Anda di halaman 1dari 45

1

SISTEM PERKANDANGAN OWA JAWA (Hylobates moloch) DI


PUSAT REHABILITASI SATWA PRIMATA JAWA
BANDUNG JAWA BARAT

KHOIRI KHOLQIHI ABDUL

PROGRAM STUDI PARAMEDIK VETERINER


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
i

PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN PRAKTIK KERJA


LAPANGAN 1 DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan Laporan Praktik Kerja Lapangan 1 berjudul


Sistem Perkandangan Owa Jawa (hylobates moloch) di Pusat Rehabilitasi Satwa
Primata Jawa Bandung Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2018

Khoiri Kholqihi Abdul


NIM J3P216076
ii
iii

RINGKASAN

KHOIRI KHOLQIHI ABDUL. Sistem Perkandangan Owa Jawa di Pusat


Rehabilitasi Satwa Primata Jawa Bandung Jawa Barat. Dibimbing oleh YUDI.
Owa jawa atau silver gibbon (Hylobates moloch) merupakan satwa primata
endemik pulau jawa. Owa jawa merupakan primata yang termasuk Endangered
Species dalam daftar International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources (IUCN) 2008 yaitu hewan terancam punah, dan terdaftar dalam
Apenddix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora (CITES) yaitu spesies satwa liar dilarang diperdagangkan. Tujuan
Praktik Kerja Lapangan 1 adalah untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan
serta menguraikan sistem perkandangan sebagai sarana rehabilitasi owa jawa di
Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRSPJ) Bandung Jawa Barat.
Praktik Kerja Lapangan 1 dilaksanakan di PRSPJ yang beralamat di Jl. Raya
Rancabali, Km 12, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat. PKL 1 dilaksanakan pada tanggal 16 Juli hingga 12 Agustus 2018. Data
yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
dengan melaksanakan pengamatan secara langsung dalam pelaksanaan kegiatan,
sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil diskusi, wawancara atau pemaparan
dengan petugas kandang dan dokter hewan serta studi literatur.
Perkandangan di PRSPJ sebagai proses rehabilitasi dilengkapi dengan
sarana yang digunakan satwa untuk melakukan aktivitas alaminya seperti brakhiasi
yang berguna dalam keberhasilan proses rehabilitasi. Kesesuaian kandang dengan
habitat asli sangat mempengaruhi kesejahteraan satwa dalam suatu lembaga
konservasi ex-situ, dan kandang harus disesuaikan dengan aspek-aspek ekologis
satwa di alam sehingga proses rehabilitasi satwa lebih maksimal. Perkandangan
owa jawa di PRSPJ secara garis besar melewati 4 macam sistem perkandangan,
yaitu perkandangan karantina, sosialiasi, habituasi, dan kandang transportasi.
Kandang karantina merupakan kandang yang digunakan untuk membatasi kontak
langsung hewan dengan manusia, dan mencegah penularan penyakit. Kandang
sosialisasi berupa kandang semi-alami yang dirancang menyerupai miniatur hutan
yang digunakan untuk mengembalikan sifat liar, serta sebagai sarana pelatihan dan
pengayaan hewan. Kandang habituasi berfungsi sebagai kandang pengenalan bagi
owa jawa kepada lingkungan alam liar sehingga dapat beradaptasi dengan habitat
aslinya ketika dilepasliarkan. Kandang transportasi merupakan kandang yang
digunakan sebagai kandang jebak dalam memindahkan hewan serta sebagai
kandang evakuasi satwa.
Sistem perkandangan di PRSPJ telah memenuhi kriteria perkandangan
untuk rehabilitasi owa jawa yang terdiri dari sistem perkandangan karantina,
sosialisasi, habituasi, dan kandang transportasi sehingga proses rehabilitasi owa
jawa lebih maksimal.
Kata kunci : Owa jawa (Hylobates moloch), Sistem perkandangan, Rehabilitasi
iv
v

SISTEM PERKANDANGAN OWA JAWA (Hylobates moloch) DI


PUSAT REHABILITASI SATWA PRIMATA JAWA
BANDUNG JAWA BARAT

KHOIRI KHOLQIHI ABDUL

Laporan Praktik Kerja Lapangan 1


Sebagai salah satu syarat untuk seminar tugas akhir pada
Program Studi Paramedik Veteriner

PROGRAM STUDI PARAMEDIK VETERINER


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
vi
vii
viii
ix

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan berkah-Nya, karena
penulis dapat melaksanakan praktik kerja lapangan dan menyusun laporan ini tepat
pada waktunya. Laporan yang dibuat berjudul “Sistem Perkandangan Owa Jawa di
Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa Bandung Jawa Barat”.
Selama pelaksanaan PKL dan penyusunan laporan ini, penulis banyak
mendapatkan bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr
Drh Yudi, MSi selaku dosen pembimbing PKL 1. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada drh Ida Masnur selaku pembimbing lapangan serta para staf di Pusat
Rehabilitasi Satwa Primata Jawa Bandung Jawa Barat. Ucapan terima kasih juga
diberikan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan moral
dan material kepada penulis untuk pelaksanaan PKL dan menyelesaikan
laporannya.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca sesuai dengan harapan.

