualitas dari
Sistem Informasi Kesehatan Nasional ditentukan oleh kualitas dari
Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten atau Kota. Sistem Informasi
Kesehatan adalah tulang punggung bagi pelaksanaan pembangunan
daerah berwawasan kesehatan di Kabupaten atau dengan kata lain
Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten dapat memberikan arah dalam
penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan di Kabupaten
berdasarkan fakta (Evidence Based Decision Making).
Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk melaporkan
pemantauan dan evaluasi terhadap pencapaian hasil pembangunan
kesehatan, termasuk kinerja dari penyelenggara pelayanan minimal di
bidang kesehatan di Kabupaten Pacitan adalah Profil Kesehatan
Kabupaten Pacitan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Profil
Kesehatan Kabupaten Pacitan ini berisi berbagai data / informasi yang
menggambarkan situasi dan kondisi derajat kesehatan, upaya
kesehatan, sumber daya kesehatan serta data/informasi lainnya yang
menggambarkan kinerja sektor kesehatan di suatu wilayah, baik
pemerintah maupun swasta selama satu tahun di Kabupaten Pacitan.
Profil Kesehatan Kabupaten Pacitan adalah sarana untuk
memantau dan mengevaluasi kemajuan pembangunan kesehatan di
Kabupaten Pacitan yang merupakan modal dasar demi tercapainya
Masyarakat Pacitan Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat.

B. Sistematika Penyajian
Profil Kesehatan Kabupaten Pacitan Tahun 2016 terdiri dari
beberapa bagian sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini secara ringkas menjelaskan latar belakang
pembangunan kesehatan, maksud dan tujuan disusunnya
Profil Kesehatan Kabupaten Pacitan tahun 2016 juga
menggambarkan secara ringkas sistematika penyajian bab
demi bab secara berurutan.

2
BAB II : GAMBARAN UMUM KABUPATEN PACITAN
Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Kabupaten
Pacitan yang meliputi keadaan geografis, data administrasi,
data kepedudukan dan informasi umum lainnya.
BAB III : SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Bab ini berisi uraian indikator derajat kesehatan yang
mencakup angka kematian, angka kesakitan dan angka
status gizi masyarakat.
BAB IV : SITUASI UPAYA KESEHATAN
Pada bab ini menguraikan tentang pelaksanaan program
pembangunan di bidang kesehatan yang meliputi pelayanan
kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan (penunjang),
pemberantasan penyakit menular dan tidak menular,
perbaikan gizi masyarakat serta pembinaan kesehatan
lingkungan dan sanitasi dasar.
BAB V : SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
Menguraikan tentang tenaga kesehatan, sarana kesehatan,
kefarmasian dan perbekalan kesehatan, pembiayaan
kesehatan serta sumber daya kesehatan lainnya.
BAB VI : PENUTUP
LAMPIRAN

3
BAB II
GAMBARAN UMUM KABUPATEN PACITAN

A. Keadaan Geografis
Kabupaten Pacitan terletak berada pada posisi 110,550
111,250 BT dan 07,550 8,170 LS, memiliki batas wilayah sebagai
berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Ponorogo (Jatim) dan Kabupaten
Wonogiri (Jateng)
Sebelah Timur : Kabupaten Trenggalek (Jatim)
Sebelah Selatan : Samudra Indonesia
Sebelah Barat : Kabupaten Wonogiri (Jateng)
Luas wilayah Kabupaten Pacitan seluruhnya 1.389,87 KM2.
Sebagian besar berupa bukit gunung, jurang terjal termasuk deretan
pegunungan seribu 88%. Gunung tertinggi adalah Gunung Limo di
Kecamatan Kebonagung dan Gunung Gembes di Kecamatan Bandar
yang merupakan mata air Sungai Grindulu. Adapun rincian luas dan
tingkat kelerengan adalah sebagai berikut :
Datar (kelas kelerengan 0 5%) seluas 53,70 KM2 (40%)
Berombak (kelas kelerengan 6 10%) seluas 134,24 KM2 (10%)
Bergelombang (kelas kelerengan 1130%) seluas 322,18 KM2 (24%)
Berbukit (kelas kelerengan 31 50%) seluas 698,06 KM2 (52 %)
Bergunung (kelas kelerengan > 51%) seluas 134,24 KM2 (10%)

B. Wilayah Administrasi
Pacitan sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur
mempunyai sistem pemerintahan yang sama dengan kabupaten
kabupaten lain. Secara administratif terdiri dari 12 kecamatan, 166
desa dan 5 kelurahan. Wilayah terluas adalah di Kecamatan Tulakan
yaitu seluas 161,61 km dan yang paling kecil wilayahnya adalah
Kecamatan Sudimoro, yaitu 71,05 km.

4
Tabel 1
Distribusi Wilayah Administrasi Pemerintah
Di Kabupaten Pacitan Tahun 2016
DESA/
NO KECAMATAN PUSKESMAS PUSTU
KELURAHAN
1 2 3 4 5
Donorojo 7 4
1 Donorojo
Kalak 5 1
Punung 9 3
2 Punung
Gondosari 4 2
Pringkuku 8 2
3 Pringkuku
Candi 5 1
Pacitan 10 2
4 Pacitan
Tanjungsari 15 5
Kebonagung 12 2
5 Kebonagung
Ketrowonojoyo 7 3
Tulakan 11 4
6 Tulakan
Bubakan 5 2
Ngadirojo 12 3
7 Ngadirojo
Wonokarto 6 3
Sudimoro 6 3
8 Sudimoro
Sukorejo 4 1
Arjosari 12 4
9 Arjosari
Kedungbendo 5 1
Tegalombo 7 2
10 Tegalombo
Gemaharjo 4 1
Nawangan 5 1
11 Nawangan
Pakisbaru 4 2
Bandar 4 1
12 Bandar
Jeruk 4 1
171
12 kecamatan 24 puskesmas 54 Pustu
desa/kelurahan

C. Kependudukan
1. Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Pacitan berdasarkan data
dari Proyeksi Penduduk Sasaran Program Kesehatan Tahun 2016
sebanyak 550.986 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk rata-
rata 397,08/km. Berdasarkan komposisi penduduk menurut jenis

5
kelamin, jumlah penduduk lakilaki sebanyak 268.896 jiwa dan
perempuan sebanyak 282.090 jiwa.
Jumlah penduduk Kabupaten Pacitan dapat dilihat dari
gambar berikut ini:
Gambar 1
Jumlah Penduduk Kabupaten Pacitan
Tahun 2013 2016

554,000 552,307
552,000 550,986

550,000

548,000
545,811
546,000
543,391
544,000

542,000

540,000

538,000
2013 2014 2015 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik Pusat

2. Sex Ratio Penduduk


Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat
dari perbandingan penduduk laki-laki dan penduduk perempuan.
Berdasarkan data yang terdapat dalam Proyeksi Penduduk Sasaran
Program Kesehatan Tahun 2016, jumlah penduduk laki-laki adalah
269.616 dan jumlah penduduk perempuan 282,691 jiwa. Rasio
jenis kelamin penduduk Kabupaten Pacitan Tahun 2016 sebesar
95,37. Dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih
banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki, berarti bahwa
setiap 100 penduduk perempuan terdapat penduduk laki-laki
sekitar 95-96 orang (Lampiran Tabel 2).

6
Gambar 2
Sex Ratio Penduduk di Kabupaten Pacitan Tahun 2016

282,691
269,616
300,000
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
LAKI-LAKI PEREMPUAN

Sumber: Proyeksi Penduduk Sasaran Program Kesehatan Tahun 2016

3. Struktur Penduduk Menurut Golongan Umur


Dalam pengetahuan tentang kependudukan dikenal istilah
karakteristik penduduk yang berpengaruh penting terhadap proses
demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk. Karakteristik
penduduk yang paling penting adalah umur dan jenis kelamin, atau
yang sering juga disebut struktur umur dan jenis kelamin. Dalam
pembahasan demografi pengertian umur adalah umur pada saat
ulang tahun terakhir.
Struktur Penduduk menurut golongan umur Kabupaten
Pacitan tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut :

7
Tabel 2
Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
Kabupaten Pacitan Tahun 2016
KELOMPOK JUMLAH PENDUDUK
NO
UMUR (TAHUN) LAKI-LAKI PEREMPUAN L+P
1 2 3 4 5
1 0-4 17.837 16.997 34.834
2 5-9 18.778 17.779 36.557
3 10 - 14 20.952 19.708 40.660
4 15 - 19 19.908 17.724 37.632
5 20 - 24 17.124 17.244 34.368
6 25 - 29 15.808 16.560 32.368
7 30 - 34 14.961 16.204 31.165
8 35 - 39 18.368 20.471 38.839
9 40 - 44 20.908 22.101 43.009
10 45 - 49 21.477 22.705 44.182
11 50 - 54 19.542 21.937 41.479
12 55 - 59 18.357 19.047 37.404
13 60 - 64 14.983 15.561 30.544
14 65 - 69 11.504 12.596 24.100
15 70 - 74 8.893 10.840 19.733
16 75+ 10.216 15.217 25.433
JUMLAH 269.616 282.691 552.307
Sumber: Proyeksi Penduduk Sasaran Program Kesehatan Tahun 2016

8
Gambar 3
Piramida Penduduk di Kabupaten Pacitan Tahun 2016

75+
70 - 74
65 - 69
60 - 64
55 - 59
50 - 54
45 - 49
40 - 44
35 - 39
30 - 34
25 - 29
20 - 24
15 - 19
10 - 14
5-9
0-4
30,000 20,000 10,000 0 10,000 20,000 30,000

Perempuan Laki-Laki

Sumber: Proyeksi Penduduk Sasaran Program Kesehatan Tahun 2016

Indikator lainnya yang terkait distribusi penduduk


menurut umur yang sering digunakan untuk mengetahui
produktifitas penduduk adalah rasio beban tanggungan. Rasio
beban tanggungan adalah angka yang menyatakan perbandingan
antara jumlah kelompok umur belum atau tidak produktif (umur
dibawah 15 tahun dan 65 tahun keatas) dengan jumlah kelompok
umur produktif (umur 15-64 tahun). Pada tabel diatas dapat dilihat
bahwa kelompok umur produktif lebih besar dibandingkan
kelompok umur belum atau tidak produktif. Rasio beban
tanggungan pada tahun 2016 sebesar 48,87, hal ini berarti bahwa
100 penduduk umur produktif harus menanggung beban hidup
sekitar 48-49 penduduk umur belum atau tidak produktif
(Lampiran Tabel 2).

9
BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Untuk mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan maka


derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Pacitan digambarkan dalam
indicator angka kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas) dan
status gizi masyarakat. Derajat kesehatan merupakan salah satu
kelompok penting indikator Indonesia Sehat atau merupakan indikator
hasil.

A. Angka Kematian (Mortalitas)


Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses
akumulasi akhir (outcome) dari berbagai penyebab kematian langsung
maupun tidak langsung. Kejadian kematian di suatu wilayah dari
waktu ke waktu dapat memberikan gambaran perkembangan derajat
kesehatan masyarakat, di samping seringkali digunakan sebagai
indikator dalam penilaian keberhasilan program pembangunan dan
pelayanan kesehatan. Tinggi rendahnya tingkat kematian penduduk di
suatu daerah mencerminkan kondisi kesehatan penduduk di suatu
daerah. Kematian atau mortalitas merupakan salah satu dari 3 (tiga)
komponen demografi, selain kelahiran dan migrasi, yang dapat
mempengaruhi jumlah dan komposisi penduduk. Indikator kematian
berguna untuk memonitor kinerja Pemerintah dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Perkembangan tingkat kematian di
Kabupaten Pacitan tahun 2016 akan diuraikan dibawah ini.
1. Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator
penting derajat kesehatan masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI)
menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu
penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau
penanganannya selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa
nifas (42 hari setelah melahirkan) bukan karena kecelakaan, tanpa
memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.

