Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis diberikan kemudahan dalam menulis
dan menyusun laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini. Shalawat serta salam
juga terhaturkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW yang telah
memimpin umatnya menuju jalan yang diridhoi Allah SWT. Adapun tujuan dari
penulisan laporan ini yaitu untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam
menempuh pendidikan Strata 1 (S1).
Selama penulisan dan penyusunan laporan ini banyak sekali hambatan
yang penulis alami, namun berkat bantuan, dorongan serta bimbingan dari
berbagai pihak, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud., selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti
kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL).
2. Dr. Priyanti, M. Si. selaku Ketua Program Studi Biologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi izin kepada
penulis untuk mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL).
3. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M. Si. selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan.
4. Sigit Ibrahim selaku pembimbing II dan The Aspinall Foundation yang
telah membimbing, dan memberikan saran selama kegiatan PKL
berlangsung hingga penyusunan laporan.
Demikianlah laporan ini disusun, semoga bermanfaat bagi para pembaca
untuk menambah bekal ilmu pengetahuan dan wawasan. Aamiin.
Jakarta, 2022
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 27
6.2. Saran ....................................................................................................... 27
6.3. Harapan .................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28
LAMPIRAN .......................................................................................................... 32
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Denah Lokasi Pusat Rehabilitasi Primata Jawa the Aspinall Foundation
(Dokumen Pribadi, 2022) ........................................................................................ 6
Gambar 2. Struktur Organisasi the Aspinall Foundation ........................................ 7
Gambar 3. Morfologi Owa Jawa (Hylobates moloch) (Haristyaningrum, 2013) ... 9
Gambar 4. Pengelolaan pakan owa jawa di PRPJ. A. Jenis pakan yang diberikan;
B. Tempat atau peletakkan pakan owa jawa di PRPJ ........................................... 15
Gambar 5. Pakan yang terjatuh pada saat aktivitas makan berlangsung............... 16
Gambar 6. A, B. Gudang penyimpanan pakan satwa di PRPJ; C, D. Kontrol pakan
oleh animal keeper ................................................................................................ 17
Gambar 7. Jenis kandang owa jawa di PRPJ; A. Kandang holding; B. Kandang
jaring; C, D. Kandang open top. ........................................................................... 18
Gambar 8. A. Saluran kandang owa jawa di PRPJ; B. Peralatan kebersihan
kandang di PRPJ; C, D. Kegiatan pembersihan kandang oleh animal keeper. ..... 19
Gambar 9. Kegiatan Observasi Kandang (Dokumentasi Pribadi, 2022) ............. 33
Gambar 10. Kegiatan Membersihkan Kandang (Dokumentasi Pribadi, 2022) .... 33
Gambar 11. Mempersiapkan Pakan Satwa (Dokumentasi Pribadi, 2022) ........... 33
Gambar 12. Kegiatan Memberi Makan Satwa (Dokumentasi Pribadi, 2022) ...... 34
Gambar 13. Kegiatan Herping di Dewata, Cagar Alam Gunung Tilu
(Dokumentasi Pribadi, 2022) ................................................................................ 34
Gambar 14. Kegiatan Monitoring Owa Jawa di Dewata, Cagar Alam Gunung
Tilu (Dokumentasi Pribadi, 2022) ........................................................................ 35
Gambar 15 Wawancara Dokter Hewan (Dokumentasi Pribadi, 2022) ................ 35
Gambar 16. Kegiatan Kunjungan Edukasi dalam Rangka Memperingati Hari
Primata Indonesia (Dokumentasi Pribadi, 2022) ................................................. 35
Gambar 17. Seminar SURILI dalam Rangka Memperingati Hari Primata
Indonesia (Dokumentasi Pribadi, 2022) ............................................................... 36
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
untuk mencegah primata endemik dari kepunahan (Hernasari, 2011). Beberapa
daerah di Indonesia sudah memiliki kawasan konservasi primata endemik guna
menyelamatkan dan melestarikannya, salah satunya berada di Kecamatan
Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pusat Rehabilitasi Primata Jawa
(PRPJ) merupakan satu - satunya kawasan konservasi primata jawa di Bandung
yang salah satu satwanya adalah owa jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798).
