Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

PERKEMBANGAN HEWAN
MORFOLOGI SPERMATOZOA

OLEH:
NAMA : MAYANG SARI
NIM : 08041181722012
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN : NAHDATUN NASHIHA

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018

Universitas Sriwijaya
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa (berasal dari Bahasa Yunani
Kuno yang berarti benih dan makhluk hidup) adalah sel dari sistem reproduksi
jantan. Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan
kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio. Analisis sperma yang
dimaksud meliputi pemeriksaan jumlah, kekentalan sperma, warna, bau, jumlah
spermatozoa mati, motilitas dan morfologi berupa ukuran dan bentuk kepala,
ukuran ekor, berbagai penyimpangan, serta ada tidaknya akrosom
(Susilawati, 2011).
Spermatozoa terdiri dari 3 bagian utama meliputi kepala, leher dan ekor.
Parameter kelainan morfologi spermatozoa atau teratozoospermia diukur menurut
kriteria WHO yaitu apabila jumlah sperma dengan bentuk normal yang dicacah ≥
30%. Penurunan kadar testosteron akan mengganggu proses spermatogenesis
karena spermatogenesis berjalan dibawah pengaruh dari testosteron. Sehingga
pada tahap pematangan spermatid menjadi spermatozoa matur, dapat terjadi
gangguan yang dapat mempengaruhi morfologi normal (Andriyani et al., 2015).
Penurunan pada kualitas spermatozoa disebabkan Stres Oksidatif diakibatkan
oleh adanya peningkatan toksik dari asap rokok yang akan mengakibatkan
kerusakan DNA dan pada akhirnya terjadi apoptosis spermatozoa. Sehingga akan
terjadi penurunan kualitas spermatozoa. Sehingga akan terjadi penu-runan kualitas
spermatozoa (Nuryadi, 2013).
Pada setiap mililiter ejakulat yang dikeluarkan, terkandung lebih kurang 20
juta spermatozoa. Persentase morfologi spermatozoa normal ditentukan dengan
mencacah secara acak 100 spermatozoa secara mikroskopis. Kualitas spermatozoa
dapat ditentukan berdasarkan beberapa kriteria, diantaranya bentuk dan ukuran,
seperti bentuk kepala, daerah kepala, panjang dan lebar kepala, rasio panjang-
lebar kepala, bentuk dan panjang ekor, dan dari perilaku gerakan (motilitas)
(Susilawati, 2011).

Universitas Sriwijaya
Spermatogenesis terjadi melalui beberapa tahapan-tahapan yang sepesifik.
Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis.
Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup
pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel,
yang bertujuan untuk membentuk sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di
tubulus seminiferus yang kemudian disimpan di epididimis. Dinding tubulus
seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal yang
berfungsi pada saat spermatogenesis (Nuryadi, 2013).
Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus
seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang
disebut spermatogonia. Salah satu tes laboratorium yang dapat menentukan
kualitas spermatozoa dalam cairan semen adalah dengan analisis spermatozoa.
Umumnya berbagai parameter dalam analisis spermatozoa ditentukan secara
subjektif oleh ahli (Surmarmin, 2016).
Spermatozoa abnormal adalah spermatozoa dengan ciri morfologi diluar
batas normal. Spermatozoa dikatakan normal bila memiliki memiliki struktur
kepala, ekor, dan leher yang normal. Kepala normal memiliki rasio antara panjang
dengan lebar 1,5-1,75, leher merupakan bagian sempit yang menghubungkan
antara kepala dan ekor; ekor kurang lebih 9 kali panjang kepala sperma yang
terbagi 3 bagian, yaitu principle piece, middle piece dan end piece
(Susilawati, 2014).
Morfologi merupakan salah satu faktor penting yang diperlukan dalam
menunjang kemampuan fertilisasi spermatozoa. Fertilisasi akan terjadi apabila
spermatozoa memiliki bentuk yang normal. Hanya spermatozoa normal yang
mampu membuahi sel telur. Walaupun jumlah spermatozoa seseorang normal,
namun apabila morfologinya terganggu akan berpengaruh terhadap rendahnya
kemampuan fungsional spermatozoa (Campbell, 2004).

