Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PBL

MODUL BERDEBAR
MATA KULIAH SISTEM KARDIOVASKULER

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
Ketua Kelompok 70600119024 Mutmainnah S Patanggu
Anggota Kelompok 70600119034 Fadli Zainul Muttaqin (Scriber)
70600119008 Nurfauziah Azzahrah
70600119009 Rezky Inayah Alfatihah
70600119010 St. Rihlatun Namira Sudirman
70600119023 Alqadri
70600119025 Nadia Firdha Amalia
70600119032 Aura Audhilla Khadiamsi
70600119033 Nurul Hazanah Hamzah
70600119047 Nadhyatul Hikmah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR
‫الرحِ ي ِْم‬
َّ ‫الرحْ َم ِن‬
َّ ‫هللا‬
ِ ‫ْــــــــــــــــــم‬
ِ ‫ِبس‬

Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang
telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua, sehingga meski dengan segala
keterbatasan yang penulis miliki, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan Problem
Based Learning (PBL) modul “BERDEBAR” blok sistem kardiovaskuler.

Adapun laporan modul PBL ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Tidak lupa
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan laporan ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa tentu tidak ada yang
sempurna di dunia ini, sehingga tidak dapat dipungkiri adanya kesalahan baik dari segi penyusunan
bahasa maupun yang lainnya. Oleh karena itu, kami menerima saran dan kritik dari pembaca, agar
kami dapat memperbaiki laporan ini.
Kami ucapkan terima kasih dan berharapkan laporan PBL ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Makassar, 31 Mei 2021

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii


BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Skenario ................................................................................................................................ 1
1.2 Kata Kunci ............................................................................................................................ 1
1.3 Daftar Pertanyaan.................................................................................................................. 1
1.4 Learning Outcome ................................................................................................................ 1
1.5 Problem Tree ......................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4
2.1 Struktur Anatomi, Histologi dan Fisiologi Organ Terkait .................................................... 4
2.2 Definisi Berdebar-debar ...................................................................................................... 26
2.3 Klasifikasi Aritmia ............................................................................................................. 26
2.4 Faktor Resiko Berdebar-debar............................................................................................ 28
2.5 Etiopatomekanisme Gejala Utama ..................................................................................... 32
2.6 Hubungan Gejala Utama dengan Gejala Penyerta ............................................................. 33
2.7 Penegakan Diagnosis Terkait Skenario .............................................................................. 34
2.8 Tatalaksana Awal Terkait Skenario ................................................................................... 36
2.9 Upaya Preventif dari Palpitasi ............................................................................................ 37
2.10 Diagnosis Banding ............................................................................................................ 38
2.11 Integrasi Keislaman .......................................................................................................... 48
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 50
3.1 Tabel Diagnosa Banding .................................................................................................... 50
3.2 Kesimpulan ......................................................................................................................... 50
3.3 Saran ................................................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 52

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Skenario
Seorang laki-laki umur 62 tahun datang ke Unit Gawat Darurat dengan keluhan berdebar-
debar. Keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu dan terasa semakin berat saat melakukan
aktifitas. Pemeriksaan fisis 120/80 mmHg, denyut nadi 130 / ireguler.

1.2 Kata Kunci


1. Laki-laki
2. 62 tahun
3. Berdebar-debar
4. Sejak 1 bulan yang lalu
5. Memberat saat aktivitas
6. Pemfis ➔ TD = 120/80 mmHg, denyut nadi 130
7. Denyut bersifat ireguler

1.3 Daftar Pertanyaan


1. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi terkait skenario ?
2. Apa definisi dari palpitasi ?
3. Bagaimana klasifikasi dari aritmia ?
4. Apa saja faktor resiko dari berdebar-debar ?
5. Bagaimana etiopatomekanisme terkait gejala utama ?
6. Bagaimana hubungan gejala utama dengan gejala penyerta ?
7. Bagaimana langkah penegakan diagnosis terkait skenario ?
8. Bagaimana tatalaksana awal terkait skenario ?
9. Bagaimana upaya preventif terkait skenario ?
10. Apa saja diagnose banding terkait skenario ?
11. Bagaimana integrasi keislaman yang terkait skenario ?

1.4 Learning Outcome


1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan anatomi, histologi dan fisiologi terkait
skenario

1
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan definisi dari palpitasi
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan klasifikasi dari aritmia
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan faktor resiko dari berdebar-debar
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan etiopatomekanisme terkait gejala utama
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan hubungan gejala utama dengan gejala
penyerta
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan langkah penegakan diagnosis terkait
skenario
8. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tatalaksana awal terkait skenario
9. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan upaya preventif terkait skenario
10. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan diagnosa banding terkait skenario
11. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan integrasi keislaman yang terkait skenario

2
1.5 Problem Tree

Laki-laki 62 tahun

Faktor lain (stress, Idiopatik Faktor internal


gaya hidup) (kelainan katup)

Gangguan dalam Gangguan pada


pembentukan sistem konduksi
impuls jantung

Pembentukan
impuls atrium yang Banyak
tidak teratur beraktivitas

Kontraksi atrium Peningkatan


yang cepat dan metabolisme
irreguler

Peningkatan
Kontraksi
kebutuhan O2
ventrikel yang
cepat dan tidak
seirama dengan
Peningkatan
kontraksi atrium
aliran darah

Terbentuk denyut
ireguler jantung yang cepat Peningkatan
dan tidak teratur, laju jantung
gelombang P > QRS oleh saraf
simpatis

BERDEBAR-DEBAR

Anamnesis Pemeriksaan fisik:


Pem. Penunjang :
- Berdebar - Tekanan darah 120/80
meningkat karena - EKG irreguler
- Denyut nadi130/menit
aktivtas
- Ireguler

Fibrilasi Atrium

Ventrikel Ekstrasistol

Takikardi supraventrikuler

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Struktur Anatomi, Histologi dan Fisiologi Organ Terkait


2.1.1 Anatomi Jantung[1]
• Orientasi Cor
Bentuk dan orientasi cor seperti piramida terbalik yang berdiri di atas satu sisinya.
Berada di dalam cavitas thoracis, apex piramida ini menghadap ke depan, bawah, dan
ke kiri, sedangkan basisnya berada di arah kebalikan apex dan menghadap ke
posterior. Sisi-sisi piramida terdiri dari : facies diaphragmatica (inferior) yang
merupakan tempat piramida bersandar, facies sternocostalis (anterior) yang
menghadap ke anterior, facies pulmonalis kanan, dan facies pulmonalis kiri.Facies
posterior (basis) dan apex.

Basis cordis adalah berbentuk persegi empat dan menghadap posterior. Terdiri
dari: atrium sinistrum, sebagian kecil atrium dextrum, dan bagian proximal venae
besar (venae cava superior dan inferior dan venae pulmonales).

• Ruang-ruang cor
Secara fungsional, cor terdiri dari dua pompa yang terpisah oleh suatu sekat.

4
Pompa kanan menerima darah deoksigenasi dari tubuh dan mengirimnya ke
pulmo.Pompa kiri menerima darah teroksigenasi dari pulmo dan mengirimnya ke
seluruh tubuh.
Setiap pompa terdiri dari atrium dan ventriculus yang terpisah oleh suatu
katup/valvula. Atrium yang berdinding tipis menerima darah yang datang ke cor,
sedangkan ventriculus yang relatif berdinding tebal memompa darah ke luar cor.
Lebih banyak tenaga diperlukan untuk memompa darah keluar cor menuju ke seluruh
tubuh dibandingkan ke pulmo, sehingga dinding muscularis ventriculus sinister lebih
tebal dibandingkan ventriculus dexter.

Septa interatriale, interventriculare, dan atrioventriculare memisahkan keempat


ruangan cor Anatomi bagian dalam setiap ruangan penting terkait fungsinya.

• Atrium Dextrum

Pada posisi anatomis, atrium dextrum membentuk batas kanan cor dan
merupakan bagian kanan facies anterior cordis. Darah kembali ke atrium dextrum

5
melalui salah satu dari 3 pembuluh darah yaitu:
- Vena cava superior dan vena cava inferior, yang bersamasama mengalirkan darah
ke cor dari seluruh tubuh
- Sinus coronarius, yang mengembalikan darah dari dinding cor itu sendiri.

Vena cava superior memasuki bagian atas posterior atrium dextrum, dan vena
cava inferior dan sinus coronarius memasuki bagian posterior bawah atrium
dextrum.Dari atrium dextrum, darah mengalir ke ventriculus dexter melewati ostium
atrioventriculare dextrum. Lubang ini menghadap ke depan dan medial dan tertutup
selama kontraksi ventriculus oleh valvula atrioventricularis dextra/valvula
tricuspidalis.
Bagian dalam atrium dextrum terbagi menjadi dua ruangan bersinambungan. Dari
luar, pemisahan ini ditandai oleh sulcus verticalis yang dangkal (sulcus terminalis
cordis), yang membentang dari sisi kanan ostium venae cavae superioris sampai ke
sisi kanan ostium venea cavae inferioris. Dari sisi dalam, cekungan ini ditandai oleh
crista terminalis , yang merupakan crista berotot halus, yang dimulai dari atap atrium
di depan ostium venae cavae superioris sampai ke bawah di dinding lateral bibir
anterior vena cava inferior.

Ruangan di posterior crista adalah sinus venarum cavarum dan secara


embryologis berasal dari tanduk kanan sinus venosus. Komponcn atrium dextrum ini
halus, berdinding tipis, dan kedua venae cavae bermuara di sini.
Terminologi ini didasarkan pada asalnya dari atrium primitive semasa embryo.
Dindingnya tertutup rigi-rigi yang disebut musculi pectinati (pectinate muscles),
yang menyebar keluar dari crista seperti "gigi-gigi sisir". Rigi ini juga ditemui di
auricula dextra, yang merupakan kantung muscularis, berbentuk kerucut, seperti
daun telinga, yang di bagian luarnya menutupi aorta ascendens.
Struktur tambahan atrium dextrum adalah ostium sinus coronarii yang menerima
darah dari sebagian besar venae cordis dan bermuara di sebelah medial terhadap
ostium venae cavae inferioris. Terkait dengan ostea ini ada lipatan kecil jaringan yang
berasal dari valvula sinus venosus embryonik (secara berturut-turut valvula sinus

6
coronarii dan valvula venae cavae inferioris). Selama perkembangan, valvula venea
cavae inferioris membantu mengarahkan aliran darah teroksigenasi yang datang,
melewati foramen ovale masuk ke atrium sinistrum.
Septum interatriale memisahkan atrium dextrum dari atrium sinistrum, struktur
ini menghadap ke depan dan kanan karena atrium sinistrum terletak di posterior dan
di kiri atrium dextrum. Suatu cekungan tampak jelas terlihat pada septum tepat di
atas ostium venae cavae inferioris. Struktur ini adalah fossa ovalis, dengan tepi yang
jelas, yaitu limbus fossae ovalis tepi fossa ovalis

• Ventikulus dexter

Pada posisi anatomis, ventriculus dexter membentuk sebagian besar facies


anterior cordis dan sebagian pars diaphragmatica . Ventriculus dexter ini terletak di
kanan atrium dextrum dan berlokasi di depan dan sebelah kiri ostium
atrioventriculare dextrum. Darah yang memasuki ventriculus dexter dari atrium
dextrum, dengan demikian bergerak ke arah horizontalis dan ke depan.
Jalur aliran keluar dari ventriculus dexter, yang mengarah ke truncus pulmonalis,
adalah conus arteriosus (infundibulum). Daerah ini memiliki dinding halus dan
berasal dari bulbus cordis embryonik. Dinding-dinding bagian aliran masuk
ventriculus dexter memiliki banyak pars muscularis, strukturnya tak beraturan dan
disebut trabeculae carneae. Sebagian besar struktur ini melekat secara keseluruhan di
dinding ventriculus, membentuk rigi-rigi, atau hanya melekat di ujungujungnya,

7
membentuk jembatan-jembatan. Beberapa trabeculae carneae (musculi papillares)
hanya memiliki satu ujung yang melekat ke permukaan ventriculus, sedangkan ujung
lainnya berfungsi untuk perlekatan pita fibrosa seperti tendo (chordae tendineae),
yang menghubungkan tepi-tepi bebas cuspis valvula atrioventricularis dextra/valvula
atrioventricularis dextra/valvula tricuspidalis.
Terdapat tiga musculi papillares di ventriculus dexter. Namanya relatif
disesuaikan dengan titik origonya di permukaan ventriculus, yaitu musculi papillares
anterior, posterior, dan septalis.
• Musculus papillaris anterior adalah musculus papillaris yang terbesar dan paling sering
didapatkan, dan berasal dari dinding anterior ventriculus.
• Musculus papillaris posterior dapat terdiri dari satu, dua, atau tiga struktur, dengan
beberapa chordae tendineae yang berasallangsung dari dinding ventriculus
• Musculus papillaris septalis adalah musculus papillaris yang kadangkadang dapat
ditemui, karena kecil bahkan tidak ada sama sekali, dengan chordae tendineae yang
langsung muncul dari dinding septum.

