OLEH:
NABILA RIADI
NIM. 1906111716
ASISTEN:
EKA KURNIA YULIANTIKA
NICOLAS FITRA
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memahami proses sanitasi yang
ada di rumah potong ayam dan menganalisa bahaya di RPA.
II PEMBAHASAN
Kunjungan ke rumah potong ayam (RPA) secara virtual pada ayam yang
diproduksi oleh PT. Phalosari Unggul Jaya beralamat di Jl. Sumojoyo Prawiro.
No. 11, Mojokrapak, Tembelang Kab. Jombang. Lokasi industry tersebut jauh
dari keramaian dan mempunyai lahan yang luas sesuai dengan SNI 01-6160-1999
bahwa RPA harus memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan Rumah
Pemotongan Unggas. Selain itu RPA ini tidak berada pada bagian kota yang padat
akan penduduknya. Hal ini karena akan mempengaruhi kualitas daging ayam yang
akan dihasilkan. Kharsad et al. (2012) menyatakan bahwa tempat Pemotongan
Hewan yang berada di kawasan yang padat penduduk sehingga pada suatu saat
dikhawatirkan dapat mengganggu kenyamanan penduduk karena polusi udara dan
air, serta dapat mengganggu kesehatan penduduk.
SNI 01-6160-1999 bagian perlengkapan pekerja dikatakan bahwa pekerja
harus memenuhi perlengkapan standar untuk pekerja pada proses pemotongan dan
penanganan daging adalah pakaian kerja khusus, apron plastik, penutup kepala,
penutup hidung dan sepatu boot. RPA yang ditunjukkan oleh video telah
memenuhi persyaratan perlengkapan pekerja yaitu menggunakan pakaian kerja
khusus, aprop plastic, penutup kepala, penutup hidung dan sepatu boot. Namun
pada saat pengemasan ayam dan parting pengambilan bagian dada dan paha
terlihat bahwa karyawan tidak menggunakan sarung tangan. Hal ini seharusnya
lebih diperhatikan lagi karena dapat mengurangi kualitas dan mutu ayam yang
diproduksi oleh RPA tersebut. Sesuai dengan pernyataan Deswitta et al. (2018)
bahwa pekerja juga kontak secara langsung dengan bahan dan berkontribusi
terhadap keamanan pangan produk yang dihasilkan. Sebaiknya penggunaan
sarung tangan dan perlengkapan karyawan lainnya harus digunakan pada setiap
bagian pekerjaan, karena dapat menyebabkan kontaminasi mikroorganisme
meningkat.
Seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah Pemotongan
Unggas harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan
dan didesinfeksi serta mudah dirawat. Peralatan yang langsung berhubungan
dengan daging harus terbuat dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif,
mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat (SNI 01-6160-1999).
Peralatan yang ada pada RPA tersebut telah memenuhi SNI karena menggunakan
peralatan yang terbuat dari bahan stainless steel. Menurut Sucipto et al. (2020)
mesin dan peralatan terbuat dari stainless steel agar saat kontak dengan bahan
tidak mudah korosif. Stainless steel memiliki ketahanan korosi yang baik karena
memiliki lapisan permukaan krom. Bahan ini juga sering digunakan di industri
makanan dan alat makan. Selain itu menurut SNI 01-6160-1999 di dalam
bangunan utama harus dilengkapi dengan sistem rel (railling system) dan alat
penggantung karkas yang didisain khusus dan disesuaikan dengan alur proses.
Penggunaan shettle conveyor saat pengolahan ayam telah memenuhi persyaratan
tersebut, hal ini agar mengurangi kontaminasi mikroba apabila ayam diletakkan
pada lantai-lantai yang kotor. Hal ini sesuai dengan pernyataan Attahmid (2009)
proses penuntasan pengeluaran darah dengan cara penggantungan karkas dapat
meningkatkan masa simpan daging.
