Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum Patologi Klinik

Analisis Sperma

KELOMPOK 9B :
Aisy Savira Anizar G1A117115
Resty Tri Arini G1A117116
Almas Dwi Anggena G1A117118
Tiara Jelita G1A117119
Gita Safitri Amalia G1A117120
Brilianti Viapita G1A117104
Bayu Aji Pamungkas G1A117124

Dosen Pengampu : dr. Hiratna, Sp.PK

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

I. Judul Praktikum
Analisis Sperma

II. Tanggal Praktikum


Senin, 27 Januari 2020

III. Tujuan Praktikum


1. Mengetahui analisis sperma pada manusia, baik secara makroskopis dan
mikroskopis.
2. Mampu membedakan sperma yang normal dan abnormal.

IV. Dasar Teori


Semen, yang diejakulasikan selama aktivitas seksual pria, terdiri atas
cairan dan sperma yang berasal dari vas deferens (kira-kira 10% dari
keseluruhan semen), cairan dari vesikula seminalis (kira-kira 60%), cairan dari
kelenjar prostat (kira-kira 30%), dan sejumlah kecil cairan dari kelenjar mukosa,
terutama kelenjar bulbouretralis. Jadi, bagian terbesar semen adalah cairan
vesikula seminalis, yang merupakan cairan terakhir yang diejakulasikan dan
berfungsi untuk mendorong sperma keluar dari duktus ejakulatorius dan uretra.
pH rata-rata dari campuran semen mendekati 7,5 cairan prostat yang bersifat
basa menetralkan keasaman yang ringan dari bagian semen lainnya. Cairan
prostat membuat semen terlihat seperti susu, sementara cairan dari vesikula
seminalis dan dari kelenjar mukosa membuat semen menjadi agak kental. Juga,
enzim pembeku dari cairan prostat menyebabkan fibrinogen cairan vesikula
seminalis membentuk koagulum yang lemah, yang mempertahankan semen
dalam daerah vagina yang lebih dalam, tempat serviks uterus. Koagulum
kemudian dilarutkan 15 sampai 20 menit kemudian karena lisis oleh fibrilosin
yang dibentuk dari profibrinolisin prostat. Pada menit pertama setelh ejakulasi,
sperma masih tetap tidak bergerak, mungkin karena viskositas dari koagulum.
Sewaktu koagulum dilarutkan, sperma secara simultan menjadi sangat motil.
(Guyton, 1997)
Walaupun sperma daat hidup untuk beberapa minggu dalam duktus
genetalia pria, sekali sperma diejakulasikan ke dalam semen, jangka waktu
hidup maksimal sperma hanya 24 sampai 48 jam pada suhu tubuh. Akan tetapi,
pada suhu lebih rendah, semen dapat disimpan untuk beberapa minggu; dan
ketika dibekukan pada suhu di bawah -100oC, sperma dapat disimpan sampai
bertahun-tahun. (Guyton, 1997)
Pemeriksaan analisis semen dikerjakan pada pasien varikokel atau
infertilitas pria untuk membantu diagnosis atau mengikuti perkembangan hasil
pasca terapi atau pasca operasi infertilitas pria. Pada analisis disebutkan tentang
volume ejakulat, jumlah sperma, motilitas, dan morfologi sperma. Di samping
itu perlu dinilai kemungkinan adanya leukosit, sel-sel darah merah, dan kadar