Satu trabeculum yang khusus, trabecula septomarginalis moderator band ),


membentuk suatu jembatan di antara bagian bawah septum interventriculare dan
dasar musculus papillaris anterior. Trabecula septomarginalis membawa sebagian
systema conducens cordis, yakni, crus dextrum fasciculus atrioventricularis, ke
dinding anterior ventriculus dexter.

8
• Atrium sinistrum

Atrium sinistrum membentuk sebagian besar dasar atau facies posterior cor.
Seperti dengan atrium dextrum, atrium sinistrum secara embryologis berasal
dari dua struktur. Separuh bagian posterior, atau bagian aliran masuk, menerima
darah dari 4 venae pulmonales . Bagian ini memiliki dinding halus dan berasal
dari pars proximalis venae pulmonales yang bersinambungan ke dalam atrium
sinistrum selama masa perkembangan.

Separuh bagian anterior bersinambungan dengan auricular sinistra. Bagian


ini berisi musculi pectinati dan berasal dari atrium primitif embryonicum. Tidak
seperti crista terminalis pada atrium dextrum, tidak terdapat struktur jelas yang
memisahkan dua komponen atrium sinistrum ini.

Septum interatriale merupakan bagian dinding anterior atrium sinistrum.


Daerah tipis atau cekungan di septum adalah valvula foraminis ovalis dan
berhadapan dengan lantai fossa ovalis atrium dextrum.

• Ventrikulus sinister

9
Ventriculus sinister terletak di anterior atrium sinistrum. Struktur ini membentuk
facies anterior, diaphragmatica, dan pulmonalis sinistra cordis, serta membentuk
apex. Darah memasuki ventriculus melalui ostium atrioventriculare sinistrum dan
mengalir ke arah depan menuju apex. Ruangan ini berbentuk kerucut, lebih panjang
dari Ventriculus dexter, dan memiliki lapisan myocardium paling tebal. Jalur aliran
keluar (vestibulum aortae terletak posterior dari infundibulum ventriculus dexter,
memiliki dinding halus, dan berasal dari bulbus cordis embryonicum.
Trabeculae carneae di ventriculus sinister berbentuk halus dan kontras dengan
yang di dalam ventriculus dexter. Penampilan umum trabeculae bersama rigi dan
jembatan musculorum ini serupa dengan yang ada di ventriculus dexter. Musculi
papillares. bersama dengan chordae tendineae, juga teramati dan strukturnya seperti
yang telah digambarkan di atas pada ventriculus dexter. Dua musculi papillares,
musculi papillares anterior dan posterior, biasanya ditemukan di ventriculus sinister
dan lebih besar dibandingkan dengan yang ada di ventriculus dexter.
Pada posisi anatomis, ventriculus sinister terletak di posterior ventriculus dexter.
Dengan demikian septum interventriculare membentuk dinding anterior dan sebagian
dinding di sisi kanan ventriculus sinister.
Septum digambarkan sebagai struktur dengan dua bagian: pars muscularis, dan
pars membranacea.
Pars muscularis tebal dan membentuk bagian utama septum, sedangkan pars
membranacea tipis, membentuk bagian atas septum. Bagian ketiga septum mungkin
dianggap sebagai bagian atrioventriculare karena posisinya yang berada di atas cuspis

10
septalis valvula atrioventricularis dextra/valvula tricuspidalis.

• Katup jantung
➢ Valvula atrioventricularis dextra/valvula tricuspidalis
Ostium atrioventriculare dextrum tertutup selama kontraksi ventriculus oleh
valvula atrioventricularisdextra/valvula tricuspidalis (valva atrioventricularis
dextrum), dinamakan demikian karena biasanya terdiri dari tiga cuspis atau daun
katup. Basis setiap cuspis diamankan oleh cincin fibrosa yang mengelilingi
ostium atrioventrieulare. Cincin fibrosa membantu mempertahankan bentuk dari
lubang. Cuspis saling bersinambungan dekat dasarnya pada daerah yang disebut
commissurae.
Penamaan tiga cuspis, cuspis anterior, septalis, dan posterior didasarkan pada
posisi relatif cuspis tersebut di ventriculus dexter. Tepi bebas cuspis melekat pada
chordae tendineae, yang muncul dari ujungujung musculi papillares.
Selama fase mengisi ventriculus dexter, valvula atrioventricularis
dextra/valvula tricuspidalis terbuka, dan ketiga cuspis berproyeksi ke dalam
ventriculus dexter. Tanpa adanya mekanisme kompensasi, saat muscularis
ventriculorum berkontraksi, cuspis valvula akan terdorong ke atas bersama aliran
darah dan darah akan bergerak kembali ke dalam atrium dextrum. Tetapi,
kontraksi musculi papillares yang melekat pada cuspis melalui chordae tendineae
mencegah cuspis berbalik ke dalam atrium dextrum. Secara sederhana, musculi
papillares dan chordae tendineae yang terkait mempertahankan valvulae tertutup
selama perubahan-perubahan dramatis ukuran ventriculus yang berlangsung
selama kontraksi. Selain itu, chordae tendineae dari dua musculi papillares
melekat di setiap cuspis. Ini membantu mencegah terpisahnya cuspis selama
kontraksi ventriculus. Penutupan sempurna valvula atrioventricularis
dextra/valvula tricuspidalis menyebabkan darah keluar dari ventriculus dexter
dan bergerak ke dalam truncus pulmonalis.
➢ Valva trunci pulmonalis
Di apex infundibulum, jalur aliran keluar ventriculus dexter, lubang ke dalam
truncus pulmonalis tertutup oleh valva trunci pulmonalis , yang terdiri dari tiga

11
valve semilunaris dengan tepi-tepi bebas yang berproyeksi ke atas, ke dalam
lumen truncus pulmonalis. Tepi superior yang bebas dari setiap cuspis memiliki
bagian tengah yang menebal, noduli valvularum semilunarium; bagian tipis di
lateral, lunulae valvularum semilunarum. Cuspisnya dinamai valvula semilunaris
sinistra, dextra, dan anterior, relatif dengan posisi fetal valvula semilunaris ini
sebelum rotasi jalur aliran keluar dari ventriculi sempurn. Setiap cuspis
membentuk sinus berbentuk seperti kantung suatu dilatasi dinding bagian
permulaan truncus pulmonalis. Setelah kontraksi ventriculus, berbaliknya darah
mengisi sinus-sinus pulmonales ini dan memaksa cuspis menutup. Ini mencegah
darah di truncus pulmonalis mengisi kembali ventriculus dexter.

➢ Valvula mitralis
Ostium atrioventriculare sinistrum membuka ke dalam sisi posterior kanan
ventriculus sinister bagian superior. Ostium ini tertutup selama kontraksi
ventriculus oleh valvula mitralis ( valvula atrioventricularis sinistra), yang juga
disebut sebagai valvula bicuspidalis karena memiliki dua cuspis, cuspis anterior
dan posterior
Di dasarnya, cuspis diamankan oleh suatu cincin fibrosa yang mengelilingi
ostium, dan saling bersinambungan pada commisurae. Aksi terkoordinasi musculi
papillares dan chordae tendineae di sini serupa dengan yang telah digambarkan
pada ventriculus dexter.

➢ Valva aortae
Vestibulum aortae, atau jalur aliran keluar ventriculus sinister,
bersinambungan dengan aorta ascendens superior. Lubang dari ventriculus
sinister ke dalam aorta tertutup oleh valva aortae. Valva ini serupa dengan struktur
valva pulmonalis. Valva dari tiga valvula semilunaris dengan tepi bebas yang
menghadap ke atas, ke dalam lumen aorta ascendens.

• Vaskularisasi
Dua arteria coronaria berasal dari sinus aortae pada bagian awal aorta ascendens

12
dan menyuplai musculi dan jaringan lain dari cor. Arteriae ini mengelilingi cor di
sulcus coronarius, dengan rami marginalis dan interventriculare, di sulci
interventriculare, dan mendekat menuju ke apex cordis. Darah balik vena melewati
venae cordis, yang sebagian besar bermuara ke dalam sinus coronarius. Struktur vena
besar ini berada sulcus coronarius pada facies posterior cordis, antara atrium
sinistrum dan ventriculus sinister. Sinus coronarius bermuara ke dalam atrium
dextrum di antara ostium venae cavae inferioris dan ostium atrioventriculare dextra.
➢ Arteria coronaria
- Arteria coronaria dextra

Keluar dari dextra aorta ascendens, lewat di anterior dan kanan, di antara
auricula dextra dan truncus pulmonalis. Kemudian arteria ini turun verticalis
di antara atrium dextrum dan ventriculus dexter pada sulcus coronaries.
Sesampainya di margo inferior cordis, arteria ini membelok ke posterior dan
berlanjut pada sulcus sampai ke facies diaphragmatica dan basis cordis.
Selama perjalanannya, arteria ini memberikan percabangan.
Suatu cabang awal rami atriales, lewat di antara auricula dextra. Dan aorta
ascendens, memberikan cabang ramus nodus sinuatrialisis, yang lewat di
posterior mengelilingi vena cava superior untuk menyuplai nodus sinuatrialis;

13
Suatu rami marginales dextra muncul saat arteria coronaria dextra
mendekati margo inferior (acutus) cordis. Cabang ini terus berjalan di
sepanjang margo inferior sampai di apex cordis:

Satu cabang kecil untuk nodus atrioventricularis saat arteria coronaria


dextra berjalan pada basis/facies diaphragmatica cordis; dan

Rami interventriculares posteriores, merupakan cabang terakhir, yang


terletak di sulcus interventricularis posterior.

Arteria coronaria dextra menyuplai atrium dextrum dan ventriculus


dexter, nodi sinuatrialisis dan atrioventriculare, septum interatriale, sebagian
atrium sinistrum, sepertiga bagian posteroinferior septum interventriculare,
dan sebagian pars posterior ventriculus sinister.

- Arteria coronaria sinistra

Berasal dari sinus aortae sinistra aorta ascendens, lewat di antara truncus
pulmonalis dan auricular sinistra sebelum memasuki sulcus coronarius.