10
AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait
dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status kesehatan
secara umum, pendidikan dan pelayanan kehamilan dan
melahirkan. Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu, Dinas
Kesehatan Kabupaten Pacitan melakukan pelatihan tenaga
kesehatan, pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan serta
peningkatan kerjasama lintas sektor dan lintas program serta
peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui program Desa
Siaga.
Angka kematian ibu dipengaruhi oleh kondisi kesehatan
lingkungan, tingkat pendidikan atau pengetahuan ibu maternal,
status gizi dan pelayanan kesehatan. Angka Kematian Ibu tahun
2016 mencapai 114,78/100.000 Kelahiran Hidup. Angka riil
kematian ibu tahun 2016 adalah 8 orang dengan jumlah kelahiran
hidup sebanyak 6.394 kelahiran (Lampiran Tabel 6), mengalami
peningkatan apabila dibandingkan dengan AKI tahun 2015
mencapai 76,42/100.000 Kelahiran Hidup.
Untuk lebih mengetahui tingkat perkembangan angka
kematian ibu maternal dari tahun 2011 sampai dengan 2016 dapat
dilihat dari grafik dibawah ini:
Gambar 4
Angka Kematian Ibu (AKI)
Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016

133.03
140.00
118.17 114.78
120.00 105.17
95.01
100.00
76.42
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

11
Gambar 5
Jumlah Kejadian Kematian Ibu Maternal
Kabupaten Pacitan Tahun 2016

4
3.5
3
2
2.5 2
2
1.5
1
0.5
0
IBU HAMIL IBU BERSALIN IBU NIFAS

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

2. Angka Kematian Bayi (AKB)


Derajat kesehatan juga ditentukan oleh angka kematian
bayi. Kematian Bayi adalah kematian yang terjadi antara saat bayi
lahir sampai satu hari sebelum ulang tahun pertama. Dari sisi
penyebabnya, kematian bayi dibedakan faktor endogen dan
eksogen. Kematian bayi endogen (kematian neonatal) adalah
kejadian kematian yang terjadi pada bulan pertama setelah bayi
dilahirkan, umumnya disebabkan oleh faktor bawaan. Sedangkan
kematian eksogen (kematian post neonatal) adalah kematian bayi
yang terjadi antara usia satu bulan sampai satu tahun, umumnya
disebabkan oleh faktor yang berkaitan dengan pengaruh
lingkungan.
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang
meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam
1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. AKB dapat
menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat
karena bayi merupakan kelompok usia yang paling rentan baik
terhadap kesakitan maupun kematian terkena dampak dari

12
perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi. Angka Kematian
Bayi merupakan salah satu indikator penting untuk menentukan
derajat kesehatan masyarakat, sehingga program-program
kesehatan banyak yang menitikberatkan pada upaya penurunan
AKB, dimana AKB merujuk pada jumlah bayi yang meninggal
antara fase kelahiran hingga bayi berumur < 1 tahun per 1.000
kelahiran hidup.
Angka Kematian Bayi (AKB) Kabupaten Pacitan pada tahun
2016 sebesar 8,45 per 1.000 kelahiran hidup, dengan angka riil
bayi mati sebanyak 54 bayi dari 6.394 kelahiran hidup, sedangkan
Angka Kematian Bayi (AKB) Kabupaten Pacitan pada tahun 2015
sebesar 8,41 per 1.000 kelahiran hidup, dengan angka riil bayi mati
sebanyak 55 bayi dari 6.543 kelahiran hidup. Jumlah kematian
bayi tahun 2016 terdiri dari 41 neonatal dan 13 bayi, terdiri dari 33
berjenis kelamin laki-laki dan 21 perempuan (Lampiran Tabel 5).
Angka kematian bayi di Kabupaten Pacitan pada 6 tahun
terakhir terlihat ada kecenderungan penurunan, seperti dapat
dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 6
Angka Kematian Bayi (AKB)
di Kabupaten Pacitan Tahun 2011 - 2016

11.57 11.40
12.00
9.98
10.00 8.86 8.45
8.41

8.00

6.00

4.00

2.00

0.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

13
3. Angka Kematian Balita
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang
meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun dinyatakan sebagai
angka per 1.000 kelahiran hidup. AKABA merepresentasikan risiko
terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum umur
5 tahun. AKABA menggambarkan tingkat masalah kesehatan anak
dan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan
anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan.
Anak balita adalah anak usia 12-59 bulan.
Angka kematian balita di Kabupaten Pacitan tahun 2016
sebesar 1,10 per 1000 kelahiran hidup, dimana terdapat 8
kematian balita pada tahun 2016 (Lampiran Tabel 5), dan
dibandingkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs)
ke-4 tahun 2016 sebesar 23/1.000 kelahiran hidup maka AKABA di
Kabupaten Pacitan sudah jauh dibawah target. Meskipun demikian
ada kecenderungan peningkatan angka kematian balita di
Kabupaten Pacitan yang disebabkan oleh meningkatnya kasus
kematian balita karena kecelakaan dan penyakit bawaan dari lahir
serta keterlambatan dalam penganganan terhadap gejala penyakit
menular pada balita.
Gambar 7
Angka Kematian Anak Balita (AKABA)
Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
1.2
1.1
1.2
0.92
1
0.74
0.68
0.8

0.6

0.4 0.26

0.2

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

14
B. Angka Kesakitan (Morbiditas)
Tingkat kesakitan (morbiditas) di suatu wilayah juga
mencerminkan situasi derajat kesehatan masyarakat yang ada di
dalamnya. Angka kesakitan (morbiditas) pada penduduk berasal dari
community based data yang diperoleh melalui pengamatan (surveilans),
terutama yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan melalui
sistem pencatatan dan pelaporan rutin serta insidentil. Sementara
untuk kondisi penyakit menular berikut ini akan diuraikan situasi
beberapa penyakit menular yang perlu mendapatkan perhatian,
termasuk penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I) dan penyakit yang memiliki potensi untuk menjadi Kejadian
Luar Biasa (KLB). Morbiditas adalah angka kesakitan, dapat berupa
angka insiden maupun angka prevalensi dari suatu penyakit.
Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi
pada kurun waktu tertentu.
1. Penyakit Menular Langsung
a. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal
dengan nama Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini dapat
menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB.
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penularan
penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita
yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu
penderita batuk, butirbutir air ludah beterbangan di udara dan
terhisap oleh orang yang sehat dan masuk ke dalam paru-paru
yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.
Terjadinya peningkatan kasus ini dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu serta
kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal. Untuk
kedisiplinan pasien dalam menjalankan pengobatan juga perlu
diawasi oleh anggota keluarga terdekat yang tinggal serumah,

15
yang setiap saat dapat mengingatkan penderita untuk minum
obat. Apabila pengobatan terputus tidak sampai enam bulan,
penderita sewaktuwaktu akan kambuh kembali penyakitnya
dan kuman tuberkulosis menjadi resisten sehingga
membutuhkan biaya besar untuk pengobatannya.
Salah satu indikator yang digunakan dalam
pengendalian TB adalah Angka penemuan pasien baru BTA
Positif atau Case Detection Rate (CDR), yaitu persentase jumlah
penderita baru BTA Positif yang ditemukan dibanding jumlah
perkiraan kasus baru BTA Positif dalam waktu satu tahun.
Angka penemuan kasus baru BTA Positif atau Case
Detection Rate (CDR) di Kabupaten Pacitan tahun 2016 sebesar
38,07% dengan jumlah kasus BTA Positif 225 penderita dari
proyeksi sasaran penemuan pasien baru sebanyak 591 kasus.
Tahun 2015 terealisasi 32,70% dengan jumlah kasus BTA Positif
137 penderita (Lampiran Tabel 7). Kasus baru BTA Positif pada
anak 0-14 tahun sebesar 9% dari seluruh kasus yang ditemukan
sehingga dapat dikatakan bahwa kasus tuberkulosis rata-rata
terjadi pada orang dewasa. Penderita penyakit tuberkulosis laki-
laki lebih banyak (54%) dibandingkan perempuan (46%).
Gambar 8
Angka Penemuan Kasus Baru BTA Positif/Case Detection Rate (CDR)
Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016

38.77 38.07
40.00
32.7
35.00 28.47 28.82
30.00
21.70
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

16
Angka Notifikasi Kasus atau Case Notification Rate (CNR)
adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang
ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu
wilayah tertentu. CNR kasus baru BTA Positif Kabupaten Pacitan
tahun 2016 adalah 40,74 per 100.000 penduduk sedangkan
CNR tahun 2015 adalah 25,95 per 100.000 penduduk.
Angka pengobatan pasien TB dapat dilihat dari kohort
pasien di tahun 2015. Angka tersebut dihitung dengan
menjumlahkan pasien TB BTA Positif baru dengan hasil akhir
pengobatan sembuh (Cure Rate) dan pengobatan lengkap
(Complete Rate) dibagi dengan pasien TB Positif yang diobati
pada periode kohort yang sama dan dikalikan 100%. Angka
keberhasilan pengobatan (Succes Rate) pada tahun 2015 adalah
95,74% sedangkan capaian tahun 2014 adalah 82,54%.
b. Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paruparu (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya
kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam
tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam. Pneumonia pada balita mendapat
perhatian yang banyak pada program kesehatan karena
pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian balita
yang utama. Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru yang gejalanya ditandai dengan batuk
disertai napas cepat dan/atau kesukaran bernafas, menggigil,
demam, sakit kepala, batuk, mengeluarkan dahak. Infeksi dapat
disebabkan oleh kuman, bakteri dan virus maupun jamur.
Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan karena
menghirup cairan atau bahan kimia. Kesukaran bernafas adalah
penyebab kematian balita akibat pneumonia. Populasi yang
rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari
2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun atau orang yang
memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).

17
Cakupan penemuan dan penanganan penderita
pneumonia balita pada tahun 2016 sebesar 96,44%. Jumlah
perkiraan penderita pneumonia balita adalah 4,45% dari jumlah
balita. Jumlah balita tahun 2016 adalah 34.834 anak sehingga
jumlah perkiraan balita pneumonia adalah 1.550 balita.
Sedangkan kasus pneumonia balita yang ditemukan ada 1.495
kasus (Lampiran Tabel 10) meningkat cukup signifikan
dibandingkan tahun 2015 yang berjumlah 702 balita.
c. HIV / AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus,
yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel
darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak
sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak
dapat bertahan dari gangguan penyakit, walaupun yang sangat
ringan sekalipun. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune
Deficiency Syndrome, yang merupakan kumpulan gejala penyakit
yang disebabkan menurunnya imunitas tubuh akibat serangan
Human Immunodeficiency Virus, dampak atau efek dari
perkembangbiakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup.
Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom
AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS
disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan
tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih
yang banyak dirusak oleh virus HIV. Akibat dari penurunan
daya tahan tersebut adalah penderita mudah diserang berbagai
macam penyakit infeksi (infeksi oportunistik). Penyakit
HIV/AIDS merupakan new emerging diseases dan menjadi
pandemi di semua kawasan beberapa tahun terakhir. Sebelum
memasuki fase AIDS, penderita terlebih dahulu dinyatakan
sebagai HIV Positif. Penyakit ini terus menunjukkan
peningkatan yang signifikan meskipun berbagai pencegahan dan
penanggulangan terus dilakukan. Makin tingginya mobilitas
penduduk antar wilayah, meningkatnya perilaku seksual yang

18
tidak aman serta meningkatnya penggunaan NAPZA melalui
jarum suntik merupakan faktor yang secara simultan
memperbesar risiko dalam penyebaran HIV/AIDS.
Pada tahun 2016 terdapat 38 kasus AIDS, jumlah
kematian akibat AIDS sejumlah 11 orang. Sedangkan untuk
kasus baru HIV nol (0) dikarenakan pasien ditemukan dan
dilaporkan sudah pada fase AIDS (Lampiran Tabel 11). Ada
peningkatan dibandingkan tahun 2015 yang ditemukan
sebanyak 26 kasus AIDS. Meskipun penanganan HIV-AIDS
sudah mencapai 100% penderita yang ditemukan namun masih
terdapat permasalahan yaitu : Penderita yang ditemukan sudah
dalam stadium 3 atau 4 karena tertular di luar dan baru pulang
ke Pacitan setelah dalam keadaan parah. Terlambat dalam
penemuan penderita karena kurang pengetahuan dan
ketrampilan petugas dalam mengenal tanda-tanda mayor dan
minornya sehingga ada penderita yang terlambat belum diambil
specimennya tapi sudah meninggal dulu. Poli VCT yang ada saat
ini belum berjalan dengan maksimal karena belum terdaftar di
tingkat pusat, oleh sebab itu sulit untuk mencari/memeriksa
suspek resiko. Belum maksimalnya peran KPAD yang ada di
Kabupaten Pacitan.
Gambar 9
Penemuan Kasus Baru AIDS
Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016

