SKENARIO A BLOK 12
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami sampaikan kepada Tuhan karena telah menyertai serta memberkati
proses penyusunan laporan pleno kelompok B3 ini sehingga tugas penyusunan laporan pleno ini
dapat kami selesaikan dengan baik. Penyusunan laporan kelompok pleno ini merupakan tugas
yang membutuhkan kerja keras, kerja sama, dan kedisiplinan. Dalam penyusunan laporan
kelompok ini pula, anggota kelompok B3 telah berusaha agar dapat menyelesaikan laporan ini
dengan baik dan benar.
Namun, kami juga sadar dengan kesalahan dan kekurangan yang secara sadar maupun
tidak sadar telah kami lakukan dalam penyusunan laporan kelompok ini. Oleh karena itu, kami
berharap dapat menerima kritik dan saran yang membangun demi kemajuan pembuatan laporan
pleno selanjutnya. Sekian kata pengantar dari kami, terima kasih atas antusiasme pembaca dan
semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan pleno Skenario A ini.
Penulis
2
LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK
Presentan :
07.30-10.00 WIB
KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................4
SKENARIO A BLOK 12 TAHUN 2019..................................................................5
I. KLARIFIKASI ISTILAH.....................................................................................6
II. IDENTIFIKASI MASALAH..............................................................................8
III. ANALISIS MASALAH.....................................................................................9
IV. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN (LEARNING ISSUES)...........16
V. SINTESIS MASALAH.....................................................................................18
5.1. Diabetes Mellitus........................................................................................18
5.2. Ketoasidosis Diabetikum............................................................................31
5.3. Pemeriksaan Fisik Diagnosis Banding........................................................38
5.4. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................44
5.5. Diagnosis Banding......................................................................................46
5.6. Tumbuh Kembang Anak.............................................................................52
5.7. Edukasi........................................................................................................58
VI. KERANGKA KONSEP..................................................................................60
VII. KESIMPULAN..............................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................61
SKENARIO A BLOK 12 TAHUN 2020
Remaja Perempuan, Monik. Usia 9 tahun, datang ke IRD sore hari dengan sesak napas dan sakit
perut. Terdapat riwayat bahwa 6 jam sebelum masuk rumah sakit penderita tampak mulai sesak
napas dan dan nafas cepat yang makin memberat serta lemas. Sesak tidak dipengaruhi cuaca,
posisi, dan aktifitas. Tidak ada jantung berdebar – debar juga sembab di kedua tungkai. Tidak
ada batuk pilek atau panas. Sehari sebelumnya pasien hanya mual dan perut rasanya sakit. Tidak
ada riwayat mencret dan sakit mag. Dalam 3 bulan memang BAK sering (+), tetapi minumnya
juga banyak dan dipikir hanya infeksi saluran air kencing. Nafsu makan tetap baik, tetapi terlihat
badan agak lebih kurus (berat badan 3 bulan yang lalu 23 kg). tidak ada riwayat DM, jantung,
hipertensi, asma di keluarga. Pertumbuhan dan perkembangan baik, dan saat ini sudah di SD
kelas 4.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : tampak gelisah, tampak sakit sedang. Laju nadi 140 kali/menit (regular, isi dan
tegangan cukup), tekanan darah 90/60 mmHg, suhu 36,4 C (aksilla), laju napas 48 kali/menit
(cepat dan dalam, pernafasan kusmaul), CRT < 3”. Tidak ada kelainan.
Dinding abdomen soepol (lemas), ada nyeri tekan abdomen yang tidak khas pada seluruh area
abdomen. Bising usus normal, turgor sedikit turun, tidak ada meteorismus. Hepar lien tidak
teraba. Acral masih hangat, tidak ada edema. Status neurologis: dalam batas normal. Status
pubertas: P1M2.
Pada pemeriksaan cito di IRD : kadar gula acak 590%, urin menunjukkan reduksi +4 dan keton
urine +3. Darah rutin Hb 14,9%, leucocyte 19.300, Trombocyte 230.000, HbA 1C 12%. Hasil
analisis gas darah : FiO2 100. pH 6.961. pCO 22,1. pO2 56,7. SO2 70,1. HCO3 5,0 mmol/L. Beb
-25. PO2 / FIO2 56,7.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Sembab : Bengkak (KBBI)
2. DM : Suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kinerja insulin, atau kedua
dua nya. (digilib.unila.ac.id)
3. Hipertensi : Tekanan darah atau denyut jantung yang lebih
tinggi dari normal karena adanya gangguan
(KBBI)
4. Asma : Serangan dyspnea paroksismal berulang, disertai
mengi akibat kontraksi spasmodik bronki
(Dorland)
5. CRT : Capillary Refill Time.
6. Kussmaul : Bernapas dalam cepat yang terjadi sebagai respon
tak disengaja terhadap asidosis berat (terkait
dengan diabetes atau gagal ginjal) (Merriam
Webster)
7. Anemis : Berhubungan dengan anemia (Merriam Webster)
8. Cyanosis : Perubahan warna kulit dan membran mukosa
menjadi kebiruan akibat konsentrasi hemoglobin
tereduksi yang berlebihan dalam darah (Dorland)
9. Meteorismus : Distensi yang bergas pada lambung dan usus
: tympanites (Merriam Webster)
10. Acral : Berkaitan dengan ekstremitas atau apeks (Dorland)
11. Status Neurologis : Penilain secara keseluruhan dari fungsi sistem saraf
(The Free Dictionary)
12. Status Pubertas P1M2 : (Tanner) Sistem klasifikasi untuk mengetahui
perkembangan genitalia anak ketika pubertas
P = Pertumbuhan rambut pubis. 1 = Tidak ada
rambut sama sekali. M = Pertumbuhan payudara.