14
Posterior dari truncus pulmonalis, arteria ini terbagi menjadi dua cabang
terminal, ramus interventricularis anterior dan ramus circumflexus

- Ramus interventricularis anterior left anterior descending artery — LAD)


Berjalan terus di sekeliling sisi kiri truncus pulmonalis dan turun serong
menuju apex cordis di sulcus interventricularis anterior. Selama
perjalanannya, satu atau dua rami diagonales/laterales besar dapat muncul dan
turun diagonal menyilang facies anterior ventriculus sinister. Ramus
circumflexus berjalan terus di kiri sulcus coronaries dan sampai di permukaan
basis/facies diaphragmatica cordis. Biasanya rami ini berakhir sebelum
mencapai sulcus interventricularis posterior. Satu cabang yang besar, arteria
marginalis sinistra, biasanya muncul dari sini dan berjalan menyilang margo
obtusus cordis yang membulat. Arteria coronaria sinistra menyuplai sebagian
besar atrium sinistrum dan ventriculus sinister, dan sebagian besar septum
interventriculare, termasuk fasciculus atrioventricularis/ atrioventriculare
bundle dan cabang-cabangnya.
➢ Venae cordis

Sinus coronarius menerima 4 cabang utama: venae cardiac magna, media,


parva, dan posterior.
- Vena cardiaca magna dimulai dari apex cordis dan naik di sulcus
interventricularis anterior, dimana vena ini berjalan dengan arteria
interventricularis anterior. Di sini vena ini bisa disebut sebagai vena

15
interventricularis anterior. Di sulcus coronarius, vena ini berbelok ke kiri dan
berlanjut hingga ke basis/facies diaphragmatica cordis dan dikaitkan dengan
ramus circumflexus arteria coronaria sinistra. Berlanjut di sepanjang
lintasannya pada sulcus coronarius, dengan bertahap vena cordis (cardiaca)
magna membesar menjadi sinus coronarius, dan memasuki atrium dextrum.
- Vena cardiaca media (vena interventricularis posterior) dimulai dekat apex
cordis dan naik di sulcus interventricularis posterior menuju sinus
coronarius.Vena ini terkait dengan rami interventriculares posterior arteria
coronaria dextra atau dengan arteria coronaria sinistra di sepanjang
perjalanannya.
- Vena cardiaca parva dimulai di bagian anterior bawah sulcus coronarius, di
antara atrium dextrum dan ventriculus dexter. Vena ini berlanjut di sulcus ini
sampai ke basis/ facies diaphragmatica cordis dan memasuki sinus coronarius
di ujung atrialnya. Vena ini menyertai arteria coronaria dextra di sepanjang
perjalanannya dan dapat menerima vena marginalis dextra. Vena kecil ini
menemani ramus marginalis arteria coronaria dextra di sepanjang margo
inferior (acutus) cordis. Bila vena marginalis dextra tidak bergabung dengan
vena cardiaca parva, akan langsung memasuki atrium dextrum.
- Vena cardiaca posterior terletak di facies posterior ventriculus sinister, tepat
di kiri vena cardiaca media. Vena ini memasuki sinus coronarius langsung
atau bergabung dengan vena cardiaca magna.

2.1.2 Histologi Jantung


1. Jantung[2]
a. Endocardium
Endocardium terdiri atas 3 lapis yaitu : lapisan dalam, lapisan tengah, dan
lapisan luar. Lapisan dalam, ditutupi oleh endotel, terdiri atas jaringan pengikat
halus. Lapisan tengah, merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri atas
jaringan pengikat pengikat padat yang mengandung mengandung banyak
serabut serabut elastis elastis dan kadang-kadang kadang-kadang serabut kolagen

16
yang sejajar dengan permukaan. Lapisan luar, jaringan pengikat yang tidak
teratur mengandung pembuluh darah dan terdapat serat purkinye.
b. Myocardium
Myocardium atrium lebih tipis dari ventriculus. Serabut elastis di antara
serabut otot jantung terdapat di dinding ventriculus, sedang di dinding atrium
terdapat lebih banyak serabut elastisnya.
c. Epicardium
Jantung terdapat dalam sebuah kantung lembaran jaringan pengikat yang
disebut pericardium. Pericardium tersebut terdiri atas 2 bagian yaitu : Lamina
visceralis yang langsung menempel pada myocardium disebut pula epicardium.
Pada permukaan bebasnya ditutupi oleh sel-sel mesotil dan dibawahnya
terdapat jaringan jaringan pengikat pengikat tipis yang mengandung
mengandung serabut serabut elastis, elastis, pembuluh pembuluh darah dan
serabut saraf. Lamina parietalis, berbentuk sebagai membrana serosa yang terdiri
atas jaringan pengikat tipis mengandung serabut elastis, kolagen, fibroblas dan
makrofag

17
2. Pembuluh darah[2]
Secara umum terdapat 3 macam pembuluh darah yang dikenal di tubuh manusia,
yakni arteri, kapiler, dan vena. Masing-masing arteri dan vena memiliki
pembagian pembagian secara khusus, terutama menurut ukurannya. Lapisan yang
menyusun pembuluh darah diurutkann dari yang terdalam (lumen ang terdalam
(lumen) adalah :
▪ Tunika intima
Lapis terdalam yang memiliki endotel (sel selapis pipih atau skuamosa) dan
disertai dengan jaringan ikat subendotel yang cenderung longgar atau jarang.
▪ Tunika media
Tersusun atas sel otot polos yang secara konsentris mengelilingi lumen,
disertai dengan serat kolagen (tipe III), elastin, proteoglikan, proteoglikan, serta
zat amorf intraseluler. Intraseluler. Lapis ini merupakan merupakan lapis yang
paling tebal.
▪ Tunika adventisia
Tunika Adventisia, yang cenderung tersusun atas jaringan pengikat fibroelatsi
tak bermesotel. Kolagen tipe I juga sering ditemukan di sini. Di lapisan ini pula
kadang- kadang ditemukan vasa vasorum.

A. Arteri[3]

18
Tipe Arteri Gambar Tunika Intima Tunika Tunia
Media Adventi
sia
Arteri Besar/ endotel dengan Terdapat Lapisan
Arteri elastis badan Weibel- sel otot jaringan
Contoh : Palade,lamina polos ikat,
aorta basal,lapisan berada di fibroelas
subendtol,tunika antara tin tipis,
elastika interna membrane vasa
tidak sempurna elastin, vasorum
vasa ,
vasorum pembulu
disetengah h limf,
permukaan serat
luar saraf
Arteri endotel dengan Sampai 40 Lapisan
Sedang/ badan Weibel- lapisan otot jaringan
Arteri Palade,lamina polos ikat,
Muskular basal,lapisan tunika fibroelas
Contoh : subendtol,tunika elastika tin tipis,
arteri elastika interna eksternal vasa
femoralis tebal tebal vasorum
,
pembulu
h limf,
serat
saraf

19
Arteri Kecil/ endotel dengan Satu atau Jaringan
Arteriol badan Weibel- dua lapis ikat
Palade,lamina sel otot jarang,se
basal,lapisan polos rat saraf
subendtol tidak
jelas,beberapa
serat elastin (bukan
tunika elastika
interna yang
sesungguhnya)

B. Vena[3]
Tipe Vena Tunika Tunika Media Tunika Adventisia
Intima
Vena Besar Terdapat Jaringan Lapisan kolagen dan
endotel, lamina ikat,sel otot fibroblast,sel otot polos
basal,jairngan polos tersusun longitudinal
ikat subendotel dalam berkas,
Vena sedang Endotel : Serat elastin Lapisan kolagen dengan
dan vena kecil lamina dna serta fibroblast
basal,jaringan reticular,dan
ikat subendotel beberapa sel
otot polos
Venul Endotel lamina Jaringan ikat Sejumlah kolagen da
basal yang jarang nada sedikit fibroblast
(peirisit,venul dan terdapat
pasca kapiler) sedikit sel otot
polos

20
2.1.3 Fisiologi Jantung[4]
• Sistem sirkulasi
Sistem sirkulasi memiliki tiga komponen dasar:
1. Jantung
Jantung berfungsi sebagai pompa yang memberi tekanan pada darah untuk
menghasilkan gradien tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke
jaringan. Seperti semua cairan, darah mengalir menuruni gradien tekanan dari daerah
dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan rendah. Bab ini berfokus pada
fisiologi jantung.
2. Pembuluh
Pembuluh darah merupakan merupakan saluran saluran untuk mengarahkan
mengarahkan dan menyebarkan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan
kemudian dikembalikan ke jantung. Pembuluh darah terkecil dirancang otot untuk
pertukaran cepat bahan-bahan antara sel sekitar dengan darah di dalam pembuluh
3. Darah
Darah adalah medium pengangkut tempat larutnya atau tersuspensinya
bahan-bahan (misalnya, O2, CO2, nutrien, zat sisa, elektrolit, dan hormon) yang
akan diangkut jarak-jauh di dalam tubuh.

• Komponen – komponen konduksi jantung


1. SA Node ( Sino-Atrial Node )
Simpuls sino-atrial (S-A) merupakan kepingan berbentuk sabit yang
mengalami spesialisasi dengan lebar kirakira 3mm-1cm ; simpul Ini terletak pada
dinding posterior atrium masingmasing berdiameter 3-5mikro, berbeda dengan

21
serabut atrium sekitarnya yang berdiameter 15-20mikro. Tetapi serabut S-A
berhubungan langsung dengan atrium sehingga setiap potensial aksi yang mulai
pada simpul S-A segera menyebar ke atrium.
Serabut sino-atrial sedikit berbeda dari sebagian terbesar serabut otot jantung
lainnya, yaitu hnya mempunyai potensial membrane istirahat dari -55 milivolt
sampai -60 milivolt,dibandingkan dengan -85 sampai -95milivolt pada sebagian
terbesar serabut lainnya. Potensial istirahat yang rendah ini disebabkan oleh sifat
membrane yang mudah ditembus ion natrium. Kebocoran natrium ini
menyebabkan eksitasi-sendiri dari serabut S-A.

2. AV Node (Atrio-Ventricular Node)


Ujung serabut simpul S-A bersatu pada serabut otot atrium yang ada
disekitarnya, dan pontensial yang berasal dari simpul S-A berjalan ke luar, masuk
tersebut. Dengan jalan ini, pontensial aksi menyebar ke seluruh masa otot dan a
akhirnya juga ke simpul A-V.
Kecepatan penghataran dalam otot atrium sekitar 0,3 meter per detik. Tetapi,
penghatar dalam otot atrium, sebagian diantaranya sedikit lebih cepat dalam
beberapa berkas kecil serabut otot atrium sebagian diantarnnya berjalan langsung
dari simpul S-A ke simpul A-V dan menghantarkan implus jantung dengan
kecepatan sekitar 0,45 sampai 0,6 meter perdetik.
Lintasan ini, yang dinamakan lintasan inernodal. Sel-sel dalam AV Node
dapat juga mengeluarkan impuls dengan frekuensi lebih rendah dan pada SA
Node yaitu : 40 – 60 kali permenit. Oleh karena AV Node mengeluarkan impuls
lebih rendah, maka dikuasai oleh SA Node yang mempunyai impuls lebih tinggi.
Bila SA Node rusak, maka impuls akan dikeluarkan oleh AV Node.

3. Berkas His

Berkas His terletak di septum interventrikular dan bercabang 2, yaitu :


a. Cabang berkas kiri ( Left Bundle Branch)
b. Cabang berkas kanan (Right Bundle Branch).

Setelah melewati kedua cabang ini, impuls akan diteruskan lagi ke cabang-
22
cabang yang lebih kecil yaitu serabut purkinye. Serabut purkinye ini akan
mengadakan mengadakan kontak dengan sel-sel ventrikel. Dari sel-sel ventrikel
impuls dialirkan ke sel-sel yang terdekat sehingga seluruh sel akan dirangsang.
Di ventrikel juga tersebar sel-sel pacemaker (impuls) yang secara otomatis
otomatis mengeluarkan mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20 – 40 kali
permenit.