fruktosa yang rendah untuk menilai kemungkinan terjadinya penyakit-penyakit
pada gnetalia pria. (Purnomo, 2007)
Analisa semen dilakukan untuk menentukan seorang pria fertil atau
infertil. Semen yang diperiksa harus dari seluruh ejakulat. Abstinensia
merupakan faktor yang penting, dan yang terbaik ialah sekitar 3-4 hari. (Yatim,
1982)
Paling baik jika semen diperiksa selambatnya sejam setelah ejakulasi.
Jika sampel masih dipakai lebih dari 4 jam setelah ejakulasi agar disimpan
dalam lemari es, dan untuk memeriksanya kembali harus ditaruh dulu dalam
suhu kamar. Yang dianalisa antara lain:
1. Bau
Baunya khas, tajam, dan tidak busuk. Bau berasal dari oksidasi
spermin yang dihasilkan prostat. Jika tidak ada bau khas semen, prostat tidak
aktif atau mengalami gangguan. Mungkin gangguan itu pada saluran atau
kelenjar sendiri. Bau busuk oleh adanya infeksi.
2. Warna
Normalnya berwarna putih kelabu atau seperti lem kanji. Jika agak
lama abstinensi menjadi kekuningan. Jika putih atau kuning tandanya
banyak leukosit, yang mungkin oleh adanya infeksi pada genitalia. Beberapa
macam obat, seperti antibiotika, dapat mewarnai semen.
3. Volume
Berdasarkan volume, dapat digolongkan menjadi :
a. Aspermia : 0 ml
b. Hypospermia : < 1 ml
c. Normospermia : 1-6 ml
d. Hyperspermia : > 6 ml
Rata-rata volume ejakulasi itu 2,5-3,5 ml. Hypospermia dapat terjadi
oleh beberapa hal, yaitu sampel tumpah waktu ditampung atau diangkut,
gangguan patologis dan genetis pada genitalia vesikula seminalis tidak ada
atau tidak berfungsi, dan gangguan hormonal atau karena radang kelenjar.
Sedangkan hiperspermia dapat terjadi karena abstinensi terlalu lama ataupun
karena kelenjar kelamin terlalu aktif.
4. Likuefaksi
Pengenceran atau likuefaksi terjadi pada semen normal 15-20 menit
post-ejakulasi. Kalau semen tidak mengencer, ini berarti ada gangguan pada
prostat yang menghasilkan zat pengencer itu (seminin). Orang tersebut
sering kurang fertil (subfertil).
5. Viskositas
Kekentalan semen diperiksa dengan alat yang disebut viskometer.
Secara sederhana dapat dilakukan, dengan jalan mencelupkan batang kaca
ke obyak yang telah ditetesi semen, diangkat pelan, diukur tinggi benang
yang terjadi antara batang kaca dan obyek samapai batas putus. Viskositas
normal jika panjang benang 3-5 cm.
Jika semen terlalu kental (> 5 cm), berarti kurang enzim likuifaksi dari
prostat. Terlalu encer (< 3 cm), karena zat koagulasi yang dihasilkan
vesikula seminalis etrlalu sedikit, atau enzim pengencaran dari prostat terlalu
banyak.
6. pH
Semen diteteskan dengan batang kaca pada kertas pH berukuran warna
petunjuk. pH normal adalah 7,2- 7,8. Jika pH > 8 menunjukkan adanya
radang akut kelenjar kelamin atau epididimitis. pH < 7,2 menunjukkan
adanya penyakit kronis pada kelenjar atau epididimis. Jika pH rendah sekali