44
45
37 38
40
35
30 26 26
25
20
15 9
10
5
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

19
d. Diare
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di
Indonesia, dan juga merupakan penyakit potensial KLB yang
sering disertai dengan kematian serta merupakan salah satu
penyebab utama kematian bayi dan balita. Cakupan penemuan
dan penanganan penderita diare dari jumlah penderita yang
datang dan dilayani di sarana kesehatan sesuai standar.
Jumlah penderita tahun 2016 di Kabupaten Pacitan,
10.130 orang dari proyeksi 14.912 orang sehingga angka
penemuannya 67,9% dari target SPM 100%. Jumlah penderita
tahun 2015 di Kabupaten Pacitan 8.495 orang dengan angka
penemuan 37,51% (Lampiran Tabel 13), meningkat tajam
dibandingkan tahun 2014 berjumlah 3.840 kasus.
Gambar 10
Angka Penemuan Penderita Diare
Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016

67.90
70
60
50 37.51
40 29.58
26.34 23.91
30 20.08

20
10
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

Angka penemuan penderita diare yang ditangani Propinsi


Jawa Timur tahun 2015 sebesar 58,7%, sedangkan angka
nasional adalah 74,3%. Berarti angka penemuan penderita diare
yang ditangani di Kabupaten Pacitan lebih besar dibandingkan
angka propinsi Jawa Timur dan lebih kecil dibandingkan angka
nasional. Tujuan pencegahan Diare adalah untuk tercapainya

20
penurunan angka kesakitan diare dengan meningkatkan akses
masyarakat terhadap sarana sanitasi dan peningkatan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Upaya yang dilakukan bukan
hanya tanggungjawab pemerintah, tetapi juga semua sektor dan
masyarakat luas. Salah satu kegiatan berkesinambungan yang
dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan dan informasi
atau penyuluhan dari berbagai sumber media. Keterlibatan
kader juga mendukung dalam pelayanan penderita diare,
terutama untuk meningkatkan penggunaan rehidrasi oral, yakni
oralit maupun cairan rumah tangga. Di sarana kesehatan, upaya
pelayanan penderita diare bagi balita adalah dengan pemberian
tablet zinc sesuai umur selama 10 hari berturut-turut disamping
pemberian oralit. Tata laksana penderita diare yang tepat di
tingkat rumah tangga diharapkan dapat mencegah terjadinya
dehidrasi berat yang bisa berakibat kematian.

e. Kusta
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kusta
berarti kumpulan gejalagejala kulit secara umum. Penyakit
kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang
menemukannya, yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen, pada
tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun
dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium Leprae) yang
menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit
ini sering menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Beban
penyakit Kusta yang paling utama adalah kecacatan yang
ditimbulkannya, sehingga masalah yang dimaksud bukan hanya
dari segi medis, tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi,
budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta
bukan penyakit keturunan atau kutukan Tuhan. Penyakit kusta
menurut jenis penyakitnya dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu tipe
Pausi Baciler (PB) dan Multi Baciler (MB).

21
Angka Penemuan Kasus Kusta Baru/New Case Detection
Rate (NCDR) per 100.000 penduduk di Kabupaten Pacitan tahun
2016 adalah 3,26 yang terdiri dari 2 kasus baru PB dan 16
kasus MB sehingga total kasus baru Kusta adalah 18 orang.
(Lampiran Tabel 14).

2. Penyakit Menular Bersumber Binatang


a. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) karena penyebarannya yang cepat dan
berpotensi menimbulkan kematian. Demam berdarah adalah
penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypty atau aedes albopictus. Nyamuk dapat membawa
virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah
terinfeksi virus tersebut. Penyakit DBD dapat terjadi sepanjang
tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit
ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku
masyarakat.
Cakupan penanganan penderita DBD pada tahun 2016
adalah 100% dari jumlah penderita yang ditemukan mendapat
penanganan sesuai SOP. Jumlah penderita DBD 2016 adalah
1.338 orang (Lampiran Tabel 21). Angka kesakitan DBD (Incidence
Rate=IR) tahun 2016 sebesar 242,3 per 100.000 penduduk,
pada tahun 2015 angka kesakitan DBD 300,7 per 100.000
penduduk sebanyak 1.657 orang. Pada tahun 2010 dan 2015 di
Kabupaten Pacitan dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa
(KLB) penyakit DBD merupakan siklus lima tahunan namun
kasus tahun 2016 bisa menurun lagi. Pada tahun 2016 terdapat
kematian akibat DBD sejumlah 1 orang.
Beberapa daerah endemis demam berdarah di
Kabupaten Pacitan ada 2 Puskesmas kota dengan kasus DBD

22
tinggi yaitu Tanjungsari dan Pacitan, karena di wilayah tersebut
tingkat kepadatan penduduknya tinggi sehingga penularan
semakin cepat dan mudah, Angka Bebas Jentik (ABJ) masih
88% dari target >95%, kegiatan jumantik (juru pemantau jentik)
sudah tidak ada lagi, kegiatan Fogging DBD masih rendah,
sedangkan target prosentase Fogging daerah endemis DBD
adalah 100%. Banyak penderita yang berobat keluar Pacitan
sehingga Penyelidikan Epidemiologi sedini mungkin terhambat.
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan oleh petugas
puskesmas belum dilakukan dengan maksimal. Upaya promotif
dan preventif dalam rangka pengendalian DBD belum optimal,
juga peran lintas sektor perlu ditingkatkan lagi.
Upaya pemecahan masalah yang sudah dilaksanakan
guna menekan kasus penyakit yang diakibatkan nyamuk
(demam berdarah dan malaria) adalah dengan menggalakkan
kegiatan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) melalui Surat
Edaran Bupati Pacitan ke seluruh SKPD, Camat, Desa dan
Kelurahan di Kabupaten Pacitan agar masyarakat lebih
mengutamakan gerakan PSN. Melatih murid SD kelas 4 dan 5
sebagai kader Pentas (Pemantau Jentik Anak Sekolah). Kader
Pentas bertugas melakukan pemeriksaan jentik nyamuk di
lingkungan rumah sendiri dan sekitarnya kemudian melaporkan
dan menyarankan kepada orang tua dan masyarakat sekitar
untuk melaksanakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
Tujuannya adalah perkembangbiakan nyamuk dapat
diminimalisir agar kasus demam berdarah dan malaria dapat
diminimalkan. Selain melaksanakan fogging juga kegiatan
penyuluhan keliling dengan mobil Puskesmas Keliling tentang
pentingnya PSN.
b. Malaria
Malaria merupakan penyakit menular berbasis
lingkungan dan potensial terjadi KLB, karena lingkungan
sebagai tempat perindukan vektor potensial masih sangat luas

23
ditunjang dengan kasus pindahan yang masih tinggi. Malaria
disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan
berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan
melalui nyamuk malaria (Anopheles) betina, dapat menyerang
semua orang baik laki-laki maupun perempuan pada semua
golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa.
Tingginya kejadian penyakit malaria disebabkan adanya
perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya tempat
perindukan nyamuk penular malaria, mobilitas penduduk yang
cukup tinggi, perubahan iklim, kasus gizi buruk sehingga
masyarakat lebih rentan terserang malaria, tidak efektifnya
pengobatan karena resistensi Plasmodium falciparum terhadap
klorokuin dan meluasnya daerah resisten serta menurunnya
perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap upaya
penanggulangan malaria secara terpadu. Penderita penyakit
malaria di Pacitan tidak hanya penderita yang dari luar wilayah
(import) tetapi berasal dari dalam wilayah setempat
(indegenous). Malaria masih menjadi masalah kesehatan yang
harus dieliminasi berdasar Keputusan Menkes Nomor
293/MENKES/SK/2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat,
terbebas dari penularan malaria di Indonesia.
Angka Kesakitan Malaria atau Annual Parasite Insidence
(API) pada tahun 2016 dari target <1 per 1.000 penduduk
terealisasi 0,06 per 1.000 penduduk dengan jumlah kasus
malaria positif sebanyak 32 orang. Dari tahun 2010-2015 ada
kecenderungan penurunan kasus penyakit malaria di
Kabupaten Pacitan. Namun beberapa puskesmas API malaria
masih ada misalnya di wilayah puskesmas Tegalombo,
Kebonagung, Tulakan dan Arjosari.

24
Gambar 11
Angka Kesakitan Malaria (Annual Parasite Incidence/API) Malaria
Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016

0.67
0.7

0.6

0.5 0.42
0.4

0.3
0.19
0.2 0.14
0.06
0.1 0.03

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016


Pengendalian Malaria dilaksanakan secara menyeluruh
dengan mengendalikan kepadatan vector, menemukan sedini
mungkin penderita Malaria, mengobati penderita, meningkatkan
sumber daya manusia pada tenaga medis, tenaga laboratorium,
pengelola program dan Juru Malaria Desa (JMD), serta
koordinasi lintas sektor. Pada pengendalian vektor dilakukan
pengendalian vektor stadium larva dan stadium dewasa.

3. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)


a. Campak
Campak adalah penyakit yang disebabkan virus morbili,
yang disebarkan melalui droplet bersin/ batuk dari penderita.
Gejala awal dari penyakit ini adalah demam, bercak kemerahan,
batuk pilek, mata merah (conjungtivitis) yang kemudian
menimbulkan ruam di sesluruh tubuh. Sebagian besar kasus
campak menyerang anak-anak usia pra sekolah dan usia
Sekolah Dasar. Jika seseoang pernah menderita campak , maka
dia akan mendapatkan kekebalan terhadap penyakit tersebut
seumur hidup.

25
Kasus campak di Kabupaten Pacitan pada tahun 2016
sebanyak 50 kasus. Ada penurunan cukup siginifikan
dibandingkan tahun 2015 sebanyak 131 kasus.

Gambar 12
Jumlah Kasus Campak Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
180
160 171
140
120
100
80
92 89
60 50
69
40 58
20
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016


b. Difteri
Difteri merupakan penyakit yang dapat disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium dipthireae yang menyerang anak-anak
usis 1-10 tahun. Jumlah kasus difteri di Kabupaten Pacitan
Tahun 2011-2016 mengalami naik turun.

Gambar 13
Jumlah Kasus Difteri
Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
9 8
8 7
7
6 5
5 4
4
3 2
2
1 0
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

26
c. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis)
Poliomyelitis/Polio merupakan penyakit paralisis atau
lumpuh yang disebabkan virus polio. Cara penularan Polio
terbanyak melalui mulut ketika seseorang mengkonsumsi
makanan minuman yang terkontaminasi lendir, dahak atau
feses penderitaa Polio. Virus masuk aliran darah ke sistem saraf
pusat menyebabkan otot melemah dan kelumpuhan,
menyebabkan tungkai menjadi lemas secara akut. Penyakit polio
haraus dibuktikan masih ada atau sudah tidak ada dengan
dibuktikan penemuan kasus AFP. Kegiatan surveilans AFP
menjadi salah satu kunci dalam mencapai Eradikasi. Polio
(Erapo), sehingga diharapkan suatu saat dunia ini akan bebas
dari Penyakit Polio. Upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit polio telah dilakukan melalui gerakan imunisasi polio.
Upaya tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan
surveilans epidemiologi terhadap kasus AFP. Upaya mencari
kemungkinan adanya virus polio liar perlu dilakukan
pemeriksaan tinja yang adekuat. Semakin besar persentase
pemeriksaan spesimen yang adekuat, semakin baik surveilans
AFP.
Indikator SPM Bidang Kesehatan ini merupakan jumlah
kasus Acute Flacid Paralysis (AFP) Non Polio yang ditemukan
diantara 100.000 penduduk < 15 tahun. Kasus AFP adalah
semua anak berusia <15 tahun dengan kelumpuhan yang
sifatnya flacid (layuh) terjadi secara akut (mendadak) dan bukan
disebabkan oleh rudapaksa. Kasus AFP non Polio adalah kasus
AFP yang pada pemeriksaan spesimennya tidak ditemukan virus
polio liar atau kasus AFP yang ditetapkan oleh tim ahli sebagai
kasus AFP non polio dengan kriteria tertentu. AFP merupakan
salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus yang
menyerang sistem saraf hingga penderita mengalami
kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya menyerang anak

27
berusia 0-3 tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah,
sakit kepala, mual, kaku di leher serta sakit di tungkai dan
lengan. AFP merupakan kondisi abnormal ketika sesorang,
mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas
kemudian berakibat pada kelumpuhan. Sedangkan Non Polio
AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus polio
sampai dibuktikan dengen pemeriksaan laboratorium bukan
kasus polio. Kementerian Kesehatan menetapkan Non Polio AFP
Rate minimal 2/100.000 populasi anak usia <15 tahun.
Di Kabupaten Pacitan pada tahun 2016, target
penemuan AFP adalah 2 per 100.000 penduduk <15 tahun,
ditemukan 3 anak penderita AFP sedangkan proyeksi jumlah
anak usia 0-15 tahun 112.051 anak sehingga AFP rate adalah
2,68 per 100.000 penduduk <15 tahun.

