PERKEMBANGAN HEWAN
MORFOLOGI SPERMATOZOA
OLEH:
NAMA : MAYANG SARI
NIM : 08041181722012
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN : NAHDATUN NASHIHA
Universitas Sriwijaya
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
Spermatogenesis terjadi melalui beberapa tahapan-tahapan yang sepesifik.
Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis.
Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup
pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel,
yang bertujuan untuk membentuk sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di
tubulus seminiferus yang kemudian disimpan di epididimis. Dinding tubulus
seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal yang
berfungsi pada saat spermatogenesis (Nuryadi, 2013).
Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus
seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang
disebut spermatogonia. Salah satu tes laboratorium yang dapat menentukan
kualitas spermatozoa dalam cairan semen adalah dengan analisis spermatozoa.
Umumnya berbagai parameter dalam analisis spermatozoa ditentukan secara
subjektif oleh ahli (Surmarmin, 2016).
Spermatozoa abnormal adalah spermatozoa dengan ciri morfologi diluar
batas normal. Spermatozoa dikatakan normal bila memiliki memiliki struktur
kepala, ekor, dan leher yang normal. Kepala normal memiliki rasio antara panjang
dengan lebar 1,5-1,75, leher merupakan bagian sempit yang menghubungkan
antara kepala dan ekor; ekor kurang lebih 9 kali panjang kepala sperma yang
terbagi 3 bagian, yaitu principle piece, middle piece dan end piece
(Susilawati, 2014).
Morfologi merupakan salah satu faktor penting yang diperlukan dalam
menunjang kemampuan fertilisasi spermatozoa. Fertilisasi akan terjadi apabila
spermatozoa memiliki bentuk yang normal. Hanya spermatozoa normal yang
mampu membuahi sel telur. Walaupun jumlah spermatozoa seseorang normal,
namun apabila morfologinya terganggu akan berpengaruh terhadap rendahnya
kemampuan fungsional spermatozoa (Campbell, 2004).
Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
Beberapa contoh kelainan pada sel sperma seperti keadaan Azoospermia
(tidak ada sperma pada semen), teratozoospermia (persentase bentuk sperma
normal di bawah krteria normal), oligozoospermia (rendahnya jumlah sperma),
asthenozoospermia (persentase sperma motil di bawah krteria normal) adalah
contoh klasifikasi yang didapat untuk menyatakan jenis gangguan sperma pada
pria (Adnan, 2006).
Konsentrasi sperma sangat berhubungan dengan tingkat kemampuan dalam
membuahi. Pada ejakulasi normal ketika pria tidak mengalami obstruksi dan
anstinensia yang singkat, jumlah total spermatozoa pada ejakulat berhubungan
dengan volume testis dan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan testis
dalam memproduksi spermatozoa dan sekaligus mengevaluasi patensitas saluran
reproduksi pada pria. Perkecualian pada kondisi pria dengan electro-ejaculation
karena spinal cord injury, androgen defisiensi, pasien dengan abstinensia yang
terlalu lama dan partial retrograde ejaculation tidak dapat menggunakan konsep
ini (Susilawati, 2011).
Infertilitas dapat dibagi menjadi infertil primer dan infertil sekunder. Infertil
primer didefinisikan sebagai keadaan apabila tidak dapat membuahi sama sekali
(childlessness), sedangkan pada infertil sekunder telah pernah terjadi pembuahan
namun tidak dapat terjadi lagi selanjutnya. Volume semen yang cukup dibutuhkan
untuk untuk membantu pergerakan sperma ke organ reproduksi wanita sehingga
terjadi pembuahan oosit. Volume semen yang rendah dapat disebabkan oleh
obstruksi duktus ejakularis atau congenital bilateral absence of the vas deferens
(Oman, 2006).
Universitas Sriwijaya
dapat mempengaruhi kualitas sperma. Pada keadaan volume semen yang banyak
dapat terjadi inflamasi pada organ-organ aksesori (Susilawati, 2014).
Terdapat beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas
sperma pada pria yang dapat menimbulkan kondisi infertil. Beberapa kondisi
penyebabnya antara lain varicocele, obstruksi saluran reprodusi, gangguan pada
testis, cryptorchidism, idiopatic, paparan gonadotoxin, kondisi immunologis,
disfungsi seksual/ejakulasi, kanker dan penyakit sistemik. Pada keadaan volume
semen yang sedikit merupakan salah satu indikasi melakukan transrectal, scrotal
dan renal ultrasonografi (Adnan, 2006).
Apabila pH dibawah 7,0 pada volume dan konsentrasi sperma yang rendah,
ini mungkin disebabkan oleh obstruksi duktus ejakulatorius atau congenital
bilateral absence of vas deferens dimana vesikula seminalis tumbuh dengan tidak
sempurna.10 pH 7,2 – 8,2 dikatakan menjadi kondisi yang optimal terhadap
motilitas sperma. Kondisi asam dapat merusak membran sel sperma secara
langsung, mengurangi motilitas dan kapasitasi (Isnaeni, 2006).