menunjukka adanya gangguan atau aplasia pada vesikula seminalis atau
ductus ejaculatorius. pH dapat berubah 1 jam sesudah ejakulasi. Oleh karena
itu, harus dilakukan pengukuran sebelum 1 jam.
7. Konsentrasi
Konsentrasi atau jumlah spermatozoa/ ml semen, dihitung dengan
hemositometer Neubauer. Berdasarkan konsentrasinya, dapat digolongkan
sebagai berikut:
a. Polyzoospermia : > 250 juta/ ml
b. Normozoospermia : 40-200 juta/ ml
c. Oligospermia : 40 juta/ ml
d. Azoospermia : 0/ ml
Menurut Rehan et all. (1975) konsentrasi itu 8,1 ± 57 SD juta dengan
range 4-318 juta/ ml. Sedangkan menurut Smith et all. (1978) konsentrasi itu
70 ± 65 SD juta/ ml dengan range 0,1-600 juta/ ml.
Jumlah semen yang biasanya diejakulasikan pada setiap koitus rata-
rata adalah 3,5 mililiter, dan setiap mililiter semen mengandung rata-rata
120 juta sperma, walaupun bahkan pada orang “normal” jumlah ini dapat
bervariasi dari 35-200 juta. Hal ini berarti bahwa rata-rata total dari 400 juta
sperma biasanya terdapat dalam setiap ejakulasi. Ketika jumlah sperma
dalam setiap mililiter turun kira-kira di bawah 20 juta, orang tersebut
sepertinya hampir mengalami infertilitas. (Guyton and Hall. 1997. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC)
8. Motilitas
Jumlah yang bergerak maju ialah jumlah spermatozoa semuadikurang
jumlah yang mati. Dianggap normal jika motil maju > 40%. Menurut Rehan
et all. (1975) yang normal % motilnya ialah 63 ± 16 SD, dengan range 10-
95%. Menurut WHO, normal apabila motilitas 60 menit setelah ejakulasi >
50% dengan gerakan ke depan. (Llewellyn dan Jones, 2001)
Ada orang dengan spermatozoa lemah sekali majunya, disebut
asthenozoospermia. Jika hampir semua sperma yang diperiksa nampak mati
dan tidak bergerak, disebut necrozoospermia. Berarti orang tersebut infertil.
Namun, laporan terakhir menunjukkan bahwa sperma yang tidak bergerak
belum menunjukkan mati. Mungkin ada suatu zat cytotoxic atau antibodi
yang menyebabkan tidak bergerak. (Yatim, 1982)
9. Morfologi
Semen diwarnai dengan Giemsa, dilihat dengan mikroskop
pembesaran 450X atau 1000X. Dihitung sebanyak 200 spermatozoa dan
dibedakan dengan yang normal, dengan yang abnormal. Semen dianggap
normal jika jumlah abnormal hanya 30-40%. Jika > 40% disebut
teratozoospermia. Jika > 50% infertil, meskipun konsentrasi normal (Yatim,
1982). Menurut WHO, uji semen dikatakan normal apabila morfologi
normal sperma > 50%. (Llewellyn dan Jones, 2001)
Bentuk abnormal antara lain disebabkan oleh penyakit alergi, ejakulasi
terlalu sering, gangguan pada epididimis, stres psikis atau fisik, gangguan
hormonal, dan gangguan saraf. (Yatim, 1982)
10. B-hCG
Menentukan keberadaan hormon human chorionic gonadotropin (hCG)
dalam urin dengan mempergunakan teknik imunologik untuk tes kehamilan.