Gambar 14
AFP Rate Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
9.00
7.92
8.00
7.00
6.00 5.25
5.00 4.41
4.13
4.00
2.48 2.68
3.00
2.00
1.00
-
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

C. Status Gizi Masyarakat


Permasalahan gizi masyarakat merupakan salah satu isu
kesehatan masyarakat yang menyita perhatian sektor kesehatan.
Status gizi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
menentukan derajat kesehatan, dimana kondisi gizi seseorang sangat

28
erat kaitannya dengan permasalahan kesehatan karena disamping
merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit
infeksi, kondisi gizi juga secara langsung dapat menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan pada individu. Untuk itu dilakukan
pemantauan terhadap status gizi bayi dan balita karena masa
tersebut merupakan masa emas perkembangan kecerdasan dan
pertumbuhan fisiknya.
Status Gizi Masyarakat dapat diukur melalui indikator-
indikator, antara lain Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
Status Gizi Balita, Anemia Gizi Besi pada Ibu dan pekerja wanita,
serta Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY).
1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500
gram, merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh
terhadap kematian perinatal dan neonatal.
Kejadian BBLR di Kabupaten Pacitan tahun 2016 sejumlah
333 bayi atau 5,21% dari 6.970 bayi baru lahir yang ditimbang, ada
kenaikan dibanding tahun 2015 sebesar 5,1% (Lampiran Tabel 37).
BBLR merupakan salah satu penyebab kematian neonatal,
disamping trauma lahir, asfiksia, Tetanus Neonatorum (TN),
kelainan bawaan dan lain-lain.
Gambar 15
Persentase Kasus Bayi BBLR
Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
6 5.64 5.36
5.06 5.21
4.89
5 4.38

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

29
2. Status Gizi Balita
Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan
pencapaiannya dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi
balita dapat diukur berdasarkan umur, berat badan (BB), tinggi
badan (TB). Ketiga variabel ini disajikan dalam bentuk tiga indikator
antropometri, yaitu : Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan menurut Tinggi
Badan (BB/TB). Perkembangan keadaan gizi masyarakat yang
dapat dipantau berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan (RR)
program perbaikan gizi masyarakat tercermin dalam hasil
penimbangan balita setiap bulan di Posyandu. Pemantauan status
gizi balita rutin dilaksanakan melalui kegiatan pemantauan
pertumbuhan saat penimbangan balita di Posyandu. Gizi kurang
anak balita adalah anak usia 059 bulan dengan status gizi
berdasarkan indikator anthrophometri berat badan (BB) menurut
umur (U) atau BB/U dengan z score 2 standar deviasi. Prevalensi
balita
Hasil penapisan status gizi balita dengan indikator
anthropometri BB/U merupakan gambaran kondisi gizi balita yang
mengalami defisiensi zat gizi dalam rentang waktu yang cukup lama
(kronik). Manifestasi balita kurang gizi (gizi buruk dan gizi kurang)
bisa dijumpai dalam kehidupan seharihari pada balita yang
perawakan pendek.
Umur 6 12 bulan merupakan periode kritis pertumbuhan
balita, karena pada umur tersebut anak sudah memerlukan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang memadai, baik dari segi
jumlah maupun kualitasnya. Salah satu latar belakang
dilakukannya pemberian MP-ASI antara lain dengan pertimbangan
bahwa dengan semakin bertambah umur, kebutuhan bayi akan zat
gizi juga semakin meningkat. Zat gizi ini penting untuk proses
tumbuh kembang bayi dan balita. Sementara, seiring waktu ASI
yang dihasilkan ibu kurang optimal lagi dalam memenuhi
kebutuhan gizi anak.

30
3. Bawah Garis Merah
Kasus Balita BGM (Bawah Garis Merah) dibandingkan
dengan balita yang ditimbang (D). Persentase Balita BGM
mengalami naik turun dari tahun 2011-2016 namun ada
kecenderungan mengalami penurunan.

Gambar 16
Persentase Balita BGM Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
1.4
1.22
1.2
1.04
0.98
1
0.82 0.82
0.8 0.65
0.6

0.4

0.2

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

Penurunan ini menunjukkan bahwa upaya-upaya


penanggulangaan KEP (Kurang Energi Protein) yang dilakukan di
Kabupaten Pacitan menunjukkan hasil yang cukup
menggembirakan. Upaya tersebut antara lain berupa : Pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI), Pemberian Makanan
Tambahan Pemulihan (PMT-P), Peningkatan Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi), Peningkatan cakupan ASI eksklusif dan sebagainya.
4. Balita Gizi Buruk

Kasus balita gizi buruk yang dimaksud di sini adalah hasil


penapisan status gizi berdasarkan indikator anthropometri BB/TB.
Manifestasi dari balita gizi buruk dengan indikator BB/TB biasanya
berperawakan sangat kurus atau justru bisa masuk dalam kondisi
yang lebih parah (marasmus, kwashiorkhor atau marasmus
kwashiorkhor). Penemuan dan penanganan gizi buruk dapat

31
dilakukan ditingkat individu ataupun kelompok dengan
mengoptimalkan sistem isyarat dini melalui kegiatan penimbangan
berat badan balita secara rutin tiap bulan dan mencatat hasilnya
pada Kartu Menuju Sehat (KMS) atau buku kesehatan ibu dan
anak.
Prevalensi Balita Gizi Buruk di Kabupaten Pacitan tahun
2016 dari target <1% jumlah balita, realisasinya 0,24%. Jumlah riil
balita gizi buruk tahun 2016 ada 64 anak. Pada tahun 2015
prevalensi balita gizi buruk realisasinya 0,25% dengan jumlah riil
balita gizi buruk ada 67 anak. Pada tahun 2014 realisasinya 0,31%.
Gambar 17
Prevalensi Balita Gizi Buruk
Kabupaten Pacitan Tahun 2014-2016

0.31
0.35

0.30 0.25
0.24

0.25

0.20

0.15

0.10

0.05

-
2014 2015 2016

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

Kasus gizi buruk di Propinsi Jawa Timur pada tahun 2015


sebesar 0,25%. Prevalensi gizi buruk secara nasional pada tahun
2013 sebesar 5,3% sedangkan standar WHO (World Health
Organization) adalah 5%, berarti kondisi di Kabupaten Pacitan
masih dibawah angka propinsi dan nasional serta sesuai dengan
standar yang ditetapkan WHO.
Upaya penanggulangan gizi buruk meliputi pelaksanaan
tanggap darurat atau program jangka pendek dengan kegiatan

32
penggerakan masyarakat melalui penimbangan bulanan balita di
Posyandu, tata laksana gizi buruk di rumah tangga, Puskesmas dan
Rumah Sakit, termasuk pemberian makanan tambahan pemulihan
(PMT-P), serta pemberian makanan pendamping ASI bagi balita.
Sedangkan program jangka panjang penanggulangan gizi
buruk antara lain melalui kegiatan revitalisasi Posyandu,
pendidikan dan promosi gizi untuk keluarga sadar gizi (Kadarzi),
penyuluhan dan pendidikan gizi tentang makanan sehat bergizi dan
integrasi kegiatan lintas sektor dalam program pengentasan
kemiskinan.

33
BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, perlu


dilakukan upaya pelayanan kesehatan yang melibatkan masyarakat
sebagai individu dan masyarakat sebagai bagian dari kelompok atau
komunitas. Upaya kesehatan mencakup upaya-upaya pelayanan
kesehatan, promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan
penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan
lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat
dan sebagainya.
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan
pelayanan kesehatan dasar yang cepat, tepat dan efektif diharapkan
dapat mengatasi sebagian masalah kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan
dalam beberapa bentuk diantaranya rawat jalan dan rawat inap. Pada
tahun 2016 jumlah kunjungan masyarakat yang memanfaatkan
layanan Puskesmas sebanyak 417.215 kunjungan untuk rawat jalan
dan 12.070 untuk rawat inap serta 3.693 kunjungan gangguan jiwa.
Trend pemanfaatan Puskesmas oleh masyarakat dalam mencari
pertolongan kesehatan pada tahun 2011 sampai dengan 2015 terlihat
pada gambar dibawah ini. Menunjukkan bahwa trend kunjungan
Puskesmas baik rawat jalan dan rawat inap (visit rate) ada
kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
meskipun pada tahun 2016 ada sedikit penurunan yang disebabkan
sebanyak 7 puskesmas mengalami rehabilitasi berat gedungnya
sehingga pelayanan kepada masyarakat sedikit terganggu serta 4
puskesmas tidak bisa melayani rawat inap selama kegiatan rehabilitasi
berlangsung sehingga kunjungan puskesmas mengalami penurunan.

34
Gambar 18
Kunjungan Puskesmas Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016

85.75 88.17
90.00
78.57 79.73
80.00 73.10 73.72

70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

Puskesmas merupakan garda depan dalam penyelenggaraan


upaya kesehatan dasar. Masyarakat menghendaki pelayanan
kesehatan yang aman dan bermutu. Puskesmas juga semakin
memberikan pelayanan yang berkualitas dan untuk menjamin
perbaikan mutu tersebut dilakukan melalui mekanisme akreditasi.
Akreditasi Puskesmas menilai tiga kelompok pelayanan di Puskesmas
yaitu Administrasi Manajemen, Upaya Kesehatan Masyarakat dan
Upaya Kesehatan Perorangan. Jika standar-standar tersebut
terpenuhi, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
untuk berkunjung ke Puskesmas.

B. PELAYANAN KESEHATAN KELUARGA


1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan bahwa upaya kesehatan ibu ditujukan untuk menjaga
kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat
dan berkualitas, serta mengurangi angka kematian ibu. Upaya
kesehatan ibu sebagaimana dimaksud meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif.

35
a. Pelayanan Antenatal (K1 dan K4)
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan
oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan
dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) kepada ibu
hamil sesuai pedoman. Upaya kesehatan ibu hamil diwujudkan
dalam pemberian pelayanan antenatal sekurang-kurangnya 4
kali selama masa kehamilan, distribusi waktu minimal 1 kali
pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), 1 kali
pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu) dan 2 kali
pada trimester ketiga (usia kehamilan 24-36 minggu). Standar
waktu pelayanan itu dianjurkan untuk menjamin perlindungan
ibu hamil dan atau janin, berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan dan penanganan dini komplikasi kehamilan.
Pelayanan antenatal diupayakan agar memenuhi standar
kualitas 7 T yaitu :
1) Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
2) Pengukuran tekanan darah
3) Pengukuran tinggi puncak rahim (Fundus uteri)
4) Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian
imunisasi tetanus toksoid sesuai status imunisasi
5) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama
kehamilan
6) Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi
interpersonal dan konseling, termasuk keluarga berencana)
7) Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes
hemoglobin darah (Hb) dan pemeriksaan golongan darah
(bila belum pernah dilakukan sebelumnya).
Cakupan K1 untuk mengukur akses pelayanan ibu
hamil. Menggambarkan besaran ibu hamil yang melakukan
kunjungan pertama ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan
pelayanan antenatal. Indikator ini digunakan untuk mengetahui
jangkauan pelayanan antenatal dan kemampuan program
dalam menggerakkan masyarakat.

