ABSTRAK
UMMI HANI TRISANDI. Kejadian Penyakit Kulit pada Anjing dan Kucing
Akibat Infeksi Cendawan di Beberapa Klinik Hewan. Dibimbing oleh EKO
SUGENG PRIBADI.
Anjing dan kucing merupakan dua jenis peliharaan yang yang paling sering
dipelihara. Penampilan hewan peliharan harus selalu diperhatikan karena
seringkali mengalami gangguan dan dapat berdampak pada infeksi yang lebih
luas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keragaman penyakit kulit yang
disebabkan oleh infeksi cendawan dan agen lainnya pada anjing dan kucing.
Penelitian menggunakan data sekunder yang berasal dari rekam medik periode
2010-2014 yang tersimpan di klinik yang diambil dari dua klinik hewan. Data
primer diperoleh dari hasil identifikasi keberadaan kapang pada contoh kerokan
kulit dan rambut pasien anjing dan kucing yang diambil dari 10 klinik hewan di
Kota Bogor. Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap koloni cendawan yang
tumbuh di media pertumbuhan SDA dan SDA-m. Pemeriksaan mikroskopik
dilakukan terhadap contoh kerokan kulit dan rambut yang ditetesi dengan KOH
10% dan terhadap struktur mikroskopik cendawan yang tumbuh di media
pertumbuhan. Kasus infestasi ektoparasit merupakan kasus yang paling banyak
didiagnosa dari anjing dan kucing yang dating ke klinik hewan dengan angka
sebesar 30,00% pada anjing ras dan 45,58% pada kucing ras. Kasus dermatofitosis
merupakan kasus kedua terbanyak yang dialami pasien, yaitu sebesar 25,71%
pada anjing ras dan 14,28% pada kucing ras. Kapang Dermatofita tidak ditemukan
pada contoh kerokan kulit dan rambut. Sejumlah cendawan saprofit dan
kosmopolitan ditemukan dari contoh yang diperiksa
Kata kunci: penyakit kulit, infestasi ektoparasit, infeksi cendawan, anjing, kucing
iv
ABSTRACT
Dogs and cats are two pets are most popular pet kept by human. Pet animals
performance should be always considered because they are often susceptible to
pathogen infection and could be impacted on the wider infection. The purpose of
this study was to determine various skin disease caused by mycoses and other
agents in dogs and cats. The study used secondary data derived from medical
records that are kept in the period of 2010-2014 were taken from two animal
clinics. Primary data obtained from the fungi identification on skin scrapings and
hair samples of dogs and cats taken from 10 animal clinics in the City of Bogor.
The macroscopic examination performed on colonies of fungi that grown on the
SDA and SDA-m. Microscopic examination carried out on skin scrapings and hair
sample that spilled with 10% KOH and fungi microscopic structure that grown in
the medium. The case of ectoparasites infestation was highest on dogs and cats
that were came to the animal clinic with a rate of 30.00% on a race dog and
45.58% in a race cat. Dermatofitosis case was the second most experienced
patients, with rate of 25.71% on a races dog and 14.28% on a race cat.
Dermatophyte were not found in skin scrapings and hair samples. Some saprofit
and cosmopolitan fungi found from the sample examined
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini adalah
penyakit kulit, dengan judul Kejadian Penyakit Kulit pada Anjing dan Kucing
Akibat Infeksi Cendawan di Beberapa Klinik Hewan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Budianto dan Ibu
Trismawaty sebagai orang tua penulis dan keluarga atas kasih sayangnya, yang
selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis. Selain itu penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Eko Sugeng Pribadi, MS., drh. selaku
Pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para dokter
hewan di Klinik Hewan Jakarta dan Bogor, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Herdian
Saputra, teman-teman WISMA NUSANTARA, CCA, dan ASTROCYTE 49 yang
telah menjadi sahabat dan teman yang selalu mendoakan dan memberi dukungan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
METODE 4
Waktu dan Tempat Penelitian 4
Bahan dan Alat 4
Tahapan Percobaan 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
KESIMPULAN DAN SARAN 11
DAFTAR PUSTAKA 12
ix
DAFTAR TABEL
1 Data penyakit kulit pada anjing yang dibandingkan terhadapp 6
ras/bangsa dan jenis kelamin
2 Data penyakit kulit pada kucing yang dibandingkan 6
terhadap ras/bangsa dan jenis kelamin
3 Data sekunder penyakit kulit pada anjing pada periode 8
musim basah dan kering yang diperoleh dari Klinik 4
4 Data sekunder penyakit kulit pada kucing pada periode 8
musim basah dan kering yang diperoleh dari Klinik 4
5 Hasil identifikasi terhadap koloni keberadaan cendawan dari 9
contoh kerokan kulit dan rambut yang diambil dari beberapa
klinik dan di wilayah Kota Bogor
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah adanya informasi tentang angka prevalensi
atau tingkat kejadian penyakit kulit yang diderita oleh hewan kesayangan,
khususnya anjing dan kucing akibat infeksi cendawan dan infeksi agen lain.