1.2. Tujuan Praktikum


Praktikum ini bertujuan untuk melihat gambaran morfologi spermatozoa dan
membandingkan bentuk morfologi spermatozoa pada kadal, katak, manusia, dan
mencit.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi Sel Sperma


Spermatozoa terdiri dari 3 bagian utama meliputi kepala, leher dan ekor.
Spermatozoa dikatakan normal bila memiliki memiliki struktur kepala, ekor, dan
leher yang normal. Kepala normal memiliki rasio antara panjang dengan lebar 1,5-
1,75; leher merupakan bagian sempit yang menghubungkan antara kepala dan
ekor; ekor kurang lebih 9 kali panjang kepala sperma yang terbagi 3 bagian,
principle piece, middle piece dan end piece. Fertilisasi akan terjadi apabila
spermatozoa memiliki bentuk yang normal. Walaupun jumlah spermatozoa
seseorang normal, namun apabila morfologinya terganggu akan berpengaruh
terhadap rendahnya kemampuan fungsional spermatozoa (Andriyani, 2015).

2.2. Fungsi Bagian - Bagian Sel Sperma


Spermatozoa di produksi oleh testis, spermatogenesis harus berlangsug
sempurna agar kualitas sperma yang dihasikan baik dan dapat maksimal
melakukan fertilisasi. Spermatogenesis terjadi melalui beberapa tahapan-tahapan
yang sepesifik. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis
mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan
diferensiasi sel, yang bertujuan untuk membentuk sperma fungsional. Pematangan
sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan di epididimis. Dinding
tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal
(jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis
(Susilawati, 2014).
Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel
benih) yang disebut spermatogonia. Spermatogonia terletak di dua sampai tiga
lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia terus-menerus
membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi
melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma
(Isnaeni, 2006).

2.3. Kelainan Pada Sel Sperma

Universitas Sriwijaya
Beberapa contoh kelainan pada sel sperma seperti keadaan Azoospermia
(tidak ada sperma pada semen), teratozoospermia (persentase bentuk sperma
normal di bawah krteria normal), oligozoospermia (rendahnya jumlah sperma),
asthenozoospermia (persentase sperma motil di bawah krteria normal) adalah
contoh klasifikasi yang didapat untuk menyatakan jenis gangguan sperma pada
pria (Adnan, 2006).
Konsentrasi sperma sangat berhubungan dengan tingkat kemampuan dalam
membuahi. Pada ejakulasi normal ketika pria tidak mengalami obstruksi dan
anstinensia yang singkat, jumlah total spermatozoa pada ejakulat berhubungan
dengan volume testis dan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan testis
dalam memproduksi spermatozoa dan sekaligus mengevaluasi patensitas saluran
reproduksi pada pria. Perkecualian pada kondisi pria dengan electro-ejaculation
karena spinal cord injury, androgen defisiensi, pasien dengan abstinensia yang
terlalu lama dan partial retrograde ejaculation tidak dapat menggunakan konsep
ini (Susilawati, 2011).
Infertilitas dapat dibagi menjadi infertil primer dan infertil sekunder. Infertil
primer didefinisikan sebagai keadaan apabila tidak dapat membuahi sama sekali
(childlessness), sedangkan pada infertil sekunder telah pernah terjadi pembuahan
namun tidak dapat terjadi lagi selanjutnya. Volume semen yang cukup dibutuhkan
untuk untuk membantu pergerakan sperma ke organ reproduksi wanita sehingga
terjadi pembuahan oosit. Volume semen yang rendah dapat disebabkan oleh
obstruksi duktus ejakularis atau congenital bilateral absence of the vas deferens
(Oman, 2006).

2.4. Faktor Penyebab Kelainan pada Sel Sperma


Gangguan motilitas sperma dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain
kesalahan pengeluaran, kesalahan penempatan sampel, abnormalitas maturasi,
varikokel, abnormalitas kromosom, infeksi, dan riwayat perokok berat. Pada laki-
laki beberapa keadaan yang dapat menjadi faktor resiko infertil seperti infeksi
pada testis yang menyebabkan kerusakan pada tubulus seminiferus, kriptokidisme,
ketidakseimbangan hormon, panas lingkungan yang berlebih, paparan radiasi,
keracunan logam berat, merokok, antibodi anti sperma dan paparan pestisida

