Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN NEKROPSI ANJING

Rabu, 11 September 2019

Disusun Oleh :
Aisyah Dian Julianti
Amelia Pratama Putri
Berliyana Sagita
Danny Bagus Wibowo
Hilman Rizki Pangestu
Kharisma Khusnul Khotimah
Muhammad Rasyid Ghufron
Naufal Yafi Hilmawan
Novia Nur Ema Aulia
Silmy Kamila Widyanti
Widya Saskia Jukardi Putri

DIVISI PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
LATAR BELAKANG
Autopsi / nekropsi / obduksi / seksi / bedah bangkai, untuk melakukan
pemeriksaan yang cepat dan tepat dalam menetapkan diagnosa pada beberapa
sebab penyakit atau kematian dari seekor hewan. Menurut Brown 2012, Nekropsi
merupakan autopsi yang dilakukan pada hewan. Nekropsi merupakan salah satu
teknik diagnosis penyakit hewan. Wagner (2007) menyebutkan bahwa nekropsi
bertujuan untuk mendiagnosis penyakit pada individu hewan. Nekropsi
(pemeriksaan postmortem) dilakukan untuk menentukan kausa penyakit dengan
melakukan diskripsi lesi makroskopis dan mikroskopis dari jaringan dan dengan
melakukan pemeriksaan serologis dan mikrobiologis yang memadai.
Pemeriksaan postmortem dilakukan bila ditemukan adanya penurunan produksi,
terdapat tanda-tanda yang jelas akan sakit atau diketahui adanya peningkatan
jumlah kematian, dan atas permintaan klien.

Pada umumnya ada 2 macam cara nekropsi yaitu : (1). Seksi lengkap,
dimana setiap organ / jaringan dibuka dan diperiksa. (2) seksi tidak lengkap, bila
kematian / sakitnya hewan diperkirakan menderita penyakit yang sangat menular/
zoonosis ( anthrax, AI, TBC, hepatitis dsb ). Nekropsi harus dilakukan sebelum
bangkai mengalami autolisis, jadi sekurang-kurang 6 8 jam setelah kematian.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat nekropsi yaitu :


Mendapatkan sejarah, Memeriksa kondisi eksternal hewan, Membuka tubuh,
Mengeluarkan organ dan sampling organ, Memeriksa sampel, Menuliskan
laporan. Data sejarah yang lengkap dari individual ataupun kawanan hewan
tersebut harus didapatkan.  Data ini harus mengandung : umur , breed, jenis
kelamin, kondisi peternakan (termasuk perkandangan dan pakan), gejala klinis,
dan semua treatment yang pernah dilakukan. Pemeriksaan kondisi eksternal
hewan dengan melihat sekujur tubuh, apakah terdapat luka gigitan, bekas
setruman, ataupun trauma, evaluasi secara umum status nutrisi dan cairan, lihat
lubang eksternal, apakah terdapat leleran, dan lihat warna dari membran mukosa
dan apakah terdapat lesi pada kulit ataupun parasite (Brown,2012).

RUMUSAN MASALAH
1. Apa penyebab anjing mati ?
2. Bagaimana kondisi eksternal dan internal anjing ?

TUJUAN
Untuk mengetahui penyebab dari matinya anjing dengan mengidentifikasi
kondisi eksternal dan internal nya.
METODE
Praktikum dilakukan sesuai dengan tata cara nekropsi anjing yaitu:
A. Meminta izin nekropsi
B. Ruangan dan meja operasi dipersiapkan, juga peralatan (scalpeldan
blade,pisau, gunting tajam tupul, pinset, masker, sarung tangan dan
baju oka),serta bahan (anjing, air dan formalin) .
C. Dilakukan pemeriksaan pada bagian eksterior tubuh hewan
secarakeseluruhan, diamati ada tanda penyakit. Diperiksa identitas
(tato) danjenis kelamin anjing.
D. Direbahkan kiri lateral dengan kepala di sebelah kanan
E. Dilepaskan tungkai (kaki) dari tubuh dengan cara membuat irisan
padaketiak dan dilipat paha sambil dipatahkan sendi pangkal paha.
Dengandemikian hewan lebih mudah terlentang
F. Dibuat irisan dari mandibula sampai arcus ischiadichus, dihindari
daerahambing dan penis /diiris kulit digaris median tubuh mulai dari
leher, dada,perut.
G. Anjing dikuliti bagian ventral dan lateral , kulit dibuka hingga sub
kutis otot jangan sampai terbawa. Dilakukan inspeksi pada subkutis
 Degenerasi liquofatik ( kurang makan = degenerasi lemak)
 diamati jaringan otot dankelenjar limfe bawah kulit. Dilakukan
pemeriksaan limfonodus meliputi inspeksi, palpasi dan insisi
memanjang

H. sayat rongga perut dengan insisi lapisan abdomen dbiawah costae


terakhir
I. Membuka rongga dada
 Periksa diafragma (normal: melengkung kearah rongga dada)
 Dinding rongga dada ditusuk diantara dua tulang rusuk
 Potong costae pada daerah costochondral kanan dan kiri
 Patahkan costae satu per satu
 Dinding thorak di buka di perlekatan sternum dan diafragma di
tulang rawan costae harus berbentuk seperti huruf “v “
 Periksa rongga dada dengan memeriksa adanya cairan di
dalamnya, jika ada cairan ditampung.
 intip diafragma apakah ada tekanan negatif atau tidak dengan
cara menusuk intercostalis lalu putar lihat perubahan dari
diafragma (normal: melengkung kearah rongga dada)
 amati letak organ.

J. Mengeluarkan isi rongga dada


 Isi rongga dada (jantung, paru2) dikeluarkan bersama-sama
dengan dan trachea
 Trachea dilepaskan dari pertautan otot2 leher dan esophagus
kemudian lakukan inspeksi, palpasi dan insisi
 Aorta dipotong pada tempat ia menyilang esophagus,
kerongkongan dikeluarkan dan dipotong dipertengahan leher
 Paru-paru dilepaskan, mulut dari belakang vena cava dipotong
 Paru-paru, jantung tracheadikeluarkan bersama
 Pada dugaan pneumonia dilakukan uji apung pada paru-paru
 Periksa keadaan dan isi pericardium (pembungkus jantung)
 Amati jantung (normal: ujung meruncing), bandingkan dengan
besar hewan

K. Mengeluarkan isi rongga perut


 Keluarkan usus dengan mengikat ganda rectum dan potong di
antara kedua ikatan itu
 Duodenum diikat kembar pada 2 tempat yaitu: di muka dan
belakang lengkungan S (keluarkan bersama hati)
 Setelah keluar lepaskan dari mesenterium (penggantung usus)
dan dibuka
 Lepaskan mesenterium dan kelenjar limfenya
 Keluarkan keempat bagian lambung beserta esophagus dan
limpa dari lambung besar ( letak limpa: sebelah kiri rumen)
 Permulaan esophagus di ikat
 Insisi perut (dari rumen, reticulum, omasum, abomasums)
periksa kemungkinan adanya cacing.

L. Pembukaan kranium
 Posisikan kepala dan mandibula ke arah ventral
 Bersihkan kulit sehingga tampak tulang tengkorak
 Belakang mata diatas telinga sampai kebelakang dipotong
pakai gergaji kanan dan kiri , membentuk pola persegi
 Otak di inspeksi, palpasi dan insisi

