Dosen Pengampu :
Drh. Heru Suripta, MP
Disusun oleh :
1. Drh. Heru Suripta, MP. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Ilmu Penyakit
Unggas.
2. Orang tua yang selalu memberi doa, serta saudara dan teman-teman
seperjuangan yang insyaAllah akan tetap selalu berjuang bersama-sama.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
Bedah bangkai atau nekropsi adalah tehnik lanjutan dari diagnosa klinik
untuk mengukuhkan atau meyakinkan hasil diagnosa klinik. Pada prinsipnya,
bedah bangkai adalah mengeluarkan organ – organ yang dhinggapi virus tertentu.
Bedah bangkai hendaknya dilakukan secepat mungkin setelah hewan mati. Untuk
daerah tropis seperti Indonesia, sebaiknya bedah bangkai tidak lebih dari 3,5 jam
setelah hewan mati. Hewan yang gemuk atau tertutup bulu lebih cepat.
Ukuran organ pada ayam penderita, jika membesar disebut hipertropi, jika
mengecil disebut atropi, dan jika tumbuh ganda disebut hyperplasia. Sedangkan
apabila berwarna kemerahan menunjukkan adanya pendarahan, organ berwarna
pucat meunjukkan kurangnya nutrisi, warna kebiruan menunjukkan kurang
mensuplai oksigen, keracunan jaringan. Tepi organ yang tumpul menunjukan
1
organ telah membesar dar ukuran normal. Bidang sayatan berlemak berminyak
menunjukkan adanya akumulasi lemak dalam jaringan, berair menunjukkan
adanya akumulasi air dalam jaringan, dan campuran keduanya menunjukan
adanya gangguan organik oleh metabolisme penyakit. Konsistensi yang
keras/rapuh menunjukan adanya nekrosis/ kematian jaringan pada organ dan pada
konsistensi lunak organ telah terakumulasi dengan eksudat ( Yuwanta 2004)
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ETIOLOGI
Penyakit Coryza disebabkan oleh bakteri, berbentuk batang yang pleomorfik tidak
bergerak, bersifat gram negatif dan disebut Hemophilus gallinarum. Didalam
media buatan tidak mudah dibiakkan karena memerlukan faktor XV dan V
Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD). Bakteri ini akan sangat baik
tumbuhnya bila dibiakkan dalam media agar darah dan dieramkan secara
mikroaerofilik. Sifat alami bakteri ini tidak bisa hidup lama, dan akan mati dalam
waktu 4-5 jam.
Ayam yang sembuh dari serangan penyakit akan menjadi kebal untuk serotipe
yang sama. Saat ini di berbagai negara maju beberapa pengusaha berusaha
membuat vaksin terhadap H.gallinarum, akan tetapi sebegitu jauh belum ada yang
benar-benar dapat efektif. Dianjurkan untuk pembuatan vaksin dengan
menggunakan pokok kuman dari galur setempat, sehingga diharapkan akan dapat
mengatasi penyakit di tempat tersebut.
B. EPIDEMIOLOGI
1. Spesies Rentan
Ayam adalah satu-satunya hewan yang rentan terhadap penyakit ini. Ayam
berumur 14 minggu keatas lebih rentan daripada yang muda, antara umur 18-23
minggu.
3
2. Pengaruh Lingkungan
Biasanya penyakit ini timbul pada perubahan musim namun penyakit dapat
mewabah apabila disertai faktor stres.
3. Sifat Penyakit
Penyakit dapat menyerang ayam pada semua umur. Sifat penyakit ini sporadik dan
dapat mewabah dengan angka mortalitas rendah dan mordibitas tinggi mencapai
80%.
4. Cara Penularan
Penularan terjadi melalui kontak langsung maupun tidak, dalam suatu kelompok
penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dari satu penderita atapun
pembawa penyakit. Penularan melalui kontak tidak langsung dapat terjadi melalui
makanan atau minuman yang tercemar yang selanjutnya menjadi sumber
penularan. Ayam yang sembuh merupakan pembawa dan menjadi sumber
penyakit selanjutnya.
Selain menyerang ayam, penyakit ini juga ditularkan pada burung merak, ayam
mutiara atau burung puyuh.
5. Faktor Predisposisi
6. Distribusi Penyakit
Mengingat sulitnya isolasi H.gallinarum sampai saat ini di Indonesia belum ada
laporan resmi yang menyatakan bahwa bakteri ini telah berhasil di isolasi.
Walaupun demikian secara klinis dapat diketahui bahwa penyakit coryza sudah
tersebar luas di Indonesia. Serangan penyakit ini terjadi setiap tahun terutama
pada peternakan ayam petelur. Penyakit ini berjalan secara kronik sehingga ayam
penderita tidak mempunyai arti secara ekonomik lagi, tetapi bila ada komplikasi
dengan infeksi lainnya dapat menimbulkan kerugian ekonomi.
C. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala Klinis
Dari hidung keluar eksudat yang mula-mula berwarna jernih dan encer tetapi
lambat laun berubah menjadi kuning kental dan bernanah dengan bau khas.
4
Gambar 1. Infeksi coryza Gambar 2. Infeksi coryza: sinus
(Sumber : http://oldvet.com/tag/ infraorbitale membengkak
infectious-coryza/) (Sumber http://www.theranger
co.uk/news/Infectious
Coryza_32.html)
.
Sekitar lubang hidung terdapat kerak eksudat yang berwarna kuning. Sinus
inftraorbital membengkak sangat besar, unilateral maupun birateral. Akibatnya
lipatan sekitar mata membengkak dan mata menjadi tertutup. Suara ngorok
terdengar pada saat hewan kesulitan bernafas diare dan pertumbuhan ayam
menjadi terlambat dan kerdil.
2. Patologi
3. Diagnosa
Diagnosa perlu didasarkan atas anamnesa dan sejarah penyakit peternakan, gejala
klinis dan patologi-anatomi, yang terpenting harus didasarkan atas isolasi dan
identifikasi penyakit. Identifikasi penyakitnya dengan fenomena satelit pada
pemupukan bersama Staphylococcus epidermis atau Staphylococcus aureus yang
ditanam pada media coklat agar atau agar darah. Disamping itu H.gallinarum
adalah satu-satunya kuman yang sensitif terhadap sulfathiazole, oleh karena itu
bila sembuh diobati dengan sulfathiazole maka diagnosa positif, akan tetapi bila
tidak sembuh belum tentu berarti bahwa ayam tersebut tidak menderita coryza,
namun tidak menutup kemungkinan ada infeksi campuran dengan penyakit
saluran pernafasan lainnya.
4. Diagnosa Banding
Penyakit-penyakit yang memiliki gejala klinis seperti coryza adalah CRD, cholera
unggas, avitaminosis A, IB dan penyakit alat pernafasan yang lain. Kemungkinan
terjadi infeksi campuran harus diperhatikan jika gejala penyakit sifatnya
menghambat, misalnya angka kematian meninggi dan penyakit berjalan sangat
lama.
5
5. Pengambilan dan Pengiriman Spesimen
Pengiriman sampel untuk pemeriksaan dapat juga dikirim ayam penderita (ayam
muda atau dewasa) dalam stadium akut. Di lapangan pengiriman sampel dapat
berupa bangkai segar atau dalam keadaan dingin untuk dikirim ke laboratorium,
namun harus hati-hati karena bangkai segar dapat merupakan sumber penyebaran
penyakit ke daerah lain.
D. PENGENDALIAN
1. Pengobatan
a. Pelaporan
b. Pencegahan
Cara yang paling baik untuk mencegah terjadinya penyakit ini dengan
melaksanakan sanitasi dan manajemen peternakan yang baik, misalnya
konstruksi kandang yang baik, kepadatan ayam yang sesuai dengan iklim
setempat dan melakukan all in all out program. Diusahakan agar ayam
untuk peremajaan dipelihara sendiri sejak kecil ditempat yang khusus,
usahakan agar ayam satu kelompok berumur sama. Timbulnya penyakit
sering diakibatkan oleh tercampurnya ayam dari berbagai umur didalam
satu kelompok. Di beberapa negara ada perusahaan yang telah
memproduksi vaksin untuk mencegah coryza, namun sejauh ini vaksin-
6
vaksin tersebut belum dapat melindungi secara efektif. Vaksinasi
dilakukan pada umur 8-10 minggu dan diulangi pada umur sekitar 16-18
minggu.
7
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktek dengan judul “ Kasus Infectious Coryza (snot) pada ayam petelur
di kandang Lugi Farm Karanganyar” dilaksanakan pada tanggal 30 November
2018 pukul 13.00-15.00 WIB. Praktikum dilakukan di Laboratorium Akademi
Peternakan Karanganyar.
3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam dalam praktikum ini adalah :
1. Ayam Hidup
2. Spuit disposible
3. Scalpel
4. Guntung tulang
5. Gunting bedah
6. Gunting gut
7. Pinset
8. Sarung tangan
9. Ember dan Air
3.2. Metode
A. Euthanasia dengan Emboli ke Jantung
1. Dilakukan oleh dua orang, satu memegang ayam dan stunya lagi
pelaku euthanasia.
2. Ambil ayam yang telah disiapkan, catat semua spesifikasinya
(pertandaan sidik, dan anamnesa)
3. Baringkan di meja operasi pada sisi kanan (dexter recumbency)
4. Basahi dengan air
8
5. Ambil spuit, sebaiknya yang masih baru, bila memakai spuit lama
pastikan tidak buntu dengan cara dipakai untuk menyedot dan
menyemprotkan air.
8. Tusuk ayam pada bagian dada kiri disekitar pembuluh vena yang
melintang di dada kiri sampai mengenai jantung.
10. Semprotkan udara yang ada di dalam spuit sehingga terjadi emboli
udara ke jantung.
11. Sesaat kemudian maka ayam akan mengalami kejang dan mati.
B. Bedah Bangkai
1. Bedah bangkai bisa dilakukan 1 orang atau lebih.
2. Ambil ayam yang akan dibedah catat semua
spesifikasinya (pertandaan sidik, anamnesa)
3. Pertama kali periksalah jengger, pial dan cuping
telinga, kulit dan bulu.
4. Perhatikan juga terhadap kemungkinan diare, leleran-
leleran dari paruh, lubang hidung dan mata.
Kebengkakan di daerah fascial dan kemungkinan
adanya parasite-parasit tertentu pada bulu dan kulit.
5. Bangkai harus disiram dengan ait agar bulunya tidak
mengganggu pemeriksaan.
6. Hewan diletakkan pada punggungnya (dorsal
recumbency) dengan ekor menghadap pemeriksa.
7. Ke dua kaki dipegang dan ditarik kearah lateral,
kemudian kulit diantara tubuh dan paha diiris sampai
persendian doxo-femoral sehingga bangkai dapat
terlentang baik pada punggungnya.
9
8. Kulit dan bulu dilepas dilepas dengan cara mengiris
kulit perut secara melintang kemudian dilanjutkan ke
depan dank e belakang dengan tarikan jari operator,
sehingga perut, dada dan leher terbuka kulitnya.
9. Perhatikan warna, kualitas, derajad dehidrasi jaringan
subcutaneous dan otot-otot dada.
10. Guntinglah dinding perut bagian posterior
secara melintang, kemudian irisan ini diteruskan
kearah depan dengan memotong bagian costo-
chodral dari semua costae sampai ke clavicula pada
ke dua lateral tubuh. Jika bangkai yang diseksi sudah
dewasa pergunakanlah gunting tulang untuk
memutus clavicula.
11. Irisan pada dinding abdomen diteruskan pula
kea rah belakang sehingga rongga abdomen dan
rongga dada dapat dibuka seluruhnya.
12. Periksalah semua kantung hawa dan
kemungkinan abnormalitasnya.
13. Perhatikan juga terhadap kemungkinan
adanyak cairan, exudat ayau darah dari dalam
rongga perut dan rongga dada.
14. Jika akan melakukan penanaman pada
perbenihan-perbenihan tertentu hendaknya dilakukan
sebelum alat-alat tersebut bersinggungan dengan
operator atau bahan-bahan kimia lain.
15. Sebelum mengeluarkan alat-alat pencernaan
periksalah alat-alat tersebut pada posisi aslinya,
demikian pula dengan alat-alat rongga dada.
16. Oesophagus di bagian proximal provnetriculus
dipotong kemudian dikeluarkan bersama-sama
dengan gizzard, pancreas usus halus dan usus besar
serta caecum.
17. Keluarkan hepar dan lien. Periksalah ginjal,
nervus plexus ischiadicus dan plexus brachialis.
18. Bangkai diputar sehingga kepala menghadap
oprerator.
19. Dengan gunting yang dimasukkan di dalam
mulut ujung mulut dipotong pada satu sisi dan
diteruskan ke oesophagus dan inluvies.
20. Pharynx, larynx dan trachea dibuka sampai ke
cabang-cabang bronchus yang masuk ke paru-paru.
10
21. Dengan menarik trachea, oesophagus serta
menggunting penggantungnya, keluarkan alat-alat
tersebut bersama-sama denga paru-paru, kemudian
periksalah.
22. Otak dikeluarkan dengan membuka tulang
tengkorak seperti pada spesies-spesies lainnya.
Untuk membuka tulang tengkorak biasanya
dipergunakan gunting tulang atau gunting yang
cukup kuat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
I. IDENTITAS
a. Identitas pemilik ternak :
1. Nama : Agung Prasetyo.Amd
2. Alamat : Tegalgede RT.04 RW.02
Kel Tegal Gede,
Karanganyar
11
b. Identitas ternak :
1. Jenis Ayam : Ayam Petelur (Loghman
Brown)
2. Jenis Kelamin : Betina
3. Umur : 16 Minggu
4. Bobot Ayam : 1,07 kg
5. Jumlah Ayam : 1.000 ekor
c. Anamnesa :
1. Sebab kematian : Euthanasia
2. Lama sakit : 1 minggu
3. Gejala sakit sebelum mati : kebengkakan di daerah
fascial, tidak nafsu makan,
lesu, keluar leleran dari
paruh
4. Jumlah ayam yang sakit : 15% dari 1.000 ekor
5. Jumlah ayam yang mati :1
6. Pengobatan yang pernah dilakukan :
a. Pengobatan : - Intramuskular
a. Interspectin-L
b. Vet strep
- Per oral
a. Doxyvet
b. New verna
b. Vaksinasi : - IB H120
- ND AI Killed
- IBD Live
- ND Clone
- AI Killed
- ND LASOTA
- ND IB Killed
- POX
12
- Coryza
- ILT (Lampiran 4)
13
3. Hidung/Mulut/Sinus : Ada cairan
4. Trachea : Normal, ada sedikit leleran
5. Oeshophagus : Normal
6. Otot dada : Mengkilap, tidak ada bintik
7. Otot paha : Baik
8. Syaraf : Baik
9. Otak : Baik
III. DIAGNOSA
a. Sementara : Infectious Coryza / Snot
b. Akhir : Infectious Coryza / Snot
4.2 Pembahasan
Permukaan kulit ayam dalam kondisi mulus tidak terdapat koreng.
Berwarna cerah dan tidak ada memar. Terdapat lendir pada bagian rongga hidung.
Pemeriksaan permukaan kulit ayam bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya
penyakit yang diderita oleh ayam tersebut, karena salah satu ciri ayam yang sehat
adalah mempunyai kulit licin dan tidak terdapat luka atau memar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sholikin (2011) yang menyatakan bahwa ciri-ciri ayam yang
bagus adalah daging lunak, sera baik, berkulit licin dan tidak terdapat luka atau
memar.
Berdasarkan praktikum bahwa pemeriksaan kondisi warna dan jaringan
bawah kulit menunjukan hasil jaringan bersih dan berwarna cerah normal. Hal ini
menunjukan bahwa ayam sehat. Hal ini seusai dengan pendapat Afrianti et al
(2013) yang menyatakan bahwa daging ayam sehat berwarna cerah putih
kekuningan. Jaringan subkutan juga berwarna bersih tidak terdapat bercak-
bercak. Ini menandakan ayam sedang tidak terserang penyakit. Menurut tarmudji
(2005) bahwa salah satu ciri ayam terkena penyakit AI (Avian Invluenza) yaitu
terdapat ptekhie subkutan pada kaki dan paha.
Ciri isi rongga dada dan rongga perut yang normal adalah bersih, tidak
terdapat gumpalan lemak, kanntung hawa bersih, terang tembus tidak ada
perkejuan (gumpalan lemak), jantung sehat berwarna merah muda. Hal ini
menandakan bahwa ayam tersebut tidak sakit. Hal ini sesuai pendapat Salim et al
14
(2010) menyatakan bahwa ciri-ciri ayam sakit adalah organ hati, ginjal, jantung
dan limpa bengkak, warna merah kehitaman, bintik-bintik hemoragi jelas terihat
pada mukosa duodenum, hati, ginjal, jantung, paru-paru dan limpa.
Berdasarkan hasil praktikum bahwa dinding penvernaan tidak terdapat
kelainan, tidak kotor. Isi dalam saluran pencernaan normal, tidak terdapat cacing.
Dalam manajemen pemeliharaan ayam tersebut benar sehingga ayam tidak
terkena cacing. Ahl ini sesuai dengan pendapat Ashenafi dan Eshetu (2004)
menyatakan bahwa penyebab ayam cacingan dikarenakan manajemen
pemeliharaan yang buruk. Retnani et al (2009) menambahkan bahwa ciri ayam
yang terkena cacing adalah mendadak lesu, diare, radang usus disertai diare yang
meluas jika terinfeksi berat, sehingga produksi menurun dibawah rata-rata,
termasuk berat badan, laju pertumbuhan turun, produksi daging maupun telur.
Berdasarkan hasil praktikum bahwa hati memiliki ukuran normal,
berwarna merah kecoklatan, konsistensi kenyal dan terdapat kantong empedu. Ini
menandakan hati dalam kondisi baik. Hati berfungsi untuk memproduksi empedu.
Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah dan Pollana (2004) yang menyatakan
bahwa hati yang tidak memiliki kelainan berwarna cokelat kemerahan yang
dilengkapi kantong empedu dan konsistensi kenyal. Ditambahkan oleh Suprijatna
et al (2005) yang menyatakan fungsi utama hati dalam pencernaan dan absorpsi
adalah produksi empedu.
Berdasarkan hasil praktikum bahwa jantung berwarna merah, tidak
terdapat bintik-bintik pada selaput jantung dan memiliki konsistensi kenyal, yang
menandakan jantung dalam kondisi normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Jahja
et al (2005) jantung ayam memiliki empat ruang yaitu dua atrium dan dua
ventrikel.
Berdasarkan hasil praktikum bahwa ginjal ayam berukuran kecil dan
merah pucat. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al (2005) yang
mengatakan sistem ekskresi pada unggas terdiri dari dua buah ginjal yang
bentuknya relatif besar dan memanjang, berlokasi di belakang paru-paru dan
menempel pada tulang punggung. Ditambahkan oleh Yuwanta (2004) yang
menyatakan ginjal berfungsi pula sebagai pengatur keseimbangan asam basa dan
keseimbangan osmosis bagi cairan tubuh.
15
Berdasarkan hasil praktikum bahwa pankreas unggas berwarna putih
kekuningan, berukuran normal dan tidak terdapat kelainan. Pankreas merupakan
organ pencernaan tambahan yang berfungsi sebagai kelenjar endokrin maupun
kelenjar eksokrin dan terletak dianatara usu halus. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprijatna et al (2005) yang menyatakan pankreas terletak diantara duodenal loop
pada usus halus dan merupakan suatu kelenjar yang berfungsi sebagai kelenjar
endokrin maupun kelenjar eksokrin. Ditambahkan oleh Yuwana (2004) yang
menyatakan pankreas mempunyai dua fungsi yang semuanya berhubungan
dengan penggunaan energi ransum. Yaitu eksokrin dan endokrin.
Berdasarkan hasil praktikum bahwa trakea ayam berwarna putih, tidak
terdapat isi. Trakea ayam menunjukkan bahwa ayam dalam kondisi sehat. Trakea
merupakan saluran pernafasan yang memanjang dari pangkal rongga mulut
sampai dengan rongga dada.
Berdasarkan hasil praktikum bahwa paru-paru berwarna merah, memiliki
konsistensi kenyal, terdapat O2 saay melakukan uji apung yang artnya pernafasan
ayam masih baik. Namun terdapat sedikit bintik hitam di paru-paru ayam
sehingga dapat diindikasikan ayam tersebut terserang memiliki gejala awal
penyakit CRD ( Chronic respiration disease). Hal ini sesuai dengan pendapat yang
menyatakan bahwa anak ayam yang terserah CRD akan menunjukkan gejala
berupa tubuh lemah, sayap terkulai, mengantuk dan diare berwarna seperti tanah.
Bila dilakukan nekropsi maka kantung udara dan paru-paru dakan menunjukkan
warna keruh berupa bintik-bintik hitam.
Pada praktikum euthanasia ayam tersebut, kondisi ayam sebelum
dilakukan nekropsi dan euthanasia adalah berat badan yang lebih rendah dari berat
badan normal (kurus). Setelah dieuthanasia bagian saluran pencernaan, di bagian
tengah dari duodenum tersebut dapat terlihat sangat jelas bagian dari pankreasnya.