Universitas Sriwijaya
dapat mempengaruhi kualitas sperma. Pada keadaan volume semen yang banyak
dapat terjadi inflamasi pada organ-organ aksesori (Susilawati, 2014).
Terdapat beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas
sperma pada pria yang dapat menimbulkan kondisi infertil. Beberapa kondisi
penyebabnya antara lain varicocele, obstruksi saluran reprodusi, gangguan pada
testis, cryptorchidism, idiopatic, paparan gonadotoxin, kondisi immunologis,
disfungsi seksual/ejakulasi, kanker dan penyakit sistemik. Pada keadaan volume
semen yang sedikit merupakan salah satu indikasi melakukan transrectal, scrotal
dan renal ultrasonografi (Adnan, 2006).
Apabila pH dibawah 7,0 pada volume dan konsentrasi sperma yang rendah,
ini mungkin disebabkan oleh obstruksi duktus ejakulatorius atau congenital
bilateral absence of vas deferens dimana vesikula seminalis tumbuh dengan tidak
sempurna.10 pH 7,2 – 8,2 dikatakan menjadi kondisi yang optimal terhadap
motilitas sperma. Kondisi asam dapat merusak membran sel sperma secara
langsung, mengurangi motilitas dan kapasitasi (Isnaeni, 2006).
Beberapa kondisi yang dicurigai menyebabkan oligoasthenoteratospermia
antaralain usia, gangguan pada organ post-testicular, agen infeksi. gangguan pada
genome gamet, gangguan pada mitikondria, polusi lingkungan dan gangguan
hormonal Pada kasus asthnozoospermia, terjadi gangguan pada potensial
membran dan DNA mitokondria dan telah diuji secara ekperimental. Rendahnya
kadar prostat spesifik antigen, zink, fruktosa dan asam phosphatase prostat pada
semen juga dihubungan pada kasus asthenospermia (Andriyani, 2015).
Abnormalitas anatomi seperti varikokel dan obstruksi duktus juga dapat
sebagai penyebab kasus infertil pada laki-laki. Begitupun juga pada perempuan,
terdapat faktor resiko sebagai penyebab infertil seperti penyakit radang panggul,
endometriosis, gangguan ovulasi, faktor yang berhubungan dengan usia, masalah
rahim, ligasi tuba sebelumnya, ketidakseimbangan hormone, faktor lingkungan
dan psikologikal (Adnan, 2006).

BAB 3

Universitas Sriwijaya
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 4 September 2018,
pukul 08.00 WIB sampai dengan 10.00 WIB. Bertempat di Laboratorium
Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sriwijaya, Indralaya.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang dibutuhkan dalam praktikum ini adalah mikroskop, objek gelas
cekung, objek gelas datar, scalpel/pisau silet, pipet tetes, dan cawan petri.
Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah katak, Mus musculus jantan dewasa,
kadal, sperma manusia, larutan holfreter, methyl alkohol, dan pewarna gymsa.

3.3. Cara Kerja


3.3.1. Preparat Segar
Spermatozoa katak diambil dari testis, spermatozoa kadal dan mencit
diambil dari ductus deferens. Selanjutnya, testis katak dan ductus diferens kadal
dan mencit dipotong-potong. Setelah itu, masing-masing potongan dipisahkan di
cawan petri dan dicampur dengan larutan holfreter yang kemudian dimounting
pada obyek gelas yang cekung. Perhatikan gerak berenangnya, bentuknya (kepala,
badan, dan ekornya) jelas dapat dibedakan. Kemudian bandingkan spermatozoa
katak, kadal, dan mencit.
3.3.2. Preparat Apusan
Pertama, ambillah dengan pipet tetes cairan yang mengandung
spermatozoa, kemudian teteskan pada obyek gelas dan ratakan. Setelah itu,
keringkan di udara dan didekatkan pada kipas angin. Setelah kering difiksasi
dengan methyl alkohol selama 10 menit dan diwarnai dengan gymsa selama 10
menit. Setelah itu dicuci dengan air. Kemudian periksalah dibawah mikroskop.
Perhatikan bagian caput yang berinti, bagian ekor atau flagellum, dan bagian
collum atau badan yang terdapat sentriol.
BAB 4

Universitas Sriwijaya
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan percobaan “ Morfologi Spermatozoa” didapatkan hasil
pengamatan sebagai berikut :
No Prepaarat Gambar Keterangan