• Siklus Jantung

Siklus jantung terdiri dari dua periode yaitu kontaksi (sistol) dan relaksasi
(diastol). Selama sistol jantung memompa darah keluar dan selama diastol jantung
terisi kembali oleh darah. Sistol Ventrikel terjadi setelah penutupan katup-katup
mitral dan trikuspid. Terdiri atas 2 fase :
1. Fase awal sistol yang terdiri atas dua sub bagian :
a. Fase kontraksi isovolumetrik, keadaan dimana naiknya tekanan ventrikel
akibat kontraksi setelah penutupan katup mitral dan tricuspid, sehingga
kontraksi ini tidak merubah volume darah dalam ventrikel.
b. Fase ejeksi (rapid ventricular ventricular ejection), ejection), terjadi terjadi
saat tekanan tekanan di ventrikel ventrikel melebihi tekanan di aorta dan arteri
pulmonalis. Hal ini menyebabkan darah dipompa ke luar dari ventrikel
dengan cepat.
2. Fase akhir sistol, terjadi saat ventrikel menurun dan tekanan aorta dan arteri
pulmonalis melebihi te pulmonalis melebihi tekanan ventrikel sehingga ter kanan
ventrikel sehingga terjadi penutupan katup ao jadi penutupan katup aorta dan
katup pulmonal.

Diastol Ventrikel terjadi setelah penutupan katup aorta dan pulmonal. Periode ini
terbagi atas 3 fase :
1. Fase pertama, terdiri atas dua bagian :
a. Relaksasi isovolumetrik, keadaan dimana terjadi relaksasi ventrikel tanpa
merubah volume darah dalam ventrikel karena semua katup jantung tertutup.

23
b. Fase pengisian pengisian cepat (rapid filling filling phase), phase), terjadi
terjadi ketika tekanan tekanan atrium melebihi tekanan ventrikel sehingga
katup mitral dan tricuspid membuka dan darah dari atrium dengan cepat
masuk ke ventrikel.
2. Fase kedua, terjadi pada sepertiga tengah periode diastole disebut sebagai fase
diastasis karena aliran masuk ke dalam ventrikel hampir tidak ada. Ini adalah
keadaan dimana atrium dan ventrikel sama-sama relaksasi.
3. Fase ketiga, terjadi pada akhir diastole, dimana terjadi kontraksi atrium (atrial
kick) sehingga darah yang tersisa diatrium didorong ke ventrikel, fase ini disebut
fase pengisian akhir (late filling phase)
• Aktivitas Listrik Jantung

Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh potensial
potensial aksi yang menyapu yang menyapu ke seluruh seluruh membran membran
sel otot. Jantung berkontraksi, atau berdenyut, secara ritmis akibat potensial aksi yang
dihasilkannya sendiri, suatu sifat yang dinamai otoritmisitas (oto artinya "sendiri").
Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung:
2.3 Sel kontraktil,yang kontraktil,yang membentuk membentuk 99% sel-sel otot sel-
sel otot jantung,melakukan jantung,melakukan kerja mekanis memompa darah.
Sel-sel dalam keadaan normal tidak membentuk sendiri potensial aksi mereka.
2.4 Sebaliknya, sel-sel jantung sisanya yang sedikit tetapi sangat penting, sel
otoritmik, tidak berkontraksi tetapi khusus memulai dan menghantarkan potensial
aksi yang menyebabkan kontraksi sel-sel jantung kontraktil. Sel otoritmik jantung
memperlihatkan aktivitas pemacu. Berbeda dengan sel saraf dan sel otot rangka,
yaitu membrannya berada pada potensial istirahat yang konstan kecuali sel
dirangsang, sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial potensial istirahat.
istirahat.
SeI-sel ini justru memperlihatkan potensial membran mereka secara perlahan
perlahan terdepolarisasi, atau bergeser, antara dua potensial aksi hingga ambang
tercapai, saat ketika membran mengalami potensial aksi. Pergeseran Pergeseran
lambat potensial potensial membran membran sel otoritmik otoritmik ke
ambangdisebut potensial pemacu. Melalui siklus berulang tersebut, sel-sel otoritmik

24
tersebut memicu potensial aksi, yang kemudian menyebar ke seluruh jantung untuk
memicu d untuk memicu denyut berirama tanpa rangsang berirama tanpa rangsangan
saraf apapun.po an saraf apapun.potensial pemacu tensial pemacu dan potensial aksi
di sel Otoritmik. Memperlihatkan aktivitas aktivitas pemacu; pemacu; yaitu,
Potensial pemacu disebabkan oleh adanya interaksi kompleks beberapa mekanisme
ion yang berbeda. Perubahan terpenting dalam perpindahan ion yang menimbulkan
potensial pemacu adalah
1) Peningkatan arus Na+ yang masuk,
2) penurunan penurunan arus K+ keluar, K+ keluar, dan
3) peningkatan eningkatan arus Ca2+ masuk.
Fase awal depolarisasi lambat ke ambang disebabkan oleh masuknya Na+ ke
dalam melalui kanal berpintu listrik yang hanya ditemukan pada sel pemacu jantung.
Pada umumnya kanal berpintu listrik terbuka ketika membran menjadi kurang negatif
(terdepolarisasi), tetapi kanal khusus ini terbuka ketika membran menjadi lebih
negatif (hiperpolarisasi) pada akhir repolarisasi dari potensial aksi sebelumnya.
Karena sifatnya yang tidak biasa, saluran ini disebut kanal funny atau If. Ketika satu
potensial aksi berakhir dan kanal If terbuka, masuknya arus Na+ pendepolarisasi
pendepolarisasi yang te yang terjadi melalui melalui kanal yang terbuka yang terbuka
ini mulai menggerakkan menggerakkan potensial membran sel pemacu dengan
segera menuju ambangny ambangnya sekali lagi.
Mekanisme ion kedua yang berperan serta terhadap potensial pemacu ini adalah
pengurangan progresif fluks pasif K+ keluar. Di dalam sel autoritmis jantung,
jantung, permeabilitas permeabilitas terhadap terhadap K+ tidak konstan konstan di
antara potensial potensial aksi seperti halnya pada sel saraf dan sel otot rangka. Kanal
K+ yang terbuka selama fase menurunnya potensial aksi sebelumnya perlahanlahan
menutup pada potensial negatif. Penutupan yang lambat ini secara bertahap
mengurangi aliran keluar 1C+ positif positif menuruni menuruni gradien gradien
konsentrasinya. konsentrasinya. Akibatnya, Akibatnya, terjadi terjadi kebocoran
kebocoran Na+ kedalam secara perlahan bersama dengan penurunan perlahan
kecepatan efluks K+ melalui kanal If yang terbuka, semakin menggeser membran
menuju ambang.

25
2.2 Definisi Berdebar-debar
Berdebar berasal dari kata debar yang menurut Kamus Besar Indonesia berarti bergerak -
gerak” atau bedenyut lebih kencang dari biasanya. Dalam Bahasa inggris,berdebar-derdebar
adalah palpitation. Baik Berdebar atau palpitasi lebih ditunjukkan untuk menggambarkan
denyut jantung yang lebih cepat yang dikaitkan dengan keadaan fisik atau psikis tertentu.[5]
Berdebar tidak hanya terbatas pada denyut jantung yang cepat. Pasien dapat mengeluh
berdebar ketika denyut jantungnya cepat maupun lambat, tidak teratur, terasa lebih kuat, ada
jeda bahkan saat terasa nyeri dada. Oleh karena itu istilah berdebar didefenisikan sebagai
kesadaran akan denyut jantung yang digambarkan sebagai sensasi nadi yang tidak nyaman atau
gerakan sekitar dada.[5]

2.3 Klasifikasi Aritmia


1. Berdasarkan Mekanisme[6]
a. Takiaritmia
Takiaritmia adalah bentuk takikardia nonsustained (berlangsung < 30 detik) dan
sustained (berlangsung >30 detik) yang berasal dari fokus miokardium atau sirkuit
reentran. Defenisi standar dari takikardia adalah irma yang menghasilkan kecepatan
ventrikel > 100 denyut permenit. Takiaritmia secara luas dikarakteristikkan menjadi :
• Supraventricular tachycardia (SVT)
Supraventricular tachycardia merupakan seluruh bentuk takikardia yang muncul
dari jaringan di atas level ventrikel yaitu di atas birfukasi bundle of his maupun
yang muncul dari bundle of his nya sendiri. Jika SVT masih terjadi setelah
dilakukan intervensi untuk memblok AV, maka SVT tersebut merupakan jenis AV
node independent yang dimana aritmia yang termasuk AV node independent antara
lain multifactorial tachycardia, atrial flutter dan atrial fibrilation. Dan sebaliknya,
jika SVT berhenti setelah dilakukan intervensi untuk memblok AV, maka SVT
tersebut merupakan jenis AV node dependet yang dimana aritmia yang termasuk
AV node dependent anatara lain AVNRT, AVRT dan Junctional Etopic
Tachycardia (JET).
➢ Sinus Tachycardia
- Sinus Node Reentrant Tachycardia (SNRT)
- Atrial Premature Complexes
26
- Junctional premature complexes
- Atrial Fibrilation (AF)
- Atrial Tachycardia
- AV nodal tachycardias ; AV nodal reentrant tachycardia (AVNRT), AV
reentrant tachycardia (AVRT) dan AV
- junctional tachycardias
➢ Ventricular tachycardia
- Ventricular Premature Complexes
- Accelerated Idioventricular Rhytm (AIVR)
- Ventricular tachycardia
- Unique VT syndrome
b. Bradiaritmia
Bradiaritmia adalah seluruh gangguan pada irama jantung yang lambat secara
abnormal. Secara kasar, bradiaritmia didefenisikan sebagai denyut jantung < 60
kali/menit (bpm). Sedangkan menurut Dresing bradiaritmia adalah bradikardia ( denyut
jantung kurang dari 60 kali per menit) yang disertai dengan gejala sinkop atau hampir
sinkop, gagal jantung kongestif, intoleransi olahraga, fatigue, atau status mental yang
membaik dengan membaiknya bradikardia.
Bradikardia merupakan akibat dari gagalnya inisiasi ataupun konduksi impuls.
Kegagalan inisiasi impuls dikarenakan tertekannya automatisitas akibat dari lambat
atau gagalnya depolarisasi diastolic fase 4. Kegagalan konduksi tersebut diakibatkan
kondisi-kondisi yang dapat mengubah aktivasi dan koneksi antar sel (seperti fibrosis).
Bentuk paling umum dari bradikardi patologis ialah:
- Sinus Node Dysfunction (SND)
Sinus Node Dysfunction merupakan berbagai gangguan yang mengganggu
pembentukan impuls sinus nodal dan tansmisi di dalam atrium dan bukan hanya
mengakibatkan bradikardia, namun juga mengakibatkan takikardia.
- Blok Konduksi Atrioventrikular

Blok konduksi Av merupakan kelainan yang man aimpuls atrium


dikonduksikan terlambat atau bahkan tidak dikonduksikan sama sekali ke ventrikel
pada saat jalur AV konduksi tidak refrakter secara fisiologi.

27
2. Berdasarkan letak[6]
a. Supraventrikular aritmia
- Sinus tachyarrhytmia (sinus tachycardia fisiologis, inappropriatesinus tachycardia,
sindrom takikardia ortostatik postural, Sinus Node Re-entry Tachycardia
(SNRT))
- Atrioventrikular Nodal Reciprocating Tachycardia (AVNRT)
- Focal dan nonparoxysmal junctional tachycardia
- Atrioventrikular reciprocating tachycardia
- Focal atrial tachycardia
b. Ventrikular aritmia
Nonsustained VT, sustained VT, bundle-branch re-entrant tachycardia,
bidirectional VT, torsades de pointes, ventricular flutter dan ventricular fibrillation.