2 = Kuncup payudara teraba dibawah areola.
(NCBI)
13. Pemeriksaan Cito : Pemeriksaan yang dilakukan segera (Medical
Dictionary)
14. Kadar Gula Darah Acak : Kadar gula darah sewaktu (GDS)
15. HbA 1C : Tes yang menghitung jumlah glukosa yang
menempel pada hemoglobin selama 3 bulan
terakhir (umur RBC 3 bulan) (Medline Plus)
16. FiO2 : (fraction of inspired oxygen; konsentrasi oksigen
inspirasi) Merupakan parameter yang harus dipilih
oleh provider ketika dukungan pernapasan dimulai
– dapat berkisar dari udara ruangan hingga 100%
O2 (Ebook Neurologic Effect of Respiratory
Support – oleh Matthew A Rainaldi, MD., dkk)
17. Beb : (base excess) Merupakan kelebihan atau
kekurangan basa didalam darah. Basis utama yang
berkontribusi terhadap kelebihan basa dalam
darah adalah bikarbonat. (Farlex Medical
Dictionary)
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Monik. Usia 9 tahun, datang ke IRD sore hari dengan sesak napas TS 1
dan sakit perut.
2. 6 jam sebelum masuk rumah sakit penderita tampak mulai sesak TS 2
napas dan dan nafas cepat yang makin memberat serta lemas.
Sesak tidak dipengaruhi cuaca, posisi, dan aktifitas. Tidak ada
jantung berdebar – debar juga sembab di kedua tungkai. Tidak
ada batuk pilek atau panas. Sehari sebelumnya pasien hanya
mual dan
perut rasanya sakit. Tidak ada riwayat mencret dan sakit mag.
3. Dalam 3 bulan memang BAK sering (+), tetapi minumnya juga TS 4
banyak dan dipikir hanya infeksi saluran air kencing. Nafsu
makan tetap baik, tetapi terlihat badan agak lebih kurus (berat
badan 3 bulan yang lalu 23 kg). tidak ada riwayat DM, jantung,
hipertensi, asma di keluarga. Pertumbuhan dan perkembangan
baik, dan saat ini sudah di SD kelas 4.
4. Pemeriksaan Fisik TS 5
Kesadaran : tampak gelisah, tampak sakit sedang. Laju nadi 140
kali/menit (regular, isi dan tegangan cukup), tekanan darah 90/60
mmHg, suhu 36,4 C (aksilla), laju napas 48 kali/menit (cepat
dan
dalam, pernafasan kusmaul), CRT < 3”. Tidak ada kelainan
5. Dinding abdomen soepol (lemas), ada nyeri tekan abdomen yang TS 5
tidak khas pada seluruh area abdomen. Bising usus normal,
turgor sedikit turun, tidak ada meteorismus. Hepar lien tidak
teraba.
Acral masih hangat, tidak ada edema. Status neurologis: dalam
batas normal. Status pubertas: P1M2.
6. Pada pemeriksaan cito di IRD : kadar gula acak 590 mg%, urin TS 3
menunjukkan reduksi +4 dan keton urine +3. Darah rutin Hb
14,9%, leucocyte 19.300, Trombocyte 230.000, HbA 1C 12%.
Hasil analisis gas darah : FiO2 100. pH 6.961. pCO 22,1. pO2
56,7. SO2 70,1. HCO3 5,0 mmol/L. Beb -25. PO2 / FIO2 56,7.
Kami menempatkan masalah “Monik. Usia 9 tahun, datang ke IRD sore hari dengan sesak
napas dan sakit perut” pada prioritas pertama karena hal itu yang membuat pasien datang ke
rumah sakit. Selain itu, keluhan sesak napas dapat menimbulkan kematian cepat sehingga harus
cepat ditangani.
2. 6 jam sebelum masuk rumah sakit penderita tampak mulai sesak napas dan
dan nafas cepat yang makin memberat serta lemas. Sesak tidak dipengaruhi
cuaca, posisi, dan aktifitas. Tidak ada jantung berdebar – debar juga sembab
di kedua tungkai. Tidak ada batuk pilek atau panas. Sehari sebelumnya
pasien hanya mual dan perut rasanya sakit. Tidak ada riwayat mencret dan
sakit mag.
a. Mengapa sesak napas, napas cepat, makin memberat serta lemas?
Napas cepat dan dalam (Kussmaul) merupakan kompensasi hiperventilasi
akibat asidosis metabolic, sedangkan lemas terjadi akibat penurunan produksi
energy metabolic yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak
optimal karena kurangnya insulin yang berperan sebagai kunci terjadinya
metabolism energy.
b. Kenapa sehari sebelumnya pasien hanya mual dan perut rasanya sakit?
Akibat defisiensi insulin adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi
asam- asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton
yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal
akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam (pH
darah < 7,1) yang akan menyebabkan mual dan sakit perut. Muntah terjadi
akibat asidosis metabolic sedangkan nyeri perut terjadi akibat menurunnya
perfusi mesenterium.
c. Kenapa sesak tidak dipengaruhi cuaca, posisi, dan aktifitas?