Satwa – satwa ini nantinya akan melalui proses rehabilitasi sebelum dilepas
liarkan agar perilaku asli dari primata tersebut tidak hilang. etiap satwa yang
direhabilitasi di PRPJ mendapatkan pemantauan yang berkala untuk ditinjau
perkembangannya hingga dilepasliarkan (Muliani, 2014).
Dalam upaya penyelamatan dan rehabilitasi owa jawa di lembaga
konservasi seperti yang dilakukan di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ),
maka salah satu prinsip penting yang harus diperhatikan dan dipenuhi oleh unit
manajemen PRPJ yaitu terkait dengan prinsip etika dan kesejahteraan satwa
(animal welfare) sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor 31 Tahun 2013 (Yohanna et al., 2014). Adapun standar minimum prinsip
kesejahteraan satwa yang terdapat pada pasal 6 ayat 3 antara lain (1) Bebas dari
rasa lapar dan haus, (2) Bebas dari ketidaknyamanan lingkungan, (3) Bebas dari
rasa sakit, luka, dan penyakit, (4) Bebas dari rasa takut dan tertekan, (5) Bebas
untuk berperilaku alami. Kelima standar tersebut merupakan kriteria yang
menjadi indikator terhadap ketercukupan kesejahteraan hidup satwa di suatu
lembaga konservasi (Puhun et al., 2017).
Penelitian mengenai tingkat kesejahteraan satwa owa jawa (Hylobates
moloch) dapat memberikan data yang dapat menjadi panduan dalam manajemen
konservasi ex-situ. Melalui penilaian tingkat kesejahteraan, pihak lembaga
konservasi dapat mengetahui hal apa saja yang kurang dalam manajemennya.
PerDirjen PHKA No. P.9/IV-SET/2011 tentang Pedoman Etika dan
Kesejahteraan Satwa di Lembaga Konservasi pasal 1 ayat 2, menyebutkan bahwa
kesejahteraan satwa adalah keberlangsungan hidup satwa yang perlu
diperhatikan oleh pengelola agar satwa hidup sehat, cukup pakan, dapat
mengekspresikan perilaku secara normal, serta tumbuh dan berkembangbiak
dengan baik dalam lingkungan yang aman dan nyaman. Berdasarkan latar
2
belakang tersebut mala penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek
pengelolaan kesejahteraan dan menilai tingkat kesejahteraan owa jawa
(Hylobates moloch) yang dilakukan di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa, Ciwidey.
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui manajemen pengelolaan konservasi ex-situ owa jawa (Hylobates
moloch Audebert, 1798) di kawasan Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ),
Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung sehingga data dapat dijadikan
panduan dalam manajemen konservasi ex-situ.
2. Mengetahui nilai tingkat kesejahteraan owa jawa (Hylobates moloch
Audebert, 1798) berdasarkan Perdirjen PHKA Nomer P.6/IV-SET/2011 di
kawasan Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ), Kecamatan Ciwidey,
Kabupaten Bandung sehingga dapat terlihat apa saja kekurangannya dan
memperbaikinya
1.4. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan
memberikan informasi manajemen konservasi owa jawa (Hylobates moloch
Audebert, 1798) di kawasan Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ),
3
Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengelolaan
dan pengambilan kebijakan sebagai bentuk upaya konservasi dan pelestarian
3. Menjalin hubungan antara pihak instansi tempat pelaksanaan Praktik Kerja
Lapangan dengan Institusi Pendidikan dalam peningkatan keilmuan tentang
konservasi sumber daya alam
4
BAB II
GAMBARAN UMUM
5
Pusat Rehabiltasi Primata Jawa terletak di kawasan Patuha, Rancabali,
Kecamatan Ciwidey, Kab. Bandung, Jawa Barat. Pusat Rehabilitasi Primata Jawa
berdiri atas lahan 12 Ha dipinggir hutan lindung Gunung Tikukur yang terletak di
selatan Kota Bandung sekitar kurang lebih 1 km dari wisata Situ Patenggang dan
Kawah Putih. Adapun cakupan wilayah luas Pusat Rehabilitasi Primata Jawa bisa
dilihat di gambar bawah ini.
6
yang bertujuan untuk menangani jenis Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili Jawa
(Presbytis comata) dan Lutung Jawa barat (Trachypithecus mauritius). Pusat
Rehabilitasi Primata Jawa The Aspinall Foundation sendiri merupakan lembaga
konservasi ex-situ dan in-situ yang bekerjasama dengan Ditjen Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), juga Perum Perhutani, serta termasuk
wilayah kerja dari Balai Besar KSDA Jawa Barat. Berikut struktur orgnanisasi
TAF dapat dilihat pada Gambar 2.