2.4 Faktor Resiko Berdebar-debar


a. Usia[6]
Penyakit degeneratif adalah penyakit akibat penurunan fungsi organ tubuh. Tubuh
mengalami defisiensi produksi enzim dan hormon, imunodefisiensi, peroksida lipid,
kerusakan sel (DNA) danpembuluh darah. Secara umum dikatakan bahwa penyakit ini
merupakan proses penurunan fungsi organ tubuh yang umumnya terjadi pada usia tua. Usia
sangat rentan terhadap penyakit jantung. Dengan bertambahnya usia kondisi dan fungsi
tubuh makin menurun dan semakin meningkat prevalensi hipertensi karena arteri
kehilangan ke elastisannya seiring bertambahnya usia.
b. Jenis Kelamin[7]
Pernyataan WHO menyatakan bahwa pasien laki-laki lebih banyak terdiagnosa
penyakit jantung koroner dari pada perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan yang
belum monopouse memiliki hormon esterogen yang tinggi, dimana hormonter sebut
memiliki efek protektif terhadap penyakit jantung koroner. Pendapat lain menjelaskan
bahwa wanita setelah manoepose memiliki risiko tinggi sakit jantung sedangkan laki-laki
lebih dari 40 tahun memiliki risiko sangat tinggi menderita sakit jantung.
c. Faktor Genetik[8]

28
Faktor lain yang dapat menyebabkan terserang penyakit jantung adalah genetika.
Faktor genetik dapat mewariskan kelainan tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan
kondisi terkait lainnya. Resiko penyakit jantung bisa meningkat bahkan lebih bila faktor
keturunan dikombinasikan dengan pilihan gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok
dan makan makanan yang tidak sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang
memiliki ayah dan ibu dengan status obesitas berisiko lebih besar menjadi obesitas
dibandingkan dengan remaja yang memiliki ayah dan ibuyang tidak obesitas.
d. Hipetensi[7] [9]
Tekanan darah merupakan faktor yang penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan
tekanan darah adalah refleksi dari meningkatnya tahanan perifer (Systemic Vascular
Resistance). Tekanan darah normal merupakan indikator penting merefleksikan efektivitas
pompa jantung. Peningkatan tekanan darah indikasi klinis peningkatan afterload.
Peningkatan afterload memperberat kerja jantung dan meningkatkan kebutuhan oksigen
miokard. Afterload merupakan komponen yang berkontribusi langsung terhadap curah
jantung rendah atau tinggi. Tekanan darah meningkat mengakibatkan curah jantung low
output. Curah jantung low output dapat menurunkan suplai oksigen pada sirkulasi sistemik.
Hipertensi akan menyebabkan dinding ventrikel jantung menebal dan menjadi kaku,
sehingga aliran listrik jantung akan terganggu. Tekanan darah yang terus meningkat dalam
jangka waktu panjang akan mengganggu fungsi endotel, sel-sel pelapis dinding dalam
pembuluh darah (termasuk pembuluh koroner). Disfungsi endotel ini mengawali proses
pembentukan plak yang dapat mempersempit lumen koroner.
Pengidap hipertensi beresiko dua kali lipat menderita penyakit jantung koroner. Resiko
jantung menjadi berlipat ganda apabila penderita hipertensi juga menderita DM,
hiperkolesterol, atau terbiasa merokok. Selain itu hipertensi juga dapat menebalkan dinding
Ventrikel kiri jantung yang akhirnya melemahkan fungsi pompa jantung.
e. Merokok[7]
Efek rokok dapat menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi Carbon monoksida atau
dengan kata lain dapat meyebabkan takikardi,vasokontrisi pembuluh darah dan merubah
permeabilitas dinding pembuluh darah. Merokok juga dapat meningkatkan hipertensi,
sehingga orang yang merokok cenderung lebih mudah terjadi proses atrosklerosis dari pada

29
yang tidak merokok. Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor
risiko utama penyakit jantung koroner disamping hipertensi. Orang yang merokok lebih
dari 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek faktor risiko tersebut.
f. Obstructive Sleep Apnea[10]
OSA menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, fluktuasi tekanan intratorakal,
reoksigenasi dan terbangun tiba- tiba, hal ini berhubungan dengan mekanisme timbul- nya
penyakit kardiovaskular mengakibatkan aktivasi simpatis (vasokonstriksi pembuluh darah,
takikardia akut, peningkatan akut tekanan darah ), peningkatan wall stress ventrikel kiri,
peningkatan afterload, disfungsi diastolik akut, regangan atrium kiri, resistensi insulin,
hiperleptinemia, hiperkoagulitas, inflamasi sistemik, stress oksidatif, dan disfungsi
endotel. Semua hal terse- but menjadi penyebab dari penyakit kardiovaskular seperti
hipertensi, disfungsi diastolik dan sistolik, sinus pause I arrest, blok atrioventrikular,
fibrilasi atrium, ektopik ventrikel, angina nokturnal, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskular dan sudden cardiac death (SCD). Henti napas saat tidur meyebabkan pen
ingkatan aktivitas simpatis perifer diikuti oleh aktivitas parasimpatis jantung, sehingga
terjadi vasokonstriksi perifer dan bradikardi (mekanisme “diving reflex” yang simultan
bertujuan menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung serta meningkatkan perfusi darah
ke otak dan jantung).
Respon hemodinamik pada rangsangan apnea lebih kompleks dan berlawanan dengan
efek fisiologis, saat obstruksi pernapasan berakhir, normalisasi bradikardia, preload
ventrikel kanan dan afterload ventrikel kiri berkontribusi terhadap peningkatan mendadak
curah jantung, terjadi peningkatan akut tekanan darah dan denyut jantung pasca apnea. Hal
ini disebabkan perangsangan simpatis, perubahan tekanan intratorakal, hipoksia dan
hiperkapnia. Mekanisme ini menjadi penyebab peningkatan kebutuhan oksigen otot
jantung, sedangkan ketersediaan oksigen selama hipok- sia menurun, sehingga dapat
terjadi iskemia jantung dan angina. Hiperkapnia menyebabkan peningkatan ventilasi,
takikardi, peningkatan cardiac output dan tekanan darah. Aktivitas vasokonstriksi simpatis
meningkat sedangkan CO2 menyebabkan vasodilatasi. Berbagai jenis aritmia jantung telah
dihubung- kan dengan OSA seperti sinus pause, blok jantung dan takikardi ventrikular.
Kondisi aritmia tersebut menjadi penyebab kematian mendadak pada malam hari pada
pasien dengan OSA.

30
g. Obesitas[11]
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Obesitas pada anak menyebabkan
disfungsi endotel. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara lemak tubuh dan dislipidemia, resistensi insulin dan inflamasi yang
menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel merupakan proses awal dari
perkembangan aterosklerosis. Hal ini diyakini karena adanya penurunan bioavailabilitas
oksida nitrat (Nitric Oxide/NO) yang merupakan vasodilator dan juga menghambat
monosit adhesi, agregasi trombosit dan proliferasi otot polos. Beberapa pendapat
menyatakan adanya keterlibatan gangguan pelepasan NO yang diperantarai oleh insulin.
Hal ini juga dapat menyebabkan penekanan lipolisis adiposit dan peningkatan asam lemak
bebas. Disfungsi endotel berhubungan dengan hasil sekresi adiposit. Adiposit dapat
mensekresi berbagai hormon peptida dan sitokin yang dapat merubah fungsi vaskular.
Ketidakseimbangan energi yang berlangsung lama dari asupan kalori berlebih
menyebabkan peningkatan simpanan kelebihan energi dalam bentuk adiposit intraselular
sehingga terjadi hipertrofi dan hiperplasia adiposit. Hal ini menyebabkan terjadinya
disfungsi sel dengan terjadinya abnormalitas adipokin, peningkatan sirkulasi asam lemak
bebas dan inflamasi serta berakibat mempengaruhi otot skeletal, otot jantung dan disfungsi
endotel. Terpaparnya sel β akibat diet karbohidrat berlebih memicu resistensi insulin dan
terpaparnya hepatosit akibat lemak dan karbohidrat berlebih menyebabkan steatohepatitis
dan resistensi insulin.
h. Diabetes Mellitus[12]
Diabetes jangka panjang memberi dampak yang parah pada sistem kardiovaskular.
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penebalan membran basal pembuluh kecil.
Penyebab penebalan tersebut berkaitan langsung dengan tingginya kadar glukosa da-lam
darah. Penebalan mikrovaskular menye-babkan iskemia dan penurunan penyaluran
oksigen dan zat gizi ke jaringan. Hipoksia kronis secara langsung merusak dan
menghancur-kan sel. Pada sistem makrovaskular di lapisan endotel arteri akibat
hiperglikemia permeabilitas sel endotel meningkat sehingga molekul yang mengandung
lemak masuk ke arteri. Kerusakan sel-sel endotel akan mencetuskan reaksi inflamasi
sehingga akhirnya terjadi pengendapan trombosit, makrofag dan jaringan fibrosa.

31
Penebalan dinding arteri menyebab-kan hipertensi yang akan semakin merusak lapisan
endotel arteri karena menimbulkan gaya merobek sel endotel.

2.5 Etiopatomekanisme Gejala Utama


2.5.1 Etiologi Berdebar-debar[13]
Palpitasi dapat disebabkan oleh 4 akibat utama, yaitu :
1. Hyperdynamic Circulation (inkompetensi katup, tirotoksikosis, hypercapnia,
pireksia, anemia, kehamilan)
2. Cardiac dysythmia (kontraksi atrial premature, junctional escape beat, kontraksi
ventrikuler premature, atrial fibralis, superventricular tachycardia, ventricular
tachycardia, ventrikuler fibralsi, blok jantung)
3. Sympathetic overdrvie (gangguan panic, hipoglikemi, hipoksia, antihistamin
levocetirizine, anemia, gagal jantung)
4. Penyebab palpitasi jantung pada orang bervariasi dari orang ke orag. Dapat dilihat
bahwa perubahan mendadak dalam lingkungan dapat menyebabkan fungsi jantung
berdetak secara abnormal dan memicu jantung berdebar-debar. Faktor eksternal yang
dapat menimbulkan jantung berdebar-debar :
a. Stress g. Obat-obatan
b. Kegelisahan h. Pil diet
c. Rasa takut i. Nikotin
d. Olahraga berat j. Kokain
e. Alkohol k. Ganja
f. Kafein

2.5.2 Patomekanisme Berdebar-debar[13]


Jantung berdebar dikarenakan aktivitas saraf simpatis yang berlebihan. Ketokolamin,
dalam hal ini Adrenalin dan norepinefrin akan dilepaskan ke dalam sirkulasi sebagai
neurotransmitter oleh serabut syaraf postganglionik simpatis. simpatis. Adrenalin akan
ditangkap oleh reseptornya, yaitu adrenoseptor-β di daerah motor end-plate antara
serabut syaraf tersebut dengan unit motor (sel otot jaringan konduksi jantung) yang
diinervasinya. Pembentukan kompleks adrenalinadrenoseptorβ akan menimbulkan
depolarisasi dengan demikian depolarisasi yang terjadi di daerah motor end-plate

32
(misalnya SA Node/miokardium) akan meningkat. Peningkatan depolarisasi ini akan
memperpendek waktu istirahat otot jantung sehingga jantung sehingga terjadi terjadi
peningkatan frekuensi peningkatan frekuensi denyutan jantung, denyutan jantung, maka
terjadilah palpitasi.
Hormon tiroid, khususnya T3 merupakan regulator penting dalam ekspresi gen
jantung.Gen-gen tersebut ada yang teregulasi positif dan teregulasi negatif. Adanya
peningkatan jumlah T3 yang berikatan pada TRs akan menginduksi gen yang teregulasi
positif dan akan menekan gen yang teregulasi negatif. Gen yang teregulasi positif adalah
1. Alpha myosin heavy chainyang dapat meningkatkan kontraktilitas miokardium
2. Ion channels Na+ - K-
ATPase dan voltage-gated potassium ATPaseyang mengatur respon
elektrokimiawi miokardium . 47Perubahan fungsi elektrokimiawi miokardium dapat
mengakibatkan peningkatan depolarisasi sistolik dan repolarisasi diastolik sehingga
terjadi penurunan durasi potensial aksi (Action Potential Duration). Hal ini dapat
menimbulkan adanya peningkatan Left Ventricular Mass (LVM).
3. Sarcoplasmic reticulum Ca2+
ATPase yang mengatur pengambilan kalsium kedalam sarcoplasmic reticulum
selama fase diastol dan turut berperan besar dalam mengembangkan kontraktilitas
dan relaksasi diastolik jantung.