TINJAUAN PUSTAKA
Struktur kulit terdiri dari epidermis, dermis, dan hipodermis. Lapisan kulit
(epidermis) tersusun dari banyak lapis sel. Klasifikasi lapisan epidermis dari yang
paling dalam sampai luar adalah stratum basal, stratum spinosum, stratum
granulosum, stratum lucidum, dan stratum korneum. Secara umum, epidermis dari
anjing dan kucing tipis (dua sampai tiga lapis sel nukleus, tidak termasuk stratum
korneum), pada kulit yang berambut ketebalan atau kedalamannya berkisar 0,1-
0,5 mm (Miller et al. 2013).
Beberapa masyarakat pada saat ini telah menanggap memelihara hewan
peliharaan merupakan salah satu hobi. Kucing merupakan salah satu hewan yang
paling digemari karena memiliki wajah yang lucu, rambut yang halus, serta sifat
yang unik. Kucing persia, anggora, exotic short hair, himalayan, dan maine coon
merupakan jenis kucing yang paling banyak dipelihara (Jamez 2015). Selain
kucing, anjing juga merupakan salah satu jenis hewan peliharaan yang paling
populer. Contoh anjing yang sering dipelihara karena sifatnya yang ramah yakni
golden retriever, labrador retriever, beagel, dachshund, dan yorkshire terrier
(Soeparyono 2014).
Pemilik hewan tentu menginginkan hewan peliharaannya terhindar dari
penyakit, untuk itu perlu adanya kepedulian dan perhatian dalam pemeliharaan
hewan agar infeksi penyakit dapat dicegah. Menurut Rahmiati dan Pribadi (2014),
kepedulian dan perhatian yang tinggi memicu keinginan pemilik untuk lebih
memahami bagaimana cara agar hewan peliharaan mereka sejahtera. Menurut
Indriani et al. (2014), salah satu upaya pencegahan penyakit dalam pemeliharaan
kucing adalah dengan memperhatikan makanan serta perawatannya agar
kesehatan kucing tetap terjaga dan tidak mudah terserang penyakit.
Infeksi Cendawan
Ptyriasis versicolor (PV) atau dikenal juga dengan tinea versicolor, adalah
penyakit kulit yang disebabkan oleh genus Malassezia. Penyakit ini merupakan
infeksi kulit di bagian superfisial yang sering terjadi di seluruh dunia, terutama di
wilayah yang beriklim tropis. PV sulit di sembuhkan dan dapat menyebabkan
kambuh atau berulang apabila terjadi infeksi akibat peningkatan jumlah
Malassezia yang merupakan flora normal pada kulit (Gupta dan Foley 2015).
Infeksi Bakteri
Infestasi Ektoparasit
keropeng. Gejala ini juga disertai dengan alopesia dan kehilangan bobot badan.
(Bandi dan Saikumar 2013).
Alergi
Dermatitis atopik atau dermatitis kontak alergi adalah reaksi alergi yang
terjadi pada kulit akibat paparan alergen dari bahan-bahan tertentu atau bahan-
bahan penyusun suatu produk. Gejala yang timbul antara lain radang, kemerahan,
bengkak, gatal-gatal, dan biduran. Gejala-gejala reaksi alergi yang parah, atau
disebut reaksi anafilaksis, meliputi sesak napas, biduran kemerah-merahan, ruam
kulit yang gatal, dan bengkak pada muka, tenggorokan, dan mulut. Pada kasus
yang sangat parah, reaksi ini beresiko menyebabkan kematian (ME 2013).