Manager Proyek
Administrasi
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8
pendek tetapi lebar, serta rambut tebal dan halus (Iskandar, 2016). Tubuh owa
jawa ditutupi rambut keperakan atau kelabu. Bagian atas kepala dan muka
berwarna hitam dengan alis berwarna abu-abu atau putih. Dagu pada beberapa
individu berwarna hitam. Warna rambut jantan dan betina sedikit berbeda
terutama dalam tingkatan umur. Umumnya anak yang baru lahir memiliki warna
lebih cerah.
Panjang tubuh owa dewasa berkisar 750-800 mm dengan berat tubuh jantan
4,5-8 kg dan betina 4-7 kg (Pramesywari 2008). Beberapa ciri fisik atau
morfologi dapat dijadikan kunci pengenalan owa jawa. Owa jawa memiliki warna
rambut tubuh berwarna kecokelatan hingga keperakan atau keabu-abuan, serta
dengan rambut bagian atas kepalanya berwarna hitam. Seluruh bagian muka juga
berwarna hitam dengan alis berwarna abu-abu yang menyerupai warna
keseluruhan tubuh. Warna rambut jantan dan betina berbeda, terutama dalam
tingkatan umur. Owa jawa memiliki gigi seri yang kecil dan sedikit ke depan
sehingga memudahkan untuk menggigit dan memotong makanan. Gigi taring
panjang dan berbentuk seperti pedang yang berfungsi untuk menggigit dan
mengupas makanan. Gigi geraham atas dan bawah berfungsi untuk mengunyah
makanan (Napier & Napier 1967). Ciri khas lain adalah lengannya sangat panjang
dan lentur, lebih panjang dari kakinya. Owa jawa memiliki tubuh yang langsing
karena beradaptasi terhadap pergerakannya dan membantu dalam berayun
(brakiasi) (Iskandar, 2016).
9
3.3. Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch)
Habitat utama owa jawa adalah hutan tropis yang berada di kawasan pesisir,
hutan dataran rendah, hingga hutan pegunungan dengan ketinggian mencapai
>1500 mdpl (Mardiyah, 2018). Namun, sebagian besar owa jawa ditemukan di
kawasan hutan dataran rendah dan hutan pegunungan rendah hingga ketinggian
1.500 mdpl, dan jarang ditemukan pada ketinggian di atas 1.500 mpdl (Kim et al.,
2011). Hal ini dikarenakan ketersediaan sumber makanan owa jawa yang terbatas,
serta suhu udara yang rendah dan kelembapan udara yang tinggi di atas ketinggian
tersebut menimbulkan pertumbuhan lumut pada percabangan pohon, sehingga
menyulitkan pergerakan owa jawa dalam melakukan brankiasi atau berayun
(Supriatna dan Wahyono, 2000). Menurut Iskandar (2016), kepadatan populasi
owa jawa di berbagai tipe habitat dan ketinggian bervariasi, baik jumlah
kelompok maupun komposisinya.
Habitat owa jawa tersebar dari Ujung Kulon di bagian barat Pulau Jawa
hingga Pegunungan Dieng dan Gunung Slamet di bagian timur Pulau Jawa
(Iskandar, 2016). Dari 32 kelompok hutan habitat owa jawa yang diidentifikasi
oleh Kappeler (1984), hanya sebagian saja yang merupakan kawasan hutan
dengan konservasi dan/atau lindung, yaitu TN Ujung Kulon, TN Gunung Gede-
Pangrango, TN Gunung Halimun-Salak, dan beberapa CA dan HL. Selain itu,
owa jawa juga dijumpai di beberapa hutan produksi (HP) Perum Perhutani, seperti
Gunung Luhur, Cikidang, Gunung Kencana, dan Gunung Endut (Iskandar et al.,
2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mujiantoro (2015),
karakteristik habitat owa jawa adalah hutan dengan pohon yang berdiamater besar
dan tinggi, memiliki penutupan tajuk yang rapat sehingga membentuk kanopi
yang berkesinambungan, memiliki potensi pakan yang tersedia sepanjang tahun
dengan keragaman jenis tumbuhan yang tinggi, kelerangan yang cukup curam,
serta lokasinya jauh dari aktivitas manusia.
10
BAB IV
METODE
4.3. Alat
Alat yang digunakan selama pengamatan antara lain kamera digital,
panduan wawancara, kertas pengamatan yang sudah dibuat tabulasi, alat tulis,
serta thermometer untuk mengukur suhu kandang.
11
satwa dihitung dengan observasi masing-masing variabel (keterangan) setiap
prinsip pada Tabel 2. Selanjutnya untuk memperoleh nilai tingkat kesejahteraan
satwa diperoleh dengan menggunakan metode skoring terhadap nilai terbobot dan
skor akhir dengan rumus sebagai berikut:
1. Nilai terbobot = bobot skor prinsip × rata-rata skor
∑
2. Skor akhir =
Penilaian status tingkat kesejahteraan owa jawa dibedakan menjadi empat
kategori sesuai Keputusan Direktorat Konservasi Kawasan dan Bina Hutan
Lindung No. 6 Tahun 2011, yakni Sangat Baik (80-100), Baik (70-79.99), Cukup
(60-69.99) dan Perlu Pembinaan dan Pembenahan ( .
12
4.5. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif.
Setiap parameter aspek dan keterangan dicatat pada tabulasi data. Pencatatan pada
tabulasi data meliputi berbagai macam aspek animal freedom beserta bobot
masing-masing. Hasil yang diperoleh selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
(PKL) akan dibuat dalam bentuk laporan tertulis
13
BAB V
5.1. Deskripsi Owa Jawa di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ) the
Aspinall Foundation
Owa jawa (Hylobates moloch) di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ)
berjumlah tujuh belas individu, yang terdiri dari delapan jantan dewasa, enam
betina dewasa, satu jantan remaja dan dua betina remaja. Owa jawa yang berada
di PRPJ sebagain besar merupakan hasil sitaan baik dari penjual maupun
pemelihara oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) dan juga lembaga
lain sejak tahun 2011. Hal ini merupakan bentuk upaya pelestarian owa jawa agar
kelestarian di habitat alaminya dapat terjamin. Menurut Yohanna et al., (2014),
salah satu bentuk upaya tersebut adalah melalui upaya penyelamatan dan
rehabilitasi individuindividu owa jawa di lembaga konservasi untuk selanjutnya
dilepasliarkan (release) ke habitat alaminya.
Hampir semua satwa sitaan memiliki penyakit, hal ini disebabkan karena
sebelumnya satwa tersebut berada di luar habitat aslinya sehingga lingkungan dan
perlakuan terhadap satwa tersebut tidak sesuai. Berbagai penyakit dapat
ditemukan, dari yang patogen hanya terhadap satwa itu sendiri hingga yang dapat
menular kepada manusia. Penyakit yang umum ditemukan pada owa jawa di PRPJ
adalah penyakit pencernaan seperti diare (colic). Adapun penyakit lainnya yang
seringkali ditemukan yaitu hepatitis B dan infeksi herpes, hal ini dapat
menyebabkan satwa sulit untuk dilepasliarkan kembali. Namun, pencegahan,
pengobatan dan penelitian mengenai penyakit pada satwa di PRPJ terus dilakukan
guna menjamin kelestarian owa jawa agar tetap hidup.
14
urgensinya (Muslimah et al., 2020). Dalam praktek pengelolaannya, terdapat 9
aspek penting yang harus menjadi perhatian dan penekanan agar satwa benar-
benar terjamin bebas dari rasa lapar dan haus. Adapun ke-sembilan aspek tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4. di bawah ini.
