SKRIPSI
Oleh
Shelvina Ayu Damayanti
NIM 091610101059
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Kedokteran Gigi (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh
Shelvina Ayu Damayanti
NIM 091610101059
PERSEMBAHAN
ii
MOTTO
If A equals success, then the formula is: A=X+Y+Z.
X is work. Y is play. Z is keep your mouth shut.
(Albert Einstein)
Aku tidak mengetahui kebenaran mutlak.
Tetapi aku menyadari kebodohanku itu,
dan disitulah terletak kehormatan dan pahalaku.
(Khalil Gibran)
iii
PERNYATAAN
: 091610101059
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul Efek
Pemberian Kurkumin terhadap Peningkatan Pembentukan Kolagen pada Soket Gigi
Tikus Wistar Pasca Pencabutan adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali
kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi
manapun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan
kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan
dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember,
Yang menyatakan,
iv
SKRIPSI
Oleh:
Shelvina Ayu Damayanti
NIM 091610101059
Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama
PENGESAHAN
tempat
NIP 196805291994031003
NIP 197905052005012003
NIP 196709141999031002
NIP 197712232008122002
Mengesahkan
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember,
vi
RINGKASAN
Efek Pemberian Kurkumin terhadap Peningkatan Pembentukan Kolagen pada
Soket Gigi Tikus Wistar Pasca Pencabutan; Shelvina Ayu Damayanti,
091610101059; 2013: 42 halaman; Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.
vii
hari pertama, dilakukan pencabutan gigi molar satu bawah kiri tikus. Selanjutnya
pemberian 0,5 ml larutan saline (placebo) untuk kelompok K dan kurkumin 9
mg/0,5ml saline untuk kelompok P, satu kali sehari secara intra gastrik menggunakan
sonde lambung. Setelah 7 dan 14 hari pasca pencabutan masing-masing kelompok
dikorbankan sebanyak 5 ekor tikus. Selanjutnya pembuatan preparat jaringan soket
gigi tikus, kemudian ditentukan ada tidaknya peningkatan pembentukan serabut
kolagen serta nilai peningkatan pembentukan serabut kolagen dengan cara
membandingkan gambaran serabut kolagen antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan.
Hasil penelitian ini menunjukan pemberian kurkumin secara intraoral pasca
pencabutan gigi tikus dapat meningkatkan pembentukan jaringan granulasi yang
diikuti dengan meningkatnya proliferasi fibroblas dan deposisi serabut kolagen baik
pada hari ke-7 maupun ke-14 dibandingkan kelompok tanpa pemberian kurkumin,
Akan tetapi, pemberian kurkumin selama 14 hari pasca pencabutan gigi tidak
menunjukan adanya peningkatan pembentukan serabut kolagen dibandingkan
pemberian kurkumin selama 7 hari pasca pencabutan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah terdapat
peningkatan pembentukan kolagen pada soket gigi tikus Wistar setelah pemberian
kurkumin pasca pencabutan gigi tetapi tidak terdapat peningkatan pembentukan
kolagen pada soket gigi tikus Wistar berdasarkan variasi lama waktu pemberian
kurkumin pasca pencabutan
viii
PRAKATA
Puji Syukur diucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai dengan selesai. Skripsi
ini berjudul Efek Pemberian Kurkumin terhadap Peningkatan Pembentukan Kolagen
pada Soket Gigi Tikus Wistar Pasca Pencabutan. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. drg. Hj. Herniyati, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember atas segala fasilitas dan kesempatan yang diberikan selama menempuh
pendidikan kedokteran gigi di Universitas Jember;
2. drg. Budi Yuwono, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Utama dan drg. Dwi
Merry Christmarini Robin, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang
telah meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan perhatiannya dalam penulisan tugas
akhir ini;
3. Prof. drg. Mei Syafriadi, MD.Sc, PhD sebagai Dosen Penguji Ketua dan drg.
Hengky Bowo A, MD.Sc, sebagai Dosen Penguji Pendamping yang banyak
memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun dan menyempurnakan
penulisan skripsi ini.
4. Ayahanda Jarwanto dan Ibunda Sismiati tercinta atas dukungan moril, materi,
doa, dan semua curahan kasih sayang yang tak akan pernah putus;
5. Kakakku Vinda Ayu Prastica serta adikku Verina Ayu Anggara yang selalu
menghibur dan memberiku motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini;
6. Masku M.Widiatmocho, atas motivasi, semangat, bantuan dan dukungannya
dalam penyelesaian skripsi ini;
ix
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
ii
iii
iv
vi
RINGKASAN .................................................................................................
vii
PRAKATA ......................................................................................................
ix
xi
xiv
xv
12
12
12
xi
14
16
16
16
17
17
18
19
20
20
20
20
20
20
20
20
21
21
21
21
22
22
22
23
23
24
25
25
25
xii
25
26
26
29
29
31
32
32
35
38
5.1 Kesimpulan......................................................................................
38
38
39
LAMPIRAN ....................................................................................................