Tumor Kulit
Tumor baik yang berbentuk jinak maupun ganas bisa timbul pada tiap
bagian kulit. Sebagian besar tumor kulit adalah jinak, sehingga sering hanya
merupakan gangguan kosmetik. Namun, menjadi hal yang penting untuk
menentukan dengan cepat dan efektif potensi suatu tumor untuk menjadi ganas
sehingga dapat menentukan diagnosa tingkat awal (Graham-Brown dan Burns
2005).Lapisan kulit paling luar atau kulit ari (epidermis) cepat aus.
Penggantiannya berawal dari lapisan basal atau lapisan terdalam. Di dalam lapisan
inilah terletak penyebab kanker kulit di mana terjadi penggandaan sel-sel basal
yang tidak ada hentinya (de Jong 2005).
METODE
Tahapan Percobaan
Pengambilan data
Data sekunder yang berasal dari rekam medik periode 2010-2014 yang
diambil dari dua klinik hewan. Data yang dihimpun berupa nama pasien, jenis
pasien, jenis kelamin, tanggal kunjungan, tujuan kunjungan, dan hasil diagnosa
yang ditetapkan oleh dokter pemeriksa. Data dihimpun dalam bentuk tabulasi.
Pengambilan contoh
Contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerokan kulit dan
rambut dari pasien anjing dan kucing. Pengambilan contoh dilakukan di 10 klinik
hewan yang ada di Kota Bogor. Klinik hewan tersebut berlokasi di empat tempat
di Kecamatan Bogor Utara, dua tempat di Kecamatan Tanah Sereal, dan satu
tempat masing-masing di Kecamatan Bogor Timur, Bogor Tengah, Bogor Barat,
dan Bogor Selatan.
Pemeriksaan Mikroskopik
Contoh kerokan kulit dan rambut diperiksa secara mikroskopis.
Pemeriksaan mikroskopik ini terdiri dari dua tahap, yaitu dengan menggunakan
KOH 10% dan pemeriksaan mikroskopik terhadap koloni cendawan yang tumbuh
setelah pembiakan contoh kerokan kulit dan rambut di atas media SDA dan SDA-
m. Perhatian dari pemeriksaan koloni yang tumbuh adalah untuk mengidentifikasi
cendawan Dermatofita dan non-Dermatofita yang tumbuh pada media yang
ditempati contoh kerokan kulit dan rambut.
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan mengambil sedikit contoh
kerokan kulit dan rambut menggunakan pinset dan diletakkan di atas kaca
preparat yang telah dibersihkan dengan alkohol 70%. Contoh kerokan kulit dan
rambut tersebut ditetesi KOH 10% lalu ditutup dengan kaca penutup. Preparat
diamati terhadap keberadaan struktur kapang seperti hifa, makrokonidia, dan
mikrokonidia melalui pembesaran 10x dan 40x.
Pemeriksaan lanjutan terhadap contoh kulit dan rambut dilakukan dengan
meletakkan contoh kulit dan rambut di atas media SDA dan SDA-m. Media
tersebut diinkubasi pada suhu 25oC dan diamati pada hari ke-5, ke-8, dan ke-12
terhadap pertumbuhan koloni kapang. Pemeriksaan mikroskopik selanjutnya
dilakukan terhadap bagian dari koloni kapang dengan menggunakan larutan
pewarna lactophenol cotton blue (LPCB).