Bogor, Oktober 2018

Khoiri Kholqihi Abdul


v

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii


DAFTAR TABEL vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 1
2. METODE KAJIAN 2
2.1. Tempat dan Waktu 2
2.2. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 2
2.3. Tinjauan Pustaka 2
3. KEADAAN UMUM 4
3.1. Sejarah Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa 4
3.2. Lokasi 5
3.3. Visi dan Misi 5
3.4. Kegiatan Lembaga 6
3.5. Struktur Organisasi 6
3.6. Sarana dan Prasarana 7
3.7. Sumber Daya Manusia 7
4. SISTEM PERKANDANGAN OWA JAWA 7
4.1. Sistem Perkandangan Karantina 8
4.2. Sistem Perkandangan Sosialisasi 11
4.3. Sistem Perkandangan Habituasi 17
4.4. Kandang Transportasi 18
5. SIMPULAN DAN SARAN 20
5.1. Simpulan 20
5.2. Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 22
vi

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa Bandung Jawa Barat 5


2 Struktur organisasi di Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa Bandung Jawa
Barat 6
3 Kandang karantina di PRSPJ berbentuk kubus (a), dan lorong penghubung
kandang diberi sekat (b) 9
4 Bagian luar kandang karantina dikelilingi pagar bambu (a), dan pagar kawat
listrik (b) 9
5 Kandang karantina bambu yang terdiri dari kandang bermain (a), dan kandang
di dalam ruangan (b) 10
6 Kandang perawatan terdiri dari kandang bermain (a), dan kandang di dalam
ruangan (b) 11
7 Kandang inkubator untuk perawatan anak satwa 11
8 Kandang OTE berupa kandang holding berbentuk panggung (a), dan lorong
penghubung sebagai kandang jebak (b) 13
9 Elemen kandang OTE berupa instalasi bambu untuk brakhiasi (a), dan secure
gate sebagai pintu masuk ke dalam kandang bermain (b) 15
10 Kandang jaring berupa kandang holding tidak dibuat panggung (a), dengan
pagar listrik sebagai keamanan tambahan (b), dan lorong penghubung sebagai
kandang jebak (c) 16
11 Instalasi bambu sebagai sarana brakhiasi (a) dan tumbuhan dibiarkan tinggi
agar hewan tidak turun ke tanah (b) 17
12 Dinding kandang habituasi terbuat dari jaring nilon (a) dan lorong sebagai
kandang jebak (b) 18
13 Kandang transportasi di PRSPJ untuk pemindahan owa jawa 19
14 Kandang transport dari inggris terbuat dari papan kayu (a) dan bagian dalam
kandang dilapisi ram kawat (b) 19

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan bahan kandang owa jawa di PRSPJ, TSI dan PSSP-IPB 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jurnal Harian Praktik Kerja Lapangan 1 23


2 Laporan Periodik Praktik Kerja Lapangan 1 27
vii
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Owa jawa atau silver gibbon (Hylobates moloch) merupakan satwa primata
endemik dari pulau jawa. Owa jawa merupakan hewan yang hidup secara arboreal
yang melakukan sebagian besar aktivitas hariannya di atas pohon dan jarang turun
ke tanah. Hewan ini bergerak dengan bergelantung atau berayun (brachiation) dari
pohon ke pohon menggunakan kedua tangan untuk mencari makan atau
menghindari predator (Supriatna dan Wahyono 2000).
Owa jawa merupakan salah satu satwa yang terancam punah sehingga
dilindungi oleh pemerintah. Saat ini owa jawa dimasukkan ke dalam spesies hewan
yang terancam punah (endangered) oleh International Union for Conservation of
Nature and Natural Resources (IUCN 2008). Penelitian Iskandar et al. (2010) dan
Wedana et al. (2010) yang dilakukan di beberapa lansekap prioritas di Jawa
memperkirakan jumlah owa jawa adalah sekitar 2.140-5.310 individu. Pemerintah
Indonesia menyatakan owa jawa sebagai satwa yang dilindungi berdasarkan
Peraturan Perlindungan Binatang Liar No.266 tahun 1931, kemudian diperkuat
dengan UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
Upaya konservasi dan rehabilitasi diperlukan untuk meningkatkan populasi
owa jawa. Upaya konservasi dan rehabilitasi meliputi konservasi in-situ maupun
ex-situ. Salah satu tempat konservasi ex-situ yang berfokus pada peningkatan
populasi owa jawa di alam liar yaitu Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa
(PRSPJ) yang berlokasi di kaki Gunung Patuha Jl. Raya Rancabali Km 12, Desa
Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. PRSPJ
adalah suatu lembaga konservasi rehabilitasi primata jawa seperti owa jawa, lutung
dan surili. Primata di PRSPJ merupakan hewan hasil sitaan dari masyarakat atau
hewan peliharaan yang diberikan secara sukarela oleh masyarakat memiliki sifat
dan latar belakang yang berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan hewan menjadi jinak
dan bergantung kepada manusia sehingga sulit untuk dilepasliarkan. PRSPJ sebagai
tempat rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan sifat alami hewan menjadi liar
kembali, agar hewan dapat bertahan hidup di alam liar dan dapat dilepaskan
kembali ke habitat aslinya.
Perkandangan di PRSPJ sebagai proses rehabilitasi dilengkapi dengan
sarana yang digunakan satwa untuk melakukan aktvitas alaminya seperti brakhiasi
yang berguna dalam keberhasilan proses rehabilitasi. Menurut Puspita (2017)
kesesuaian kandang dengan habitat asli sangat mempengaruhi kesejahteraan satwa
dalam suatu lembaga konservasi ex-situ, dan kandang harus disesuaikan dengan
aspek-aspek ekologis satwa di alam sehingga proses rehabilitasi satwa lebih
maksimal.