V. Alat dan Bahan


1. Alat :
a. mikroskop
b. pipet tetes
c. gelas/tabung ukur kaca
d. objek glass
e. cover glass
f. pipet leukosit
g. bilik hitung Neubauer Improved (NI)
h. Wadah penampung urin
i. Test pack
2. Bahan :
a. semen
b. NaCl fisiologis
c. aquadest
d. larutan fikasasi etanol 95% : eter ( 1: 1)
j. cat Giemsa
k. Urin ibu hamil
VI. Cara kerja
Pengumpulan bahan
1. Sediaan semen diambil setelah abstinensia minimal 48 jam sampai maksimal
7 hari dengan cara masturbasi
2. Sediaan semen idealnya dikeluarkan dalam kamar yang tenang dalam
laboratorium. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka sediaan harus
dikirim ke laboratorium dalam waktu maksimal 1 jam sejak dikeluarkan
3. Sediaan semen dimasukkan ke dalam botol/gelas kaca bermulut lebar, yang
ditulisi identitas penderita, tanggal pengumpulan dan lamanya abstinensia
4. Sediaan semen dikirim ke laboratorium pada suhu 20-400C.

Pemeriksaan makroskopis
1. Warna
Normal : berwarna putih kelabu homogen, kadangkala didapatkan butiran
seperti jeli yang tidak mencair.
Abnormal : Jernih menandakan jumlah sperma sangat sedikit
Merah kecoklatan  adanya sel darah merah
Kuning  pada penderita ikterus atau minum vitamin.
2. Bau
Normal : bau khas seperti bunga akasia
Abnoramal : bau busuk  infeksi.
3. Likuefaksi (mencairnya semen)
Sediaan diamati pada suhu kamar dan dicatat waktu pencairan.
Normal : mencair dalam 60 menit, rata-rata ± 15 menit.
4. Volume
Diukur dengan tabung/gelas ukur dari kaca.
Normal : > 2 ml.
5. Konsistensi
Cara :
a) Sampel diambil dengan pipet atau ujung jarum, kemudian biarkan
menetes.
b) Amati benang yang terbentuk dan sisa ampel di ujung pipet/jarum.
Normal : benang yang terbentuk < 2 cm atau sisa sampel di ujung
pipet/jarum hanya sedikit.
6. pH
Cara :
a) Teteskan sampel pada kertas pH meter.
b) Bacalah hasilnya setelah 30 detik dengan membandingkan dengan kertas
standar.
Normal : pH 7,2 – 7,8
Abnormal : pH > 7,8  infeksi
pH < 7  pada semen azoospermia, perlu dipikirkan
kemungkinan disgenesis vas deferens, vesika
seminal, atau epididimis.
Pemeriksaan mikroskopis
1. Pemeriksaan estimasi jumlah sperma
Cara :
a. Teteskan 1 tetes sampel ke objek glass, kemudian tutup dengan cover
glass.
b. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa
objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya minimal.
Pemeriksaan dilakukan pada beberapa lapang pandang, pada suhu
kamar.
c. Jumlah rata-rata sperma yang didapat dikalikan dengan 106.
d. Jumlah rata-rata sperma yang didapat, juga digunakan sebagai dasar
pengenceran saat penghitungan dengan bilik hitung Neubauer Improved.
Tabel 1. Pengenceran berdasarkan estimasi jumlah sperma
Jumlah sperma / lapang pandang Pengenceran
(400x)
< 15 1:5
15 - 40 1 : 10
40 - 200 1 : 20
> 200 1 : 50
2. Motilitas sperma
Cara :
a. Teteskan 1 tetes (10 - 15 mikroliter) sampel ke objek glass, kemudian
tutup dengan cover glass.
b. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa
objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya minimal.
c. Pemeriksaan dilakukan dalam 4 -6 lapang pandang pada 200 sperma,
pada suhu kamar (180 - 240 C).
d. Kecepatan gerak sperma normal adalah : 5 kali panjang kepala sperma
atau setengah kali panjang ekor sperma atau ± 25 μm/detik.
e. Dilihat gerakan sperma dan diklasifikasikan sebagai berikut :
(a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka.
(b) jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus.
(c) jika tidak bergerak maju.
(d) jika sperma tidak bergerak.
a. Lakukan pemeriksaan ulangan dengan tetesan sperma kedua
b. Hasil

3. Morfologi sperma
Cara :
a. Teteskan 1 tetes (10 - 15 mikroliter) sampel ke salah satu ujung objek
glass.
b. Dengan objek glass kedua, dibuat apusan sampel seperti terlihat pada
gambar.
c. Sediaan dikeringkan di udara, selanjutnya difiksasi dengan etanol 95% :
eter (1 : 1), biarkan sediaan kering.
d. Kemudian cat dengan Giemsa selama 30 menit, bilas dengan air bersih,
keringkan dan preparat siap diperiksa.
e. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa
objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya minimal.
f. Pemeriksaan morfologi dilakukan pada 200 sperma meliputi kepala,
leher dan ekor, kemudian hasil yang didapat dibuat persentase.
Sperma Normal abnormal
kepala leher ekor
1
2 ...dst
200