36
Cakupan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang
telah mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar,
minimal 4 kali kunjungan selama masa kehamilannya (sekali di
trimester pertama, sekali di trimester kedua dan dua kali di
trimester ketiga). Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan
tingkat perlindungan dan kualitas pelayanan kesehatan pada
ibu hamil.
Pelayanan Antenatal Care (ANC) meliputi penimbangan
berat badan, pemeriksaan kehamilan, pemberian tablet besi,
pemberian imunisasi TT, pemeriksaan tekanan darah dan
konsultasi.
- Dari sasaran ibu hamil 7.667 orang, cakupan K1 pada
tahun 2016 adalah 6.734 orang (87,83%) dan cakupan K4
sejumlah 6.099 orang atau 79,55%, (Lampiran Tabel 29).
- Untuk ibu hamil dengan resiko tinggi (komplikasi
kebidanan) yang ditangani di Kabupaten Pacitan pada tahun
2016 sejumlah 1.749 ibu hamil atau 114,06% dari perkiraan
sasaran (Lampiran Tabel 33).
- Cakupan pemberian tablet Fe1 (30 tablet) sejumlah 6.634
(86,53%), Fe3 (90 tablet) sejumlah 6.086 ibu hamil (79,38%),
(Lampiran Tabel No. 32).
Permasalahan yang ditemui adalah masih terdapat ibu
hamil yang memeriksakan kehamilan diatas tribulan I sehingga
tidak bisa dihitung K-4-nya, banyak ibu hamil yang hanya
menumpang persalinan (warga asli Pacitan yang berdomisili di
luar kota) datang pada tribulan II dan setelah persalinan
kembali ke luar kota sehingga tidak bisa masuk K-4, Sistem
pencatatan dan pelaporan kohort ibu yang belum dipahami
dengan baik dan benar oleh beberapa bidan. Upaya yang bisa
dilaksanakan adalah melalui pendataan ibu hamil untuk K1
murni secara lebih intensif dengan kegiatan sweeping bumil K1
by name by address, peningkatan kapasitas bidan dalam
pencatatan dan pelaporan pelayanan KIA di register kohort.

37
b. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Upaya kesehatan ibu bersalin diwujudkan dalam upaya
mendorong agar persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan
dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan, dimulai
dari lahirnya bayi, pemotongan tali pusat sampai keluarnya
placenta. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin diukur
melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga
kesehatan terlatih. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah ibu
bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan di satu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu. Komplikasi dan kematian ibu
maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa
persalinan. Hal ini antara lain disebabkan pertolongan
persalinan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai kompetensi kebidanan.
Dari persalinan yang ada di tahun 2016 sejumlah 7.319
persalinan, yang ditolong oleh tenaga kesehatan ada 6.397 ibu
bersalin (87,40%), (Lampiran Tabel 29).
c. Pelayanan Nifas
Masa nifas adalah masa 6-8 minggu setelah persalinan
dimana organ reproduksi mengalami pemulihan untuk kembali
normal. Kunjungan nifas bertujuan untuk deteksi dini
komplikasi dengan melakukan kunjungan minimal sebanyak 3
kali dengan distribusi waktu : 1) kunjungan nifas pertama pada
6 jam setelah persalinan sampai 3 hari; 2) kunjungan nifas
kedua dilakukan pada minggu ke-2 setelah persalinan; 3)
kunjungan nifas ketiga dilakukan pada minggu ke-6 setelah
persalinan. Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada
ibu dan neonatal pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca
persalinan sesuai standar minimal 3 kali. Dalam masa nifas ibu

38
seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan meliputi
pemeriksaan kondisi umum, payudara, dinding perut, perineum,
kandung kemih dan organ kandungan. Dengan perawatan nifas
yang tepat akan memperkecil risiko kelainan bahkan kematian
ibu nifas. Sedangkan pelayanan neonatal meliputi pelayanan
kesehatan neonatal dasar berupa ASI Ekslusif, pencegahan
infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian vitamin K1
injeksi bila tidak diberikan pada saat lahir, pemberian imunisasi
hepatitis B1 bila tidak diberikan pada saat lahir dan manajemen
terpadu bayi muda.
Pada tahun 2016 di kabupaten Pacitan terdapat 6.372
ibu bersalin yang mendapatkan pelayanan nifas (87,06%).
Seluruh ibu nifas 6.372 tersebut juga mendapatkan vitamin A,
(Lampiran Tabel 29).
d. Pelayanan Neonatus dan Bayi
Bayi usia kurang dari 1 bulan merupakan golongan
umur yang rentan gengguan kesehatan. Upaya untuk
mengurangi resiko tersebut adalah melalui pelayanan kesehatan
pada neonatus minimal tiga kali yaitu dua kali pada usia 0-7
hari dan satu kali pada usia 8-28 hari atau disebut KN lengkap.
Pelayanan kesehatan yang diberikan meliputi pelayanan
kesehatan neonatus dasar (tindakan resusitasi, pencegahan
hipotermia, ASI dini-eksklusif, pencegahan infeksi berupa
perawatan mata, tali pusat dan kulit), pemberian vitamin K,
imunisasi, manajemen terpadu balita muda (MTBM) dan
penyuluhan perawatan neonatus pada ibunya.
Cakupan kunjungan Neonatal (KN) Lengkap sebagai
salah satu program kesehatan anak juga memiliki kasus yang
sama dengan indikator-indikator program kesehatan ibu terkait
perubahan sasaran. Capaian KN Lengkap tahun 2016 adalah
91,61% dari bayi lahir hidup, Belum mencapai target 95%,
sedangkan capaian KN 1 mencapai 91,69%.

39
Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani
adalah neonatus dengan komplikasi yang ditangani sesuai
standar oleh tenaga kesehatan terlatih di sarana pelayanan
kesehatan. Neonatus dengan komplikasi adalah neonatus
dengan penyakit dan kelaianan yang dapat menyebabkan
kesakitan, kecacatan dan kematian. Neonatus dengan
komplikasi seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus
neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR, sindroma
gangguan pernafasan dan kelainan kongenital. Pelayanan
neonatus komplikasi diberikan oleh bidan atau dokter di
polindes, praktek bidan, puskesmas, rumah bersalin dan rumah
sakit.
Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani di
Kabupaten Pacitan tahun 2016 sebesar 81,26% dari target 80%.
Angka riil neonatus komplikasi yang ditangani adalah 850
neonatus. Tahun 2015 sebesar 81,82% dengan jumlah riil
neonatus komplikasi yang ditangani adalah 738 neonatus
komplikasi.
Kunjungan bayi adalah kunjungan anak usia kurang
dari satu tahun (29 hari-11 bulan) yang mendapatkan
pelayanan kesehatan oleh dokter, bidan atau perawat di sarana
kesehatan. Pelayanan kesehatan yang diberikan meliputi
imunisasi dasar lengkap, stimulasi deteksi intervensi dini
tumbuh kembang dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi.
Cakupan kunjungan bayi adalah jumlah bayi (usia 29 hari-11
bulan) memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar oleh
dokter, bidan dan perawat yang mempunyai kompetensi klinis
kesehatan paling sedikit 4 kali.
Pada tahun 2016 prosentase kunjungan bayi yang ada di
Kabupaten Pacitan mencapai 95,19%. Jumlah riil kunjungan
bayi adalah 6.495 bayi. Pada tahun 2015 persentase kunjungan
bayi yang ada di Kabupaten Pacitan mencapai 95,08% dengan
jumlah riil kunjungan bayi adalah 6.595 bayi.

40
Upaya-upaya yang sudah dilaksanakan antara lain
semakin meningkatnya kunjungan petugas kesehatan ke
posyandu, rumah, tempat penitipan anak melakukan pelayanan
kesehatan termasuk imunisai dasar, deteksi dini tumbuh
kembang bayi dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi
(konseling). Utamanya didukung adanya dana Bantuan
Operasional Kesehatan dari Kementerian Kesehatan di
puskesmas yang difokuskan untuk meningkatkan capaian
MDGs. Meski pelayanan terhadap bayi sudah baik namun
kualitas pelayanan perlu ditingkatkan karena masih ada
kematian bayi terutama di masa neonatus. Perlu peningkatan
kualitas pelayanan terutama KN1 sampai KN lengkap.
e. Pelayanan Anak Balita
Pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan pada anak
usia 12-59 bulan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup
anak balita diantaranya adalah melakukan pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan dan stimulasi tumbuh
kembang pada anak dengan menggunakan instrumen SDIDTK,
pembinaan posyandu, pembinaan anak sekolah (PAUD) dan
konseling keluarga pada kelas ibu balita dengan
memanfaatakan buku KIA, perawatan anak balita dengan
pemberian ASI sampai 2 tahun, makanan gizi seimbang dan
vitamin A. Cakupan pelayanan Anak Balita adalah anak umur
12-59 bulan yang memperoleh pelayanan pemantauan
pertumbuhan minimal 2 kali dalam setahun berupa
pengukuran berat badan per tinggi badan(BB/TB),
perkembangan gerak kasar, gerak halus , bicara dan bahasa
serta sosialisasi dan kemandirian, pemeriksaan daya dengar
dan daya lihat. Pemantauan petugas kesehatan dilaksanakan
selain di dalam gedung (puskesmas, pustu, polindes, poskesdes)
juga di luar gedung seperti di posyandu, taman bermain, PAUD,
Taman Penitipan Anak dan Taman Kanak-Kanak atau setingkat.

41
Capaian tahun 2016 prosentase pelayanan anak balita
sebesar 81,95% dari target SPM 83%. Angka riil pelayanan anak
balita adalah 23.309 anak. Capaian tahun 2015 persentase
pelayanan anak balita sebesar 86,70%, tahun 2014 sebesar
83,13%. Sedangkan capaian tahun 2013 sebesar 81,27%, tahun
2012 sebesar 80,31% dan tahun 2011 sebesar 77,89%.
Gambar 19
Pelayanan Anak Balita Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016

88 86.7
86
83.13
84 81.95
81.27
82 80.31
80 77.89
78
76
74
72
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

f. Pelayanan Anak Sekolah


Masalah kesehatan anak usia sekolah semakin komplek,
mulai yang terkait dengan perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) seperti menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci
tangan menggunakan sabun dan sampai dengan masalah
kesehatan lainnya yang sering dialami anak usia sekolah tingkat
dasar seperti karies gigi,kecacingan,kelainan refraksi/ketajaman
penglihatan dan masalah gizi. Dengan adanya penjaringan
kesehatan terhadap murid SD/MI kelas 1 diharapkan dapat
meningkatkan kualitas kesehatan anak usia sekolah.
Penjaringan kesehatan merupakan serangkaian kegiatan
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan terhadap siswa kelas 1
Sekolah Dasar atau yang setingkat untuk memilah siswa yang
mempunyai masalah kesehatan agar segera mendapatkan
penanganan sedini mungkin. Kegiatan tersebut meliputi

42
pemeriksaan kesehatan dalampenjaringan kesehatan siswa yang
terdiri dari pemeriksaan kebersihan perorangan (rambut, kulit
dan kuku), pemeriksaan status gizi melalui pengukuran
antropometri , pemeriksaan ketajaman indra (penglihatan dan
pendengaran), pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut,
pemeriksaan laboratorium untuk enemia dan kecacingan,
pengukuran kebugaran jasmani dan deteksi dini masalah
mental emosional. Cakupan pemeriksaan siswa SD dan
setingkat adalah pemeriksaan kesehatan terhadap murid kelas 1
oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih (guru UKS/Dokter
kecil) melalui penjaringan kesehatan.
Capaian indikator pemeriksaan kesehatan siswa SD dan
setingkat di Kabupaten Pacitan pada tahun 2016 terealisasi
sebesar 100% dari target 100%. Artinya seluruh murid kelas 1
SD/setingkat mendapat pemeriksaan kesehatan 2 kali setahun
oleh tenaga kesehatan. Jumlah murid kelas 1 SD/setingkat di
Kabupaten Pacitan pada tahun 2016 adalah 7.728 anak.
Capaian indikator ini pada tahun 2011-2016 sudah memenuhi
target SPM Bidang Kesehatan, Renstra , dan RPJMD Kabupaten
Pacitan.
Peningkatan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
sangat berarti dalam pencapaian indikator ini. UKS adalah
upaya terpadu lintas program dan lintas sektor dalam rangka
meningkatkan kemampuan hidup sehat dan selanjutnya
membentuk perilaku hidup sehat anak usia sekolah yang berada
di Sekolah. Pengembangan dokter kecil sebagai kader kesehatan
sekolah yang biasanya berasal dari murid kelas 4 dan 5
SD/Setingkat yang telah mendapat pelatihan dokter kecil.
Sedangkan guru UKS/UKGS adalaah guru kelas atau guru yang
ditunjuk sebagai pembina UKS/UKGS di sekolah dan telah
dilatih tentang UKS/UKGS.

