Oleh :
G1A015085
G1A015086
Dicky Prasetyo
G1A015087
G1A015088
G1A015089
G1A015090
Dosen Pembimbing :
dr. Tri Lestari
LEMBAR PENGESAHAN
Analisis Sperma
Oleh :
G1A015085
G1A015086
Dicky Prasetyo
G1A015087
G1A015088
G1A015089
G1A015090
Mei 2016
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemeriksaan Makroskopis Sperma
1. Warna
Sperma umumnya berwarna putih keabuan. Jika air mani berwarna
kemerahan, maka diperlukan pemeriksaan lanjutan oleh dokter untuk
menentukan penyebab dari warna kemerahan tersebut. Salah satu penyebab
warna kemerahan dari sperma adalah adanya darah pada sperma, yang dapat
disebabkan oleh sumbatan saluran kencing atau infeksi. Sedangkan jika warna
sperma menjadi kuning, bisa jadi disebabkan oleh infeksi di saluran kencing
(Lidyana et al, 2013).
2. Bau
Cairan sperma yang normal berbau seperti daun akasia. Jika sperma
Anda menjadi berbau amis, maka perlu diwaspadai adanya infeksi pada
saluran kencing, prostat atau struktur lain sepanjang saluran kencing (Lidyana
et al, 2013).
3. Likuefaksi
Likuefaksi dicek 20 menit setelah ejakulasi (setelah dikeluarkan). Bila
setelah 20 menit belum homogen berarti kelenjar prostat ada gangguan
(semininnya jelek). Bila sperma yang baru diterima langsung encer mungkin :
Tak mempunyai coagulum oleh karena saluran pada kelenjar vesica seminalis
buntu ataumemang tak mempunyai vesika seminalis (Wein et al, 2012).
4. Volume
Menurut WHO, volume standar normal (2-5 mL). Apabila dibawah 2ml
disebabkan pendonor sperma saat melakukan ejakulasi dalam kondisi tegang,
sehingga menyebabkan semen yang dikeluarkan dalam jumlah sedikit. Cairan
sperma yang baik adalah sperma yang kental dan tidak cair. Jika sperma yang
keluar kurang dari 1,5 cc maka volume sperma sedikit dan membuat ejakulasi
menjadi kering (Lidyana et al, 2013).
5. Konsistensi
tentukan estimasi jumlah agar nanti saat pengenceran tidak keliru dalam
mengambil sampel dan larutannya (Lidyana et al, 2013).
2. Motilitas sperma
Motilitas dikenali sebagai prediktor yang terpenting dalam aspek
fungsional spermatozoa. Motilitas sperma merupakan refleksi perkembangan
normal dan kematangan spermatozoa dalam epididimis. Menurut WHO tahun
2010, motilitas spermatozoa dikelompokkan menjadi sebagai berikut (WHO,
2010) :
Sedangkan ekor berfungsi untuk bergerak maju, panjang ekor sekitar 10 kali
bagian kepala (Schill et al, 2006).
Urutan pertumbuhan sperma (spermatogenesis) adalah sebagai berikut:
spermatogonium (membelah 2), spermatosit pertama (membelah 2),
spermatosit kedua (membelah 2), spermatid dan tumbuh menjadi spermatozoa
(sperma).Pada pria dewasa normal, proses spermatogenesis terus berlangsung
sepanjang hidup, walaupun kualitas dan kuantitasnya makin menurun dengan
bertambahnya usia (Schill et al, 2006).
Morfologi.
Adapun faktor yang mempengaruhi daripada perubahan morfologi
adalah fungsi testis, makin banyak kepala normal berarti fungsi tesis baik.