1 Sel Sperma Manusia


1. Kepala
2. Badan
3. Ekor(flagell
a)
2 Sel Sperma Mus musculus
1. Kepala

2. Badan

3. 3. Ekor

3 Sel Sperma Rana sp.


1. Kepala

2. Badan

3. Ekor

4.2. Pembahasan

Universitas Sriwijaya
Berdasarkan pengamatan pada sel sperma manusia, dapat terlihat pergerakan
dari sperma yang begitu cepat dan agresif, tetapi ada pula beberapa yang terlihat
pergerakan yang pasif. Menurut (Manuaba et al., 2007), berbagai faktor bekerja
sama untuk membuat sperma dapat bergerak. Hal pertama adalah gaya dinamis
dari fluida yang rendah akan menarik sel sperma ke arah permukaan. Lalu ekor
sperma akan cenderung lebih mendekati permukaan dibandingkan dengan kepala
sperma, hal ini lah yang membuat sperma bisa berenang menjauh. Faktor lain
yaitu gerakan meronta-ronta dari ekor sperma (flagella), gerakan ini akan
membuat sperma terlempar sehingga terlihat seperti berenang.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sperma seseorang. Menurut
(Susilawati, 2014), faktor tersebut adalah suhu testis terlalu panas, adanya paparan
sinar radiasi dari barang elektronik seperti sinar X, sinar ultraviolet, pembuluh
darah yang membesar di skorotum (varikokel), konsumsi dari alkohol, tembakau
bahkan ganja, serta kelainan pada genetik.
Untuk membuahi sel telur di butuhkan 1 sel sperma yang terkuat dan tercepat.
Namun sel sperma tidak keseluruhan dalam kondisi baik. Menurut
(Andiyani, 2015), beberapa kelainan sperma seperti azoosperma yaitu kondisi
tidak ditemukannya sperma pada semen. Selanjutnya oligozoosperma yaitu cairan
sperma hanya mengandung sedikit sel sperma. Lalu asthenozoosperma yaitu
penurunan motilitas sperma. Kemudian teratozoosperma yaitu keadaan dimana
bentuk sperma tidak normal seperti berkepala dua, berekor dua dan lain-lain.
Selanjutnya pergerakan dari sperma terlalu lemah.
Spermatozoa yang dihasilkan oleh testis berasal dari sel epitel benih dalam
tubulus seminiferus yaitu spermatogonium. Menurut (Yulaikha, 2009), sperma di
bagi menjadi tiga bagian yaitu bagian kepala, badan dan ekor. Pada kepala,
terdapat bagian ujung yang bernama akrosom berfungsi sebagai alat penembus
dinding sel telur,pada kepala sperma terdapat 1 kromosom kelamin yaitu X atau Y
yang berfungsi untuk menentukan jenis kelamin pada seorang bayi. Pada bagian
badan terdapat mitokondria yang berfungsi pembentukan energi agar sperma
dapat bergerak. Dan yang terakhir bagian ekor berfungsi sebagai alat untuk
mencapai sel telur.
BAB V

Universitas Sriwijaya
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum tentang morfologi spermatozoa ini kita dapat


mengambil kesimpulan bahwa:
1. Pada kepala sperma Rana sp. memiliki bentuk meruncing.
2. Ukuran sperma Rana sp lebih panjang di bandingkan dengan sperma Mus
musculus.
3. Tidak semua sperma yang diamati memiliki kualitas yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sriwijaya
Adnan. 2006. Reproduksi dan Embriologi. Makasar: UNM.
Andriyani,R, et al. 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi dan Perkembangan.
Yogyakarta: Deepublish.
Campbell, N.A. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius : Yogyakarta.

Manuaba et al., 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
Nuryadi. 2013. Ilmu Reproduksi Ternak. Malang: Universitas Brawijaya Press.
Oman, K. 2006. Biologi Umum. Jakarta : Grafindo Media Pratama.
Sumarmin, R. 2016. Perkembangan Hewan Edisi Pertama. Kencana : Jakarta.

Susilawati, T. 2011. Spermatology. Malang: UB Press.


Susilawati, T. 2014. Sexing Spermatozoa. Malang: UB Press.
Yulaikhah. L. 2009. Kehamilan Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

LAMPIRAN

Universitas Sriwijaya
Sperma Mus musculus Sperma Manusia

Sumber: Dokumen pribadi 2018.

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai