Disusun Oleh :
Aisyah Dian Julianti
Amelia Pratama Putri
Berliyana Sagita
Danny Bagus Wibowo
Hilman Rizki Pangestu
Kharisma Khusnul Khotimah
Muhammad Rasyid Ghufron
Naufal Yafi Hilmawan
Novia Nur Ema Aulia
Silmy Kamila Widyanti
Widya Saskia Jukardi Putri
DIVISI PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
LATAR BELAKANG
Autopsi / nekropsi / obduksi / seksi / bedah bangkai, untuk melakukan
pemeriksaan yang cepat dan tepat dalam menetapkan diagnosa pada beberapa
sebab penyakit atau kematian dari seekor hewan. Menurut Brown 2012, Nekropsi
merupakan autopsi yang dilakukan pada hewan. Nekropsi merupakan salah satu
teknik diagnosis penyakit hewan. Wagner (2007) menyebutkan bahwa nekropsi
bertujuan untuk mendiagnosis penyakit pada individu hewan. Nekropsi
(pemeriksaan postmortem) dilakukan untuk menentukan kausa penyakit dengan
melakukan diskripsi lesi makroskopis dan mikroskopis dari jaringan dan dengan
melakukan pemeriksaan serologis dan mikrobiologis yang memadai.
Pemeriksaan postmortem dilakukan bila ditemukan adanya penurunan produksi,
terdapat tanda-tanda yang jelas akan sakit atau diketahui adanya peningkatan
jumlah kematian, dan atas permintaan klien.
Pada umumnya ada 2 macam cara nekropsi yaitu : (1). Seksi lengkap,
dimana setiap organ / jaringan dibuka dan diperiksa. (2) seksi tidak lengkap, bila
kematian / sakitnya hewan diperkirakan menderita penyakit yang sangat menular/
zoonosis ( anthrax, AI, TBC, hepatitis dsb ). Nekropsi harus dilakukan sebelum
bangkai mengalami autolisis, jadi sekurang-kurang 6 8 jam setelah kematian.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa penyebab anjing mati ?
2. Bagaimana kondisi eksternal dan internal anjing ?
TUJUAN
Untuk mengetahui penyebab dari matinya anjing dengan mengidentifikasi
kondisi eksternal dan internal nya.
METODE
Praktikum dilakukan sesuai dengan tata cara nekropsi anjing yaitu:
A. Meminta izin nekropsi
B. Ruangan dan meja operasi dipersiapkan, juga peralatan (scalpeldan
blade,pisau, gunting tajam tupul, pinset, masker, sarung tangan dan
baju oka),serta bahan (anjing, air dan formalin) .
C. Dilakukan pemeriksaan pada bagian eksterior tubuh hewan
secarakeseluruhan, diamati ada tanda penyakit. Diperiksa identitas
(tato) danjenis kelamin anjing.
D. Direbahkan kiri lateral dengan kepala di sebelah kanan
E. Dilepaskan tungkai (kaki) dari tubuh dengan cara membuat irisan
padaketiak dan dilipat paha sambil dipatahkan sendi pangkal paha.
Dengandemikian hewan lebih mudah terlentang
F. Dibuat irisan dari mandibula sampai arcus ischiadichus, dihindari
daerahambing dan penis /diiris kulit digaris median tubuh mulai dari
leher, dada,perut.
G. Anjing dikuliti bagian ventral dan lateral , kulit dibuka hingga sub
kutis otot jangan sampai terbawa. Dilakukan inspeksi pada subkutis
Degenerasi liquofatik ( kurang makan = degenerasi lemak)
diamati jaringan otot dankelenjar limfe bawah kulit. Dilakukan
pemeriksaan limfonodus meliputi inspeksi, palpasi dan insisi
memanjang
L. Pembukaan kranium
Posisikan kepala dan mandibula ke arah ventral
Bersihkan kulit sehingga tampak tulang tengkorak
Belakang mata diatas telinga sampai kebelakang dipotong
pakai gergaji kanan dan kiri , membentuk pola persegi
Otak di inspeksi, palpasi dan insisi
HASIL PENGAMATAN
PEMBAHASAN
Organ hati telah mengalami autolisis, ditandai dengan konsistensinya yang
sangat lembek dan warnanya yang telah menguning. Autolisis juga sudah terjadi
pada organ otak, sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan.
Anjing yang dinekropsi menunjukkan tanda-tanda hipertensi dan hipertrofi
otot ventrikel kiri jantung. Hal ini memperbesar peluang anjing untuk mengalami
cardiac arrest atau serangan jantung. Tanda-tanda lain tidak mengarah kepada
efek kesehatan yang signifikan dan sebagian organ penting telah mengalami
autolisis, sehingga kematian anjing diduga adalah karena serangan jantung.
DAFTAR PUSTAKA
Baiq R. K, Wayan I. G. 2017. Tumor Non-neoplastik Akibat Mycotic Dermatitis
pada Anjing (NON-NEOPLASTIC TUMOR CAUSED BY MYCOTIC
DERMATITIS IN A DOG). Indonesia Medicus Veterinus. 6(4): 314-319.
Price, Wilson. 2005. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta (ID): Penerbit EGC.
Sartika SR, Wongkar D, Kalangi SJR. 2018. Perubahan histologik postmortem
pada kelenjar Brunner hewam coba. Jurnal e-Biomedik 6 (1): 79-83.