43
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Peran TGF terhadap proses penyembuhan luka ......................................
13
15
16
30
33
33
33
33
33
34
34
34
34
34
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Penghitungan Besar Sampel .......................................................................
43
44
45
xv
BAB 1. PENDAHULUAN
yang
dirawat
dengan
kurkumin
juga
menunjukkan
peningkatan
reepithelialization, kontraksi luka dan kekuatan tarik pada luka (Suguna et al., 2006).
Kurkumin juga merupakan antioksidan yang dapat melindungi sel-sel dari efek
berbahaya radikal bebas. Hal yang paling menarik dari kurkumin adalah kurangnya
efek samping pada organ pencernaan (Kohli et al., 2004).
Pada proses penyembuhan luka pasca pencabutan, pembentukan kolagen
sangat penting untuk mendukung kekuatan jaringan pada tempat terjadinya luka.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh
pemberian kurkumin terhadap pembentukan serabut kolagen pada soket gigi tikus
Wistar pasca pencabutan.
dapat
memahami
manfaat
pemberian
kurkumin
terhadap
pembentukan serabut kolagen pada soket gigi tikus Wistar pasca pencabutan
2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat penggunaan
kurkumin pada masa penyembuhan luka pasca pencabutan gigi
3. Mendukung pengembangan obat tradisional sebagai alternatif pengobatan
luka dalam upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut dan sebagai bahan
acuan untuk penelitian lebih lanjut
a. Radang akut
Merupakan respon awal dari luka jaringan yang biasanya mendahului
perkembangan respon imun. Radang ini terjadi dalam beberapa jam atau hari dan
menunjukan
awal
usaha
tubuh
untuk
menghancurkan
agen
penyebab
ujung
saraf,
dan
juga
sel
yang
terlibat
dalam
proses
radang
umum
secara
menyeluruh
dan
status
nutrisi
dari
individu
(Mulawarmanti,2005).
dasar,
yaitu
fase
inflamasi,
fase
fibroplastik
dan
fase
remodeling
(Peterson,1998:58).
a. Fase Inflamasi
Fase ini dimulai dari pertama kalinya terjadi trauma atau perlukaan. Bekuan
darah membangun kembali hemostasis dan menyediakan matriks ekstraseluler
sementara untuk migrasi sel. Trombosit tidak hanya memfasilitasi proses pembekuan
c. Fase Remodeling
Tahap akhir penyembuhan luka adalah tahap remodeling atau wound
maturation. Selama tahap ini sebagian besar serabut kolagen yag terbentuk akan
dihancurkan dan diganti dengan serabut kolagen yang baru yang lebih baik dan cukup
kuat terhadap tekanan yang mengenai luka yaitu 40-70% dari kekuatan jaringan
normal. Proses ini dapat dicapai dalam waktu 4 minggu (Miller dan MacKay, 2003).
Untuk efisiensi maka kelebihan kolagen akan dibuang sehingga menjadi jaringan
parut. Setelah itu metabolisme jaringan akan berkurang sehingga terjadi penurunan
vaskularisasi pada jaringan yang terluka. Selama proses penyembuhan, elastin pada
jaringan normal tidak diganti sehingga jaringan yang mengalami perlukaan akan
kehilangan
fleksibilitasnya
(Peterson,1998:60).
Proses
remodeling
penyembuhan luka akan berlanjut sampai 2 tahun (Miller dan MacKay, 2003).
pada
2.3.2
fraktur tulang (Lawler et al., 1992:17). Penyembuhan fraktur tulang adalah proses
regenerasi sel-sel tulang setelah terjadi luka atau trauma yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor salah satunya suplai pembuluh darah dan mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel-sel tulang, jaringan ikat, dan sel-sel inflamasi pada daerah yang
mengalami luka atau fraktur (Lukman,1997). Menurut Weinman dan Sicher, proses
penyembuhan tulang dibagi menjadi 6 tahap yaitu:
1. Penjendalan darah dari hematoma
Pada waktu terjadi luka, pembuluh darah dari sumsum tulang, cortex,
periosteum, otot-otot di sekitarnya dan jaringan lunak di dekatnya menjadi rusak atau
robek, sehingga terjadi hematoma yang memenuhi ujung-ujung tulang yang patah dan
meluas ke dalam sumsum tulang sampai kedalam jaringan lunak. Hematoma berisi
fragmen-fragmen dari periosteum, otot, fascia, tulang dan sumsum tulang. Fase ini
terjadi 6-8 jam sesudah trauma. Pada saat yang bersamaan tahap keradangan muncul
yang ditandai migrasi sel-sel inflamasi meliputi sel leukosit PMN sebagai fagositosis
bakteri yang dapat mengkontaminasi luka. Sel-sel nekrotik, jaringan, beserta serpihan
tulang yang mati akan dihancurkan oleh neutrofil dan osteoklas (Peterson, 1998:63,
Ardhiyanto,2007).