Hiperglikemia juga menyebabkan terjadinya pelepasan asam lemak bebas
dari jaringan lemak adiposa. Asam lemak bebas ini akan mengalami proses
beta oksidasi di hepar sehingga terkonversi menjadi badan keton yang
memiliki pH rendah. Penumpukan badan keton ini menyebabkan terjadinya
metabolik asidosis.
Tubuh akan merespon kondisi metabolik asidosis melalui sistem buffer
menggunakan bikarbonat. Metabolik asidosis yang tidak terkompensasi
dengan sistem buffer kemudian akan menyebabkan terjadinya hiperventilasi
untuk menurunkan kadar karbondioksida dalam darah, sehingga pasien
mengalami pola respirasi Kussmaul. Dengan kata lain pernapasan cepat tidak
dipengaruhi oleh factor lingkungan seperti cuaca, posisi, dan aktifitas.
3. Dalam 3 bulan memang BAK sering (+), tetapi minumnya juga banyak dan
dipikir hanya infeksi saluran air kencing. Nafsu makan tetap baik, tetapi
terlihat badan agak lebih kurus (berat badan 3 bulan yang lalu 23 kg). tidak
ada riwayat DM, jantung, hipertensi, asma di keluarga. Pertumbuhan dan
perkembangan baik, dan saat ini sudah di SD kelas 4.
a. Mengapa mengalami BAK yang sering?
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi (>180 mg/dL), ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar. Hal ini
mengakibatkan lolosnya glukosa tersebut dari proses rearbsorpsi ginjal dan
glukosa akan muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (polyuria).
b. Mengapa badan nya kurus padahal nafsu makan nya tetap baik?
Pada diabetes melitus tipe 1 sel beta pankreas yang menghasilkan hormon
insulin rusak akibatnya karbohidrat tidak dapat dirubah menjadi glukosa
sedangkan untuk kebutuhan energi dalam tubuh dibutuhkan glukosa,
akibatnya tubuh akan mengirim sinyal ke pusat agar merangsang rasa lapar
sehingga nafsu makan meningkat tapi tidak ada yg bisa diubah menjadi
energi. Akhirnya tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energi. Sehingga
pada pasien DM akan tampak lebih kurus dan penurunan berat badan.
4. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : tampak gelisah, tampak sakit sedang. Laju nadi 140 kali/menit
(regular, isi dan tegangan cukup), tekanan darah 90/60 mmHg, suhu 36,4 C
(aksilla), laju napas 48 kali/menit (cepat dan dalam, pernafasan kusmaul),
CRT < 3”. Tidak ada kelainan.
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
1. Kesadaran : delirium
2. Laju nadi : takikardi
3. TD : Normal
4. Suhu : normal
5. Laju napas : takipneu dan napas cepat dan napas dalam, pernapasan
kussmaul yaitu pola pernapasan yang sangat dalam dengan frekuensi yang
normal atau semakin kecil. dan sering ditemukan pada penderita asidosis.
Penyebab pernapasan Kussmaul yaitu kompensasi pernapasan
pada asidosis metabolik, yang sering pada pasien diabates pada
ketoasidosis diabetikum.
6. CRT : Normal
7. Interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik menunjukan pasien mengalami
KAD.
5. Dinding abdomen soepol (lemas), ada nyeri tekan abdomen yang tidak khas
pada seluruh area abdomen. Bising usus normal, turgor sedikit turun, tidak
ada meteorismus. Hepar lien tidak teraba.
Acral masih hangat, tidak ada edema. Status neurologis: dalam batas
normal. Status pubertas: P1M2.
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
1. Kadar gula darah acak: tinggi
2. Urin menunjukkan reduksi (+4) terjadi warna merah bata (kadar glukosa
>3,5%). Pada hasil kasus didapatkan +4 menandakan bahwa kadar
glukosa yang ada didarah pasien >3,5%.
3. Urin menunjukan keton urine (+3) Hasil pada kasus menunjukkan bahwa
urin pasien mengandung keton dengan kadar 50mg%.
4. Darah rutin : Hb 14,9 mg% = normal
5. Leukosit 19,3 . 10^3 = tinggi
6. Trombosit 230 . 10^3 = normal
7. HbA 1C dari pasien 12% yang berarti tidak normal, hemoglobin yang
berikatan dengan glukosa, yang artinya dalam 3 bulan terakhir, diabetes
tidak terkontrol (yang berarti bahwa gula darah terlalu tinggi terus
menerus).
6. Pada pemeriksaan cito di IRD : kadar gula acak 590%, urin menunjukkan
reduksi +4 dan keton urine +3. Darah rutin Hb 14,9%, leucocyte 19.300,
Trombocyte 230.000, HbA 1C 12%. Hasil analisis gas darah : FiO2 100. pH
6.961. pCO 22,1. pO2 56,7. SO2 70,1. HCO3 5,0 mmol/L. Beb -25. PO2 /
FIO2 56,7.
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
Hasil didapat bahwa pemeriksaan darah terdapat nilai trombosit
normal namun pada Hb, leukosit, pemeriksaan gula, urin dan analisis gas
darah tersebut mengalami abnormalitas.