6
Tabel 1 Data sekunder penyakit kulit pada anjing berdasarkan bangsa dan jenis
kelamin pasien yang diperoleh dari dua klinik hewan
Bangsa Jenis Kelamin
No Jenis Penyakit (ekor) (ekor)
Ras Lokal Campuran Jantan Betina
1 Dermatofitosis 18 1 2 10 11
2 Ptyriasis versicolor 1 0 0 0 1
3 Infeksi bakteri 7 1 2 7 3
4 Demodekosis 1 0 1 1 1
5 Skabies 4 0 0 1 3
6 Infestasi ektoparasit 21 3 2 15 11
7 Alergi 4 1 0 1 4
8 Tumor 1 0 0 0 1
57 6 7 35 35
Total
70 70
Total pasien berjumlah 217 ekor terdiri dari 70 ekor anjing dan 147 ekor
kucing. Dari data tersebut, Tabel 1 dan 2 memperlihatkan bahwa anjing dan
kucing ras merupakan kelompok dominan yang menjadi pasien klinik
dibandingkan dua kelompok lainnya, yakni 57 ekor anjing dan 108 ekor kucing.
Hal ini sesuai dengan data populasi anjing dan kucing di wilayah Provinsi DKI
Jakarta dan Kota Bogor. Menurut Wahyudi (2015) Dinas Kelautan, Pertanian dan
7
Ketahanan Pangan (KPKP) DKI Jakarta tidak memiliki data mengenai jumlah
anjing liar yang berada di Jakarta, namun untuk anjing peliharaan jumlahnya
15.000 ekor. Khusus di Wilayah Jakarta Utara, populasi kucing liar diperkirakan
mencapai 47.000 ekor, tersebar di enam kecamatan (Liauw 2014). Kedua Tabel
menjelaskan juga bahwa kasus infestasi ektoparasit merupakan kasus yang paling
banyak dialami oleh pasien-pasien ras yang memiliki masalah kesehatan kulit
tersebut, yaitu sebesar 30,00% pada anjing ras dan 45,58% pada kucing ras.
Menurut Rahayu (2015) sebanyak 80% kucing kampung liar di Pasar Batu dan
sebanyak 50% kucing kampung peliharaan di Arhanud terinfeksi ektoparasit.
Ektoparasit yang biasanya terdapat pada anjing dan kucing adalah caplak, tungau,
kutu, dan pinjal. Menurut Rahayu (2015) ditemukan Ctenocephalides felis pada
kucing liar, dan pada kucing peliharaan ditemukan Ctenocephalides felis dan kutu
Felicola subrostratus. Puri et al. (2014) menemukan lima jenis ektoparasit pada
anjing peliharaan, yaitu Ctenocephalides canis, Dermacentor sp., Haemaphysalis
sp.,Laelapidae sp., dan Rhipicephalus sanguineus.
Menurut Puri et al. (2014), anjing yang paling banyak mengalami infestasi
ektoparasit adalah anjing dengan rambut panjang dan halus. Anjing dengan
rambut pendek dan kasar kurang disukai oleh ektoparasit karena sulit untuk
menembus lapisan kulit sehingga menyulitkan ektoparasit untuk menghisap darah.
Menurut Sutrisna (2015), anjing ras murni lebih mudah terinfestasi ektoparasit
karena memiliki rambut yang tebal, gimbal, ataupun kulit yang menggulung yang
membuat ektoparasit nyaman untuk bersembunyi.
Kasus dermatofitosis merupakan kasus kedua terbanyak yang dialami
pasien, yaitu sebesar 25,71% pada anjing ras dan 14,28% pada kucing ras.
Menurut Tilley dan Smith (2007), kucing ras dengan rambut panjang paling sering
menderita dermatofitosis. Dermatofitosis merupakan penyakit kulit yang
disebabkan oleh kapang kelompok Dermatofita. Penyakit ini pada hewan lebih
dikenal dengan penyakit ringworm. Hewan yang menderita Dermatofitosis
memiliki lesi yang terdiri dari kombinasi alopesia, eritema, papula, dan kulit
penderita akan terlihat bersisik dan mengeras. Lesi yang nampak pada anjing dan
kucing umumnya memiliki batasan yang jelas dengan radang aktif di pinggiran
lesi yang biasa ditemukan di bagian wajah atau anggota badan (Indrajulianto et al.
2014).