2. Organisasi darah dari hematoma
Terjadi pelepasan faktor pembekuan oleh trombosit sehingga terbentuklah
benang-benang fibrin yang akan membentuk hematoma pada celah di antara fragmenfragmen fraktur (Buckwalter dan Cruess dalam Lukman,1997). Tunas kapiler halus
yang baru terbentuk melakukan penetrasi ke tengah jendalan darah membentuk
neurovaskularisasi yang baru dalam waktu 24 48 jam. Proliferasi pembuluh darah
ini merupakan ciri khas dari permulaan organisasi hematoma. Kapiler-kapiler di
dalam sumsum tulang, kortex, dan periosteum akan menjadi ateri-arteri yang kecil
untuk memvaskularisasi tempat terjadinya luka. Jumlah ion Ca otomatis akan
bertambah oleh karena adanya kapiler yang banyak tersebut.
10
11
d. Uniting callus
Merupakan kallus yang terdapat di antara ujung-ujung tulang dan di antara
tempat kallus primer yang telah terbentuk pada kedua ujung patahan. Kallus
ini terbentuk setelah kallus lainnya terbentuk dan pembentukannya yaitu
dengan kalsifikasi secara langsung
Resorbsi yang luas dari ujung tulang yang patah terjadi pada fase ini, tetapi
karena proses penulangan dari jaringan ikat lebih banyak pada tempat fraktur, dan
uniting callus terbentuk pada tempat resorbsi, sehingga terjadi penyambungan yang
baik pada ujung-ujung tulang yang rusak.
5. Pembentukan kallus sekunder
Kallus ini merupakan suatu tulang yang sudah mendekati sempurna sebagai
kelanjutan dari kallus primer. Kallus ini terbentuk melalui proses proliferasi sel-sel
osteoprogenitor (Hulth dalam Lukman,1997). Pada fase ini terjadi kalsifikasi tulang
yang sempurna sehingga pada rontgen foto sudah dapat dilihat gambaran radiopak
dari tulang. Kallus ini terdiri dari tulang beralur yang tahan terhadap tekanan. Proses
pembentukan kallus ini antara 20-60 hari setelah perlukaan.
6. Pembangunan fungsional dari tulang yang rusak (Remodelling)
Pembangunan dan penyempurnaan penyambungan tulang-tulang yang rusak
atau patah membutuhkan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun tergantung
pada tempat kerusakan, baik secara histologis maupun anatomis. Tahap ini
merupakan tahap penyembuhan luka yang terakhir. Deposit dan pembentukan tulang
dilakukan untuk mengisi soket alveolar. Tidak sampai 4-6 bulan setelah ekstraksi,
tepi tulang kortikal soket selesai diabsorbsi. Hal tersebut dapat dilihat dari
pemeriksaan radiografi dimana hilangnya lamina dura dan secara rontgenografi sudah
dapat dibedakan gambaran tulang baru dan tulang sekitar soket pasca pencabutan.
Setelah 1 tahun, yang terlihat dari soket adalah tepi soket dengan vaskularisasi dan
jaringan parut di daerah edentulous (Peterson, 1998:63).
12
2.4 Kolagen
2.4.1 Pengertian Kolagen
Kolagen merupakan komponen terbesar yang memperkuat dan mendukung
jaringan ekstraseluler, tersusun dari asam amino dan hidroksiprolin yang berperan
sebagai unsur biokimia jaringan kolagen (Robbins et al.,2007). Kolagen adalah
sekelompok protein struktural yang dimodifikasi secara bervariasi dalam hal derajat
kekakuan, kekenyalan, dan kekuatannya, bergantung pada pengaruh lingkungan dan
kebutuhan fungsional organ yang bersangkutan. Junqueira (1997:91) menambahkan,
kolagen merupakan salah satu komponen matriks jaringan penyambung yang juga
berperan dalam pertahanan organisme sebagai sawar fisik, yaitu mencegah
penyebaran mikroorganisme yang berhasil menembus epitel. Kolagen banyak
dijumpai pada tubuh manusia 30% dari berat keringnya (Junquiera et al.,1997:96).
Kolagen didapatkan pada semua jenis jaringan ikat dan terdiri atas protein kolagen
(Leeson et al., 1989:106).
13
kolagen merupakan molekul panjang yang disebut tropokolagen. Panjang molekul ini
280 nm, sedangkan lebarnya 1,5 nm yang terdiri dari 3 rantai subunit polipeptida
terpilin. Perbedaan struktur kimia inilah yang menyebabkan ada berbagai tipe kolagen
(Junqueira et al., 1997:96).