HASIL PENGAMATAN

1. Pengamatan terhadap daerah superficial dan subkutan


Dilakukan pemeriksaan terhadap superfisial atau keadaan umum
luar baik dari anterior hingga posterior tubuh anjing. Tidak ditemukannya
caplak pada tubuh dan sela-sela jari. Tidak ada perlukaan pada kulit dan
tidak ada kerontokan pada rambut. Hasil pemeriksaan pada lubang kumlah
menunjukkan kondisi mukosa dalam keadaan pucat. Anus juga terlihat
kotor dengan leleran feses disekitarnya yang mengindikasikan adanya
kondisi diare. Lubang kumlah lainnya seperti rongga mulut, hidung,
telinga dan saluran kelamin tidak menunjukkan adanya kelainan.
Pengamatan terhadap subkutis juga menunjukan kedaan yang
normal tanpa adanya kelainan. Subkutis anjing tersebut menunjukkan
adanya kelembaban, tetapi hal itu normal. sel-sel normal penyusun
subkutan yaitu fibroblast penghasil kolagen, pembuluh kapiler, dan
jaringan ikat (Baiq & Wayan 2017).
2. Pengamatan terhadap organ pada rongga dada
Ada dua organ penting yang diamati pada rongga dada yaitu
jantung dan paru-paru. Pengamatan dan hasil pemeriksaan pada jantung,
menunjukan bentuk apex pada jantung yang tumpul. Bentuk jantung
seperti membulat atau oval. Peningkatan massa ventrikel kiri disebabkan
oleh penebalan dinding ventrikel kiri sebagai mekanisme kompensasi
untuk meminimalkan tegangan dinding akibat respon terhadap
peningkatan tekanan darah (Nur et al. 2015). Warna liquor pericadrii
adalah transparan dan jantung mudah dilepaskan terhadap perikardium
yang artinya bahwa tidak ada kelainan pada liquor pericardii dan
perdikadium. Kemudian insisi dilakukan pada jantung sebelah kanan dan
kiri sejajar dengan sulcus longitudinalis dan pada rongga jantung sebelah
kiri ditemukan m. papilaris.
Secara inspeksi, permukaan organ paru-paru menegang dan
mengalami perubahan warna hampir pada seluruh lobus menjadimerah
kehitaman. Palpasi pada semua lobus paru-paru dan beberapa bagian lobus
tidak terjadi krepitasi. Saat dilakukan insisi terlihat adanya gumpalan
darah pada beberapa titik. Uji apung juga dilakukan untuk melihat adanya
kelainan pada paru-paru. Beberapa bagian dari lobus paru-paru
menunjukkan hasil yang negatif. Artinya, bagian organ tersebut terisi oleh
cairan yang menyebabkan sampel organnya tenggelam, karena massa jenis
organ lebih besar dari pada massa jenis zat cair. Pada keadaan normal
organ paru-paru terisi oleh udara dan saat dipalpasi akan terasa krepitasi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada organ paru-paru,
hewan didiagnosa mengalami edema.

3. Pengamatan terhadap organ pada rongga perut


Secara inspeksi lambung terlihat tidak ada kelainan, permukaan
terlihat halus. Kemudian ketika diinsisi, ekskreta nya hanya berisi
makanan, tidak ada darah dan pada bagian mukosanya pun tidak terlihat
ada perlukaan atau lesio. Sedangkan pada usus, permukaan bagian luar
terlihat ada beberapa bagian yang berwarna lebih merah. Namun setelah
dilakukan insisi tidak terlihat ada pendarahan. Bagian yang berwarna
merah tersebut kemungkinan disebabkan adanya autolisis akibat kerja
enzim-enzim digestif yang dilepaskan oleh sel-sel postmortem (Sartika et
al. 2018).
Pada rongga perut, organ yang benar-benar diamati adalah limpa
dan ginjal. Inspeksi organ limpa menunjukan bahwa bagian margo limpa
membengkak/menumpul dan aspekya berkerut.Insisi pada bagian hilus
limpa tidak mengalami pendarahan. Hasil pemeriksan palpasi konsistensi
limpa lembek. Hal tersebut disebabkan organ sudah mengalami autolisis
yang merupakan bagian dari perubahan post mortem (Price dan Wilson
2005).
Insisi ginjal dilakukan pada bagian curvatura major ginjal dan
tepat membelah ginjal menjadi dua. Inspeksi ginjal menunjukan bahwa
bagian korteks dan medulla ginjal berwarna merah gelap dan tidak
terdapat batu pada bagian ginjal. Hal ini menunjukan bahwa ginjal anjing
sehat.

PEMBAHASAN
Organ hati telah mengalami autolisis, ditandai dengan konsistensinya yang
sangat lembek dan warnanya yang telah menguning. Autolisis juga sudah terjadi
pada organ otak, sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan.
Anjing yang dinekropsi menunjukkan tanda-tanda hipertensi dan hipertrofi
otot ventrikel kiri jantung. Hal ini memperbesar peluang anjing untuk mengalami
cardiac arrest atau serangan jantung. Tanda-tanda lain tidak mengarah kepada
efek kesehatan yang signifikan dan sebagian organ penting telah mengalami
autolisis, sehingga kematian anjing diduga adalah karena serangan jantung.

DAFTAR PUSTAKA
Baiq R. K, Wayan I. G. 2017. Tumor Non-neoplastik Akibat Mycotic Dermatitis
pada Anjing (NON-NEOPLASTIC TUMOR CAUSED BY MYCOTIC
DERMATITIS IN A DOG). Indonesia Medicus Veterinus. 6(4): 314-319.
Price, Wilson. 2005. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta (ID): Penerbit EGC.
Sartika SR, Wongkar D, Kalangi SJR. 2018. Perubahan histologik postmortem
pada kelenjar Brunner hewam coba. Jurnal e-Biomedik 6 (1): 79-83.

Anda mungkin juga menyukai