Tabel 4. Pengelolaan Pakan Owa Jawa di PRPJ
Aspek Nilai Keterangan
Jenis pakan 5 Bervariasi, dominan buah
Berat pakan 4 750 g
Frekuensi pemberian
5 Dua kali sehari
pakan
Kebersihan pakan 5 Kebersihan pakan terjaga
Terdapat gudang penyimpanan
Penyimpanan pakan 5
pakan
Tempat peletakan pakan 5 Tempat peletakan pakan tersedia
Air minum tersedia di beberapa
Ketersediaan air minum 4
kandang
Kontrol pakan 5 Rutin dilakukan
Dilakukan pengecekan kualitas
Kualitas pakan 4
pakan
A B
15
diberikan pakan yang serupa dengan tambahan dedaunan. Pemberian pakan sudah
mengacu pada pengaturan jadwal dan daftar menu pakan. Komposisi pakan yang
diberikan pada owa jawa di PRPJ sudah sesuai dengan komposisi pakannya di
alam, yakni 61% buah dan 38 % daun, serta sisanya berupa berbagai jenis
makanan lain seperti bunga dan jenis-jenis serangga (Supriatna dan Wahyono
2000; Chivers 1972). Buah dan sayur yang diberikan kepada satwa di PRPJ sangat
bervariasi, hal ini guna meningkatkan kognitif dan rasa keingintahuan satwa dan
mencegah kebosanan (Yohanna et al., 2014). Namun untuk berat pakan tidak
selalu sama antara banyaknya pakan yang diberikan dengan pakan yang berhasil
dikonsumsi oleh owa jawa, dikarenakan ada beberapa pakan yang terjatuh dan
terbuang pada saat aktivitas makan. Seperti yang terlihat pada Gambar 5. di
bawah ini.
16
A B
C D
17
Kandang owa jawa di PRPJ dapat dilihat pada Gambar 7. yaitu meliputi
kandang holding dan kandang bermain yang berupa kandang open top dan
kandang jaring . Jenis kandang bermain (open top atau jaring) disesuaikan dengan
sifat dan tingkah laku dari owa jawa yang akan menempatinya. Berdasarkan
analisis, kandang jaring memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi dibanding
kandang open top. Oleh karena itu, menurut animal keeper di PRPJ, jenis kandang
ini cocok untuk ditempati oleh satwa yang sering kabur.
A B
C D
18
Selain itu, tempat istirahat juga harus disediakan dalam jumlah yang cukup
agar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh individu ataupun pasangan owa
jawa, maka penyediaan kandang tidur dan istirahat yang cukup untuk setiap
individu atau pasangan perlu diperhatikan (Yohanna et al., 2014). Kondisi saluran
di setiap kandang sudah sangat baik karena didesain khusus agar dapat mengaliri
air ke luar kandang (saluran air), sehingga mempermudah dalam membersihkan
kandang dan mencegah adanya air yang tergenang. Kondisi saluran kandang dapat
dilihat pada Gambar 8A.
A B
C D
19
pengelolaannya jumlah fasilitas penunjang tersebut harus cukup untuk semua
individu didalam kandang. Struktur dan susunan fasilitas harus diganti secara
berkala untuk meningkatkan lingkungan yang optimum bagi satwa (Kurniawan et
al., 2020).
Setiap individu owa jawa di PRPJ tentunya sudah menjalani tes keeshatan
secara rutin. Pemeriksaan tersebut meliputi MCU, pemeriksaan feses,
pemeriksaan gigi, pengukuran tubuh dan pengambilan sampel darah. Kontrol
kesehatan meliputi observasi terhadap nafsu makan dan pergerakan owa jawa.
Apabila terindikasi mengalami penurunan, maka akan segera diperiksa oleh
dokter hewan dan penjaga hewan. Menurut Campbell (2008), pemeriksaan feses
pada semua primata harus dilakukan paling tidak dua kali dalam setahun dan
harus dilaksanakan sebagai bagian dari prosedur karantina rutin. Dengan cara itu,
dapat diambil langkah pencegahan dan pengobatan lebih dini sebelum terjadi
penularan penyakit yang lebih parah (Yohanna et al., 2014). Kesehatan owa jawa
20
juga selalu dijaga dengan memberikan multivitamin yaitu Sakatonik oleh dokter
hewan maupun animal keeper.
Selain pemeriksaan feses untuk mengetahui status kesehatan owa seperti
disebutkan sebelumnya, dokter hewan di PRPJ juga secara rutin melakukan
pemeriksaan luka pada semua individu owa yang dipelihara. Prosedur untuk
penanganan satwa yang infeksi atau luka dilakukan tergantung kasus yang
dialami. Kebanyakan kasus infeksi atau luka pada owa jawa ini disebabkan karena
proses penyatuan satwa yang tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi
perkelahian antara satwa dengan satwa. Kasus lainnya yaitu karena kecelakaan
oleh satwa itu sendiri dan terkaman dari predator. Namun hal ini jarang terjadi.