Menurut Fawcett (2002: 122-126), telah ditetapkan ada 12 tipe kolagen yaitu:
a. Tipe I, adalah kolagen yang terdapat di dermis, tulang, dan tendo. Serabut ini
berdiameter 50-90 nm, beragregrasi membentuk serat dan berkas dengan berbagai
ukuran. Seratnya fleksibel namun tahan terhadap regangan.
b. Tipe II, terdapat dalam tulang rawan hialin dan elastik. Kolagen ini berupa
serabut sangat halus terbenam dalam banyak substansi dasar
c. Tipe III, banyak terdapat pada jaringan ikat longgar, dinding pembuluh darah,
stroma bagian kelenjar, limpa, ginjal, dan uterus. Kolagen tipe I, II, dan III
membentuk serat yang tampak dengan mikroskop disebut dengan kolagen
interstsisial.
d. Tipe IV, merupakan bentukan khusus yang terdapat pada lamina basal epitel.
Bersama laminin dan proteoglikan heparan sulfat membentuk rapat filamen halus
yang merupakan penyokong fisik dari epitel dan sawar filtrasi selektif bagi
makromolekul.
14
e. Tipe V, tersebar luas tetapi hanya dalam jumlah kecil, berhubungan dengan
lamina sel otot dan pembuluh darah.
f. Tipe VI, molekul rantai pendek yang terdiri dari segmen tripel heliks dengan
panjang 100 nm. Kolagen ini terdapat dalam jumlah kecil yang dapat ditemukan
dalam ginjal, hati dan uterus.
g. Tipe VII, berhubungan dengan lamina basal banyak epitel, namun paling banyak
pada batas dermis dan epidermis. Molekunya terbesar dari famili kolagen yaitu
mencapai panjang 800 nm.
h. Tipe VIII, ditemukan pada produk sekresi sel endotel dan kadang-kadang disebut
kolagen endotelial. Kolagen ini berhubungan erat dengan permukaan sel, tetapi
manfaatnya masih belum jelas.
i. Tipe IX, terutama terdapat dalam tulang rawan. Kolagen ini mendampingi serat
kolagen tipe II dari jaringan ikat. Kolagen ini diduga mempertahankan susunan
tiga dimensi dari serat kolagen tipe II dalam matriks yang berfungsi sebagai
pengikat pada tempat pertemuan.
j. Tipe X, kolagen ini juga terdapat pada tulang rawan dan ditemukan dalam matriks
yang terlibat dalam pembentukan tulang endokondral dan diduga mengawali
kalsifikasi matriks.
k. Tipe XI, berhubungan dengan kolagen tipe II dalam tulang rawan namun
fungsinya belum diketahui secara jelas.
l. Tipe XII, tipe ini baru saja ditemukan menyerupai kolagen tipe IX namun sedikit
yang diketahui tentang lokasi dalam jaringan dan juga fungsinya.
15
luka. Banyak faktor yang mengatur proliferasi fibloblas juga berperan dalam sintesis
serabut kolagen. Sintesis kolagen diinduksi oleh sejumlah molekul, meliputi faktor
pertumbuhan (PDGF dan TGF 1) (Robbins et al., 2007:78).
Pada awal penyembuhan luka, fibroblas akan mensintesa serabut kolagen tipe
III dan tipe V yang didapatkan pada daerah jaringan ikat dan pembuluh darah, tetapi
serabut kolagen tipe ini akan digantikan oleh serabut kolagen yang lebih kuat
menahan tekanan, yaitu tipe I melalui fase remodeling (Ostrum dalam Lukman,
1997). Selama proses penyembuhan, harus terjadi keseimbangan yang baik antara
pembentukan
dan
penghancuran
kolagen
(remodeling).
Degradasi
kolagen
diperantarai oleh enzim kolagenase, yang disekresikan oleh banyak sel seperti
makrofag dan sel epitel (Fonseca, 1997:29).
16
2.5 Kurkumin
2.5.2 Deskripsi Kurkumin
Kurkumin adalah zat warna kuning yang terdapat pada rimpang kunyit
maupun temulawak. Kurkumin mempunyai aroma khas, tidak toksik (tidak beracun),
dan berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit. Dalam suasana asam, kurkumin
berwarna kuning atau jingga dan dalam suasana basa berwarna merah (Afifah,
2003:7-9).
17
kurkumin. Hal tersebut membuktikan sifat kurkumin sebagai salah satu bahan aktif
yang dapat menekan reaksi radang (Yanwirasti,2007). Melalui aktifitas antiinflamasinya, kurkumin efektif untuk mengobati penyakit radang sendi, rematik, atau
atritis rematik (Afifah, 2003:10). Kemampuan kurkumin sebagai antiinflamasi yaitu
melalui penghambatan enzim siklooksigenase yang berperan dalam metabolisme
asam arakhidonat menjadi prostaglandin sehingga menekan reaksi radang (Dewhirst
dalam Orbaniyah et al., 2003).
salep
dapat
mempercepat
proses
penyembuhan luka pada mencit yang diinduksi diabetes. Pemberian salep tersebut
terbukti dapat mengurangi proses peradangan, mempercepat pembentukan pembuluh
darah baru (neurovaskularisasi), proses reepitelisasi dan pembentukan jaringan ikat
(Winarsih et al., 2009).
