OLEH:
BP :1110612184
PARALEL : 07
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
reproduksi pada taraf rekayasa proses dan rekayasa genetik seperti MOET (Multiple
Ovulation and Embyo Transfer) , IVF (In Vitro Vertilization), transfer inti, menjadi
Ternak sapi secara alami hanya dapat menghasilkan anak 6-8 ekor sepanjang
hidupnya, meskipun sebenarnya memiliki puluhan ribu potensi oosit. Potensi oosit
reproduksi antara lain melalui superovulasi (SOV), sehingga sapi unggul dapat
ditentukan oleh tingginya laju ovulasi dan jumlah embrio yang diperoleh, tetapi
fertilisasi dan viabilitas embrio serta faktor yang berhubungan dengan manajemen
induk donor. Hormon yang umum digunakan untuk menginduksi superovulasi pada
sapi adalah Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang berasal dari hipofisa. FSH
Pregnant Mare Serum (PMSG) atau Follicle Stimulating Hormone (FSH), untuk
merangsang pertumbuhan folikular yang di ikuti oleh luteinizing hormone (LH) atau
Sampai saat ini terdapat 2 tipe hormon yang paling sering digunakan untuk
tujuan superovulasi yakni pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) dan follicle
terhadap hormon FSH biasanya lebih baik karena lebih banyak menghasilkan ovulasi,
jumlah folikel anovulasi lebih sedikit, lebih banyak embrio yang dapat diperoleh, dan
kualitas embrio lebih baik. Kelemahan dari FSH adalah dapat sukar diperoleh di pasar
superovulasi pada sapi adalah Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang berasal dari
hipofisa. FSH merupakan hormone glikoprotein yang mempunyai waktu paruh yang
perkawinan).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Superovulasi masih merupakan suatu cara yang paling umum digunakan untuk
meningkatkan jumlah keturunan dari sapi betina unggul secara cepat, selain
itu superovulasi sering juga disebut multipleovulasi yaitu salah satu upaya
atau jumlah yang lebih banyak. Sedang superovulasi dapat meliput kedua pengertian,
yaitu kwantitas dan kwalitas atau lebih baik dan lebih banyak, dengan pengertian
terhadap hewan yang mempunyai nilai genetis superior (dijadikan induk donor) yang
dilipatgandakan jumlah sel telurnya setiap kali peristiwa ovulasi. Kemudian dilakukan
unggul dan jumlah lebih banyak, yang selanjutnya dicangkok (transfer embrio) pada
induk-induk resipen.
Sementara ini superovulasi baru diterapkan pada spesies sapi dalam program
lain adalah respon individu dari sapi donor tersebut terhadap perlakuan hormonal.
Respon individu sapi donor banyak dipengaruhi kecermatan memilih waktu yang
tepat, saat terjadinya gelombang folikuler yang terjadi pada setiap siklus birahi.
pertengahan siklus birahi yang sekaligus pertengahan fase luteal, yaitu berkisar antara
hari ke 9 sampai ke 12 mengacu pada lamanya siklus birahi sapi yang rata-rata 21 hari
(18-24 hari). Hari-hari antara 9-12 itulah yang sementara ini diyakini sebagai hari-hari
baik untuk melaksanakan program superovulasi, yang hasilnya ternyata juga tidak
folikuler tidak selalu terjadi pada petengahan siklus birahi dan pertengahan fase luteal
sebagaimana keyakinan selama ini. Lebih dari itu gelombang folikuler juga tidak
hanya teradi satu kali saja. Tergantung fertilitas masing-masing individu, pada sapi
terdapat tiga pola gelombang folikuler, yaitu masing-masing satu, dua atau tiga
gelombang folikuler .
hormon dari luar , untuk merangsang terjadinya ovulasi ganda, maka diberikan
hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar.
sehingga diperoleh ovulasi sel telur yang lebih banyak. Hormon FSH mempunyai
waktu paruh hidup dalam induk sapi antara 2-5 jam. Pemberian FSH dilakukan sehari
dua kali yaitu pada pagi dan sore hari selama 4 hari dengan dosis 28 - 50 mg
yang muda menjadi matang, sehingga dapat diovulasikan dan siap difertilisasi setelah
inseminasi. Penyuntikan FSH (pituitary FSH) dengan dosis menurun dan pada 48 jam
sesudahnya diberi pada sapi Holstein juga menghasilkan jumlah embrio hasil koleksi
dan jumlah embrio layak transfer yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyuntikan
tunggal (Takedomi et al., 1993). Dhanani et al. (1991) melakukan penyuntikan FSH
terhadap sapi Brahman menghasilkan jumlah CL rata-rata sebesar 10,6 per induk,
jumlah embrio koleksi sebanyak 7,2 dan jumlah embrio layak transfer sebanyak 5,5
metode yaitu metode injeksi dan implan. Metode injeksi dengan menyuntikkan ternak
sapi di bagian subcutan dan metode implant dengan cara memasukkan sidar yang
telah mengandung hormon FSH ke bagian tuba fallopi ternak sapi tersebut.
folikel pada ternak sapi. Betina donor diinjeksikan setiap hari dengan FSH yang
dapat berasal dari ekstrak hipofise babi dan domba atau dari ekstrak hipofise sapi.
preparat FSH yang dijual sudah ditambahkan dengan LH. (Lopez, 2005)
Preparat hormon yang sudah sering digunakan dan diteliti untuk superovulasi
adalah preparat hormon PMSG.Tetapi memiliki beberapa efek samping yang dapat
menyebabkan gangguan reproduksi seperti terjadinya folikel sistik. Dosis yang terlalu
hal ini dapat menimbulkan sistik folikel dan dapat pula menimbulkan berkurangnya
kualitas sel telur yang dihasilkan (Hermadi et al., 2005). Maka diperlukan hormon
LH like dengan proporsi yang lebih seimbang dan diharapkan dapat memperkecil
rongga folikel yang telah berovulasi yang mengalami proses luteinisasi yang
(Hardopranjoto, 1995). Sehingga dengan menghitung jumlah CL yang ada maka dapat
folikel yang berovulasi pada usaha superovulasi. Faktor lainnya adalah jumlah embrio
anovulatorik atau folikel sisa / yang tidak terovulasikan dari superovulasi (Lopez A. et
al., 2005).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
pengamatan perkawinan).
Hunter, R. H. F., 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik.
Lopez.A, Veiga., Bulnes A., Gonzales et al. 2005. Causes, characteristics and
Hermadi HA, 2003. Ujicoba PMSG Trans Ovari untuk Kasus Hypofungsi Ovarium
Hardjopranjoto, S., 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press,
Surabaya
Yogyakarta
Putro, P.P. 1996. Teknik superovulasi untuk transfer embrio pada sapi. Bull. FKH UGM
XIV(1):1-20.
Sorensen, A.M. 1979. Animal Reproduction Principles and Pratices. H.C. Grow –