Penelitian Wibisono (1997) mendapatkan korelasi antara bentuk-bentuk
kepala mikro, makro, taper, kelainan bentuk akrosom dan atau gabungannya
berkaitan dengan adanya varikokel (salah satu penyebab infertilitas pada pria
yang terbesar dan dapat dideteksi dan yg dapat diperbaiki).Pria dengan
konsentrasi sperma > 20 juta/ml, tetapi abnormal pada motilitas dan atau
morfologi disebabkan oleh penyebab yang diketahui seperti : varikokel,
infeksi kelenjar aksesori atau kogenital akan mempunyai kemungkinan
kehamilan alami pada pasangan 40 % lebih rendah daripada penyebab yang
tidak diketahui (idiopatik asteno- dan atau teratozoospermia) (Schill et al,
2006).
4. Pemeriksaan elemen bukan sperma
Kehadiran sel non-sperma pada semen dapat mengindikasikan
kerusakan testis (sel germ belum matang), patologi dari duktus eferen (jumbai
silia) atau peradangan pada kelenjar aksesori (leukosit). Jumlah sel nonsperma pada semen (sel epitel, "round cells" (germ sel dan leukosit) atau
kepala dan ekor sperma terisolasi) dapat diperkirakan xed wet preparations
dengan menggunakan hemositometer pada cara yang sama seperti untuk
spermatozoa. Namun, semen yang telah diencerkan secara memadai untuk
menghitung spermatozoa biasanya akan terlalu encer untuk estimasi akurat
dari sel non-sperma, kecuali dengan adanya konsentrasi yang tinggi.
Prevalensi round cells relatif terhadap spermatozoa dapat dinilainya dari slide.
Atau, konsentrasinya dapat dinilai selama estimasi sel peroksidase-positif.
Jumlah sel bundar ejakulasi dapat mencerminkan beratnya kondisi inflamasi
atau spermatogenik. Ini diperoleh dengan mengalikan konsentrasi sel bulat
oleh volume seluruh ejakulasi (WHO, 2010).
Konsentrasi round cells dihitung relatif terhadap spermatozoa dengan
menilai semen tetap dan apusan bernoda terbuat dari semen murni. Jika N
adalah jumlah round cells dihitung dalam jumlah yang sama dari medan 400
spermatozoa, dan S adalah konsentrasi spermatozoa (106 per ml), maka
konsentrasi (C) dari sel-sel bundar (106 per ml) dapat dihitung dari rumus C =
S (N / 400) (WHO, 2010).
Jika ada round cells lebih sedikit dibandingkan spermatozoa dalam
sampel (yaitu <400), kesalahan sampling akan melebihi 5%. Dalam hal ini,
aporkan kesalahan sampling untuk jumlah sel dihitung. Jika kurang dari 25
round cells terhitung, laporkan jumlah sel bundar diamati dengan catatan
"Terlalu sedikit untuk penentuan akurat konsentrasi" (WHO, 2010).
5. Pemeriksan hitung jumlah sperma
Pemeriksaan Jumlah Spermatozoa Menghitung jumlah spermatozoa
dapat dilakukan dengan metode hemocytometer biasa menggunakan pipet
Thoma atau dengan modifikasi hemocytometer dengan pengenceran dalam
tabung menggunakan Clinipette (Wibisono,2006).
Larutan yang biasa yang dipergunakan ialah larutan pengencer 5%
Natrium bikarbonat dalam aquadest ditambah dengan formaldehide 1 ml.
Larutan pengencer ini juga bertindak sebagai zat spermisida yang mematikan
spermatozoa,
serta
merupakan
garam
fisiologis.
Dengan
demikian
spermatozoa yang terdapat didalam kamar hitung dapat lebih cermat dihitung.
Jumlah spermatozoa dihitung menurut beberapa cara (Wibisono,2006):
a. Jumlah Spermatozoa per ml ejakulat.
b. Jumlah Spermatozoa per volume ejakulat.
Namun yang umum dipakai adalah spermatozoa per ml ejakulat.
Bilamana
menghendaki
perhitungan
untuk
seluruh
ejakulat,
tinggal
dari ejakulasi, untuk mencegah pengamatan efek merusak dari dehidrasi atau
perubahan suhu pada vitalitas. (WHO, 2010)
Metode dye exclusion menggunakan eosin
Metode ini sederhana dan cepat, tapi persiapan basah tidak dapat disimpan
untuk tujuan kontrol kualitas. (WHO, 2010)
Mempersiapkan reagen
1.