18
Respon Tubuh
Proses penyembuhan
Fase Inflamasi
Fase Fibroplastik
Ekstrak Kurkumin
Fase Remodeling
Meningkatkan
TGF 1
Pembentukan
Serabut Kolagen +++
Keterangan:
= mengakibatkan
= pemberian
19
Salah satu tindakan bedah yang sering dijumpai di klinik kedokteran gigi
adalah ekstraksi yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan sekitarnya.
Kemudian tubuh akan merespon yang dinamakan peradangan, yaitu suatu proses
yang melibatkan rangkaian aktifitas enzim, pelepasan mediator, ekstravasasi cairan,
dan perbaikan jaringan. Kemudian dilanjutkan tahap penyembuhan yang cukup
kompleks karena melewati beberapa fase antara lain, fase inflamasi, fase fibroplastik,
dan fase remodeling.
Rimpang kunyit mengandung kurkumin yang mempunyai aktivitas biologi
bersprektum luas yang rendah efek samping (Rukmana, 1994). Dalam hal ini
pemberian kurkumin secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap proses
penyembuhan jaringan dikarenakan kurkumin dapat meningkatan pembentukan
faktor pertumbuhan beta1 (TGF 1) dan fibronektin pada luka. Kolagen merupakan
bagian utama jaringan ikat yang diperlukan pada keadaan penyembuhan luka,
pembentukan jaringan parut, serta pembentukan matriks tulang.
2.7 Hipotesis
1.
2.
melakukan
3.2.2
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Desember 2012
Variabel Bebas
a. Pemberian kurkumin
b. Lama pemberian kurkumin
3.3.2
Variabel Terikat
Kepadatan serabut kolagen pada soket pasca pencabutan gigi
20
21
3.3.3
Variabel Terkendali
a. Kurkumin
b. Kriteria sampel
c. Prosedur penelitian
22
Z
d
Keterangan:
n
adalah 4 (Lampiran A). Untuk meminimalisir resiko kematian 20%, pada masingmasing kelompok ditambahkan 1 sampel lagi sehingga didapatkan masing-masing
kelompok berjumlah 5 sampel dan total sampel menjadi 20 ekor.
23
mulut. Tonessen dan Karisen (dalam Robin, 2006) melaporkan kurkumin dengan
dosis 750 mg/kg BB tidak menimbulkan efek toksik. Sehingga dalam penelitian ini,
menggunakan dosis tengah yaitu 500 mg/hari.
Dosis kurkumin:
Konversi dosis manusia (70kg) ke tikus (200gr)
= 0,018
= 500 mg
= 0,018 x 500 mg
= 9 mg/200gr BB
Dosis Ketalar:
Menggunakan Ketamin 1000 (KTM 1000)
Dosis yang diberikan pada tikus yaitu 20-40 mg/kg BB (Kusumawati, 2004:99)
Berat tikus yang digunakan
= 200 250g
Dosis ketalar
= 20 40 mg x 200 250g/1000
= 4 10 mg
= 0,004 0,01g
= 0,004 0,01ml
Jadi dosis ketalar yang diberikan pada tikus dengan berat badan 200 250 gram
adalah 0,004 0,01ml
24
3.7.2 Bahan
a. Kurkumin (Schuchardt OHG 8566)
b. Saline steril pH netral
c. Tikus Wistar jantan
d. Larutan ketalar (KTM 1000)
e. Aquades steril
f. Alkohol
g. Trichrome Mallory
h. Formalin 10%
i. Parafin
j. Meyer egg albumin
k. Canada balsam
l. Asam formiat 10%
25
3.8.2
Persiapan Kurkumin
Kurkumin sudah tersedia dalam bentuk serbuk yaitu Curcumin for synthesis
(merk Schuchardt OHG 85662) buatan Jerman. Kurkumin diencerkan sesuai dosis
yang sudah ditentukan, yaitu sebanyak 9 mg/200gram BB menggunakan 0,5ml
saline/sonde.
3.8.3
Sub kelompok Ib
26
2. Kelompok II, merupakan kelompok perlakuan yang terdiri dari 10 ekor tikus
Wistar jantan yang dibagi menjadi 2 sub kelompok, masing-masing sub kelompok
terdiri dari 5 ekor tikus. Pada hari pertama tikus dianastesi general dengan injeksi
ketalar di sekitar paha kemudian dilakukan pencabutan gigi molar satu bawah
kirinya dan diberi kurkumin, satu kali sehari selama 7 hari untuk sub kelompok
IIa dan 14 hari untuk sub kelompok IIb secara intra gastrik dengan menggunakan
sonde lambung.