Terlihat jelasnya pankreas di tengah duodenum tersebut menandakan bahwa
hewan dalam keadaan kurus. Abnormalitas lain yang ditemukan adalah pada
organ paru-paru, dan sinus. Organ paru-paru setelah dieuthanasia ditemukan
bintik-bintik hitam namun tidak terlalu banyak.
Kantong udara normal pada ayam berwarna transparan, tipis , tembus dan
terang. Kantung udara merupakan selaput tipis berbentuk seperti balon yang
16
berfungsi untuk membantu pernapasan. Pada bagian sinus dai dalam luban koana
ditemukan lendir, yan menandakan bahwa ayam dalam keadaan tidak sehat.
Lendir yang ditemukan berbentuk tidak terlalu kental dan berwarna sedikit
kekuningan. Ayam tersebut dapat dikatakan sedang mengalami flu atau pilek.
Penyakit pilek pada ayam dikenal sebagai penyakit Infectious Coryza atay Snot.
Pilek ayam umumnya timbul di musim penghujan atau ada kaitanya denga kondisi
lingkungan kandang yang dingin dan lembab, Penyebab pilek ayam adalah bakteri
Hemophilus gallinarum.
Pada pemeriksaan di bagian kepala. Pada area gidung tepatnya di sinus
orbita terdapat lendir yang dimana menandakan adanya gangguan. Sinus orbitanya
terdapat sedikit cairan maupun lendir namun tidak terlalu banyak. Terdapatnya
lendir pada sinus oerbita dan sistem penapasan bisa dikelompokkan menjadi 2,
yaitu infeksius dan non infeksius.
Faktor infeksius seperti Coryza, chronic resepiratory disease (CDR) dan
swollen head syndrome (SHS) merupakan beberapa contoh agen penyakit yang
menyebabkan kerusakan sinus dan saluran pernafasan atas.
Coryza merupakan penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri
Hemophilus gallinarum dengan lokasi predileksi utamanya di sinus indraorbitalis.
Ayam yang terserang coryza akanmengalami pembengkakan muka, terutama
disekitar sinus infraorbitalis. Selain itu, tak jarang juga ditemukan mata berair
seperti menangis. Pada penyakit coryza gejala klinis yang sering ditemukan
adalah peradangan pada saluran pernafasan atas dengan ciri konjungtivitas, edema
kepala, dan sinusitis dengan eksudat kartal. Pial dan jengget terlihat bengkak serta
ngorok saat bernafas. Patalogi anatomi yang dapat diamati diantaranya
peradangan kataralis pada mukosa bagian atas (rhinitis dan sinusitis). Infeksi
menjalar ke saluran pernafsan bagian bawah menjadi laringitis, trakheitis dan air
sacculitis selanjtnya penyakit ni dapat menyebabkan perikarditis dan perihepatitis,
Coryza merupakan penyakit yang jarang berdiri sendiri, baisnaya
beriringan dengan penyakit lain. Sinusitis kataralis dan laryngitis katalis. Eksudat
kataral dihasilkan deari peningkatan mukus yang berasal dari sel goblet.
Peningkatan mukus dapat terhadi dikarenakan infeksi mikroba berupa bakteri
maupun virus. Keadaan kandang juga dapat menyebabkan adanya eksudat
17
kataralis yang berasal dari benda asing seperti debu, amonia, dan kotoran. Eksudat
kataral berbentuk kental, translucent, terkadang disertai oleh sel debri, dan
leukosit. Pada kakus yang keonis secara mikroskopis ditemukan adanya prolifersi
sel goblet. Ketika reaksi inflamasi semakin parah dan terjadi infeksi sekunder dari
mikroorganisme lain, maka sekudat akan diinfiltrasi oleh neutrofil yang
menyebabkan eksudat menjadi lebih keruh yang dikenal dengan istilah
mukopulrulen MCGavin dan Zachary (2007)
Sinusitis dan laryngitis dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
menyerang saluran pernafasan seperti mycoplasmosis, IB,AI, dan Coryza. Saat
dilakukan bedah bangkai maka akan ditemukan disekitar sinus hidung, adanya
lendir atau kotoran dari hidung yang mula-mula enter dan berlanjut sampai kental
yang berbau menyengat, seperti bau telur busuk.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ayam yang diseksi
teserang infectious coryza atau snot dapat menyerang ayam pedaging atau petelur
pada ayam berumur 14 minggu keatas. Biasanya penyakit ini timbul pada
perubahan musim serta penyakit dapat mewabah apabila disertai faktor stres
Pengendalian coryza, hendaknya ditujukan pada perbaikan manajemen yang
meliputi sanitasi/ desinfeksi yang ketat, program pencegahan penyakit dan
vaksinasi yang sesuai, dan pemberian obat-obatan yang bersifat untuk
pencegahan. Pencegahan dengan melaksanakan sanitasi dan manajemen
peternakan yang baik seperti konstruksi kandang yang baik, kepadatan ayam yang
18
sesuai dengan iklim setempat dan melakukan all in all out program. Melakukan
vaksinasi pada umur 8-10 minggu dan diulang pada umur sekitar 16-18 minggu.