No. Pemeriksaan Angka Normal Angka Pasien
1 Kadar Gula Acak 70 – 200 mg/dl 590
2 Hb 12 - 14 g/dL 14,9
3 Leukosit 5.000 – 10.000/mm3 19.300
4 Trombosit 150.000 – 450.000/mm3 230.000
5 HbA1C < 6.5% 12
6 pH 7,35-7,45 6,961
7 pCO2 35 – 45 mmHg 22,1
8 pO2 80 – 100 mmHg 56,7
9 Saturasi O2 95 % atau lebih 70,1
10 HCO3 22 – 26 mEq/L 5,0
11 Be 0 ± 2 mEq/L -
V. SINTESIS MASALAH
5.1. Diabetes Mellitus
A. Definisi
Diabetes mellitus adalah suatu sindroma hiperglikemia yang sering
disertai kelainan metabolisme terkait (lemak dan protein), yang disebabkan
oleh karena defek sekresi dan jumlah insulin (DMT1), ataupun kombinasinya
dengan resistensi insulin yang merupakan penyebab awal (DMT2) defek
sekresi dan jumlah insulin tersebut. Diabetes mellitus tipe 1 (DMT1)
disebabkan karena destruksi sel beta pankreas yang kebanyakan akibat dari
proses autoimun ataupun idiopatik, dan penderita DMT1 ini cenderung
mengidap ketoasidosis diabetik (KAD). Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2)
adalah bentuk yang lebih
sering (95% lebih), dengan awal penyebabnya adalah resistensi insulin yang
akhirnya menimbulkan dekompensasi pankreas mensekresi insulin.
B. Klasifikasi
Menurut PERKENI 2015, klasifikasi Diabetes Melitus dapat dilihat dalam
tabel berikut
Jenis Etiologi
Tipe 1 Destruksi sel β, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut
• Autoimun
• Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai dari resistensi insulin yang disertai
defisiensi insulin relatif hingga defek sekresi insulin yang
dibarengi resistensi insulin.
DM tipe 1 DM tipe 2
D. Etiologi
a. Diabetes Melitus tipe-1
Diabetes Melitus tipe-1 ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan dapat pula
lingkungan (misalnya infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan
destruksi sel beta (Potter & Perry, 2006).
1. Faktor Genetik
Pasien diabetes tidak mewarisi Diabetes Melitus tipe-1 itu sendiri;
tetapi, mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke
arah terjadinya Diabetes Melitus tipe-1. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human
leococyte antigen) tertentu.. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggungjawab atas antigen transplantasi dan proses imun
lainnya.
2. Faktor Imunologi
Diabetes Melitus tipe-1 terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
3. Faktor Lingkungan
Faktor-faktor ekstetrnal juga dapat memicu destruksi sel beta.
Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus
atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Melitus tipe-2
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada Diabetes Melitus tipe-2 masih belum
diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko
tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes Melitus
tipe-
2. Faktor-faktor ini adalah: Usia (resistensi insulin cenderung meningkat
pada usia di atas 65 tahun), Obesitas, Riwayat keluarga, Kelompok etnik
(Potter & Perry, 2006).
E. Prognosis
1. DM Tipe 1
DM tipe 1 dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Hampir 50% pasien akan mengalami komplikasi serius seumur hidup.
Beberapa akan kehilangan penglihatan, dan yang lain akan
mengembangkan penyakit ginjal stadium akhir. Bagi mereka yang berhasil
melewati 20 tahun
pertama, prognosisnya bagus. Namun, penyakit ini tidak dapat
disembuhkan, dan seiring waktu, pasien dapat mengalami penyakit arteri
koroner prematur, neuropati, borok kaki, dan kehilangan penglihatan.
Mempertahankan euglycemia seumur hidup dikaitkan dengan kecemasan
dan depresi berat; bagi banyak pasien dengan diabetes tipe 1, kualitas
hidup buruk.
2. DM Tipe 2
a. Tingkat kematian untuk orang dewasa dengan diabetes (jenis apa pun)
kira-kira 1,5 kali lebih tinggi daripada populasi umum, terutama
karena kejadian kardiovaskular.
b. Orang dengan diabetes tipe 2 memiliki mortalitas berlebih
dibandingkan dengan populasi umum
c. Rasio bahaya kematian secara keseluruhan adalah 1,27 (interval
kepercayaan 95%, 1,26-1,28)
d. Rasio bahaya kematian kardiovaskular adalah 1,33 (interval
kepercayaan 95%, 1,31-1,34)
e. Kelebihan risiko kematian meningkat dengan meningkatnya rata-rata
hemoglobin A1C level
f. Untuk setiap peningkatan 1 poin persentase dalam tingkat hemoglobin
A1C, ada peningkatan rata-rata yang sesuai dalam risiko 12% untuk
semua penyebab kematian dan 14% untuk kematian kardiovaskular
g. Kelebihan kematian pada diabetes tipe 2 tampaknya lebih besar
dengan memburuknya kontrol glikemik, komplikasi ginjal yang parah,
dan gangguan fungsi ginjal.