Sub kelompok IIa
3.8.4
3.8.5
a. Dilakukan pengambilan rahang bawah kiri tikus pasca pencabutan gigi molar
satu bawah kiri untuk dibuat preparat jaringan.
b. Jaringan difiksasi menggunakan larutan formalin 10% untuk mempertahankan
morfologi sel dan mencegah pertumbuhan jamur
27
: 15 menit
alkohol 80%
: 1 jam
alkohol 95%
: 2 jam
alkohol 100%
: 1 jam
alkohol 100%
: 1 jam
: 1 jam
Xylol II
: 2 jam
Xylol III
: 2 jam
: 2 jam
Paraffin 2
: 2 jam
Paraffin 3
: 2 jam
28
29
3.8.6
3.8.7
30
perbesaran 400x, dilihat pada daerah 1/3 apikal soket. Penilaian dilakukan dengan
cara membandingkan gambaran histologis serabut kolagen antara kelompok kontrol
dan perlakuan. Gambaran pada kelompok kontrol digunakan sebagai indikator
menentukan ada tidaknya peningkatan pembentukan serabut kolagen. Selanjutnya
peningkatan pembentukan serabut kolagen dimasukan kriteria skor yang sudah
ditentukan sebagai berikut (Robin,2006):
Skor 0 =Tidak terjadi peningkatan pembentukan serabut kolagen (sama dengan
kelompok kontrol)
Skor 1 =Terjadi peningkatan pembentukan serabut kolagen sedikit; apabila ketebalan
serabut kolagen kurang dari lebar jarak antar serabut kolagen
Skor 2 =Terjadi peningkatan pembentukan serabut kolagen sedang; apabila ketebalan
serabut kolagen sama dengan lebar jarak antar serabut kolagen
Skor 3 =Terjadi peningkatan pembentukan serabut kolagen banyak; apabila ketebalan
serabut kolagen lebih lebar daripada lebar jarak antar serabut kolagen
Skor 1
Skor 2
Skor 3
31
Kelompok Kontrol
(10 ekor tikus putih)
Kelompok Perlakuan
(10 ekor tikus putih)
Diberi Ekstrak
Kurkumin tiap hari
Dekaputasi
Dekaputasi
5 ekor
hari ke7
5 ekor
hari ke14
5 ekor
hari ke7
Pengambilan
Jaringan
Pengamatan
Analisis Data
Kesimpulan
5 ekor
hari ke14
32
33
A.1
A.2
A.3
A.4
Gambar 4.1.Kepadatan serabut kolagen pada kelompok kontrol hari ke-7 (A.1), kelompok
perlakuan hari ke-7 (A.2), kelompok kontrol hari ke-14 (A.3), dan kelompok
perlakuan hari ke-14 (A.4) (perbesaran 400x)
Pada gambar 4.1 terlihat adanya perbedaan kepadatan serabut kolagen antara
kelompok kontrol dan perlakuan baik pada pengamatan hari ke-7 maupun hari ke-14.
Gambaran histologis serabut kolagen pada kelompok kontrol terlihat lebih tipis
dibandingkan serabut kolagen pada kelompok perlakuan pada hari yang sama. Hal
ini menunjukan terdapat peningkatan pembentukan serabut kolagen. Setelah
dilakukan pengukuran terhadap tebal dan jarak antar serabut kolagen, didapatkan
hasil yaitu tebal serabut kolagen = jarak antar serabut kolagen. Artinya terjadi
peningkatan pembentukan serabut kolagen kategori sedang.
Kelompok perlakuan pada hari ke-7 dan hari ke-14 tidak terlihat adanya
perbedaan kepadatan serabut kolagen. Walaupun pada pengamatan hari ke-14 serabut
34
kolagen yang terbentuk terlihat lebih tebal dibandingkan pengamatan hari ke-7 tetapi
jarak antar serabut juga lebih lebar. Hal ini menunjukan tidak terdapat peningkatan
pembentukan serabut kolagen berdasarkan lama waktu pemberian kurkumin.
B.1
B.2
B.3
B.4
Gambar 4.2.Kepadatan serabut kolagen pada kelompok kontrol hari ke-7 (B.1), kelompok
perlakuan hari ke-7 (B.2), kelompok kontrol hari ke-14 (B.3), dan kelompok
perlakuan hari ke-14 (B.4) (perbesaran 400x)
Pada gambar 4.2 juga terlihat adanya perbedaan kepadatan serabut kolagen
antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada pengamatan hari ke-7 dan
hari ke-14, tetapi kepadatan serabut kolagen pada kelompok perlakuan pada setiap
sampel terlihat bervariasi (gambar A.2 dan B.2) pembentukan kolagen hari ke-7 dan
variasi pembentukan kolagen hari ke-14 (gambar A.4 dan B.4). Serabut kolagen pada
gambar B.2 dan B.4 lebih tebal dibandingkan serabut kolagen pada gambar A.2 dan
35
A.4. Gambaran histologis serabut kolagen seperti di atas di dapatkan pada beberapa
sampel perlakuan yang diamati. Hal ini menunjukan terjadi peningkatan
pembentukan serabut kolagen tetapi dalam kategori banyak yaitu tebal serabut
kolagen > jarak antar serabut kolagen. Sedangkan antara kelompok perlakuan hari ke7 dan ke-14 tidak didapatkan perbedaan kepadatan serabut kolagen. Artinya tidak
terdapat peningkatan pembentukan serabut kolagen berdasarkan lama waktu
pemberian kurkumin.