Berdasarkan jenis kelamin pasien yang datang ke klinik, tidak ada
perbedaan yang nyata dari kasus infestasi ektoparasit dan dermatofitosis antara
anjing jantan dan betina. Tetapi, sedikit berlainan dengan data yang diperoleh dari
pasien kucing yang memperlihatkan bahwa kasus penyakit kulit lebih banyak
diderita oleh kucing jantan dibandingkan dengan betina. Hasil ini selaras dengan
pendapat Tilley dan Smith (2007) yang menyatakan bahawa jenis kelamin tidak
mempengaruhi kejadian dermatofitosis.
Faktor lain yang diamati terhadap kejadian penyakit kulit pada anjing dan
kucing adalah musim. Indonesia adalah negara yang terletak di garis khatulistiwa
sehingga mengalami dua musim, yakni musim basah dan kering atau yang sering
disebut musim hujan dan kemarau. Musim kemarau di Indonesia terjadi pada
bulan April sampai Oktober sedangkan musim hujan terjadi pada bulan November
hingga Maret (Balitbang 2014). Gambaran data penyakit kulit pada periode
musim basah dan kering, dipaparkan dalam Tabel 3 untuk anjing dan Tabel 4
untuk kucing berikut.
8
9
Tabel 3 Data sekunder penyakit kulit pada anjing pada periode musim basah dan
kering yang diperoleh dari Klinik 4
Bulan (ekor)
No Jenis Penyakit
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 Dermatofitosis 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0
2 Ptyriasis versicolor 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
3 Infeksi bakteri 1 1 0 1 0 2 0 4 0 0 0 0
4 Demodekosis 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0
5 Skabies 1 2 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0
6 Infestasi ektoparasit 0 0 0 0 0 3 2 10 3 0 0 0
7 Alergi 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
8 Tumor 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Tabel 4 Data sekunder penyakit kulit pada kucing pada periode musim basah dan
kering yang diperoleh dari Klinik 4
Bulan (ekor)
No Jenis Penyakit
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 Dermatofitosis 2 0 0 0 0 1 10 3 1 0 0 0
2 Ptyriasis versicolor 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Infeksi bakteri 2 0 0 0 0 0 1 4 0 0 0 0
4 Demodekosis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Skabies 1 0 0 0 0 5 5 5 0 0 0 0
6 Infestasi ektoparasit 9 0 0 0 0 16 35 24 0 0 0 0
7 Alergi 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0
8 Tumor 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(A) (B)
(C) (D)
Gambar 1 Hasil pengamatan mikroskopik kapang yang diisolasi dari contoh
kerokan kulit dan rambut. (A) Aspergillus sp. (B) Penicillium sp. (C)
Fusarium sp. (D) Chaetomium sp. Pewarna: LBC. Pembesaran: 400x
teratur dan pertumbuhan koloni rata, tebal. Ciri morfologi sel meliputi miselium
bercabang, mikrokonidia berbentuk ovoid (berbentuk telur dengan satu ujungnya
menyempit).
Chaetomium globosum merupakan spesies cendawan lingkungan dan
bersifat selulolitik yang kuat. Spesies ini telah diisolasi dari kertas, tekstil, tanah,
kompos, serasah, aneka buah-buahan kering, serta dari sarang, bulu, dan kotoran
burung. Chaetomium globosummempunyai lapisan askomata lebat berwarna hijau
redup keabu-abuan atau abu tua. Askomata berwarna coklat tua hingga hitam,
berbentuk bulat atau semibulat, dan memiliki rambut-rambut lateral berwarna
coklat tua kehijauan serta melingkar pada ujungnya (Gandjar et al. 2000).
Pengobatan penyakit kulit pada anjing atau kucing membutuhkan waktu
yang lama dan harus sampai tuntas. Jika pengobatan tidak tuntas, maka akan
menimbulkan permasalahan baru, yaitu adanya ketahanan terhadap antibiotika
ataupun meningkatkan keparahan penyakit. Oleh karena itu, tindakan pencegahan
lebih baik dilakukan dalam menangani penyakit kulit. Pencegahan penyakit kulit
dilakukan dengan memperbaiki sanitasi dan kebersihan hewan serta lingkungan
sekitarnya. Hal ini dilakukan dengan membersihkan kandang secara teratur,
menyemprotkan desinfektan dan fungisidal untuk membasmi cendawan, serta
membersihkan atau memandikan hewan peliharaan secara teratur. Selain itu,
pemilik harus menjauhkan hewan peliharaannya dari hewan lain yang tertular
penyakit kulit, karena beberapa jenis penyakit kulit sangat mudah menular.