43
Meskipun cakupan sudah 100% namun ada
permasalahan dalam kegiatan penjaringan kesehatan siswa SD
dan setingkat adalah kualitas pemeriksaan (screening) belum
maksimal, belum ada tindak lanjut terhadap hasil screening ,
serta kerjasama dengan lintas sektor belum maksimal. Perlu
meningkatkan kerjasama dengan Dinas Pendidikan, Sekretariat
Tetap (Sektap), UKS tingkat Kecamatan perlu dimaksimalkan,
dan penyuluhan akan pentingnya UKS kepada warga sekolah.
Pelayanan kesehatan gigi dana mulut meliputi pelayanan
dasar gigi dan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).
Pemeriksaan gigi dan mulut dalam bentuk upaya promotif,
preventif dan kuratif sederhana, seperti pencabutan gigi,
pengobatan dan penambalan sementara dan tetap.
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada anak sekolah
SD/MI di Kabupaten Pacitan pada tahun 2016 sebanyak 34.125
siswa diperiksa kesehatan giginya dan 6.660 siswa atau sebesar
62,47% yang mendapat perwatan. Jumlah seluruh murid SD/MI
yang ada sebanyak 50.166 siswa (Lampiran Tabel 51).

2. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)


Tingkat pelayanan Keluarga berencana dapat dilihat dari
cakupan Pasangan Usia Subur (PUS) yang sedang menggunakan
aat/metode kontrasepsi (KB Aktif), cakupan peserta KB yang baru
menggunakan alat/metode kontrasepsi, tempat pelayanan KB dan
jenis kontrasepsi yang digunakan akseptor. Cakupan peserta KB
aktif adalah jumlah peserta KB aktif dibandingkan jumlah
Pasangan Usia Subur (PUS). Peserta KB Aktif adalah pasangan usia
subur yang salah satu pasangannya masih menggunakan alat
kontrasepsi dan terlindungi oleh alat kontrasepsi, berusia antara
15-49 tahun. Alat kontrasepsi berguna untuk mengatur jumlah dan
jarak kelahiran dengan Metode Kontrasepsi Jangka Pendek (non
MKJP) seperti suntik, pil, kondom serta Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang (MKJP) seperti IUD, MOW/MOP dan implant.

44
Jumlah pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2016 sejumlah
106.757 pasangan. Peserta KB aktif sejumlah 76.902 pasangan,
(Lampiran Tabel 36). Proporsi Penggunaan alat kontrasepsi pada
peserta KB Aktif dapat dijelaskan dalam grafik di bawah ini
(Lampiran Tabel 34). Jumlah peserta KB baru Kabupaten Pacitan
tahun 2016 ada 7.660 (7,2%), (Lampiran Tabel 36).
Gambar 20
Persentase Pemakaian Kontrasepsi Peserta KB Aktif
Kabupaten Pacitan Tahun 2016

59.4
60
50
40
30
17.3
20
8.3 9.4
10 4.6
0.4 0.7
0

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

Gambar 21
Persentase Peserta KB Baru dan Peserta KB Aktif
Kabupaten Pacitan Tahun 2016

PESERTA KB AKTIF 72.0

PESERTA KB BARU 7.20

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

45
3. Pelayanan Imunisasi
Pelayanan imunisasi merupakan bagian dari upaya
pencegahan dan pemutusan mata rantai penularan pada Penyakit
Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Indikator yang
digunakan untuk menilai keberhasilan program imunisasi secara
nasional adalah angka UCI. Universal Child Immunization (UCI)
adalah tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11
bulan), ibu hamil, WUS dan anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi
dasar lengkap pada bayi meliputi 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis
Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis Campak. Ibu hamil dan WUS
meliputi 2 dosis TT. Anak sekolah tingkat dasar meliputi 1 dosis
DT, 1 dosis campak dan 2 dosis TT. Cakupan Desa/Kelurahan UCI
adalah desa/kelurahan dimana 80% dari jumlah bayi yang ada di
desa tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap dalam
waktu satu tahun.
Tahun 2016 cakupan Desa/Kelurahan UCI adalah 86,55%
dengan angka riil adalah 148 desa/kelurahan UCI dari 171
desa/kelurahan. Dalam arti 148 desa/kelurahan tersebut telah
mencapai target minimal pada semua antigen program imunisasi.
Realisasi ini masih belum mencapai target Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan. Capaian Desa/Kelurahan UCI dari
tahun 2011-2015 pada grafik berikut :
Gambar 22
Cakupan Desa/Kelurahan UCI Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
100.00
90.00
78.36 86.55
80.00
76.61 73.10
70.00
60.00
50.00
54.37
40.00
30.00 27.49
20.00
10.00
0.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

46
Cakupan desa/kelurahan UCI Propinsi Jawa Timur Tahun
2015 adalah 76,5% sedangkan angka nasional tahun 2015 adalah
82,30% berarti Kabupaten Pacitan sudah diatas angka nasional dan
angka propinsi.
Upaya-upaya yang dilaksanakan dalam meningkatkan
cakupan desa/kelurahan UCI adalah Kampanye imunisasi,
peningkatan skill petugas imunisasi, peningkatan kualitas vaksin
dan sweeping sasaran imunisasi.
Untuk cakupan Imunisasi yang lainnya dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 3
Cakupan Imunisasi Kabupaten Pacitan Tahun 2016
No Jenis Imunisasi Jumlah Cakupan %
1 Hb < 7 hari 5.710 84,00
2 BCG 6.106 89,82
3 DPT-HB3/DPT-HB-Hib3 6,059 88,80
4 Polio 4 5.920 86,77
5 Campak 6.088 89,23
6 Imunisasi Dasar Lengkap 6.011 88,10
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

C. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT


1. Pencapaian Penimbangan Balita (D/S)
Partisipasi masyarakat yang memiliki balita untuk datang dan
menimbangkan balitanya ke posyandu (D/S) masih dibawah target
80% yaitu baru mencapai 77,64% dari jumlah balita yang ada. Meski
prevalensi gizi buruk pada posisi aman tetapi perlu diwaspadai
karenanya penemuan kasus balita gizi buruk masih perlu
dimaksimalkan, karena memungkinkan adanya balita gizi buruk yang
belum tercover pelayanan kesehatan karena tidak pernah datang ke
posyandu. Dari jumlah balita yang ditimbang, ditemukan kasus BGM
sejumlah 175 balita atau 0,65% (Lampiran Tabel 47).

47
Gambar 23
Cakupan Balita Ditimbang (D/S)
Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
90 80.08
75.99 77.64
80 74.32 72.27 71.03
70
60
50
40
30
20
10
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

2. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi


Upaya pencegahan dan penanggulangan Anemia Gizi Besi
dilaksanakan melalui pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) yang
diprioritaskan kepada ibu hamil, karena prevalensi Anemia pada
kelompok ini cukup tinggi. Di samping itu, kelompok ibu hamil
merupakan kelompok rawan yang sangat berpotensi memberi
kontribusi terhadap tingginya Angka Kematian Ibu (AKI).
Dalam pencegahan Anemia Gizi pada ibu hamil dilakukan
suplementasi TTD dengan dosis pemberian sehari sebanyak 1 tablet
berturut-turut minimal 90 hari selama masa kehamilan.
Cakupan pemberian FE1 (30 tablet) tahun 2016 adalah
86,53% sedangkan cakupan pemberian FE3 (90 tablet) sebesar
79,38% (Lampiran Tabel 32).
3. Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Bayi dan Balita
Cakupan pemberian kapsul vitamin A di Kabupaten Pacitan
tahun 2016 pada bayi 6-11 bulan adalah 95,34%, pada anak balita
12-59 bulan sebesar 86,06% dan pada balita 6-59 bulan adalah
87,91% (Lampiran Tabel 44).

48
4. Cakupan ASI Eksklusif
Air Susu Ibu merupakan makanan yang sempurna dan
terbaik bagi bayi, karena mengandung unsur-unsur gizi paling
sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Oleh karena
itu untuk memperoleh pertumbahan dan perkembangan bayi yang
optimal maka pemberian ASI perlu diberikan secara eksklusif
sampai dengan umur 6 bulan dan dapat dilanjutkan bersama
makanan pendamping hingga anak umur 2 tahun.
Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI eksklusif
selama 6 bulan telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004. Pemberian ASI
eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga merupakan isu
global. Menurut laporan UNICEF mengenai Fact About Breast
Feeding bahwa pemberian susu formula merupakan kekeliruan,
karena pada masa petumbuhan berikutnya bayi yang tidak diberi
ASI ternyata memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk
menderita hipertensi, jantung, obesitas, diabetes dan lain-lain. Dari
hasil pemantauan di peroleh data bahwa cakupan bayi mendapat
ASI Eksklusif di Kabupaten Pacitan pada tahun 2016 adalah
71,22% (Lampiran Tabel 39).
Gambar 23
Cakupan Bayi Mendapat ASI Eksklusif
Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
90.00 80.59
75.09 72.23
80.00 71.22
67.00
70.00 60.20
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

49
D. PERILAKU MASYARAKAT
Salah satu faktor yang amat penting adalam menentukan
derajat kesehatan adalah perilaku, karena ketia faktor lain sperti
lingkungan, pelayanan kesehatan dan genetika kesemuanya masih
dapat dipengaruhi oleh perilaku. Banyak penyakit yang muncul juga
disebabkan karena perilaku yang tidak sehat. Perubahan perilaku
tidak mudah untuk dilakukan, namun mutlak diperlukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. upaya promosi
kesehatan harus terus dilakukan agar masyarakat berperilaku hidup
bersih dan sehat. Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat harus
dimulai dari unit terkecil masyarakat yaitu rumah tangga.
1. Rumah Tangga Sehat (Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menggambarkan
keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat
kesehatan masyarakat. PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk
memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan
mampu mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat serta
berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Rumah
tangga ber-PHBS adalah rumah tangga yang seluruh anggota
keluarganya telah berperilaku hidup bersih dan sehat yang meliputi
10 indikator. Persentase rumah tangga ber-PHBS didapatkan dari
jumlah rumah tangga yang melaksanakan 10 indikator PHBS dibagi
dengan jumlah rumah tangga yang dipantau dengan indikator:
1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
2) Bayi diberi ASI eksklusif,
3) Balita ditimbang setiap bulan,
4) Menggunakan air bersih,
5) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun,
6) Menggunakan jamban sehat,
7) Memberantas jentik nyamuk di rumah sekali seminggu,
8) Makan buah dan sayur tiap hari,
9) Melakukan aktivitas fisik setiap hari
10) Tidak merokok di dalam rumah.