NaCl, 0,9% (w/v): melarutkan 0,9 g NaCl dalam 100 ml air yang
dimurnikan.
2.
Eosin Y, 0,5% (w/v): melarutkan 0,5 g Eosin Y (warna indeks 45.380) dalam
100 ml NaCl 0,9% (WHO, 2010).
Langkah Kerja
1.
2.
3.
4.
Campurkan lagi sampel semen, hapus replikasi aliquot, campur dengan eosin
dan lakukan seperti pada langkah 2 dan 3.
5.
6.
Hitung jumlah sel bernoda (mati) dan tak bernoda (hidup) dengan bantuan
counter laboratorium.
7.
8.
Hitung rata-rata dan perbedaan dari dua persentase sel penting dari persiapan
ulangan.
9.
10. Jika perbedaan antara persentase diterima, laporkan persentase vitalitas rata.
Jika perbedaan terlalu tinggi, buat persiapan kedua dari dua aliquot baru dari
semen dan ulangi penilaian.
11. Laporan rata-rata persentase spermatozoa penting untuk seluruh terdekat
jumlah (WHO, 2010).
Penilaian
1. Spermatozoa hidup memiliki kepala putih atau merah mudah cerah dan
spermatozoa mati memiliki kepala yang berwarna merah atau merah muda
gelap.
BAB II
CARA KERJA
A. Pemeriksaan Makroskopis
1. Warna
Normal : berwarna putih kelabu homogen, kadangkala didapatkan butiran
seperti jeli yang tidak mencair.
Abnormal : Jernih menandakan jumlah sperma sangat sedikit
Merah kecoklatan adanya sel darah merah
Kuning pada penderita ikterus atau minum vitamin
2. Bau
Normal
Abnoramal
: pH 7,2 7,8
Abnormal
B. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Pemeriksaan estimasi jumlah sperma
Teteskan 1 tetes sperma ke object glass + cover glass
Tentukan pengenceran
2. Motilitas sperma
Pengenceran
1:5
1:10
1:20
1:50
Masukan ke rumus
Kocok campuran
Jumlah kotak sedang yang harus dihitung berdasar jumlah sperma yang
ditemukan :
5
2
1
0,4
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Identitas Probandus
Nama
: Muhammad Zulfikar
Umur
: 19 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Waktu pengambilan : 9.52 WIB
Abstinensia
: 4 hari
2. Pemeriksaan Makroskopis
a. Warna
: Putih keabuan
b. Bau
: Normal seperti bunga akasia
c. Likuefaksi
: 20 menit
d. Volume
: 2,4 ml
e. Konsistensi
: < 2cm
f. pH
: 7,4
B. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Estimasi jumlah sperma
Lapang Pandang
Jumlah Sperma
1
42
2
39
3
44
Rata-rata
41,33
Estimasi jumlah sperma : 41,33 juta, maka didapat pengenceran 1 : 20
2. Motilitas Sperma
Motilitas
Progressive
Jumlah Sperma
Lp1 : 42, Lp2 : 39,
Rata-rata
40,5
Rata-rata (%)
49,24 %
Nonprogressive
29
32,35 %
Immotil
12,75
15,50 %
x 100 %
3. Morfologi Sperma
Sperma ke-
Normal
1-27
28
Normal
Abnormal
Kepala
Leher
Ekor
Bervakuola
29
Bervakuola
30
Piriformis
31
Tebal
32
Tidak ada
33
Tidak ada
34
Bervakuola
35
Tidak ada
36
Tidak ada
37
Bervakuola
38
Piriformis
39
Bervakuola
40
Bervakuola
41
Piriformis
42
43
Tidak ada
Bervakuola
44
Tidak ada
45
Tidak ada
46
Tidak ada
47
Tidak ada
48
Bervakuola
49
Tidak ada
50
Tidak ada
Total Sperma normal : 27 sperma abnormal : 23 Total sperma : 50
Jumlah sperma normal =
x 100 %
x 100 %
= 54 %
4. Hitung jumlah sperma
Jumlah sperma dalam 1 kotak < 10, sehingga jumlah kotak sedang yang
dihitung adalah 25 kotak
Nomor
Kotak
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Nomor
= 7,04
= 1,4 juta/ml
=
= 3,78 jt/ml
C. Pembahasan
BAB IV
APLIKASI KLINIS
A. Teratozoospermia
Teratozoospermia (terato = monster) adalah bentuk sperma yang tidak
normal. Analisa sperma Teratozoospermia, artinya morfologi (bentuk) sperma
banyak yang abnormal. Pada penderita teratozoospermia bentuk sperma yang
abnormal lebih dari 30 persen. Sementara sperma masih dianggap normal bila
yang abnormal hanya 30 persen. Bentuk sperma yang normal memiliki kepala dan
ekor, sedangkan yang abnormal memiliki dua kepala atau dua ekor. Dikategorikan
dalam 3 kelompok yaitu yang ringan sekitar 15% sperma masih normal, 10-15 %
sperma masih N : sedang, serta kurang dari 10% Normal dikategorikan : berat.