Beberapa kondisi yang dicurigai menyebabkan oligoasthenoteratospermia
antaralain usia, gangguan pada organ post-testicular, agen infeksi. gangguan pada
genome gamet, gangguan pada mitikondria, polusi lingkungan dan gangguan
hormonal Pada kasus asthnozoospermia, terjadi gangguan pada potensial
membran dan DNA mitokondria dan telah diuji secara ekperimental. Rendahnya
kadar prostat spesifik antigen, zink, fruktosa dan asam phosphatase prostat pada
semen juga dihubungan pada kasus asthenospermia (Andriyani, 2015).
Abnormalitas anatomi seperti varikokel dan obstruksi duktus juga dapat
sebagai penyebab kasus infertil pada laki-laki. Begitupun juga pada perempuan,
terdapat faktor resiko sebagai penyebab infertil seperti penyakit radang panggul,
endometriosis, gangguan ovulasi, faktor yang berhubungan dengan usia, masalah
rahim, ligasi tuba sebelumnya, ketidakseimbangan hormone, faktor lingkungan
dan psikologikal (Adnan, 2006).
BAB 3
Universitas Sriwijaya
METODE PRAKTIKUM
Universitas Sriwijaya
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan percobaan “ Morfologi Spermatozoa” didapatkan hasil
pengamatan sebagai berikut :
No Prepaarat Gambar Keterangan
2. Badan
3. 3. Ekor
2. Badan
3. Ekor
4.2. Pembahasan
Universitas Sriwijaya
Berdasarkan pengamatan pada sel sperma manusia, dapat terlihat pergerakan
dari sperma yang begitu cepat dan agresif, tetapi ada pula beberapa yang terlihat
pergerakan yang pasif. Menurut (Manuaba et al., 2007), berbagai faktor bekerja
sama untuk membuat sperma dapat bergerak. Hal pertama adalah gaya dinamis
dari fluida yang rendah akan menarik sel sperma ke arah permukaan. Lalu ekor
sperma akan cenderung lebih mendekati permukaan dibandingkan dengan kepala
sperma, hal ini lah yang membuat sperma bisa berenang menjauh. Faktor lain
yaitu gerakan meronta-ronta dari ekor sperma (flagella), gerakan ini akan
membuat sperma terlempar sehingga terlihat seperti berenang.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sperma seseorang. Menurut
(Susilawati, 2014), faktor tersebut adalah suhu testis terlalu panas, adanya paparan
sinar radiasi dari barang elektronik seperti sinar X, sinar ultraviolet, pembuluh
darah yang membesar di skorotum (varikokel), konsumsi dari alkohol, tembakau
bahkan ganja, serta kelainan pada genetik.
Untuk membuahi sel telur di butuhkan 1 sel sperma yang terkuat dan tercepat.
Namun sel sperma tidak keseluruhan dalam kondisi baik. Menurut
(Andiyani, 2015), beberapa kelainan sperma seperti azoosperma yaitu kondisi
tidak ditemukannya sperma pada semen. Selanjutnya oligozoosperma yaitu cairan
sperma hanya mengandung sedikit sel sperma. Lalu asthenozoosperma yaitu
penurunan motilitas sperma. Kemudian teratozoosperma yaitu keadaan dimana
bentuk sperma tidak normal seperti berkepala dua, berekor dua dan lain-lain.
Selanjutnya pergerakan dari sperma terlalu lemah.
Spermatozoa yang dihasilkan oleh testis berasal dari sel epitel benih dalam
tubulus seminiferus yaitu spermatogonium. Menurut (Yulaikha, 2009), sperma di
bagi menjadi tiga bagian yaitu bagian kepala, badan dan ekor. Pada kepala,
terdapat bagian ujung yang bernama akrosom berfungsi sebagai alat penembus
dinding sel telur,pada kepala sperma terdapat 1 kromosom kelamin yaitu X atau Y
yang berfungsi untuk menentukan jenis kelamin pada seorang bayi. Pada bagian
badan terdapat mitokondria yang berfungsi pembentukan energi agar sperma
dapat bergerak. Dan yang terakhir bagian ekor berfungsi sebagai alat untuk
mencapai sel telur.
BAB V
Universitas Sriwijaya
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
Adnan. 2006. Reproduksi dan Embriologi. Makasar: UNM.
Andriyani,R, et al. 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi dan Perkembangan.
Yogyakarta: Deepublish.
Campbell, N.A. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
LAMPIRAN
Universitas Sriwijaya
Sperma Mus musculus Sperma Manusia
Universitas Sriwijaya