Permukaan meja tempat penanganan atau pemrosesan produk tidak terbuat
dari kayu, tidak toksik, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan, mudah mengering
dan dikeringkan (SNI 01-6160-1999). PT. Phalosari Unggul Jaya menggunakan
meja berbahan dasar stainless steel sehingga telah memenuhi persyaratan
penggunaan meja sesuai SNI. Menurut SNI 01-6160-1999 Bahan dasar kemasan
harus bersifat tidak toksik, kedap air dan tidak mudah rusak atau terpengaruh
sifatnya oleh produk makanan yang dikemasnya maupun komponen bahan
pembersih. Penggunaan kemasan pada RPA ini sudah memenuhi persyaratan,
penggunaan plastic sebagai kemasan ayam tidak mudah rusak dan tidak bersifat
toksik, penggunaan kemasan ini perlu diperhatikan karna dapat membahayakan
kesehatan konsumen jika tidak dalam kondisi yang baik. Sesuai dengan
pernyataan Kholili et al. (2021) apabila plastik tidak rapat, kendur atau tampak
ada lingkaran-lingkaran bulat di plastik, maka itu artinya kemasan tersebut sudah
disentuh banyak orang, atau berada cukup lama di dalam mesin pendingin. Bisa
saja mikroba sudah meresap ke dalam plastik. Jangan lupa untuk memperhatikan
keterangan pada kemasan yang mencantumkan tanggal pengepakan serta
memiringkan kemasan ke kiri dan kanan untuk mengetahui adanya cairan atau
tidak. Terkadang, bagian atas daging ayam terlihat bagus namun di bagian bawah
justru mulai membusuk. Warna cairan yang gelap menjadi indikasi kemungkinan
sudah terjadi proses pembusukan.
Potensi kontaminasi dapat saja terjadi dari berbagai aspek, penggunaan
sarung tangan yang berulang dapat meningkatkan kontaminasi pada karkas ayam,
tidak menggunakan sarung tangan saat pemotongan dan pengemasan menjadi
potensi besar terjadinya kontaminasi. Hal ini karena tangan dapat menyalurkan
mikroba dari benda benda yang sebelumnya dia sentuh. Kadar air yang tinggi dari
karkas ayam menyebabkan mudahnya berkembang mikroba, sehingga dihindari
kontaminasi seminimal mungkin. Menurut Sartono, (2011) Pekerja yang tidak
mengganti sarung tangan setiap pergantian proses akan mudah mengontaminasi
ayam potong yang akan dikemas. Pekerja harus memenuhi persyaratan higiene
antara lain menggunakan pakaian yang bersih dengan sarung tangan dan penutup
kepala serta harus mencuci tangan beberapa kali selama dan setelah bekerja.
Pekerja juga harus memiliki kebiasaan personal hygiene yang baik. Begitu juga
pernyataan Utari et al. (2016), bahwa kandungan nutrisi yang tinggi pada daging
ayam menyebabkan risiko kontaminasi mikroorganisme yang tinggi. Bakteri
patogen yang sering ditemukan pada ayam potong ialah Salmonella Enteritidis,
Staphylococcus aureus, Campylobacter jejuni, dan Listeria monocytogenes.
Mutu karkas menurut Abubakar (2013) Sartono, faktor kualitas daging
yang dimakan meliputi warna, keempukan dan tekstur, flavor dan aroma termasuk
bau dan cita rasa serta kesan jus daging. Di samping itu, lemak intra- muskuler,
susut masak (cooking loss) yaitu berat daging yang hilang selama pemasakan
atau pemanasan, retensi cairan, dan pH daging ikut menentukan kualitas
daging. Kualifikasi kualitas karkas ayam didasarkan atas tingkat keempukan
dagingnya. Ayam berdaging empuk yaitu ayam yang daging karkas-nya lunak,
lentur, dan kulitnya bertekstur halus, sedangkan ayam dengan ke- empukan
daging sedang umumnya mempunyai umur yang relatif tua dan kulitnya kasar.
Kelas sedang ini meliputi stag, ayam jantan umur kurang dari 10 bulan, serta
kalkun betina dan jantan umur sekitar 1215 bulan.
III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar. 2013. Mutu karkas ayam hasil pemotongan tradisional dan penerapan
sistem hazard analysis critical control point. Jurnal Litbang Pertanian.
22(1): 33-39
Deswitta, S. F., Razali, dan Ismail. 2018. Penilaian kelengkapan dan fasilitas
sanitasi, prosedur pemotongan dan higiene pribadi di rumah pemotongan
hewan kota Banda Aceh. JIMVET. 2 (1): 188-195.
Khasrad, J. Hellyward dan A.D. Yuni. 2012. Kondisi tempat pemotongan hewan
bandar buat sebagai penyangga rumah pemotongan hewan (RPH) Kota
Padang. Jurnal Peternakan Indonesia. 14(2): 373-378
Kholili, A., D. Ibnu, E. Indriani, N. Solihat. 2021. Pentingnya rumah potong ayam
halal. Jurnal Likuid. 1(1) : 11-22
Sartono, Deby. 2011. Studi Evaluatif Prosedur Penyembelihan Sapi di Rumah
Pemotongan Hewan Kota Pekanbaru. Skripsi (dipublikasikan). Fakultas
Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau.
Utari L, Riyanti KR, Santosa PE. 2016. Status mikrobiologis daging broiler di
pasar tradisional kabupaten pringsewu. Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu. 4(1): 63-66