Hewan yang menderita penyakit kulit harus segera dibawa ke klinik hewan agar
mendapakan pengobatan dan perawatan yang tepat.
Untuk mengantisipasi kedatangan pasien-pasien penyakit kulit, klinik
hewan harus memiliki fasilitas untuk membantu mendiagnosa jenis penyakit kulit,
pengobatan, dan perawatan pasien. Alat yang digunakan untuk membantu
mendiagnosa penyakit kulit dapat berupa lampu wood atau mikroskop. Setelah
diagnosa penyakit ditentukan, pasien diberikan pengobatan yang sesuai. Agar
persembuhan penyakit dapat lebih cepat, perawatan pasien juga harus
diperhatikan. Perawatan yang diberikan yakni dengan menjaga kebersihan hewan
dengan pemberian shampo terapi untuk membersihkan kulit dan rambut dari
cendawan maupun infestasi ektoparasit. Selain itu pasien diberikan pakan khusus
untuk menunjang dan memperbaiki kualitas kulit.
Kesimpulan
Saran
Kesehatan hewan terlihat dari kebersihan dan kecerahan kulit dan rambut
hewan. Perlu adanya kesadaran dan kepedulian dari pemilik hewan untuk
memperhatikan kebersihan dan kesehatan hewan peliharaannya agar terhindar dari
penyakit kulit. Selain itu perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap dampak
dari cemaran cendawan non-Dermatofita yang ada di klinik hewan.
DAFTAR PUSTAKA
Aripin DN, Dhani RR, Murtiningrum FS, Yasin MF. 2013. Penggunaan ekstrak
cabai (capsaicin) untuk pengobatan penyakit demodekosis pada anjing [PKM].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bandi KM, Saikumar C. 2013. Sarcoptic mange: a zoonotic ectoparasitic skin
disease. JCDR. 7(1): 156-157.
[Balitbang] Badan Penelitian dan Pengembangan. 2014. Musim pancaroba di
Indonesia [internet]. [Diunduh 15 September 2016] Tersedia pada:
http://www.balitbang.jatimprov.go.id/berita/detail/berita/443
Bunawan A. 2009. Gangguan kulit pada hewan anda. Piet Klinik Hewan
[internet]. [Diunduh 20 Januari 2016] Tersedia pada:
http://pietklinik.com/wmview.php?ArtID=13
de Jong W. 2005. Kanker Apakah Itu? Pengobatan, Harapan Hidup, dan
Dukungan Keluarga. Heerdjan AS, penerjemah; Juwono L, editor. Jakarta
(ID): Penerbit Arcan. Terjemahan dari: Kanker, Wat Heet?! Medische
Informatie Over de Ziekte(n), de Behandeling en de Prognose.
Deskiharto A. 2016. Keberadaan kapang Dermatofita yang diisolasi dari klinik
dan toko hewan peliharaan di kota Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Gandjar I, Samson RA, Tweel-Vermeulen KVD, Oetari A, Santoso I. 2000.
Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.
Graham-Brown R, Burns T. 2005. Dermatologi: Catatan Kuliah. Zakariah MA,
penerjemah; Safitri A, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:
Lecture Notes os Dermatology.
Gupta AK, Foley KA. 2015. Antifungal treatment for pityriasis versicolor. J.
Fungi. 1: 13-29 .doi:10.3390/jof1010013.
Hadi UK, Soviana S. 2012. Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi, dan
Pengendaliannya. Bogor (ID): IPB Press.
Indrajulianto S, Yanuartono, Purnamaningsih H, Wikansari P, Sakan GYI. 2014.
Isolasi dan identifikasi Microsporum canis dari anjing penderita dermatofitosis
di Yogyakarta. J Vet. 15(2): 212-216.
Indriani E, Boy AR, Sushermanto. 2014. Sistem pakar diagnosa penyakit kucing
menggunakan motode Depth First Search (DFS). Progresif. 10(2): 1017-1076.