2.6 Hubungan Gejala Utama dengan Gejala Penyerta


1. Gejala diperberat oleh aktivitas
Pada saat beraktivitas sel tubuh memerlukan pasokan O2 yang banyak akibat dari
metabolisme sel yang bekerja semakin cepat untuk menghasilkan energi maka kebutuhan
darah yang mengandung oksigen akan semakin besar kebutuhan ini akan dipenuhi oleh
jantung dengan meningkatkan aliran darahnya. Stimulasi saraf simpatis membuat nodus
SA mempercepat depolarisasi sehingga terjadi peningkatan laju jantung. Kondisi tersebut
akan memperberat kondisi palpitasi.[14]
Aktivitas yang berlebih akan membuat terjadinya peningkatan kebutuhan akan
menimbulkan respon tubuh berupa terstimulasinya postganglion simpatis mensekresikan
katekolamin yang akan terhidroksilasi menjadi adrenalin dan ditangkap oleh reseptor
adrenergik beta di jantung membentuk kompleks adrenalin-adrenergik beta yang akan

33
menyebabkan terjadinya peningkatan depolarisasi, sehingga frekuensi jantung juga
meningkat dan membua terjadinya rasa berdebar-debar.[15]
2. Nadi melebar
Kecepatan dari denyut jantung ditentukan oleh kecepatan signal listrik yang berasal
dari pemacu jantung . denyut nadi menggambarkan frekuensi kontraksi jantung seseorang
pada kondisi palpitasi terjadi peningkatan peningkatan kontraktivitas dari jantung
sehingga sehingga denyut nadipun teraba cepat.[16]
3. Nadi ireguler
Terjadi karena adanya masalah pada system konduksi jantung , dimana listrik jantung
tidak lagi berpusat di SA Node tetapi berasal dari banyak titik. Nadi irregular disebabkan
karena perbedaan laju dari masing-masing titik. Hal tersebut dapat menghasilkan
gelombang getar (fibrilasi) dengan amplitudo, bentuk, dan durasi yang bervariasi pada
EKG hingga gelombang P tidak dapat terbaca dengan baik.[16] [17]

2.7 Penegakan Diagnosis Terkait Skenario


2.10.1 Anamnesis[18]
a. Data umum : Usia, jenis kelamin
b. Keluhan utama : Palpitasi
c. Onset
d. Keluhan yang dialami terus menerus atau hilang timbul
e. Faktor yang memperberat
f. Faktor yang memperingan
g. Keluhan lain : palpitasi biasa diikuti dengan pusing, berdebar, nyeri dada, sesak nafas,
dizziness
h. Riwayat penyakit sekarang dan dahulu
i. Riwayat pribadi dan sosial
j. Riwayat penggunaan obat-obatan
k. Riwayat penyakit keluarga dan kondisi lingkungan
2.10.2 Pemeriksaan fisis[18]
a. Ukur tekanan darah : untuk mengetahui ada tidak nya peningkatan atau penurunan
dari nilai normal (Nilai normal : 120/80 mmHg)

34
b. Tekanan nadi : untuk mengetahui ada tidak nya peningkatan atau penurunan dari nilai
normal (Nilai normal 60-100x/menit)
c. Pemeriksaan tekanan vena jugularis
d. Inspeksi dan palpasi
• Gambaran umum pasien : Cek bila pasien kelihatan lelah, kekuatiran terhadap
sesuatu, keracunan, takipnea, sianosis, edema periferal, wajah kongenital, dan
penampilannya.
• Inspeksi depan dada, perhatikan adanya pulsasi
• Iktus kordis tampak atau tidak. Meraba iktus kordis dengan ujung jari pada lokasi
yang benar
• Sambil mendengar suara jantung untuk menetukan durasinya. Lakukan palpasi
untuk meraba impuls jantung
e. Perkusi
• Melakukan perkusi untuk menetukan batas relative yang merupakan perpaduan
bunyi pekak dan sonor
• Menentukan batas jantung kanan relative
• Menentukan batas jantung kiri relative
f. Auskultasi
• Karakter S1, karakter S2
• Kehadiran S3, kehadiran S4
• Ada murmur (lokasi, karakter, waktu, radiasi)
2.7.3 Pemeriksaan penunjang[18]
a. Elektrokardiografi (EKG)
1. Untuk memeriksa denyut jantung
2. Untuk menetapkan irama jantung
3. Untuk diagnosis lama atau baru IMA
4. Untuk mengenal gangguan konduksi intrakardial
5. Untuk membantu diagnosis dari penyakit jantung iskemik, perikarditis,
miokarditis,
6. elektrolit abnormal, dan malfungsi pacu jantung

35
b. Laboratorium darah
- Hematologi rutin
- Faktor koagulasi
- Fungsi tiroid
- HbsAg, HCV, HIV
- Fungsi ginjal
c. Ekokardiografi
1. Pasien dengan murmur jantung
2. Kualifikasi penyakit valvular
3. Kualifikasi intrakardiak shunt
4. Peningkatan dalam kualitatif diagnosis gangguan jantung lainnya
d. Foto rontgen toraks
1. Untuk menentukan ukuran jantung
2. Untuk menentukan pembesaran ruang
3. Untuk mencatat karakter dari bidang-bidang di paru-paru, mediatinum dan
pembuluh darah besar.
4. Untuk mengidentifikasi proses pengapuran dari jantung
e. Holter monitoring
f. Elektrofisiolog

2.8 Tatalaksana Awal Terkait Skenario


Perlu dilihat terlebih dahulu kondisi pasien, apakah hemodinamik stabil atau tidak stabil.
Penilaian stabil atau tidaknya, dilihat kondisi pasien. Hemodinamik disini ialah sesak napas,
hipotensi, dan lain-lain. Sedangkan untuk hemodinamik stabil yaitu gejala berdebar. Jika
pasien mengalami hemodinamik tidak stabil, segera lakukan kardioversi.[19]
Kardioversi ialah hantaran kejut yang bersamaan dengan kompleks QRS untuk bertujuan
menghindari hantaran kejut selama masa refrakter relatif siklus jantung. Indikasi kardioversi
ialah takiaritmia yang tidak stabil yang berhubungan dengan pembentukan kompleks QRS.
Dosis kardioversi untuk tersinkronisasi ialah :[19]
• Untuk atrial fibrilasi : 120-200 joule
• Untuk atrial flutter dan SVT : 50-100 joule
• Untuk VT monomorfik yang tidak stabil dengan nadi : 100-200 joule
36
Jika pasien masih dalam kondisi stabil, maka dapat diberikan obat antiaritmia :[19] [20]

Kelas Mekanisme Kerja Obat

I Penghambat kanal natrium Quinidine (I A)


Lidocaine (I B)
Flecainide (I C)

II Beta blocker Propanolol diberikan pada kondisi stabil


jangka panjang : 3x10-40 mg peroral

III Penghambat kanal kalium Amiodarone : dosis oral awal 200 mg


3x/hari selama 1 minggu, 200 mg 2x/hari
selama 1 minggu berikutnya

IV Penghambat kanal kalsium Verapamil

V Lainnya Adenosin : bolus 6 mg IV dalam waktu 1-3


detik diikuti bolus saline normal 20 ml,
kemudian lengan diangkat

2.9 Upaya Preventif dari Palpitasi[21]


• Pola makan sehat ramah jantung yang melibatkan berbaagai sayur dan buah, minyak
zaitun, biji’ buah, minyak zaitun, biji’an, susu rendah / non an, susu rendah / non-lemak
• Turunkan berat badan jika perlu atau jaga berat badan sehat
• Kelolah masalah lain misalnya hipertensi . kolesterol tinggi
• Melakukan olahraga secara teratur
• Menghindari kondisi yang dapat memicu palpitasi : seperti konsumsi kafein dan stress
• Lakukan teknik relaksasi
Stres dapat memiliki banyak efek buruk pada kesehatan seseorang. Ini dapat menyebabkan
jantung berdebar atau memperburuknya. Mungkin membantu untuk mencoba teknik
relaksasi berikut:
- Meditasi
- Yoga

37
- Berolahraga
• Kurangi atau hilangkan asupan stimulant Gejala dapat menjadi nyata setelah menggunakan
stimulan. Berikut ini mengandung stimulan:
- Produk tembakau
- Minuman berkafein seperti kopi, teh, dan soda
• Tetap terhidrasi
Ketika tubuh mengalami dehidrasi, jantung harus bekerja lebih keras untuk mengalirkan
darah, yang dapat menyebabkan jantung berdebar-debar.

2.10 Diagnosis Banding


2.10.1 Atrial Fibrilasi
A. Definisi
Fibrilasi atrium merupakan jenis aritmia yang memiliki karakteristik berupa aktivasi
elektrik atrium yang tidak teratur dan kontraksi atrium yang tidak terkoordinasi. Atrial
fibrilasi ini merupakan jenis aritmia yang paling sering dan prevalensinya meningkat.[22]
Pada elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah tiadanya konsistensi
gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi
amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada fungsi NAV yang normal, FA biasanya
disusul oleh respons ventrikel yang juga ireguler, dan seringkali cepat.[23]
B. Epidemiologi
Fibrilasi atrium diderita oleh 1% - 2% penduduk dunia dengan rata – rata usia
40 – 50 tahun, sekitar 5% - 15% penderita berusia >80 tahun. Penduduk keturunan
Eropa dikatakan memiliki risiko fibrilasi atrium setelah usia >40 tahun, risiko
pada pria (26%) sedikit lebih tinggi dibandingkan wanita (23%).[23]
C. Etiologi
1. Konsumsi Ethanol (alkohol): "Holiday heart syndrome"
2. Penyakit katup jantung (misalnya: stenosis mitral)
3. Penyakit jantung lskemik
4. Kardiomiopati
5. Tirotoksikosis
D. Faktor Resiko
Penderita fibrilasi atrium umumnya memiliki kelainan struktur jantung atau

38
penyakit sistemik. Mekanisme fibrilasi atrium sendiri dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti :
• Gagal jantung kongestif
• Hipertensi
• Usia
• Riwayat diabetes mellitus
• Riwayat penyakit vaskuler
• Jenis kelamin
E. Klasifikasi[24]
AF yang pertama jenis ini berlaku untuk pasien yang pertama kali datang
kali terdiagnosis dengan manifestasi klinis AF, tanpa memandang
durasi atau berat ringannya gejala yang muncul.
AF paroksismal AF yang mengalami terminasi spontan dalam 48 jam,
namun dapat berlanjut hingga 7 hari.
AF persisten AF dengan episode menetap hingga lebih dari 7 hari
atau AF yang memerlukan kardioversi dengan obat
atau listrik.
AF persisten lama AF yang bertahan hingga >1 tahun dan strategi kendali
irama masih akan diterapkan.
AF permanen AF yang ditetapkan sebagai permanen oleh dokter
sehingga strategi kendali irama sudah tidak digunakan
lagi. Apabila strategi kendali irama masih digunakan
maka AF masuk ke kategori AF persisten lama.
F. Patomekanisme
Pada dasarnya mekanisme atrial fibriasi terdiri dari 2 proses, yaitu proses
aktivasi fokal dan multiple wavelet reentry. Pada proses aktivasi fokal bisa
melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses
aktivasi fokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis
superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava
superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik
yang dapat mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial

39
aksi yang dicetuskan oleh nodus sino-atrial (SA). Sedangkan multiple wavelet
reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang dan melibatkan sirkuit
atau jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak tergantung
pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi fokal, tetapi lebih
tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi
depolarisasi. Timbulnya gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial atau
wavelet yang dipicu oleh depolarisasi atrial prematur atau aktivas aritmogenik
dari fokus yang tercetus secara cepat. Pada multiple wavelet reentry, sedikit
banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory,
besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa
pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan periode
refractory dan terjadi penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebut yang
akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi
serta mencetuskan terjadinya atrial fibrilasi.[22]
Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel
kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa
otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah
pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium
mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan
ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding
atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur
konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya
merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium.[22]
G. Gejala Klinis
Fibrilasi atrium dapat tidak menimbulkan gejala. Pada penderita fibrilasi
atrium paroksismal, biasanya tidak terdapat adanya keluhan. Pada 10% – 25%
penderita, diagnosis fibrilasi atrium ditemukan tanpa gejala atau didiagnosis
setelah terjadi komplikasi.[23]
Gejala fibrilasi atrium bergantung pada banyak faktor, seperti laju ventrikuler,
durasi fibrilasi atrium, serta ada atau tidaknya gangguan struktur jantung.
Mayoritas penderita mengeluhkan palpitasi, rasa tidak nyaman di dada, dispnea,

40
kelemahan atau pusing. Palpitasi merupakan gejala yang paling sering
dikeluhkan.[23]
H. Penegakkan Diagnosis[24]
1. Anamnesis
• Gambaran klinis bervariasi mulai dari asimptomatik hingga syok
kardiogenik
• Gejala yang dikeluhkan : palpitasi, mudah lelah/toleransi rendah terhadap
aktivitas fisik, presinkop/sinkop, pusing
• AF yang menyebabkan gangguan hemodinamik
• Anamnesis pada pasien AF harus menilai berat ringannya gejala yang
dialami pasien. Ada klasifikasi untuk menilai berat ringannya gejala AF :
- 1 (Tidak ada) jika AF tidak menimbulkan gejala sama sekali
- 2a (ringan) jika AF tidak berpengaruh terhadap aktivitas harian biasa
- 2b (sedang) jika pasien merasakan gejala namun tidak berhubungan
dengan AF
- 3 (Berat) jika aktivitas sehari-hari terpengaruh oleh gejala yang
berkaitan dengan AF
- 4 (disabling) jika aktivitas normal sehari-hari tidak dapat dilakukan
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik selalu dimulai dengan pemeriksaan jalan
napas(airway), pernapasan (breathing), dan sirkulasi (circulation) serta tanda-
tanda vital untuk mengarahkan tindak lanjut terhadap AF.
3. Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
- Darah lengkap (anemia, infeksi)
- Elektrolit, ureum, kreatinin serum (gangguan elektrolit atau gagal
ginjal)
- Enzim jantung seperti CKMB dan troponin (bila infark miokard
sebagai pencetus AF)
- Peptida natriuetik memiliki asosiasi dengan AF. Kadar peptida
natriuetik dalam plasma meningkat pada AF paroksismal maupun

41
persisten dan menurun kembali dengan cepat setelah restorasi irama
sinus.
- Kadar digoxin (evaluasi level subterapeutik atau toksisitas)
• EKG
- Interval R-R ireguler, tidak ada gelombang P, interval antara 2
aktivasi atrium jika terlihat >200 ms atau >300 laju permenit (200 ms
= 5 kotak kecil)
• Foto thorax
Pemeriksaan foto thorax biasanya normal, tetapi kadang-kadang dapat
ditemukan bukti gagal jantung atau tanda patologi parenkim atau vaskular
paru.
• ECC
ECC transtorakal untuk menilai fungsi sistolik jantung, kelainan
katup, atau gangguan diastolik yang mendasari fibrilasi atrium dan untuk
mendeteksi trombus.
I. Penatalaksanaan[25]
• Anti trombotik untuk pencegahan stroke
- Pilihan obat : warfarin dengan target INR 2.0-3.0
• Kendali laju fase akut
Diberikan obat yang dapat mengontrol respon ventrikel : obat beta
bloker/penghambat kanal kalsium golongan non-dihydropyridine.
• Pengendalian irama jantung
- Pasien dengan hemodinamik tidak stabil akibat AF harus segera dilakukan
kardioversi elektrik untuk mengembalikan irama sinus.
- Pasien yang masih simptomatik dengan gangguan hemodinamik
meskipun strategi laju kendali telah optimal, dapat dilakukan kardioversi
farmakologis dengan obat antiaritmia IV atau elektrik. Obat IV untuk
kardioversi farmakologis yang tersedia adalah amiodaron dengan dosis
awal IV 5-7 mg/kgBB selama 1-2 jam dilanjutkan dosis follow up 50
mg/jam hingga maksimal 1 g dalam 24 jam.

42
J. Komplikasi[26]
Peningkatan stroke, TIA, gagal jantung, infark miokard.
K. Prognosis[26]
Prognosis AF dengan komplikasi ialah kurang baik. Tetapi jika pasien patuh
berobat dan kontrol rutin, maka dapat menurunkan risiko terserang komplikasi.

2.10.2 Ekstrasistol Ventrikular


A. Definisi
Aritmia ventrikel ditandai dengan munculnya komplek QRS yang lebih cepat
(premature) yang bentuknya abnormal dengan durasi kompleks QRS lebih dari
0,12 detik.[27]
B. Epidemiologi
Kasus VES ini cukup sering ditemukan. Prevelensinya meningkat sesuai usia.
Lebih sering pada laki-laki. Dan juga meningkat pada pasieng gangguan elektrolit
seperti hypokalemia.[27]
C. Etiologi
Munculnya VES berkaitan dengan berbagai stimulus dan dapat diproduksi oleh
stimulasi mekanis, elektrik dan kimiawi pada miokard, seperti: infeksi,
iskemia/inflamasi, hipoksia, pengobatan, electrolyte imbalance, miokard
teregang, atau konsumsi rokok, kafein, atau alkohol berlebihan.[27]
D. Patogenesis
Patofisiologi dasar VES hampir sama dengan ectopic beat lain. Pada sepanjang
sistem konduksi, terdapat sel-sel pacemaker yang secara normal tertekan
automatisitasnya oleh SA node, dimana SA node sebagai satu-satunya sumber
impuls listrik yang mengkoordinasikan semua aktivitas jantung atau disebut
pacemaker utama. Ectopic beats mampu ditekan oleh impuls dari SA node yang
secara intrinsik memiliki firing rate lebih cepat. Tapi jika terjadi peningkatan
automatisitas yang merupakan salah satu mekanisme dari takiartmia, maka suatu
fokus di ventrikel dapat mengeluarkan ectopic beat yang “prematur” dan
mendahului ritme sinus yang seharusnya. Selain peningkatan automatisitas, VES
juga dapat disebabkan oleh mekanisme reentry ataupun afterdepolarization.[27]

43
E. Gejala Klinis[28]
- Berdebar
- Kehilangan denyut (skip pedbeat)
- Nyeri dada
- Denyut yang tiba-tiba terasa keras
- Sesak nafas
- Dizziness /pusing
F. Penegakkan Diagnosis[28]
1. Anamnesis
Pasien dengan ventricular extrasystole sering kali tidak mengalami gejala.
Namun, beberapa pasien dapat mengalami palpitasi, kelelahan, dan pusing. Pasien
dapat merasakan sensasi jantung berhenti sejenak yang kemudian berdebar. Sensasi
ini dapat timbul akibat pause yang diikuti dengan hiperkontraktilitas yang terjadi
setelah denyut ventricular extrasystole.
2. Pemeriksaan fisik
Laju nadi teraba ireguler dengan adanya pause kompensatoar
3. Pemeriksaan Penunjan
- EKG : Muncul sebelum denyut normal yang seharusnya muncul, tidak
- didahului oleh gelombang P, kompleks QRS terlihat abnorml dan memiliki
durasi >120ms, diikuti oleh jeda kompensasi sehingga interval RR antara denyut
normal segera sebelum dan segera setellah denyut ektopik tepak 2x lipat interval
RR normal
- Lab.: Elektrolit, hematologirutin, factor koagulasi, fungsi tiroid, fungsi
ginjal, Hbs Ag, anti HCV dan HIV
- Foto rontgen toraks : dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubung dengan disfungsi ventrikel
- Pemantauan Holter : gambaran EKG 24 jam diperlukan untuk
menentukan letak disaritmia, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
fungsi pacu jantung/efek obat.
- Uji latih jantung dengan beban (TMT)
- Ekokardiografi
- Studi elektrofisiologi

44
G. Penatalaksanaan[28]
Tatalaksana VES sangat tergantung gambaran klinis. Bila tidak ada gangguan
jantung yang mendasari, VES tidak akan menjadi masalah terkait morbiditas dan
mortalitas, dan hampir tidak diperlukan terapi anti-aritmia.18 Selain underlying
heart disease, pengobatan VES juga tergantung gejala. Pada pasien dengan
keluhan yang bermakna, biasanya hingga mengganggu aktivitas sehari-hari,
pengobatan dibutuhkan baik medikamentosa ataupun tindakan invasif. Penyekat
beta merupakan obat lini pertama.
Jika tidak efektif, flecainide, suatu obat anti-aritmia golongan IC menurut
klasifikasi Vaughan-Williams, dapat menjadi pilihan; tetapi harus hati-hati pada
pasien dengan underlying heart disease karena justru berpotensi pro-aritmik.
Terapi medikamentosa lain adalah amiodarone, namun karena efek sampingnya,
obat ini hanya diberikan pada pasien dengan gejala signifikan, terutama pada
pasien dengan gangguan struktur dan fungsi jantung.
H. Prognosis[28]
Prognosis ventricular extrasystole tergantung pada frekuensi VES, penyakit
jantung penyerta, serta gejala yang ditimbulkan oleh VES.

2.10.3 Supraventrikular Takikardia


A. Definisi
Takikardia supraventricular (SVT) merupakan takiaritmia yang berasal dari
sirkuit atau focus yang muncul di atas bundel his dan akan mengakibatkan denyut
jantung melebihi 100 x/menit. SVT dapat terbagi menjadi 2 jenis yaitu AVNRT
(Atrioventrikuler nodus re-entry takikardia) dan AVRT (Atrioventrikuler re-entry
takikardia). Denyut nadi pada pasien takikardia supraventricular (SVT) berkisar
antara 150 x/menit hingga 250 x/menit. Pada kebanyakan SVT, gambaran EKG
kompleks QRS normal dan irama denyut nadi regular.[29]
a. AVNRT adalah takikardia dengan QRS sempit, sangat reguler, dengan laju
jantung berkisar antara 150-240x/mnt. Sebagian besar gelombang Padadi
dalam kompleks QRS. QRS dapat lebar bila dengan aberansi, walaupun
sangat jarang, dapat disertai blok ke ventrikel atau ke atrium.