50
Sedangkan rumah tangga yang dikaji minimal 1% dari
seluruh rumah tangga yang ada. Hasil kegiatan pemantauan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) melalui hasil survei PHBS
tatanan Rumah Tangga pada tahun 2016 di Kabupaten Pacitan
terdapat 174.457 rumah tangga. Pelaksanaan survey rumah tangga
ber-PHBS tahun 2016 pada 41.855 rumah tangga didapatkan hasil
bahwa terdapat 25.915 rumah tangga yang berperilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS), (Lampiran Tabel 57).
Indikator kinerja Rumah Tangga yang ber-PHBS belum bisa
memenuhi target dikarenakan perilaku masyarakat yang kurang
memenuhi standar kesehatan seperti perilaku pemberian ASI
eksklusif kepada bayi capaiannya masih rendah serta perilaku
merokok di dalam rumah masih sangat tinggi. Ke depan kegiatan
promosi kesehatan harus lebih ditingkatkan agar pembangunan
kesehatan lebih berhasil dalam upaya promotif dan preventif bukan
lagi pada kegiatan kuratif dan rehabilitatif. Juga diperlukan adanya
intervensi dari berbagai komponen baik lintas program maupun
lintas sektor, LSM, swasta, tokoh masyarakat untuk berperan aktif
dalam membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Juga terus
dilakuan upaya monitoring dan evaluasi pelaksanaan PHBS di
tingkat desa/kelurahan serta mengikuti event lomba PHBS baik
tingkat kabupaten maupun propinsi untuk mengungkit capaiannya.
Gambar 24
Rumah Tangga ber-PHBS Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
70.00 60.90 61.92
60.26
55.92
60.00 52.82
47.09
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

51
E. KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR
Untuk memperkecil resiko terjadinya penyakit atau
gangguan kesehatan sebagai akibat dari lingkungan yang kurang
sehat, telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas
lingkungan. Beberapa indikator yang menggambarkan kondisi
lingkungan antara lain Rumah Sehat, TUPM, Air Bersih dan sarana
sanitasi dasar seperti pembuangan limbah, tempat sampah dan
kepemilikan jamban serta pengolahan limbah di sarana pelayanan
kesehatan. Upaya penyehatan lingkungan diarahkan pada
peningkatan kualitas lingkungan, yaitu melalui kegiatan yang bersifat
promotif, preventif dan protektif. Adapun pelaksanaannya bersama-
sama dengan masyarakat, dan diharapkan secara epidemilogi akan
mampu memberikan kontribusi yang bermakna terhadap kesehatan
masyarakat.
Upaya peningkatan kualitas sanitasi lingkungan meliputi
kepemilikan jamban, pembuangan air limbah dan sampah yang
memenuhi syarat kesehatan dapat meningkatkan kualitas air bersih
serta mencegah penularan penyakit berbasis lingkungan. Sanitasi
total berbasis masyarakat sebagai pilihan pendekatan, strategi dan
program untuk mengubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan metode pemicuan
dalam rangka mencapai target MDGs. Di Kabupaten Pacitan telah
berjalan kegiatan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang
terdiri dari 5 pilar, yaitu :
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) atau peningkatan akses
jamban
2. Cuci Tangan Pake Sabun (CTPS)
3. Pengolahan air minum dan makanan skala rumah tangga
4. Pengolahan limbah skala rumah tangga
5. Pengolahan sampah skala rumah tangga
Suatu desa/kelurahan dikatakan telah melaksanakan
STBM berdasarkan kondisi :

52
1) Minimal telah ada intervensi melalui pemicuan di salah satu
dusun dalam desa/kelurahan tersebut.
2) Adanya masyarakat yang bertanggungjawab untuk melanjutkan
aksi intervensi STBM baik individu atau dalam bentuk komite dan
sebagai respon dari aksi intervensi STBM,atau mempunyai tim
kerja STBM.
3) Masyarakat menyusun suatu rencana aksi kegiatan (rencana
tindak lanjut) dalam rangka mencapai komitmen perubahan
perilaku pilar-pilar STBM yang telah disepakati bersama.
Pelaksanaan STBM dilakukan secara bertahap dengan
prioritas pada pilar ke-1 yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan
(SBS) dan adopsi perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dan
secara bertahap mengembangkan pilar lain dari STBM.
Desa Melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) di Kabupaten Pacitan pada tahun 2016 sama dengan tahun
2013, 2014 dan 2015 sebanyak 171 desa/kelurahan atau sebesar
100,00% desa/kelurahan sudah melaksanakan pilar-pilar STBM.
Artinya seluruh desa/kelurahan dan seluruh kecamatan di Kabupaten
Pacitan sudah melaksanakan kegiatan pemicuan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) (Lampiran Tabel 62).
1. Rumah Sehat
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
yang berfungsi tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga.
Rumah haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat
berkarya untuk meningkatkan produktifitas. Konstruksi rumah dan
lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan
faktor resiko sumber penularan berbagai jenis penyakit yang
berbasis lingkungan.
Rumah Sehat adalah bangunan rumah tinggal yang
memenuhi syarat kesehatan yaitu memiliki jamban sehat, tempat
pembuangan sampah, sarana air bersih, sarana pembuangan air
limbah, ventilasi baik, kepadatan hunian rumah sesuai dan lantai
rumah tidak dari tanah.

53
Jumlah rumah di Kabupaten Pacitan pada tahun 2016 ada
146.499 rumah dan jumlah rumah yang memenuhi syarat
kesehatan sejumlah 103.045 rumah atau 70,34% yang memenuhi
syarat kesehatan (Lampiran Tabel 58).
Gambar 25
Cakupan Rumah Sehat Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
80.00
70.34
70.00
58.51 58.76 58.82
60.00
50.50 50.56
50.00

40.00

30.00

20.00

10.00

0.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

2. Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan


Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk
mewujudkan kondisi tempat umum yang memenuhi syarat
kesehatan agar masyarakat pengunjung terhindar dari
kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak menyebabkan
gangguan kesehatan masyarakat di sekitarnya.
Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum meliputi Sarana
pendidikan, Sarana kesehatan dan Hotel.
Fasiltas tempat-tempat umum di Kabupaten Pacitan yang
memenuhi syarat dari 523 Sekolah Dasar (SD) diantaranya terdapat
386 yang memenuhi syarat, untuk jumlah SLTP yang ada sejumlah
117 hanya 64 yang memenuhi syarat, sedangkan untuk SLTA yang
ada sejumlah 60 terdapat 33 yang memenuhi syarat. Fasilitas
kesehatan yang ada semua Puskesmas berjumlah 24 dan 1 Rumah
sakit umum di Kabupaten Pacitan dinyatakan dalam kategori sehat

54
dan memenuhi syarat. Sedangkan untuk hotel di Kabupaten
Pacitan dari 16 hotel berbintang yang ada terdapat 9 hotel yang
dikategorikan sehat dan memenuhi syarat (Lampiran Tabel 63).
Dengan demikian prosentase TTU memenuhi syarat kesehatan pada
tahun 2016 adalah 69,8%.
Tempat pengelolaan makanan adalah tempat pengelolaan
makanan yang meliputi jasa boga atau catering, rumah makan dan
restoran, depot air minum, kantin dan makanan jajanan.
Resiko dari pengelolaan makanan mempunyai peluang
yang sangat besar dalam penularan penyakit karena jumlah
konsumen realtif banyak dalam waktu bersamaan, oleh karena itu
perlu tehnologi dan metode yang lebih tepat untuk pembinaan dan
pengawasannya.
Tempat pengelolaan makanan di Kabupaten Pacitan
sejumlah 503 TPM dan yang memenuhi syarat Higiene Sanitasi
sejumlah 264 TPM atau 52,49 (Lampiran Tabel 64).
3. Penyelenggaraan Air Minum
Pengambilan sampel air minum dilaksanakan berdasarkan
hasil inspeksi sanitasi yaitu terhadap air minum dengan sistem
perpipaan, depot air minum dan air minum bukan jaringan
perpipaan dengan resiko pencemaran sedang dan rendah.
Frekuensi inspeksi sanitasi dilakukan pada musim kemarau dan
musim hujan.
Penyelenggara air minum adalah badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta,
usaha perorangan, kelompok masyarakat dan atau individual yang
melakukan penyelenggaraan penyediaan air minum.
Hasil penyelenggaraan air minum di Kabupaten Pacitan
tahun 2016 terdapat 15 penyelenggara air minum dan setelah
diperiksa seluruhnya 100% telah memenuhi syarat pemeriksaan
baik fisik, bakteriologis maupun kimia (Lampiran Tabel 60).

55
5. Akses Air Minum dan Sanitasi Dasar yang Layak
Jumlah penduduk yang memiliki akses berkelanjutan
terhadap air minum yang layak sebanyak 441. 835 jiwa atau
sebesar 80,00% (Lampiran Tabel 59).
Jumlah penduduk yang memiliki akses sanitasi layak
(jamban sehat) sebanyak 403.354 jiwa atau sebesar 73,03%
(Lampiran Tabel 61).

F. KETERSEDIAAN OBAT
Obat merupakan salah satu komoditi kesehatan yang
memiliki peranan penting dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Obat harus tersedia secara cukup, baik item dan
jumlahnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan obat, sehingga
pelayanan kesehatan tidak terhaambat. Sesuai dengan salah satu
tujuan yang tercantum dalam Kebijakan Obat Nasional (KONAS) yang
tertuang dalam keputusan Kementerian Kesehatan Nomor
189/Menkes/SK/III/2016 yaitu ketersediaan, pemerataan dan
keterjangkauan obat utamanya obat esensial dijamin oleh Pemerintah
maka sudah menjadi komitmen bahwa pemerintah turut serta dalam
upaya penyediaan obat untuk masyarakat, utamanya melalui sarana
kesehatan milik pemerintah.
Tingkat ketersediaan obat yang diukur sebanyak 144 item
obat yang terdiri dari 135 item obat dan 9 item vaksin yang bersifat
esensial, diperkirakan bisa memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan dasar, yang merupakan obat emergency, fast moving,
penunjang utama dan life saving, serta yang wajib tersedia untuk
beberapa penyakit menular. Obat- obatan yang masuk dalam daftar
penilaian indikator ketersediaan obat tersebut tercantum dalam
Formularium Nasional (FORNAS) yang merupakan daftar obat yang
menjadi pedoman untuk penyediaan kebutuhan obat secara nasional.
Dari hasil perhitungan yang dilakukan, persentase
ketersediaan obat pada tahun 2016 adalah 97,98%.

56
Gambar 26
Persentase Ketersediaan Obat
Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
120.00

97.14 95.23 95.15 97.98


100.00 92.11 92.59

80.00

60.00

40.00

20.00

0.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Dinas Kesehatan Kab.Pacitan Tahun 2016


Perhitungan persentase ketersediaan dihitung dari jumlah
item obat yang terpenuhi selama 12 bulan atau lebiih dibandingkan
total item yang dihitung. Apabila dilihat dari penyediaan obat yang
menggunakan 18 bulan yang terdiri dari perhitungan kebutuhan obat
dalam 1 tahun (12 Bulan) ditambah penyangga (6 bulan). Beberapa
hal yang dapat menyebabkan persentase obat belum dapat mencapai
target 100% antara lain karena ketersediaan obat di pasaran kosong
dikarenakan proses pengadaan di daerah hampir dilaksanakan
bersamaan waktunya, serta terjadinya kejadian bencana dan Kejadian
Luar Biasa (KLB) yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.

57
BAB V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Sumber daya kesehatan merupakan salah satu pendukung di


segala level pelayanan kesehatan. Dengan terpenuhinya sumber daya
kesehatan, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan sehingga
derajat kesehatan masyarakat akan optimal. Peningkatan mutu
pelayanan kesehatan dilakukan melalui perbaikan fisik, penambahan
ketenagaan serta pemberian biaya operasional dan pemeliharaan.
A. SARANA KESEHATAN
Pemerintah harus melaksanakan prinsip Good Governance
dalam melaksanakan pelayanan publik termasuk pelayanan
kesehatan karena merupakan hak asasi manusia yang harus
dilaksanakan Negara. Prinsip tersebut mencakup keadilan,
responsivitas dan efisiensi pelayanan. Pemanfaatan sarana pelayanan
kesehatan adalah merupakan indikator yang sangat penting dalam
sistem pelayanan kesehatan, karena untuk mengetahui apakah
pelayanan kesehatan sudah merata dan terjangkau. Sarana
pelayanan kesehatan di Kabupaten Pacitan tahun 2016, (Lampiran
Tabel 67).
Tabel 4
Sarana Pelayanan Kesehatan Kabupaten Pacitan Tahun 2016
No Nama Sarana Jumlah Keterangan
1 Rumah Sakit Umum 1 Pemerintah Kab. Pacitan
2 Puskesmas Rawat Inap 13 Pemerintah Kab. Pacitan
3 Puskesmas Rawat Non Rawat Inap 11 Pemerintah Kab. Pacitan
4 Puskesmas Keliling 54 Pemerintah Kab. Pacitan
5 Puskesmas Pembantu 54 Pemerintah Kab. Pacitan
6 Praktik Pengobatan Tradisional 35 Swasta
7 Unit Transfusi Darah 1 PMI
8 Apotek 33 Swasta
9 Rumah Sakit Khusus 2 Swasta
10 Balai Pengobatan Klinik 11 Swasta
Sumber: Dinas Kesehatan Kab.Pacitan Tahun 2016

58
1. Puskesmas dan Jaringannya
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas pelayanan,
Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan. Jaringan pelayanan
Puskesmas terdiri atas Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling
dan Bidan Desa, sedangkan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan
terdiri dari klinik, rumah sakit, apotik, laboratorium dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.
Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan
sampai di tingkat kecamatan. Jumlah Puskesmas di Kabupaten
Pacitan seluruhnya ada 24 unit, terdiri dari 13 puskesmas rawat
inap dan 11 puskesmas non rawat inap. Sedangkan jumlah
Puskesmas Pembantu ada 54 unit. Puskesmas Pembantu
memberikan pelayanan kesehatan secara permanen di suatu
lokasi dalam wilayah kerja Puskesmas.