Secara normal, sperma yang baik harus memiliki kepala yang berbentuk oval,
dengan penghubung pada bagian tengahnya serta ekor yang panjang (Egashira et
al, 2009).
Penyebab Teratozoospermia pada umumnya infeksi pada testis (buah zakar)
atau pada saluran reproduksi. Sebaiknya Anda konsultasi dengan Dokter spesialis
bedah urologi atau Dokter spesialis andrologi, yang akan memberikan antibiotika
untuk jangka panjang bila penyebabnya infeksi. Salah satu faktor untuk
mendapatkan keturunan adalah sperma yang harus sehat. Laki-laki yang sehat
akan memproduksi 70-150 juta sperma per hari. Sperma ini terdapat dalam air
mani yang mana rata-rata volume air mani normal yang dihasilkan pada ejakulasi
adalah 2-5 ml (setengah sampai 1 sendok makan ukuran Inggris). Dari jumlah
sperma yang hidup tadi, maka 25 persennya harus bisa berenang dengan cepat
menuju sel telur. Dan 30 persennya harus berbentuk normal alias sempurna
(Egashira et al, 2009).
Berbagai pengobatan yang dilakukan terbukti tidak ada yang efektif seperti
klomifen, HMG dan suntikan HCG, testosteron, vitamin E, vitamin C, antioksidan, diet tinggi protein, hoemeopati , dan bahkan pembedahan (varikokel).
Tindakan pembedahan ini hanya memperbaiki bentuk sperma sekitar 30 % saja
(Egashira et al, 2009).
Jika ditemukan kondisi ini sebaiknya dilakukan cara yang lebih efektif
seperti bayi tabung. Sedangkan tindakan IUI (inseminasi) juga ternyata tidak
banyak membantu. ICSI = Intra cytoplasmic Sperm injection (tindakan
menyuntikkan sperma ke dalam sel telur) pada proses bayi tabung, telah
memberikan pendekatan yang revolusioner pada laki-laki yang tidak subur, dan
menjanjikan kemungkinan bagi setiap orang untuk punya bayi, tidak peduli
bagaimana abnormal sperma-nya (Egashira et al, 2009).