Menurut Muslimah et al., (2020), penanganan infeksi bergantung pada jenis
penyakit, apabila luka di kulit maka dapat diberikan obat oles atau semprot.
Apabila penyakit dalam, penanganan dilakukan dengan memberikan obat secara
per oral (dicampur pakan atau minum).
Penularan penyakit juga dapat terjadi dari manusia kepada owa atau
sebaliknya. Oleh karena itu, adanya pengaturan frekuensi kontak langsung antar
manusia (pengunjung) dengan satwa selain pengelola (animal keeper) ke untuk
mencegah ketergantungan owa jawa pada manusia sekaligus mencegah
kemungkinan penularan penyakit (Yohanna et al., 2014). Selain itu, perlu danya
tindakan pencegahan sedini mungkin antara lain dengan mewajibkan pengelola
menggunakan peralatan lengkap seperti baju khusus, masker, sarung tangan, dan
sepatu boot pada saat memasuki area kandang. Sikap kehati-hatian sangat
ditekankan pada saat memasuki atau melewati kandang owa, karena seringkali
lengan owa yang panjang bisa keluar dari sela-sela lubang kawat kandang lalu
mencakar dan melukai orang (Yohanna et al., 2014). Kondisi ini berpotensi
menimbulkan penularan penyakit dari owa kepada manusia. Campbell (2008)
menyatakan bahwa terdapat sejumlah besar penyakit zoonotik yang potensial
dibawa oleh primata non-manusia termasuk bakteria, dan penularan tersebut dapat
terjadi melalui kontak fisik seperti gigitan atau cakaran dan kontak dengan
jaringan tubuh satwa seperti darah, feses, dan sekresi. Menyadari hal itu maka
dalam praktek pengelolaan kesehatan owa di JGC, prinsip ini juga menjadi
perhatian pengelola.
21
5.2.5. Aspek Bebas untuk Berperilaku Normal
Aspek bebas untuk berperilaku normal menjadi perhatian, ada kaitannya
dengan pengelolaan di dalam kandang karena hal ini berperan penting sebagai
wahana bagi satwa untuk bebas berekspresi dan berperilaku normal sehingga
menunjang kesejahteraan satwa. Penjabaran nilai untuk aspek ini dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 7. Aspek Berperilaku secara Normal Owa Jawa di PRPJ
Aspek Nilai Keterangan
Diterapkan di setiap kandang,
Enrichment 5
posisinya tetap
Perilaku abnormal 3 Masih ditunjukkan beberapa satwa
Bambu dan tali yang terbuat dari
Alat bergelantung 5
karet
Cara berpindah 4 Sebagian besar dengan brakhiasi
22
di PRPJ masih menunjukkan perilaku abnormal tersebut. Diantaranya adalah
mengulurkan tangan keluar kandang, mendekati manusia, berayun-ayun pada satu
tempat dengan waktu yang lama, bergoyang-goyang tidak jelas, berjalan
menggunakan kedua kakinya, mengusir, dan lain sebagainya. Hal tersebut wajar
terjadi karena satwa-satwa di PRPJ merupakan satwa hasil sitaan yang mungkin
sebelumnya tidak terbiasa hidup di habitat alamnya. Jenis perilaku stereotype
abnormal lainnya pada satwa dapat berupa perilaku tepuk tangan, meminta-minta,
meludah, menjilat-jilat jemari/lengan, minum air kencing sendiri, mengintip,
mondar-mandir, menari, dan memegang kepala sendiri serta empat jenis perilaku
seksual abnormal meliputi masturbasi, homoseksual, dan stimulasi kelamin
(Sujoko, 2015)
23
PRPJ dilakukan melalui penerapan standar penanganan satwa oleh pengelola.
Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa owa jawa di PRPJ masih menunjukkan
rasa takut atau stress. Hal ini dapat disebabkan oleh memori satwa tersebut di
masa lalunya sebelum dipindahkan ke pusat rehabilitasi. Akibatnya, satwa
menjadi trauma dan masih menunjukkan rasa takutnya dengan bertingkah laku
yang tidak biasa tanpa tujuan yang jelas. Perilaku tersebut merupakan perilaku
stereotype yang mengindikasikan satwa menunjukkan rasa takut.