14
Jamez. 2015. Inilah 5 jenis ras kucing peliharaan. Ragam Info [internet]. [Diunduh
12 Juni 2016]. Tersedia pada: http://www.duniaq.com/inilah-5-jenis-ras-
kucing-peliharaan/
Leite Jr. DP, Yamamoto ACK, de Souza Amadio JVR, Martins ER, do Santos
FAL, de Almeida Alves Simoes S, Hahn RC. 2012. Trichocomaceaae:
biodiversity of Aspergillus spp and Penicillium spp residing in libraries. J
Infect Dev Ctris. 6(10): 734-743.
Liauw H. 2014 Mei 05. Awas ledakan Kucing. Kompas [internet]. [Diunduh pada
02 Agustus 2016] Tersedia pada:
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/05/05/2120338/Awas.Ledakan.Kuci
ng
[ME] Med Express. 2013. Bebas Alergi. Datusanantyo A, Robertus, penerjemah.
Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Terjemahan dari: Overcoming Allergies.
Miller WH, Craige EG, Karen LC. 2013. Muller & Kirk’s Small Animal
Dermatology 7th Edition. Missouri (US): Elsevier.
Paterson S. 2008. Manual of Skin Diseases of the Dog and Cat. India (IN):
Blackwell Publishing.
Priasdhika G. 2014. Studi infestasi ektoparasit pada anjing di pondok pengayom
satwa jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Puri KM, Dahelmi, Mairawita. 2014. Jenis-jenis dan prevalensi ektoparasit pada
anjing peliharaan. J. Bio. UA. 3(3): 183-187.
Purwantisari S, Hastuti RB. 2009. Isolasi dan identifikasi jamur indigenous
rhizosfer tanaman kentang dari lahan pertanian kentang organik di desa pakis,
magelang. Bioma. 11(2): 45-53.
Rahayu T. 2015. Identifikasi dan prevalensi ektoparasit pada kucing kampung
(Felis silvestris catus) di Pasar Batu dan Arhanud sebagai sumber belajar
biologi [skripsi]. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang.
Rahmiati DU, Pribadi ES. 2014. Tingkat pendidikan dan status ekonomi pemilik
hewan dalam hal pengetahuan dan penerapan kesejahteraan hewan. J. Vet.
15(3): 386-394.
Samosir A.2012. Hubungan perilaku penjamah pembuatan pliek u pada industri
rumah tangga dengan terdapatnya jamur Aspergillus niger di kecamatan darul
imarah aceh besar tahun 2011 [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera
Utara.
Seremi H, Burgess LW. 2000. Effect of soil temperature on distribution and
population dynamics of Fussarium species. J. Agr. Sci. Tech. 2: 119-125.
Soeparyono A. 2014. 5 anjing paling ramah buat di pelihara. Kawanku [internet].
[Diunduh 12 Juni 2016] Tersedia pada:
http://kawankumagz.com/Feature/Playground/5-Anjing-Paling-Ramah-Buat-
Dipelihara
Sudadi, Ernawati I, Sumarno, Dewi WI, Widijanto. 2013. Potensi isolat mikrobia
asal andisol Dieng, Jawa Tengah sebagai inokulum pupuk hayati pengoksidasi
sulfur. Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. 10(1): 19-26.
Susilowati A, dan Listyawati A. 2001. Keanekaragaman jenis mikroorganisme
sumber kontaminasi kultur in vitro di sub-lab. biologi laboratorium MIPA
pusat UNS. Biodiv. 2(1): 110-114.
Sutrisna C. 2015. Sebaran infestasi ektoparasit pada anjing di Bandung [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
15
Tilley LP, Smith FWK. 2007. The 5-Minute Veterinary Consult: Canine & Feline
3 th Edition. Australia(AU): Blackwell Publishing.
Wahyudi E. 2015 . Pemprov tak punya catatan jumlah anjing liar di Jakarta. CNN
Indonesia [internet]. [Diunduh 02 Agustus 2016] Tersedia pada:
http://m.cnnindonesia.com/nasional/20151001110640-20-82049/pemprov-tak-
punya-catatan-jumlah-anjing-liar-di-jakarta/
16
RIWAYAT HIDUP