B. Pengruh Merokok terhadap Kualitas Sperma
Penelitian terakhir menunujukan bahwa rokok dapat menyebabkan infertilitas
pada pria dan wanita. Merokok dapat mengurangi jumlah sperma dalam ejakulasi
dan kerusakan DNA dalam mengembangkan sel sperma. Perokok yang
menghabiskan lebih dari 10 batang rokok perhari dapat mengalami pengurangan
sperma 13-17 % jika dibandingkan orang bukan perokok. Kerusakan DNA
sperma yang disebabkan oleh perilaku merokok dapat dapat diteruskan kepada
embrio dan anak berikutnya (Amaruddin, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan pria perokok 10 20 batang perhari memiliki
odds untuk menderita kualitas sperma abnormal 8,6 kali lebih besar dari
responden yang tidak merokok dan memiliki odds 7,7 kali untuk menderita
motilitas sperma abnormal setelah di kontrol stres dan alkohol, memiliki odds
21,4 untuk menderita konsentrasi abnormal setelah dikontrol stres dan narkoba
dan memiliki odds 27,4 kali menderita morfologi abnormal setelah dikontrol
stres, alkohol dan narkoba. Dan odds meningkat pada pria perokok 21 - 40 batang
perhari, yaitu memiliki odds untuk menderita kualitas sperma abnormal 39,4 kali
lebih besar dari responden yang tidak merokok dan memiliki odds 30,1 untuk
menderita motilitas sperma abnormal setelah dikontrol oleh stres dan alkohol,
memiliki odds 47,9 kali menderita konsentrasi sperma abnormal setelah dikontrol
stres dan narkoba, memiliki odds 171,7 kali menderita morfologi abnormal
setelah dikontrol stres, alkohol dan narkoba (Amaruddin, 2012)
Kelebihan produksi radikal bebas atau oksigen yang reaktif (ROS, reactive
oxygen species) telah diketahui sebagai salah satu penyebab infertilitas. Diketahui
juga bahwa anion superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida
merupakan beberapa ROS utama yang terdapat pada plasma semen. Radikal
bebas secara fisiologis terdapat pada sperma manusia dan timbulnya radikal
bebas dalam tubuh diimbangi dengan mekanisme pertahanan endogen, dengan
memproduksi zat yang mempunyai pengaruh sebagai anti radikal bebas yang
disebut antioksidan. Akan tetapi, pada saat level ROS meningkat melebihi dari
sistem pertahanan antioksidan tubuh, terjadilah stress oksidatif (Amaruddin,
2012).
Stress oksidatif merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan ROS yang
akan menyebabkan kerusakan sel, jaringan atau organ. Pada kondisi stres
oksidatif, radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran
sel dan merusak organisasi membran sel. Membran sel ini sangat penting bagi
fungsi reseptor dan fungsi enzim, sehingga terjadinya peroksidasi lipid membran
sel oleh radikal bebas dapat mengakibatkan hilangnya fungsi seluler secara total.
(Keith E, 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Agur, Anne & Moore, Keith. 2007. Essential Clinic Anatomy, 3rd ed., Lippincott
William & Wilkins. Hal : 568-573
Amaruddin. 2012. Tesis Pengaruh Merokok Terhadap Kualitas Sperma Pada Pria
Dengan Masalah Infertilitas Studi Kasus Kontrol Di Jakarta Tahun 2011.
Depok.
Cunning F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., Hauth J.C., Wenstrom K.D., Gilstrap L.C..
2005. William Obstetrics. 22nd edition. USA: McGraw-Hill Companies, Inc
Edmond D.K.. 2007. Dewhurts's Textbook of Obstetrics and Gynaekology. 7th edition.
Oxfod : Blackwell Publishing
Egashira .A., Murakami .M., Haigo .K., Horiuchi .T., Kuramoto .T. 2009. A
successful pregnancy and live birth after intracytoplasmic sperm injection with
globozoospermic sperm and electrical oocyte activation. Fertil Steril. Vol.
92 (6): 2037.
Lidyana, Fina, et al. 2013. Laporan Analisis Semen. 2013. Jurnal Universitas
Negeri Jakarta. Vol. 3 (1) : 5-9.
Schill, wolf-bernhard et al., 2006. Andrology for the Clinician. Springer. Hlm 41
Wein et al., eds. 2012. Campbel-Walsh Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier
Saunders, hh. 1287-1323.
WHO. 2010. WHO Laboratory Manual For the Examination and Processing of
Human Semen. 5th ed. Switzerland : WHO.
Wibisono, Herman., 2006. Evaluasi Infertilitas Pria Menuju Program FIV dalam
Fertilisasi In Vitro dalam Praktek Klinik. Puspa Swara. Hal. 42.