Gambar 1. Sperma
normal :
Gambar 2. Sperma abnormal

4. Pemeriksaan elemen bukan sperma


Cara :
a. Dilakukan penghitungan sel selain sperma seperti leukosit, sel epitel
gepeng dan sel lain yang ditemukan. Pengitungan dilakukan dalam 100
sperma ditemukan berapa sel lain selain sperma
b. Penghitungan :
C=NxS C : jumlah sel dalam juta / ml
100 N : jumlah sel yang dihitung dalam 100 sperma
S : jumlah sperma dalam juta / ml
5. Pemeriksaan hitung jumlah sperma
Cara :
a. Siapkan hemositometer (pipet leukosit dan Bilik hitung NI)
b. Pasang bilik hitung NI dibawah miroskop dengan pembesaran 100x atau
400x, cari kotak hitung seperti terlihat dalam gambar.

Gambar 3. Kotak dalam bilik hitung NI

c. Penghitungan dilakukan di kotak tengah yang terdiri dari 25 kotak


sedang yang masing-masing didalamnya terbagi lagi menjadi 16 kotak
kecil.
d. Hisap semen sampai angka 0,5, kemudian hisap pengencer
aquadest/NaCl fisiologis sampai angka 11  digunakan pengenceran 1 :
20. (Pengenceran lain dapat digunakan sesuai Tabel 1. Pengenceran
berdasarkan estimasi jumlah sperma).
e. Jumlah kotak sedang yang harus dihitung berdasar jumlah sperma yang
ditemukan :
1) jumlah sperma dalam 1 kotak sedang < 10  hitung 25 kotak.
2) jumlah sperma dalam 1 kotak sedang 10-40  hitung 10 kotak.
3) jumlah sperma dalam 1 kotak sedang > 40  hitung 5 kotak.
f. Buatlah rata-rata jumlah sperma.
g. Selanjutnya hitunglah jumlah sperma dan faktor koreksinya dengan
aturan seperti tertera dalam tabel 2.
Tabel 2. Jumlah penghitungan kotak dan faktor koreksi jumlah sperma
Pengenceran Jumlah kotak sedang yang dihitung
25 10 5
Faktor koreksi
1 : 10 10 4 2
1 : 20 5 2 1
1 : 50 2 0,8 0,4

Contoh :
Rata-rata ditemukan 50 sperma yang dihitung dalam 5 kotak sedang dengan
pengenceran 1 : 20, maka jumlah sperma adalah :
= 50/1 x 106 = 50 juta / ml
Rata-rata ditemukan 20 sperma yang dihitung dalam 10 kotak sedang
dengan pengenceran 1 : 20, maka jumlah sperma adalah :
= 20/4 x 106 = 5 juta / ml

Pemeriksaan B-hCG
1. Siapkan wadah penampung urin
2. Masukan urin ibu hamil tersebut di wadah penampung
3. Celupkan test pack kedalam wadah berisi urin ibu hamil tersebut selama 5
detik
4. Lihat hasil dari test pack

BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
I. Hasil
Sperma dari probandus diambil pada pukul 14.00, diperiksa pada pukul 14.52.
A. Pemeriksaan makroskopis
1. Warna : putih kelabu
2. Bau : khas
3. Likuefaksi : encer (60 menit)
4. Volume : > 2 ml
5. Konsistensi : < 2 cm (normal)
6. pH :8
B. Pemeriksaan mikroskopis
1. Estimasi jumlah = 100 x 106 spermatozoa /ml = 108 spermatozoa / ml
Pengenceran = 1 : 20
2. Motilitas
Kriteria :
(a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka = 81
(b) jika gerak lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus = 0
(c) jika tidak bergerak maju = 0
(d) jika sperma tidak bergerak = 19
Persentase sperma yang motil = 81/100 x 100 %
= 81 %.
Persentase sperma yang tidak motil = 19/100 x 100 %
= 19 %