Pengelola PRPJ telah melakukan praktek pengelolaan terhadap rasa
stress/takut yang dialami oleh satwa dengan baik dan sesuai standar. Salah
satunya adalah dengan melakukan pembentukan pasangan (penjodohan) antara
owa jantan dan owa betina secara perlahan. Penjodohan dilakukan secara bertahap
dimulai dari penempatan owa hingga pembukaan sekat pada kandang untuk
memberi kesempatan pada owa jantan dan betina saling beinteraksi. Selama
berjalannya proses ini dilakukan pemantauan secara berkelanjutan oleh animal
keeper untuk memastikan tidak terjadi perilaku agonistik diantara kedua owa
jawa. Apabila terjadi perilaku agonistik atau bersifat agresif saling menyerang
maka owa jawa tersebut dipisahkan atau dipindahkan ke kandang lainnya
(Yohanna et al., 2014). Dalam proses penjodohan, setiap hari owa-owa tersebut
harus diberi peluang untuk saling berinteraksi selama 5 menit sampai 1 jam
dibawah pengawasan secara terusmenerus sampai diyakinkan bahwa tidak terjadi
perkelahian diantara mereka (Mootnick, 1996).
PRPJ juga menyediakan kandang karantina yang dipergunakan untuk
menempatkan satwa yang baru datang sebagai bagian dari proses penyesuaian
dengan lingkungan baru sekaligus mencegah kemungkinan terjadinya stress.
Menurut Campbell (2008), owa yang sudah lama dipelihara atau dibesarkan di
lingkungan manusia, secara perlahan diperkenalkan dengan lingkungan barunya
sebelum dimasukkan ke dalam kandang pemeliharaan bersama-sama dengan owa
lain. Selain itu, pencegahan stress juga dilakukan dengan cara meminimalitsir hal-
hal yang dapat menyebabkan owa jawa tersebut merasa tertekan atau takut. Sepeti
meminimalitsir kontak dengan manusia, tidak berisik atau berteriak saat berada di
sekitar kandang, tidak berlari dan tidak memancing reaksi agresif dari owa jawa.
24
5.3. Tingkat Kesejahteraan Owa Jawa di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa
(PRPJ)
Kelima aspek yang telah dideskripsikan sebelumnya merupakan dasar untuk
pengelolaan kesejahteraan satwa. Nilai total kesejahteraan owa jawa yang ada di
PRPJ dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Tingkat Kesejahteraan Owa Jawa di PRPJ
Nilai Total
Aspek Bobot
(rata-rata) poin
Bebas dari rasa lapar dan haus 30 4,67 28,02
Bebas dari Ketidaknyamanan Suhu dan 20 4,7 18,8
Fisik
Bebas dari Rasa Sakit, Penyakit dan 20 4,6 18,4
Luka
Bebas untuk Berperilaku Normal 15 4,25 12,75
Bebas dari Rasa Takut dan Menderita 15 4,25 12,75
Nilai tingkat kesejahteraan 90,72
25
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Manajemen pengelolaan konservasi ex-situ owa jawa (Hylobates moloch
Audebert, 1798) di kawasan Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ) terbilang
sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari berjalannya manajemen berbagai aspek
yang dilakukan pada owa jawa di PRPJ, baik dari segi pakan, kesehatan,
pengelolaan kandang, kontrol perilaku, dan lain sebagainya.
2. Nilai tingkat kesejahteraan owa jawa (Hylobates moloch) di PRPJ berdasarkan
penilaian lima prinsip animal freedom yaitu sebesar 90,72 dengan kategori
sangat baik. Untuk mempertinggi tingkat kesejahteraan owa jawa di PRPJ,
perlu dilakukan usaha peningkatan dan perbaikan terhadap beberapa aspek
pengelolaan kesejahteraan satwa, seperti fasilitas kesehatan, keamanan
kandang, pengkayaan enrichment serta usaha untuk mengelola rasa stress dan
takut yang dialami oleh satwa-satwa khususnya owa jawa di PRPJ.
6.2. Saran
Satwa liar sangat membutuhkan perhatian dan bantuan dari manusia. Oleh
karena itu, berdirinya lembaga konservasi merupakan suatu hal yang sangat
penting untuk terus dikembangkan. Sudah seharusnya lembaga konservasi di
Indonesia mendapat dukungan penuh baik dari pemerintah maupun masyarakat.
Masyarakat perlu lebih meningkatkan lagi kesadarannya terhadap kehidupan
satwa liar dan habitatnya agar alam ini tetap lestari.