59
Tabel 5
Sarana Kesehatan Puskesmas dan Jaringan
Di Kabupaten Pacitan Tahun 2016
NO PUSKESMAS DESA PUSTU POLINDES POSKESDES POSYANDU
1 Pacitan 10 2 7 10 36
2 Tanjungsari 15 5 12 15 75
3 Kebonagung 12 2 6 12 48
4 Ketrowonojoyo 7 3 4 7 39
5 Arjosari 12 4 12 12 48
6 Kedungbendo 5 1 5 5 20
7 Punung 9 3 9 9 33
8 Gondosari 4 2 2 4 18
9 Pringkuku 8 2 4 8 35
10 Candi 5 1 2 5 17
11 Donorojo 7 4 3 7 40
12 Kalak 5 1 1 5 28
13 Tulakan 11 4 6 5 73
14 Bubakan 5 2 4 6 32
15 Ngadirojo 12 3 11 12 45
16 Wonokarto 6 3 1 6 21
17 Sudimoro 6 3 2 6 30
18 Sukorejo 4 1 3 4 23
19 Tegalombo 7 2 5 7 38
20 Gemaharjo 4 1 3 4 20
21 Nawangan 5 1 3 5 35
22 Pakisbaru 4 2 7 4 20
23 Bandar 4 1 3 4 25
24 Jeruk 4 1 2 4 24
JUMLAH 171 54 118 171 823
Sumber: Dinas Kesehatan Kab.Pacitan Tahun 2016

2. Rumah sakit
Rumah Sakit sebagai salah satu penyelenggara pelayanan
kesehatan telah mengalami banyak kemajuan, dimana salah
satunya dapat dilihat dari jumlah rumah sakit yang bertambah.

60
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pacitan sebagai rumah
sakit milik Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan telah berganti
nama menjadi RSUD dr. Darsono Pacitan sesuai dengan nama
Direktur pertama di RSUD tersebut. Pada tahun 2016 RSUD
dr.Darsono Pacitan telah lulus akreditasi Rumah sakit dengan
kategori paripurna. Dengan telah lulus akreditasi diharapkan
pekayanan di RSUD dr. Darsono semakin meningkat dan
memuaskan masyarakat.
Rumah Sakit swasta bermunculan di Kabupaten Pacitan
dengan telah keluarnya ijin Rumah Sakit Bersalin Gili Putri dan
Rumah Sakit Bersalin Agung Mulia.

3. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)


Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)
adalah suatu upaya kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan
dari, oleh dan bersama masyarakat guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Berbagai macam
UKBM seperti Posyandu Balita, Posyandu Lansia, Poskesdes,
Polindes, Posbindu PTM.
3.1. Posyandu

Dalam perkembangannya Posyandu mendapat tanggapan


yang positif oleh masyarakat. Hal ini juga diimbangi dengan adanya
alokasi dana untuk menunjang kegiatan Posyandu dengan
pemberian insentif kepada kader Posyandu. Untuk mengetahui
kualitas suatu posyandu dapat menggunakan Telaah Kemandirian
Posyandu yaitu suatu cara pengelompokkan posyandu menjadi 4
tingkat perkembangan (Stratifikasi Posyandu) yaitu:
- Strata Pratama
- Strata Madya
- Strata Purnama
- Strata Mandiri

61
Di Kabupaten Pacitan pada tahun 2016 terdapat 823
posyandu dan telah dilakukan Telaah Kemandirian Posyandu
dengan hasil Posyandu Pratama berjumlah 15, Posyandu Madya
berjumlah 179, Posyandu Purnama sejumlah 580 dan Posyandu
Mandiri dengan jumlah 49. Dari 823 posyandu terdapat 629 yang
dikategorikan menjadi posyandu aktif (Lampiran Tabel 69).
Gambar 27
Strata Posyandu di Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016

70.47

21.75

1.82
5.95
Pratama
Madya
Purnama
Mandiri

Sumber: Dinas Kesehatan Kab.Pacitan Tahun 2016


Jumlah Poskesdes ada 171 unit, Polindes 118 unit dan
Posbindu ada 140 unit pada Lampiran Tabel 70.
3.2. Desa Siaga Aktif
Suatu desa dan kelurahan siaga bisa menjadi Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif jika memenuhi 8 (delapan) kriteria
berdasarkan Pedoman Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1519/Menkes/SK/X/2010.
Desa siaga aktif merupakan desa/kelurahan yang penduduknya
dapat mengakses pelayanan kesehatan dasar dan
mengembangkan UKBM yang dapat melaksanakan surveilans
berbasis masyarakat (pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan
anak, gizi, lingkungan dan perilaku), kedaruratan kesehatan dan
penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan sehingga
masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

62
(PHBS). Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki
kesiapan sumber daya dan kemauan untuk mencegah dan
mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan
kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri.
Ada 4 tahapan / tingkatan Desa Siaga yaitu:
a. Desa Siaga BINA = memenuhi kriteria 1-3
b. Desa Siaga TUMBUH= memenuhi krietria 1-3 ditambah 2
kriteria lainnya (5 kriteria)
c. Desa Siaga KEMBANG = memenuhi kriteria 1-3 ditambah 4
kriteria lainnya (7 kriteria)
d. Desa Siaga PARIPURNA = memenuhi seluruh kroteria (9
kriteria)
Cakupan Desa Siaga Aktif tahun 2016 sebesar 171
desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Pacitan atau 100%. Sama
dengan capaian tahun 2013,2014 dan 105 sebesar 100%.
Tahapan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Pacitan Tahun
2016 yaitu Strata Pratama 38 Desa, Strata Madya 108 Desa,
Strata Purnama 24 Desa, Strata Mandiri 1 Desa, dengan rincian
pada Lampiran Tabel 71.

Gambar 28
Tahapan Desa/Kelurahan Siaga Aktif
Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016

63.16

22.22

14.04

0.58
Pratama
Madya
Purnama
Mandiri

Sumber: Dinas Kesehatan Kab.Pacitan Tahun 2016

63
B. Tenaga Kesehatan
Sumber daya manusia kesehatan merupakan bagian
penting dari upaya peningkatan pembangunan kesehatan. Tenaga
Kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga
keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga
kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi,
tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisan medis, tenaga teknik
biomedika, tenaga kesehatan tradisional dan tenaga kesehatan
lainnya.
Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Pacitan yang
bekerja di fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta dapat dirinci
sebagai berikut (Lampiran Tabel 72 sampai dengan 78):
Tabel 6
Jumlah Tenaga Kesehatan Kabupaten Pacitan Tahun 2016
No Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah
1 Dokter Spesialis 29
2 Dokter Umum 67
3 Dokter Gigi 10
4 Dokter Gigi Spesialis 3
5 Bidan 294
6 Perawat 456
7 Perawat Gigi 25
8 Tenaga Teknis Kefarmasian 62
9 Apoteker 20
10 Tenaga Kesehatan Masyarakat 58
11 Tenaga Kesehatan Lingkungan 29
12 Nutrisionis 42
13 Fisioterapis 10
14 Radiografer 11
15 Teknis Elektromedis 15
16 Analis Kesehatan 42
17 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan 9
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

64
C. Pembiayaan Kesehatan
Persentase anggaran Dinas Kesehatan tahun 2016 adalah
7,15% dari total APBD 2016 sebesar Rp 1.605.591.512.886 ,-
(Lampiran Tabel 81). Dalam rangka menunjang tugas pokok dan
fungsinya tersebut pada alokasi APBD Kabupaten Pacitan Tahun
Anggaran 2016, Dinas Kesehatan telah ditetapkan anggaran sebesar
Rp. 114.801.104.128,00 dan dapat terealisasi sebesar Rp.
105.845.611.528,00 atau 92,20%. Sedangkan sisa anggaran sebesar
Rp. 8.955.492.600,00 atau 7,80%.
Tabel 7
Anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan Tahun 2016
NO JENIS BELANJA PAGU REALISASI % SISA

A PENDAPATAN 22.036.927.000 23.317.441.000 105,81% (1.280.514.000)


Retribusi Pelayanan
1 6.516.195.000 6.797.376.000 104,32% (281.181.000)
Kesehatan
Dana Kapitasi JKN
2 15.520.732.000 16.520.065.000 106,44% (999.333.000)
pada FTKP
B BELANJA 114.801.104.128 105.845.611.528 92,20% 8.955.492.600
BELANJA TIDAK
B.1 43.353.120.615 41.941.331.418 96,74% 1.411.789.197
LANGSUNG
BELANJA
B.2 71.447.983.513 63.904.280.110 89,44% 7.543.703.403
LANGSUNG
Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pacitan Tahun 2016

Selain mengelola belanja, Dinas Kesehatan juga mengelola


pendapatan dari puskesmas dalam bentuk retribusi pelayanan
kesehatan yang disetorkan ke Kas Daerah dari target sebesar Rp.
22.036.927.000,00 terealisasi sebesar Rp.23.317.441.000,00 atau
mencapai 105,81% atau telah melebihi target sebesar
Rp.1.280.514.000,00 dengan rincian sebagai berikut :

65
Tabel 8
Pendapatan Pelayanan Kesehatan
Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan Tahun 2016
NO JENIS PENERIMAAN TARGET REALISASI %

1 Rawat Jalan 1.188.500.000 1.198.568.000 100.85

2 Rawat Inap 3.519.980.000 4.025.072.000 114,35

3 Diagnostik dan Tindakan 1.345.375.000 1.230.878.500 91,49

Pemeriksaan Kesehatan
4 462.340.000 342.857.500 74,16
dan Rujukan

5 Kapitasi JKN 15.520.732.000 16.520.065.000 106,44

JUMLAH 22.036.927.000 23.317.441.000 105,81

Sedangkan belanja bidang kesehatan baik Dinas Kesehatan


maupun RSUD Dr. Darsono Kabupaten Pacitan pada tahun 2016
pada Lampiran Tabel 81.
Total anggaran Bidang Kesehatan di Kabupaten Pacitan pada
tahun 2016 baik anggaran di Dinas Kesehatan dan RSUD dr. Darsono
sebesar Rp. 211.433.549.440,00 atau 13,17% dari APBD Kabupaten
Pacitan tahun 2016 sebesar Rp. 1.605.591.512.886,00. Kecukupan
anggaran bidang kesehatan sudah memenuhi amanat Undang-
Undang yaitu minimal 10% dari APBD Kabupaten.

66
BAB V
PENUTUP

Data dan informasi merupakan sumberdaya yang strategis bagi


pimpinan dan organisasi dalam pelaksanaan manajemen, maka
penyediaan data dan informasi yang berkualitas sangat diperlukan
sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan. Di dalam bidang
kesehatan, data dan informasi diperoleh melalui penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan. Salah satu luaran utama dari penyelenggaraan
Sistem Informasi Kesehatan adalah Profil Kesehatan, seperti yang telah
tersusun dalam buku ini.
Namun demikian sangat disadari bahwa Profil Kesehatan yang
ada saat ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan data dan informasi
kesehatan secara optimal. Proses penyusunan Profil Kesehatan sendiri
masih menemui banyak kendala baik dalam segi pengumpulan data,
analisa data, dan penyajiannya. Hal ini berimplikasi pada kulitas data
dan informasi yang disajukan saat ini mungkin belum sesuai dengan
harapan. Walaupun demikian, Profil kesehatan Kabupaten Pacitan
diharapkan dapat memberikan gambaran secara garis besar dan
menyeluruh tentang seberapa jauh keadaan kesehatan masyrakat yang
telah dicapai. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitas, perlu
dicari terobosan dalam mekanisme pengumpulan data dan informasi
secara tepat untuk mengisi kekosongan data agar dapat tersedia data dan
informasi yang lebih valid.
Demikian sajian informasi kesehatan dalam bentuk Profil
Kesehatan, dengan harapan semoga bermanfaat sebagai sumber data
untuk bahan masukan pengambilan keputusan dan penyusunan
perencanaan kesehatan tingkat kabupaten.

Pacitan, Februari 2017

67

Anda mungkin juga menyukai