85% sperma bergerak cepat dan lurus ke muka


15% gerak sperma lambat dan tidak bergerak

Interpretasi
Motilitas sperma dalam keadaan normal.
Menurut WHO, dikatakan normal apabila motilitas 60 menit setelah ejakulasi >50%
dengan gerakan kedepan.
3. Morfologi
Normal Abnormal
Kepala Leher Ekor
85 8 6 1
Presentase sperma normal = 85/100 x 100% = 85%
Presentase sperma abnormal = 15/100 x 100% =15%

4. Elemen bukan sperma


a. Sel leukosit =2
b. Sel squamous simplex = 1
Jumlah sel yang dihitung dalam 100 sperma = (2+1) sel
= 3 sel
5. Pemeriksaan hitung sperma
Pengukuran awal pada kotak sedang terdapat 26 spermatozoa. Selanjutnya
dilakukan pengukuran terhadap 10 kotak sedang.
26 22 23 27 25
40 12 24 24 20
Jumlah rata-rata pada setiap kotak = 24,3 x 106 spermatozoa/ ml
Pengenceran = 1 : 20
Faktor koreksi =2
Jadi, diperoleh jumlah sperma = 24,3/2 x 106 spermatozoa/ml
= 12,15 x 106 spermatozoa/ml

Interpretasi hasil : oligozoospermia


a. Jumlah spermatozoa/ml = 12,15 x 106 spermatozoa/ml
b. % motilitas spermatozoa yang bergerak baik = 81 %
c. % morfologi spermatozoa normal = 85 %
d. Jumlah elemen bukan sperma
C=NxS
100
= 3 x 1,25 x 106
100
= 36,45 x 104 sel/ml.

6. Urin ibu hamil = muncul dua garis  positif (+)


II. Pembahasan
Paling baik semen diperiksa selambatnya sejam setelah ejakulasi. Analisa
semen dalam pemeriksaan tersebut dilakukan pada saat yang baik, karena diambil
pada pukul 14.00 dan diperiksa pada pukul 14.52. Analisa dilakukan melalui
pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis. Pada pemeriksaan makroskopis
sampel semen berwarna putih kelabu, berbau khas seperti bunga akasia, likuefaksi
encer (60 menit), volume > 2 ml, dan konsistensi < 2 cm, dan pH 8.
Pemeriksaan makroskopis semen yang normal ditunjukkan dengan warna
putih kelabu homogen, kadangkala didapatkan butiran seperti jeli yang tidak
mencair, berbau khas seperti bunga akasia, likuefaksi mencair dalam 60 menit,
volume > 2 ml, konsistensi benang yang terbentuk < 2 cm atau sisa sampel di
ujung pipet/jarum hanya sedikit, pH 7,2 – 7,8. Dari hasil pemeriksaan sperma
sampel, secara makroskopis didapatkan warna, bau, likuefaksi, volume (termasuk
normospermia : 1-6 ml), konsistensi yang normal. pH tidak normal yaitu yang
seharusnya 7,2 – 7,8 didapatkan pH 8. Hal ini dikarenakan jangka waktu
dikeluarkan sperma sampai dilakukan pemeriksaan mempunyai rentang waktu
yang cukup lama, pada penempatan sperma di gelas kaca sedikit tercampur air
sabun sehingga mengubah pH menjadi basa.
Pada pemeriksaan mikroskopis didapatkan :
1. Data estimasi jumlahnya 108 spermatozoa/ ml,
2. Motilitas kategori A = 81%,
Menurut WHO, dikatakan normal jika jumlah sperma yang dalam kategori
A berjumlah > 50%. Jadi, pemeriksaan tersebut menunjukkan hasil yang
normal.
3. Morfologi normal = 85% dan abnormal (kepala = 8, leher = 6, ekor = 1),