45
b. AVRT adalah kelainan EKG yang disebabkan oleh adanya jalur aksesori; ditandai
dengan interval PR yang pendek dan gelombang delta pada pasien asimtomatik.
B. Epidemiologi
Takikardia supraventrikuler (SVT) diperkirakan memiliki insiden sebanyak
35 per 100.000 orang/tahun, dengan prevalensi 2.29/1000 orang. Takikardia
reentri nodus atrioventrikuler (AVNRT) merupakan jenis SVT yang paling umum
dijumpai pada orang dewasa (sekitar 50 hingga 60 persen), sedangkan takikardi
reentri atrioventrikuler (AVRT) umumnya dijumpai pada populasi anak-anak dan
pasien dengan sindrom preeksitasi (menyumbang sekiatar 30 persen dari semua
SVT).[29]
Prevalensi TSV pada populasi umum adalah 2,29 per 1.000 orang.2 Di
Amerika, kejadian TSV paroksismal diperkirakan 36 per 100.000 orang per tahun
(disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin), sehingga ada sekitar 89.000 kasus
baru per tahun dan total ada sekitar 570.000 orang dengan TSV paroksismal.2
Pada pasien yang tanpa penyakit kardiovaskular, TSV paroksismal sering muncul
pada usia yang lebih muda dibandingkan pasien dengan penyakit kardiovaskular
(37 vs. 69 tahun; p=0,0002) dan memiliki TSV yang lebih cepat (186 kpm vs.
155 kpm; p=0,0006). Perempuan memiliki risiko TSV dua kali lebih tinggi
dibandingkan pria, dan individu usia >65 tahun memiliki risiko TSV >5 kali lebih
sering daripada orang muda. Prevalensi TSV di Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita berkisar 9% dari seluruh pasien aritmia dan 1,26%-1,42% dari seluruh
jumlah kunjungan rumah sakit. Sampai saat ini data prevalensi TSV pada
populasi umum di Indonesia belum diketahui.[31]
C. Etiologi[32]
- Obat-obatan
- Kafein
- Alkohol
- Stres fisik atau emosional
- Merokok
D. Patomekanisme
Mekanisme reentri merupakan pemicu terjadinya TSV, proses ini dapat

46
diinduksi oleh beberapa faktor penyebab antara lain : hipertiroidisme, kafein,
obat-obatan dan akohol, selain itu dapat juga terjadi pada pasien dengan
riwayat penyakit penyakit infark miokard, miokard, prolaps prolaps katup
mitral, mitral, penyakit penyakit jantung jantung rematik, rematik, perikarditis,
pneumonia, penyakit paru kronis, perikarditis, pneumonia, penyakit paru kronis,
intoksikasi alkohol, dan intoksikasi oksikasi alkohol, dan intoksikasi digoksin.[32]
Mekanisme takiaritmia ada beberapa teori yang menerangkan mekanisme
takiaritmia, yang biasanya dipicu oleh adanya premature beat. Mekanisme ini
tergantung dari peran ion-ion Na, K, Ca, khususnya mengenai fungsi kanal ion,
sehingga berpengaruh terhadap potensial aksi dan juga konduksi elektrisnya.
Gangguan ini dibagi menjadi gangguan fungsi pembentukan impuls (rangsang)
dan gangguan perbanyakan (propagation) impuls. Pembentukan rangsang
bertambah (enhanced impulse formation) yang dapat disebabkan oleh
peningkatan otomatisitas (enhanced automaticity) dan aktivitas pemicu
(triggered activity).[33]
E. Gejala Klinis[28]
- Berdebar
- Dizziness
- Awitan dan terminasi mendadak
- Near syncope/ syncope
F. Penegakkan Diagnosis[28]
• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik :
- Laju nadi teraba cepat dan regular
- Tanda-tanda hipoperfusi (akral dingin, pucat) (tidak selalu)
• Pemeriksaan Penunjang :
a. Elektrokardiografi (EKG)
b. Laboratorium darah: hematologi rutin, factor koagulasi, fungsi tiroid, HbsAg,
HCV, HIV, fungsi ginjal
c. Ekokardiografi
d. Foto rontgen toraks

47
e. Holter monitoring
f. Elektrofisiologi
G. Penatalaksanaan[32]
• Pada keadaan akut
a. Manuver valsava
b. Adenosin i.v. (obat pilihan utama): ATP 10mg–20mg
c. Verapamil i.v.: 2,5–5 mg perlahan; q 3x (bila tidak ada gagal jantung)
d. Diltiazemiv: 0,25-0,35 mg/kg (bila tidak ada gagal jantung)
e. Digitalis i.v.: 0,5mg
f. Metoprolol iv: 5-15 mg; propranolol 1-2 mg iv, q 4mnt g. Kardioversi
listrik bila hemo dinamik tidak stabil
• Terapi definitif:
AVNRT: ablasi radio frekuensi slow path way dari nodus AV
AVRT: ablasi radio frekuensi jalur aksesori
H. Prognosis
Sebagian besar, pasien dengan paroxysmal SVT memiliki prognosis baik
dengan pengobatan. Pada pasien dengan SVT yang timbul karena kerusakan
struktural pada jantung, prognosisnya bergantung pada tingkat keparahan, tetapi
pada orang sehat tanpa cacat struktural, prognosisnya sangat baik. Wanita hamil
yang mengalami SVT memiliki risiko kematian yang sedikit lebih tinggi jika ada
kelainan jantung yang tidak ditangani.[32]

2.11 Integrasi Keislaman

(QS. An-Nahl 16: Ayat 114)

"Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid,
makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 31)

48
Ayat tersebut memiliki makna Allah SWT memerintahkan hamba-Nya agar senantiasa
makan dan minum yang baik dan tidak berlebihan. Banyak faktor resiko dari penyakit sistem
kardiovaskular yang timbul akibat gaya hidup seseorang termasuk makan dan minumnya
yang kurang baik. Misalnya seseorang yang sering makan sesuatu yang sebenarnya adalah
pantangan bagi kondisi kesehatan mereka. Berlebih-lebihan merupakan salah satu perbuatan
syetan yang sudah seharusnya kita jauhi, karena Allah SWT tidak menyukai hamba-Nya
yang berlebih- lebihan baik itu dalam makan ataupun minum.
Disamping itu, ada ayat yang memberikan solusi ketenangan dan penghilang kesusahan
yang hakiki.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat)
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).
Berdebar-debar dapat disebabkan oleh faktor psikis maupun non psikis. Faktor psikis
antara lain cemas, stress, mudah emosi dan panik menyebabkan seseorang tidak dapat
mengontrol dirinya diikuti dengan jantung yang berdebar-debar. Dari ayat ini, disampaikan
bahwa berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala segala kegalauan dan kegundahan dalam
hati mereka akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan kesenangan. Bahkan, tidak
ada sesuatupun yang lebih besar mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan bagi hati
manusia melebihi berzikir kepada Allah SWT.

49
BAB III
PENUTUP

3.1 Tabel Diagnosa Banding


Kata Kunci Fibrilasi Atrial Ekstrasistol Supraventikular
Ventrikular Takikardia

Laki-laki + + +
(L > P)
62 tahun + + +
(paling banyak pada (prevelensi meningkat
usia > 50 tahun) seiring pada
bertambahnya usia)
Berdebar-debar + + +
(salah satu gejala esv)
Onset 1 bulan + + +

Memberat saat + + +
beraktifitas
TD : 120/80 mmHg + +/- +

Denyut nadi 130 + + +


bpm
Denyut ireguler + + -
Khas pada fibrilasi (regular)
atrial

3.2 Kesimpulan
Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan pada PBL pertemuan satu dan dua modul
beringus, kami mendapatkan beberapa diagnosa banding yang tercantum dalam tabel diatas.
Dalam kasus atau skenario ini, berdasarkan tabel diagnosis banding yang telah kami tentukan,

50
kami memilih pendekatan diagnosis mengarah ke Atrial Fibrilasi. Untuk menegakkan
diagnosis kasus lebih jelas, dibutuhkan adanya anamnesis yang lebih mendalam disertai
dengan pemeriksaan lebih lanjut.

3.3 Saran
Untuk diskusi PBL berikutnya, diharapkan mahasiswa dapat lebih aktif lagi dan lebih
memahami materi yang diberikan agar diskusi dapat berjalan dengan baik. Mahasiswa juga
diharapkan kedepannya saat memaparkan jawaban atau pendapatnya agar dapat menyertai
dengan sumber yang jelas dan terpercaya.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. Ricarhd L Drake, Wayne Vogl. Adam W M Mitchell. Gray’s Anatomy:Anatomy of the Human
Body. Elsevier.2014
2. V. P. Eroschenko. Atlas Histologi Difiore: Dengan Korelasi Fungsional. Ed. 11. Ed. D.
Dharmawan and N.Yesdelita. Eds. Jakarta: EGC. 2010
3. Gartner L.P. James L.H. Buku Ajar Berwarna Histologi. Ed.3. Philadelphia. Elseivier Saunder.
2007.
4. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Ed. 8. Jakarta: EGC.
5. Yuniadi, yoga. 2017.Mengatasi Aritmia, Mencegah Kematian Mendadak.vol.5.no 3.
Departemen kardiologi dan kedokteran vascular.
6. Rachman AM. Mekanisme dan Klasifikasi Aritmia. In: setiati S, Idrus A, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta :
Interna publishing; 2017: 1336-1358
7. Suyono, S. (2006). Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
8. Halimuddin. Tekanan Darah Dengan Kejadian Infark Pasien Acute Coronary Syndrome. Idea
Nursing Journal. 2016; VII(3).
9. Kurdanti W. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Obesitas Pada Remaja. Jurnal Gizi
Klinik Indonesia. 2015 April; XI(04).
10. Yahya AF. Menaklukkan Pembunuh No.1 : Mencegah dan Mengatasi Penyakit Jantung
Koroner Secara Tepat Bandung: PT Mirzan Pustaka; 2010.
11. Febriani D, Yunus F, Antariksa Budhi , Andrianto H. Hubungan Obstructive Sleep Apnea
dengan Kardiovaskular. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2011 Maret; 1(32).
12. Budiman. Hubungan Dislipidemia, Hipertensi dan Diabetes Melitus Dengank Kejadian Infark
Miokard Akut. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 2015 Oktober; XI(1): p. 35.
13. Widjaja D K. Gangguan Irama Jantung. Universitas Diponegoro. 2017.
14. Handayani G, Lintong Firansiska, Rumampuk F J. Jurnal e-Biomedik. Pengaruh Aktivitas
berlari Terhadap Tekanan Darah dan Suhu Pada Pria Dewasa Normal. V.4.No.1. 2016.

52
15. Abdurrahma AS. Efek Adrenalin Terhadap Kerja Jantung. Jurnal entropi. 2015 ; 10 (1) Jurnal
entropi. 2015 ; 10 (1) : 961-1080
16. Sherwood LZ. Fisiologi Manusia dari sel ke system. Edisi . Jakarta :EGC.2014.
17. Putra, Bagus Fitriadi Kurnia. Fibrilasi Atrium pada Hipertiroid. Cermin Dunia Kedokteran.
44.9 (2017): 619-621.
18. Rampengan Starry. 2014. Buku Praktis Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
19. PERKI. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut. 2017. Jakarta: PERKI 2019
20. Braunwald E, Zipes DP, Libby P, Bonow RO, et al. Braunwald’s Heart Disease A Textbook
Of Cardiovascular Medicine. Ed 11. Philadelphia: Elsevier. 2019
21. Lakhsmi, bety.L. fadjar herianto. 2018. Jurnal SOLMA. Komunikasi informasi edukasi
penyakit jantung pada remaja obesitas. Vol. 07, no 1, universitas muhammadiyah Jakarta
timur, Indonesia.
22. Andrianto,dkk. Buku Ajar Kegawatdaruratan Kardiovaskular.Ed 1.Surabaya: AUP,2019
23. Effendi. Tatalaksana Fibrilasi Atrium. CDK. Vol 44 No 2.2017
24. PERKI. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium Nonvalvular. Ed 2. Jakarta: PT. Reans
Medical International. 2019
25. Yuniadi Y, Hermanto DY, Rajahoe AU. Buku Ajar Kardiovaskular Jilid I dan II. Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK UI. Jakarta: Sagung Seto. 2017
26. Staerk L, Seres JA, Ko D, et al. Atrial Fibrilation: Epidemiology, Pathophysiology, and
Clinical Outcomes. Circ Res. 2017; 120(9): 1501-1517
27. Halim,R.A, Rizky ,F. Frequent Ventricular Extrasystoles. Cermin Dunia Kedokteran. Vol.45, No.10:
2018.
28. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Praktik Klinis (PPK) dan
Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. 2016.
29. Sunata Andri, Vincent Agustinus. Takikardia Reentri Atrioventrikuler Ortodromik Terkait Sindrom
Wolff-Parkinson-White. Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan: April 2020; 3(2).
30. Patti L, Ashurst JV. Supraventricular Tachycardia. Statpearls Publishing. August 10: 2020.
31. Raharjo S B, dkk. Pedoman Tatalaksana Takiaritmia Supraventrikular (TaSuV). Indonesian Journal of
Cardiology. April-Juni 2017 : 38(2).
32. Patti L, Ashurst JV. Supraventricular Tachycardia. Statpearls Publishing. August 10: 2020.
33. Makmun L H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid II. 2016.
53

Anda mungkin juga menyukai