Pengobatan dapat dilakukan dengan sulfonamide, seperti Sulfadimethoxine,
sulfamethazine, sulfaquinoxaline. Dan pemberian antibiotik seperti tetracycline,
erythromycin, spectinomycin karena relatif lebih aman dan efektif..Seandainya
ayam bisa sembuh dengan pengobatan, produksi telurnya tidak akan maksimal
atau kembali seperti semula.
B. Saran
Saran dari kami sebaiknya sebelum melakukan praktikum lebih teliti lagi
dalam persiapannya dan pelaksanaanya. Agar terhindar dari hal-hal yang tidak di
inginkan.
DAFTAR PUSTAKA
19
Direktur Kesehatan Hewan 2002. Manual Penyakit Hewan Unggas. Direktorat
Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Produksi Peternakan, Departemen
Pertanian RI, Jakarta Indonesia.
Fadilah, R. dan A. Polana. 2004. Aneka Penyakit Pada Ayam dan
Cara Mengatasinya. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Horner F, Bishop GC, Haw C 2012. An Upper Respiratory Disease of
Commercial
Chickens Resembling Infectious Coryza, but Caused by A V
FactorIndependent Bacterium. Avian Pathology. Volume 21, Issue 3, pages
421-427
Jahja J, Lestariningsih L, Fitria N, Murwijati T, Suryani T.
2006.Penyakit Penyakit Penting pada Ayam Edisi 5. Bandung (ID):
Medion.
McGavin, M.D., dan Zachary, J.F. 2007. Pathologic Basic of Veterinary
Disease.kota: Mosby, Inc. Halaman12-17.
Plumb DC 1999. Veterinary Drug Handbook 3rd Edition. Iowa State University
Press Ames.
Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJC, Leonard FC and Maghire D
2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Science
Ltd. Australia.
Retnani EB, Fadjar S, Upik KH, Singgih HS. 2009.Analisis faktor-faktorresiko
infeksi cacing pita pada ayam ras petelur komersial di Bogor.Jurnal
Veteriner10 (3) : 165 - 172.
Salim MN, Dian M. 2010. Pengaruh Sulfaqu Inoxalin Pada Ayam Broiler :Gejala
Klinis dan Patologi Anatomi. Jurnal Kedokteran Hewan 4 (2) : 65– 68.
Shankar BP 2008. Common Respiratory Diseases of Poultry. Veterinary World,
Vol.1(7): 217-219
Sholikin H. 2011. Manajemen Pemeliharaan Ayam Broiler Di Peternakan
UD Hadi PS Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Surakarta
(ID):Universitas Sebelas Maret. (Tugas Akhir).
Subronto dan Tjahajati 2008. Ilmu Penyakit Ternak III (Mamalia) Farmakologi
Veteriner: Farmakodinami dan Farmakokinesis Farmakologi Klinis.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar
TernakUnggas.Penebar Swadaya, Jakarta.
Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam Dan Penanggulangannya Penyakit
Bakterial, Mikal Dan Viral . Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Tarmudji. 2005. Penyakit Pernafasan Pada Ayam, Ditinjau Dari Aspek
Klinik Dan Patologik Serta Kejadiannya Di Indonesia. Jurnal Wartozoa 15
(2) : 72 – 82.
Yuwanta, T. 2004.Dasar Ternak Unggas.Yogyakarta (ID): Kanisius
20
Lampiran 1. Form Laporan Hasil Bedah Bangkai
21
22
23
Lampiran 2. Questioner Survey Lapangan/Perusahaan
Lampiran 3. Dokumentasi
24
25
26
Lampiran 4. Jadwal Vaksinasi
I. PROGRAM VAKSINASI
27
ND CLONE Aktif 1 Ds IO
74 21 – November -
IB
2018
AI Killed Inaktif 1 Ds IO
28
29