Sperma yang normal terdiri dari kepala, leher, dan ekor. Kepala (panjang
4-5 µm dan lebar 2,5-3,5 µm) dilihat dari atas berbentuk lonjong dan pyryform
dilihat dari samping, lebih tebal dekat leher dan menggepeng ke ujung.
Sebagian besar berisi inti, yang kromatinnya sangat terkondensasi. Dua pertiga
bagian depan inti ditutupi akrosom, yang berisi enzim termasuk hialuronidase
untuk menembus dan memasuki ovum. (Yatim,1982)
Leher, bagian penghubung ekor dengan kepala. Tempat melekat ekor ke
kepala disebut implantation fossa. Bagian ekor yang menonjol disebut
capitulum, semacam sendi peluru pada kepala. (Yatim,1982)
Ekor sperma, yang disebut flagellum, memiliki tiga komponen utama : (1)
rangka pusat yang dibentuk dari 11 mikrotubulus, yang secara keseluruhan
disebut aksonema, struktur tersebut serupa dengan silia. (2) membran sel tipis
yang menutupi aksonema. (3) sekelompok mitokondria yang mengelilingi
aksonema pada bagian proksimal ekor (disebut badan ekor). (Yatim,1982)
Sperma yang tidak normal adalah sperma yang mempunyai kelainan
morfologi, diantaranya kelainan kepala yaitu berkepala dua, atau bentuk
kepala yang abnormal. Selain kepala, keadaan abnormal juga bisa terjadi pada
leher dan ekor. Di bawah ini gambar sperma yang tidak normal :
4. Elemen bukan sperma (sel leukosit = 2, epitel squamous simplex = 1),
Sebagian besar semen mengandung sejumlah sel darah putih, tetapi pada
batas yang masih dianggap normal. Elemen bukan sperma yang terdapat
dalam semen tersebut hanya sedikit, yaitu 3 sel di antara 100 spermatozoa.
Berarti keberadaan sel tersebut masih dalam kadar normal.
Sel darah merah bisa terdapat dalam semen apabila terjadi luka pada
saluran reproduksi. Jumlah sel darah putih yang meningkat dalam semen juga
dapat dijadikan suatu indikator terjadinya infeksi.
5. Pemeriksaan hitung sperma yaitu 12,15 x 106 spermatozoa/ml.
Jumlah rata-rata spermatozoa dari 10 kotak sedang yang terdapat pada
bilik hitung Neubauer Imprived adalah 243.000.000 spermatozoa/ml.
Pengenceran yang dilakukan 1 : 20, maka faktor koreksinya 2. Jadi, jumlah
sperma adalah 24,3/2 x 106 spermatozoa/ml = 12,15 x 106 spermatozoa/ml
Jumlah spermatozoa termasuk dalam oligospermia karena jumlahnya < 20
juta.
BAB III
KESIMPULAN

1. Semen probandus berbau bunga akasia (normal), warnanya putih kelabu


homogen (normal), likuefaksi + 1 jam (normal), volume > 2 ml (normal),
konsistensi benang yang terbentuk < 2 cm (normal) dan pH 8 (abnormal, yang
dikarenakan penempatan sperma di gelas kaca sedikit tercampur air sabun
sehingga mengubah pH menjadi basa).
2. Hasil pemeriksaan estimasi jumlah sperma adalah 10 spermatozoa/ ml.
3. Pemeriksaan motilitas sperma didapatkan hasil 81 %
4. Hasil pemeriksaan morfologi sperma 85 % morfologi normal, 8 % morfologi
abnormal kepala, 6 % morfologi abnormal leher, dan 1% morfologi abnormal
ekor.
5. Hasil pemeriksaan elemen bukan sperma ada 36,45 x 104 sel/ml
6. Hasil pemeriksaan hitung jumlah sperma adalah 12,15 x 106 / ml
7. Hasil interpretasi analisis sperma pada probandus menunjukkan
oligozoospermia karena jumlah sperma < 20 juta/ml, persentasi motil sperma >
50 % dan persentasi morfologi sperma > 50%.

Anda mungkin juga menyukai