4.2 Pembahasan
Setelah pencabutan gigi, soket gigi pasca pencabutan yang terdiri dari tulang
korteks dilapisi ligamen periodontal yang rusak dengan epitel gingiva yang berada di
bagian koronal, akan terisi oleh darah yang berkoagulasi, dan proses perbaikan
jaringan akan dimulai (Peterson,1998). Nayak (2006) menyatakan bahwa proses
perbaikan jaringan yang luka tergantung pada sirkulasi darah di daerah yang
mengalami luka tersebut. Pada proses penyembuhan luka, akan terbentuk proliferasi
jaringan fibroblas yang diikuti dengan pembentukan dan deposisi kolagen. Pada
jaringan normal serabut kolagen dibentuk dan didegradasi dalam keadaan seimbang.
Setelah terjadi luka tingkat sintesis serabut kolagen akan meningkat, kemudian proses
degradasi dan penyimpanan serabut kolagen akan dilakukan untuk memberikan
kekuatan dan integritas luka tanpa menimbulkan jaringan parut yang berlebihan
(fibrosis) (Fonseca, 1997).
Pada pengamatan secara histologis, jika dibandingkan antara kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan pada pengamatan hari ke-7 dan ke-14 terlihat adanya
perbedaan ekspresi pembentukan serabut kolagen, dimana pada kelompok kontrol
serabut kolagen hari ke-7 sampai dengan hari ke-14 terlihat masih tipis (skor 1 s/d
skor 2), sedangkan pada kelompok perlakuan mulai hari ke-7 sampai dengan hari ke14 serabut kolagen terlihat dari agak padat sampai dengan padat (skor 2 s/d skor 3).
Hal ini disebabkan oleh efek dari pemberian kurkumin setelah pencabutan.
36
lain
menstimulasi
pembentukan
pembuluh
darah,
sintesis
matriks
ekstraselluler, inhibisi pertumbuhan sel, dan juga migrasi sel (Robbins et al., 2007).
TGF 1 memperluas ekspresi gen matriks secara spesifik dengan menghambat
aktifitas produksi dan aktifitas kolagenase sehingga terjadi stimulasi deposisi kolagen
(Schwartz, 1994). Hal tersebut dapat menyebabkan terbentuk serabut kolagen yang
kuat dan matang pada luka yang diterapi dengan kurkumin (Suguna et al.,2006).
Berdasarkan lama pemberian kurkumin pada proses penyembuhan luka,
antara 7 hari dibanding 14 hari pemberian menunjukan tidak terdapat perbedaan
gambaran histologis kepadatan serabut kolagen. Beberapa sampel menunjukan
gambaran histologis serabut kolagen yang agak padat dan beberapa menunjukan
kolagen yang padat baik pada pengamatan hari ke-7 maupun hari ke-14. Walaupun
serabut kolagen pada pengamatan hari ke-14 (gambar B.4) terlihat lebih teratur
dengan varkularisasi yang berkurang dibandingkan pengamatan hari ke-7 (gambar
B.2 ), tetapi pembentukan serabut kolagen tidak menunjukan terjadinya peningkatan.
Hal ini diduga pada hari ke-7 maupun hari ke-14 pasca pencabutan, pembentukan
matriks fibrous di soket pasca pencabutan yang terdiri dari serabut-serabut kolagen
yang disebut callus fibrous sudah cukup, sehingga yang terjadi setelah 14 hari pasca
37
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat peningkatan pembentukan kolagen pada soket gigi tikus Wistar
setelah pemberian kurkumin pasca pencabutan gigi. Mekanisme pembentukan
serabut kolagen pada soket gigi oleh kurkumin melalui aktifitas TGF 1.
2. Tidak terdapat peningkatan pembentukan kolagen pada soket gigi tikus Wistar
berdasarkan variasi lama waktu pemberian kurkumin pasca pencabutan
5.2 Saran
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan
pengembangan kurkumin sebagai alternatif pengobatan luka dalam upaya
meningkatkan kesehatan gigi dan mulut
2. Perlu penelitian lebih lanjut terhadap durasi waktu pemberian kurkumin yang
efektif pada masa penyembuhan luka pasca pencabutan gigi
38
DAFTAR BACAAN
40
Leeson C.R, Leeson T.S, dan Paparo A.A. 1989. Buku Teks Histologi. Ed.5. Alih
Bahasa: Yan Tambayong, dkk. Jakarta: EGC.