F. Komplikasi
Komplikasi diabetes terbagi menjadi komplikasi akut dan kronis
Komplikasi akut
1. Ketoasidosis diabetikum akibat hiperglikemia yang tidak terkontrol
2. Hipoglikemi
Komplikasi kronis
1. Makrovaskular karena pembentukan arterosklerosis. Hal ini terjadi
karena rendahnya insulin menyebabkan FFA meningkat
2. Mikrovaskular karena hyalinasi arterosklerosis. Arterpsklerosis pada
makrovaskular dapat menyebabkan hyalinasi membran basalis
mikrovaskular yang dapat mengakibatkan iskemik setempat
K. Penatalaksanaan DM tipe 1
Hal pertama yang harus dipahami bahwa DM tipe 1 tidak dapat disembuhkan
tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin
dengan mengusahakan kontrol metabolik yang baik. Kontrol metabolik yang
baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal
atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia. parameter
HbAlc merupakan parameter kontrol metabolik standar pada diabetes melitus
tipe 1. Nilai HbAlc < 6,5% berarti kontrol metabolik baik, HbAlc < 8%
cukup, dan HbA1c > 8% dianggap buruk. Kriteria ini pada anak perlu
disesuaikan dengan usia anak mengingat semakin rendah HbA1c semakin
tinggi risiko terjadinya hipoglikemia (Ghosh dkk., 2009). Komponen
pengelolaan DM tipe 1 meliputi pemberian insulin, pengaturan makan,
olahraga, edukasi yang didukung oleh pemantauan mandiri. Keseluruhan
komponen berjalan secara terintegrasi untuk mendapatkan kontrol metabolik
B. Faktor Pencetus
Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya faktur pencetus. Faktor pencetus yang berperan terjadinya
KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan onat
golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu
20% pasien KAD tidak didapatkan faktur pencetus.
C. Klasifikasi
KAD diklasifikasikan menjadi empat yang masing-masing menunjukkan
tingkatan atau stadiumnya, seperti yang dilihat pada Tabel 1.
D. Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam
pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh:
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:
a. Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui
bahwa jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi
yang mendasari infeksi.
b. Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
c. Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
d. Kardiovaskuler : infark miokardium
Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan,
pengobatan kortikosteroid and adrenergik.
E. Patogenesis KAD
KAD terjadi oleh karena menurunnya konsentrasi insulin efektif dan
meningkatnya hormone kontra insulin(katekolamin, kortisol, glukagon, dan
growth gormone) yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia den ketosis.
Hiperglikemia terjadi sebagai dampak dari tiga proses: meningkatnya proses
glukoneogenesis, meningkatnya glikogenolisis, menurunya ambilan glukosa
di jaringan perifer. Keadaan ini terjadi oleh adanya ketidakseimbangan
hormone tersebut di atas yang menyebabkan meningkatnya resistensi insulin
sementara disertai dengan menigkatnya kadar asam lemak bebas (free faty
acid). Kombinasi defisiensi insulin dan meningkatnya hormone kontra insulin
pada KAD menyebabnya pelepasan asam lemak bebas yang tidak terkendali
dari jaringan adipose ke dalam sirkulasi (lipolisis) dan terjadi oksidasi asam
lemak bebas dalam hepar menjadi benda keton (β-hydroxybuturate dan
acetoacetate), menyebabkan terjadinya asidosis metabolik.
F. Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan di mana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan peningkatan horman konta regulator (glukagon, katekolamin,
kortisol dan horman pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi
glukosa hati meningkatkan dan utilitas glukosa oleh sel tubuh menurun,
dengan
hasil hiperglikemia. Keadaan giperglikemia sangat bervariasi dan tidak
menentukan berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD
dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu (Gambar 1)
1. akibat hiperglikemia
2. akibat ketosis
G. Manifestasi Klinis
Tanda umum pada pasien dengan dugaan asidosis yang disebabkan oleh
diabetes (KAD) ditemukan :
1. Napas Kussmaul (cepat dan dalam) 4. Turgor kulit menurun
2. Kulit kering 5. Selaput lendir kering
3. Penurunan reflex 6. Mual, muntah, nyeri perut
Ada tanda khusus yang khas pada KAD
1. Napas berbau aseton ( berbau buah/ Fruity breath Odor)
Napas berbau aseton/ fruity reath odor adalah hasil pernapasan yang
berasal dari aseton yang berlebih
2. Penurunan kesadaran
Pasien KAD termasuk pasien gawat darurat, apalagi pasien sudah
mengalami koma KAD.
H. Komplikasi
Hipoglikemia adalah komplikasi paling umum dan dapat dicegah
dengan penyesuaian dosis insulin yang tepat waktu dan pemantauan kadar
glukosa darah secara rutin. Hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa
darah apa pun di bawah 70 mg / dL. Jika DKA tidak terselesaikan dan kadar
glukosa darah di bawah 200 hingga 250 mg / dL, penurunan laju infus insulin
dan / atau penambahan 5% atau 10% dekstrosa ke cairan intravena saat ini
dapat diimplementasikan (lihat Gambar 1). Untuk pasien di mana DKA
diselesaikan, strategi untuk mengelola hipoglikemia tergantung pada apakah
pasien dapat makan atau tidak. Untuk pasien yang mampu minum atau
makan, konsumsi 15 hingga 20 g karbohidrat — misalnya, empat tablet
glukosa atau 6 ons jus jeruk atau apel atau minuman ringan "biasa" -
disarankan. Pada pasien yang tidak diizinkan melalui mulut, tidak dapat
menelan, atau memiliki tingkat kesadaran yang berubah, berikan 25 mL 50%
dekstrosa IV atau berikan 1 mg glukagon IM jika tidak ada akses IV. Glukosa
darah harus diperiksa ulang dalam 15 menit; hanya jika kadar glukosa kurang
dari 80 mg / dL maka langkah-langkah ini harus diulang.
Asidosis hiperkloremik non-anion terjadi akibat hilangnya ketoanion
dalam urin, yang diperlukan untuk regenerasi bikarbonat, dan reabsorpsi
klorida dalam tubulus ginjal proksimal sekunder akibat pemberian intensif
cairan yang mengandung klorida dan bikarbonat plasma rendah. Asidosis
biasanya sembuh dan tidak mempengaruhi perjalanan pengobatan. Edema
serebral telah dilaporkan pada pasien dewasa muda. Kondisi ini
dimanifestasikan oleh munculnya sakit kepala, lesu, perubahan papiler, atau
kejang. Kematian hingga 70%. Infus Mannitol (Osmitrol) dan ventilasi
mekanis harus digunakan untuk mengobati kondisi ini. Rhabdomyolysis
adalah komplikasi lain yang mungkin timbul akibat hiperosmolalitas dan
hipoperfusi. Edema paru dapat berkembang dari penggantian cairan yang
berlebihan pada pasien dengan CKD atau gagal jantung kongestif.
I. Prognosis
1. Sebagian besar pasien yang dirawat dengan cepat dan tepat pulih dalam
waktu 48 jam tanpa gejala sisa 27
2. Rata-rata waktu penyelesaian adalah antara 10 dan 18 jam
3. Angka kematian secara keseluruhan di Amerika Serikat kurang dari 1%,
tetapi jauh lebih tinggi di negara berkembang (sekitar 11% -30%)
4. Tingkat yang lebih tinggi dilaporkan pada pasien yang lebih tua dari 60
tahun 55 dan pada mereka yang menderita penyakit menahun
5. Tingkat kematian pada anak-anak adalah 0,15% hingga 0,30%; edema
serebral bertanggung jawab atas 60% hingga 90% dari kematian ini
6. Tingkat kematian pada orang dewasa biasanya terkait dengan peristiwa
yang mendasari dan mempercepat
J. Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk DKA termasuk glukosa darah lebih tinggi
dari 250 mg / dL, pH arteri 7,30 atau kurang, kadar bikarbonat 18 mEq / L
atau kurang, dan disesuaikan untuk celah anion albumin lebih besar dari 10
hingga
12. Oleh karena itu evaluasi laboratorium awal harus mencakup metabolisme
yang komprehensif panel dan gas darah arteri. Keton serum dan urin positif
dapat lebih lanjut mendukung diagnosis DKA tetapi tidak diperlukan. Pada
DKA awal, konsentrasi asetoasetat rendah, tetapi merupakan substrat utama
untuk pengukuran keton oleh banyak laboratorium; Oleh karena itu
pengukuran keton dalam serum dengan teknik laboratorium biasa memiliki
spesifisitas tinggi tetapi sensitivitas rendah untuk diagnosis DKA. Sebaliknya,
β-OHB adalah ketoasid awal dan melimpah yang pertama kali dapat memberi
sinyal pengembangan DKA, tetapi pengukurannya membutuhkan penggunaan
uji spesifik yang berbeda dari pengukuran keton. β-OHB 3,8 mmol / L atau
lebih tinggi terbukti sangat sensitif dan spesifik untuk diagnosis DKA.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 4 atau 5, diagnosis
DKA menantang karena adanya asidosis metabolik kronis dan kemungkinan
gangguan asam-basa campuran pada presentasi dengan DKA. Kesenjangan
anion yang lebih besar dari 20 mendukung diagnosis DKA pada pasien
tersebut.
Temuan fisik dan presentasi klinis ialah:
1. Poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kelemahan
2. Tanda-tanda dehidrasi (takikardia, hipotensi, selaput lendir kering, bola
mata cekung, turgor kulit buruk)
3. Mual, muntah, nyeri tekan perut, ileus
4. Perolehan mental (dapat berkisar dari kewaspadaan penuh hingga koma)
5. Takipnea dengan rasa lapar udara (respirasi Kussmaul)
6. Napas buah (disebabkan oleh aseton)
Bukti faktor pencetus (mis., Iskemia atau infeksi)
3. Laju Nadi
Frekunsi denyut nadi manusia bervariasi,tergantung dari banyak faktor
yang mempengaruhinya, pada saat aktivitas normal:
a. Normal: 60-100 x/mnt
b. Bradikardi: < 60x/mnt
c. Takhikardi: > 100x/mnt
4. Tekanan Darah
6. Laju Napas
Interpretasi
a. Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
b. Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
c. Apnea : Bila tidak bernapas
Pernapasan Kussmaul adalah pola pernapasan yang sangat dalam dengan
frekuensi yang normal atau semakin kecil. , dan sering ditemukan pada
penderita asidosis. Penyebab pernapasan Kussmaul yaitu kompensasi
pernapasan pada asidosis metabolik, yang sering pada pasien diabates pada
ketoasidosis diabetikum.
7. CRT
Capillary refill time adalah tes yang dilakukan cepat pada daerah dasar
kuku untuk memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan
(perfusi). Jaringan membutuhkan oksigen untuk hidup, oksigen dibawa
kebagian tubuh oleh system vaskuler darah. Nilai normal Jika aliran darah
baik ke daerah kuku, warna kuku kembali normal kurang dari 2 detik CRT
memanjang (> 2 detik) pada : Dehidrasi (hipovolumia), syok, peripheral
vascular disease, hipotermia
“Dinding abdomen soepol (lemas), ada nyeri tekan abdomen yang tidak
khas pada seluruh area abdomen. Bising usus normal, turgor sedikit turun,
tidak ada meteorismus. Hepar lien tidak teraba.”
Nyeri tekan tidak khas pada abdomen, dinding abdomen lemas dan turgor
sedikit turun akibat terjadi dehidrasi. Dehidrasi kemudian menyebabkan
hiperosmolaritas,gangguan fungsi ginjal, dan penumpukan asam laktat yang
berujung kepada keadaan asidosis.