6.3. Harapan
Demikian proposal PKL ini dibuat untuk dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi pengelola Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ) the Aspinall
Foundation. Kegiatan PKL ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk perguruan
tinggi maupun pihak pengelola PRPJ serta dapat menjadi alat penghubung untuk
terjalinnya kerjasama yang baik dan berkelanjutan. Bantuan dan dukungan dari
26
semua pihak agar terlaksana dengan baik dan lancar sesuai dengan yang
diharapkan. Atas kerjasama Bapak/Ibu dan semuanya, saya mengucapkan terima
kasih.
27
DAFTAR PUSTAKA
Cheyne Sm., Campbell C. O., & Payne K. L. (2012). Purposed guidlines for in-
situ gibbon rescue, rehabilitation and reintroduction. International Zoo Yb
46: 1- 17.
Chivers, D. J. (1972). The siamang and the gibbon in the Malay Penisula. Gibbon
Siamang 1 (1972): 103- 135.
Iskandar, E. (2007). Habitat dan populasi owa jawa (Hylobates moloch Audebert
1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. (Skripsi). Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Iskandar, Sofian. (2016). Bioekologi dan konservasi owa jawa (Hylobates moloch
Audebert, 1798). Bogor: Forda Press.
Kim, S., Coe, J. C., Lappan, S. (2011). Diet and Ranging Behavior of the
Endangered Javan Gibbon (Hylobates moloch) in a Submontane Tropical
Rainforest. American Journal of Primatology, 73(3): 270280.
Listiany., Nitibaskara, Tb. Unu., & Iskandar, S. (2012). Pola perilaku pasangan
owa jawa (Hylobates moloch) rehabilitan dalam kandang perjodohan di
Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (Javan Primates Rehabilitation Center)
Patuha – Ciwidey Jawa Barat. Journal Nusa Sylva. 12(2):25-34.
28
Manansang, J., Hastuti, Y. T., Purwadi, I., Sajuthi, D., Pamungkas, J., & Iskandar.
E. (2016). Penangkaran ex-situ owa jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas
Penangkaran PSSP LPPM-IPB dan Taman Safari Indonesia. Bogor: IPB
Press.
Muliani, Rini. (2014). Aktivitas harian dan interaksi sosial surili (Presbytis
comata) di kawasan Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ) The Aspinall
Foundation Rancabali, Ciwidey (Skripsi). Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Muslimah, N. U., Widayani, T., & Budiharjo, A. (2020). Studi perilaku harian dan
tingkat kesejahteraan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus,
1760) di Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ), Kota Surakarta. Zoo Indonesia,
Vol 29(1): 1-1.
Nijman, V. & Setiawan, A. (2020). Presbytis comata. The IUCN Red List of
threatened species 2020:e.T18125A17955175.
https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2020- 2.RLTS.T18125A17955175.en.
Diakses pada tanggal 11 November 2021.
Prasetyo, B., & Santi, A. (2013). Deskripsi tingkah laku owa jawa (Hylobates
moloch Audebert) di Taman Margasatwa Ragunan. Jurnal Sainsmat. 2(2):
93 – 106.
29
Ramadhan, Rizky Iqbal. (2021). Perancangan informasi kawasan Pusat
Rehabilitasi Primata Jawa The Aspinall Foundation Ciwidey Jawa Barat
melalui sign system (Skripsi). Universitas Komputer Indonesia, Bandung.
Rifai, Asep Aundry. (2018). Merekam proses rehabilitasi primata endemik owa
jawa di Aspinall Foundation Melalui foto essay. (Skripsi). Universitas
Pasundan, Bandung.
30
LAMPIRAN
31
25 10 Februari 2022 Perawatan rutin satwa, perpisahan
26 11 Februari 2022 Perpisahan
2 Penguasaan Materi 85
3 Kehadiran 98
4 Interaksi Sosial 90
Jumlah 353
Jakarta,
Pembimbing
__________________Sigit Ibrahim_
32
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Selama PKL
33
Gambar 12. Kegiatan Memberi Makan Satwa
34
Gambar 14. Kegiatan Monitoring Owa Jawa di Dewata, Cagar Alam Gunung
Tilu
35
Gambar 17. Seminar SURILI dalam Rangka Memperingati Hari Primata
Indonesia
36