Lukman, K. 1997. Penyembuhan Patah Tulang Ditinjau dari Sudut Ilmu Biologi
Molekuler. Buletin IKABI, 4 (1): 29-46. Jawa Barat: UNPAD.
Mawardi, H., Dalimi, L., dan Darmosumarto, S. 2002. Pengaruh Pemberian Ekstrak
Propolis Secara Lokal pada Proses Pembentukan Serabut Kolagen Pasca
Pencabutan Gigi marmot (Cavia cobaya). Sains Kesehatan, 15 (2): 171-184.
Yogyakarta: UGM.
Miller, A.L. dan MacKay, D. 2003. Nutrional Support for Wound Healing.
Alternative Medicine Riview, 8 (4): 359-377.
Mulawarmanti, D. 2005. Fungsi Arginin dalam Proses Penyembuhan Luka di
Jaringan Rongga Mulut. Majalah Kedokteran Gigi. Edisi Khusus Temu Ilmiah
Nasional IV: 175-178. Surabaya: FKG Hang Tuah.
Nayak, B. S. dan Pereira, L. M. 2006. Catharanthus Roseus Flower Extract Has
Wound-healing Activity in Sprague Dawley Rats. Complementary &
Alternative Medicine. http://www.biomedcentral.com/1472-6882/6/41
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Orbaniyah, S., Ismadi, M., dan Oetari. 2003. Kemampuan Menghambat dan Sifat
Hambatan Analog Kurkumin terhadap Aktivitas Enzim Siklooksigenase. Sains
Kesehatan, 16 (1): 29-39. Yogyakarta: UGM.
Peterson, L.J. 1998. Contemporary Oral dan Maxillofacial Surgery. 3rd edition.
Editor: Edward E, James R.H, Myron R.T. USA: Von Hoffman Press.
Rachmawati, Setyaningsih, Mandala, Dewi, Novita. Reepitelisasi, Kepadatan
Fibroblas dan Serabut Kolagen pada Proses Penyembuhan Luka Gingiva Labial
Tikus Sparague dawley Setelah pemberian Topikal Ekstrak Buah Adas
(Foeniculum vulgare Mill.) 50%. Yogyakarta: UGM.
Rizqah, N. 2007. Kepadatan Kolagen Jaringan Granulasi Pasca Pencabutan Gigi
Tikus Wistar Jantan pada Pemberian seduhan Mahkota Dewa (Phaleria
papuana Warb. Var. Wichanii (Val.) Back). Skripsi. UNEJ: FKG.
Robbins, S.L. dan Kumar, V.1992. Buku Ajar Patologi 1. Edisi 4. Jakarta:EGC.
Robbins, S.L, Cotran, R.S, dan Kumar, V. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi
7. Alih bahasa: Awal Prasetyo, Brahm U dan Toni Priliono. Jakarta: EGC.
41
42
http://dentosca.wordpress.com/2011/04/18/peran-fibroblas-pada-prosespenyembuhan-luka/
http://ars.els-cdn.com/content/image/1-s.jpg
43
Z
d
Keterangan:
n
= Z
= (1,96)
= 3,84
= 4 (dibulatkan)
44
Lampiran B
B.1. Nilai peningkatan pembentukan serabut kolagen pada soket pasca
pencabutan pada pengamatan hari ke-7 dan ke-14 setelah pemberian
kurkumin
Kelompok
Kode
sampel
Tebal
Jarak antar
Nilai
Serabut
Serabut
Peningkatan
Kolagen
Kolagen
Keterangan Pembentukan
dalam cm
dalam cm
Serabut
(t)
(r)
Kolagen
Perlakuan
7f
0, 40
0, 40
t=r
hari ke-7
7g
0, 30
0, 30
t=r
7h
0, 70
0, 23
t>r
7i
0, 36
0, 36
t=r
7j
0, 79
0, 26
t>r
Perlakuan
14f
0, 53
0, 26
t>r
hari ke-14
14g
0, 43
0, 43
t=r
14h
0, 59
0, 40
t>r
14i
0, 43
0, 43
t=r
14j
0, 83
0, 40
t>r
45
Timbangan analitik
Timbangan neraca
Catatan :
a.
b.
c.
d.
e.
Ketamin
Cottonroll
Pinset
Ekskavator
Sonde setengah lingkaran
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Parafin
Sonde lambung
Disposible syringe insulin 1ml
Gunting
Pinset anatomis
Scalpel
46
Catatan :
1. Haematoksilin
2. Meyer egg albumin
3. Entelan
4. Eosin
5. Object glass
6. Deck glass
7. Xylol
Catatan :
1. Pinset
2. Holder
3. Kuas
4. Gunting
5. Embedding cassette
8. parafin
9. formalin
10. alkohol
11. gliserin
12. spirtus
6. Sampel
7. Histologycal basket
8. Bunsen
9. Counter
10. Cassette
47
Mikrotom
Slide warmer
Waterbath
Trichrome Mallory
Inkubator
Mikroskop binokuler
48
Penyuntikan Ketamin