Meteorismus terjadi bila banyak menelan udara, terjadi pembentukan gas
yang berlebihan di dalam usus, akumulasi gas di dalam usus, dan sumbatan usus
yang dapat menghalangi pengeluaran gas melalui anus.
Pemeriksaan fisik hepar lien dapat dilakukan dengan cara palpasi. Jika
saat palpasi teraba hepar lien, berarti terdapat pembesaran hepar atau lien yang
dikenal sebagai splenomegaly dan hepatomegaly
B. Urin
Pemeriksaan Reduksi Urin
Nilai normal :
a. (-) tidak terjadi perubahan warna / tetap biru jernih (kadar glukosa
<0,5%)
b. (+1) terjadi warna hijau kekuningan (kadar glukosa 0,5% – 1%)
c. (+2) terjadi warna kuning keruh (kadar glukosa 1% – 1,5%)
d. (+3) terjadi warna jingga / lumpur keruh (kadar glukosa 2% – 3,5%)
e. (+4) terjadi warna merah bata (kadar glukosa >3,5%)
Pada hasil kasus didapatkan +4 menandakan bahwa kadar glukosa yang ada
didarah pasien >3,5%.
C. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang
tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai
dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa
dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar gula darah
selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan
saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang.
Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama
untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang berubah
mendadak.
Kategori HbA1c 30
1. HbA1c < 6.5% Kontrol glikemik baik
2. HbA1c 6.5 – 8% Kontrol glikemik sedang
3. HbA1c > 8% Kontrol glikemik buruk
D. Pemeriksaan Hematologi
Nilai normal Hb
1. Nilai rujukan pria : 13 - 16 g/dL
2. Nilai rujukan wanita : 12 - 14 g/dL
Nilai normal leukosit
Nilai rujukan : 5.000 – 10.000/mm3
Nilai normal trombosit
Nilai rujukan : 150.000 – 450.000/mm3
E. Pemeriksaan Gas Darah
Pemeriksaan AGD (Analisa Gas Darah) akan memberikan hasil
pengukuran yang tepat dari kadar oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh.
Hal ini dapat membantu dokter menentukan seberapa baik paru-paru dan
ginjal bekerja. Biasanya dokter memerlukan tes analisa gas darah apabila
menemukan gejala-gejala yang menunjukkan bahwa seorang pasien
mengalamai ketidakseimbangan oksigen, karbon dioksida, atau pH darah.
No. Pemeriksaan Angka Normal Angka Pasien
1 Kadar Gula Acak 70 – 200 mg/dl 590
2 Hb 12 - 14 g/dL 14,9
3 Leukosit 5.000 – 10.000/mm3 19.300
4 Trombosit 150.000 – 450.000/mm3 230.000
5 HbA1C < 6.5% 12
6 pH 7,35-7,45 6,961
7 pCO2 35 – 45 mmHg 22,1
8 pO2 80 – 100 mmHg 56,7
9 Saturasi O2 95 % atau lebih 70,1
10 HCO3 22 – 26 mEq/L 5,0
11 Be 0 ± 2 mEq/L -
D. Tanner Stage
1. Skala Rambut Kemaluan (pria dan wanita)
Stage 1: Tanpa rambut
Stage 2: Rambut berbulu halus
Stage 3: Rambut terminal sedikit
Stage 4: Rambut terminal yang mengisi seluruh segitiga di atas daerah
kemaluan
Stage 5: Rambut terminal yang melampaui lipatan inguinal ke paha
VII. KESIMPULAN
Monic, 9 tahun, mengalami KAD sebagai komplikasi akut Neo Onset Diabetes
Mellitus Tipe 1.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Haryudi C. 2012. Gambaran Klinis Ketoasidosis Diabetikum Anak. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, Vol. 27 (2) Hal 107-110.
Aman, Diadra, Sirma. 2019. Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak: Situasi di Indonesia dan Tata
Laksana. Depok: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Arisman. 2011. Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes
Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC.
Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s principles
of internal disease. 15th edition. USA: McGraw-Hill; 2001.
Brown, T.B., Cerebral oedema in childhood diabetic ketoacidosis: is treatment a factor? Emerg
Med J, 2004. 21(2): p. 141-4.
Charles, YM Bee. Point of care ketone testing: screening for diabetic ketoacidosis at the
emergency department. Singapore Journal Medicine: 2007.
Dahlquist, G. and B. Kallen, Mortality in childhood-onset type 1 diabetes: a population-based
study. Diabetes Care, 2005. 28(10): p. 2384-7.
Dr. MHD. Syahputra. Di``abetic ketosidosis. www. Library.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 07
Januari 2020.
Fatimah, Restyana Noor. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Lampung University. Vol. 4; No. 5.
Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL. Harrison’s principals of internal medicine. USA: The
McGraw- Hill Inc; 2008.
Feingold, David. “Pediatric Endocrinology” In Atlas of Pediatric Physical Diagnosis, Second
Edition, Philadelphia. W.B. Saunders, 1992, 9.16-19
Gaglia JL, Wyckoff J, Abrahamson MJ . Acute hyperglycemic cr
isis in elderly. Med Cli N Am 88: 1063-1084, 2004.
Hammerbeck, H. dan Holland, M.R. 2017. Starvation ketoacidosis: Treatment pitfalls. Journal
of the Intensive Care Society, 18(3):265.
Homenta, Herriyanis dr. 2012. DIABETES MELLITUS TIPE I. Program Pasca Sarjana Ilmu
Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
IDAI. 2017.Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. InfoDatin: Hari Diabetes Sedunia. Jakarta:
Kemenkes.
Kerner, W. dan Brückel, J. 2014. Definition, Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus.
German Diabetes Associaton: Clinical Practice Guidelines, 122(1): 384–386.
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 18.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.
Kliegman, Robert M et al. 2020. Diabetes Mellitus. Nelson Textbook of Pediatrics, Chapter 607,
3019-3052.
Kraut JA, Madias NE. Metabolic Acidosis : pathophysiology, diagnosis and management.
Macmillan Publishers Limited. May 2010
Lucier, Jessica dan Ruth S. Weinstock. Diabetes Mellitus Type 1. Diakses melalui daring
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507713/
Mairina, Ruhaya. 2018. PEMERIKSAAN ANALISA GAS DARAH.
http://www.yankes.kemkes.go.id/read-pemeriksaan-analisa-gas-darah-5708.html
Mubarik A., et al. 2019. Isolated Starvation Ketoacidosis: A Rare Cause of Severe Metabolic
Acidosis Presenting with a pH Less than 7. Cureus 11(2): e4086.
Muhlisin, Ahmad. 2020. Penilaian Kesadaran (GCS) Dewasa dan Anak. (diaksesn dari
https://www.honestdocs.id/penilaian-tingkat-kesadaran-berdasarkan-nilai-gcs
Niken, Bambang. 2017. Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan
Remaja. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Noor, N.M., Basavaraju, K., dan Sharpstone, D. 2016. Alcoholic ketoacidosis: a case report and
review of the literature. Oxford Medical Case Reports, 3:31–33.
O'Neill, Ronan et al. Crash Course Endocrinology. Elsevier Health Sciences UK, 2015.
Ortega LM, Arora S. Metabolic acidosis and progression of chronic kidney disease : incidence,
pathogenesis, and therapeutic therapy. Revista Nefrologia 2012 ; 32(6):724-30
Patterson, C.C., et al., Early mortality in EURODIAB population-based cohorts of type 1 diabetes
diagnosed in childhood since 1989. Diabetologia, 2007. 50(12): p. 2439-42.
PERKENI. 2015. Konsesus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. e-
book. Jakarta: PB PERKENI.
Prabakaran Manokharan. 2017. Analisis Gas Darah dan Aplikasinya di Klinik. Bali: Ilmu
Anestasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah.
Pratley, Richard E. 2013. The Early Treatment of Type 2 Diabetes. Florida Hospital Diabetes and
Translational Research Institute, Sanford Burnham Medical Research Institute, Orlando.
Pulungan, Aman B., dkk. 2019. Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak : Situasi di Indonesia dan
Tata Laksana. Sari Pediatri, Vol. 20 ( 6), Hal. 392-400.
Putri, Dewi Murdiyanti Prihatin. 2016. METODE BOOKLET DIABETES MELITUS (DM)
MENINGKATKAN KEPATUHAN PENYANDANG DM DALAM MANAJEMEN
REGIMEN TERAPEUTIK. Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta.
Qurrataeni. 2017. Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Terkendalinya Kadar Gula
Darah pada Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta.
Jakarta. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
Riduan, Ria Janita., dkk. 2017. Penatalaksanaan KAD dan DM tipe 1 pada Anak Usia 15 Tahun.
J. Medula Unila, Vol 7 (2), Hal 114-122.
Rustama, D.S., dkk., 2010. Diabetes Mellitus. Dalam: Jose RL. Batubara, dkk, Endokrinologi
Anak, Edisi I. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Sari, Rini Maulida. 2017. Perbandingan Tumbuh Kembang Bayi Usia 6 Bulan yang Mendapat
ASI Eksklusif dengan Bayi yang Mendapat ASI Non Eksklusif. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Stern, Scott D. C., Adam S. Cifu, dan Diane Altkorn. 2010. SYMPTOM TO DIAGNOSIS An
Evidence-Based Guide (Second Edition). United States: The McGraw-Hill Companies.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2007.
Sumantri, Steven. 2009. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana ketoasidosis diabetikum
Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Penatalaksanaan dan Perkembangan Terbaru. Internal
Medicine Department
Suwarto, S., et al., Predictors of five days mortality in diabetic ketoacidosis patients: a
prospective cohort study. Acta Med Indones, 2014. 46(1): p. 18-23.
Tjokroprawiro, Setiawan dkk (Ed.) . 2015. Buku Ajar Penyakit Dalam. Surabaya. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.
TM, Wallace, Mathews. Recent advances in the monitoring and management of diabetic
ketoacidosis. QJ Med: 2004.
Trachtenbarg, D.E. 2005. Diabetic Ketoacidosis. American Family Physician, 71(9):1705-1714.
UNAIR, S. I. (n.d.). Diabetes Melitus Tipe 1. Retrieved 1 8, 2019, from Spesialis IKA FK
UNAIR: http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/EN15_DM-tipe-
1.pdf
Westerberg, D.P. 2013. Diabetic Ketoacidosis: Evaluation and Treatment. American Academy of
Family Physicians, 87(5):337-346B.
Widiyanto. 2007. LATIHAN DAN SEKRESI HORMON PERTUMBUHAN. Medikora,
3(2):173-188.
Wolfsdorf, J., N. Glaser, and M.A. Sperling. 2006. Diabetic Ketoacidosis in Infants, Children, and
Adolescents. Pittsburgh: Diabetes Care. 29(5): p. 1150.