1.2 Tujuan

Praktik Kerja Lapangan (PKL) 1 bertujuan untuk memperoleh pengetahuan


dan keterampilan serta dapat menguraikan sistem perkandangan sebagai sarana
2

rehabilitasi owa jawa di Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa Bandung Jawa
Barat.

2 METODE KAJIAN

2.1 Tempat dan Waktu

Praktik Kerja Lapangan (PKL 1) dilaksanakan di Pusat Rehabilitasi Satwa


Primata Jawa yang beralamat di Jl. Raya Rancabali Km 12, Desa Alam Endah,
Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kegiatan PKL 1
dilaksanakan pada tanggal 16 Juli 2018 hingga 12 Agustus 2018.

2.2 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan melaksanakan pengamatan secara langsung dalam
pelaksanaan kegiatan, sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil diskusi,
wawancara atau pemaparan dengan petugas kandang dan dokter hewan, serta studi
literatur sebagai acuan. Aspek perkandangan akan dianalisis secara deskriptif
dengan menguraikan dan menjelaskan mengenai gambaran umum dari hasil
pengamatan secara langsung dan dibandingkan dengan referensi.

2.3 Tinjauan Pustaka

2.3.1 Owa Jawa (Hylobates moloch)


Owa jawa (Hylobates moloch) merupakan salah satu dari 21 jenis primata
endemik Indonesia, dan dapat dijumpai di Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah.
Menurut Napier dan Napier (1967), Owa jawa dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Cordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Famili : Hylobatidae
Genus : Hylobates
Spesies : Hylobates moloch
Owa jawa merupakan spesies primata arboreal yang melakukan sebagian
besar aktivitasnya di atas pohon dengan ketinggian 20-25 m di atas permukaan
tanah (Nijman 2001). Owa jawa merupakan hewan frugivora atau pemakan buah,
karena hewan ini mengonsumsi lebih banyak buah dibandingkan tunas, daun muda,
atau kuncup bunga. Owa jawa memiliki rambut berwarna abu-abu yang menutupi
seluruh badannya dengan warna rambut putih pada bagian kepala. Owa jawa
memiliki kaki depan yang lebih panjang dari kaki belakang dan tidak memiliki ekor.
Owa jawa betina dapat mengeluarkan suara yang lantang dan biasanya dikeluarkan
pada pagi hari (morning call), sedangkan owa jawa jantan hanya mengeluarkan
suara peringatan pada saat adanya predator yang mendekat (warning call). Owa
3

jawa merupakan hewan monogami yaitu hanya memiliki satu pasangan. Owa jawa
hidup dalam kelompok kecil, yang terdiri dari 1 jantan dewasa, 1 betina dewasa
dengan anak 1-2 ekor, sehingga biasanya hidup dalam kelompok kecil berjumlah
3-4 individu (Supriatna dan Wahyono 2000). Owa jawa yang sudah dewasa akan
memisahkan diri dari kelompok keluarga dan mencari pasangan untuk membentuk
kelompok baru. Umumnya owa jawa di alam liar dapat hidup hingga umur 35 tahun
(Supriatna dan Wahyono 2000).

2.3.2 Habitat dan Status Konservasi


Owa jawa berhabitat pada kawasan hutan hujan tropis mulai dari kawasan
pesisir, dataran rendah, hingga pegunungan pada ketinggian 1400-1600 meter di
atas permukaan laut. Kepadatan populasi owa jawa tertinggi ditemukan pada
dataran rendah sampai ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut (Wedana et
al 2009. Satwa ini jarang ditemukan di dalam hutan pada ketinggian lebih dari 1500
mdpl. Vegetasi dan tumbuhan yang berada pada ketinggian tersebut bukan
merupakan sumber pakan owa, dan banyaknya lumut yang menutupi pepohonan
dapat menyulitkan pergerakan owa saat brakhiasi (Supriatna dan Wahyono 2000).
Habitat owa jawa tersebar dari Ujung Kulon di bagian barat Pulau Jawa hingga
Pegunungan Dieng dan Gunung Slamet di bagian tengah Pulau Jawa. Owa jawa
juga dapat dijumpai di beberapa hutan produksi Perum Perhutani, seperti Gunung
Luhur dan Gunung Kencana di Bogor, serta Gunung Cikidang dan Gunung Endut
di Sukabumi (Iskandar et al. 2008).
Owa jawa merupakan primata yang status konservasinya termasuk
Endangered Species dalam daftar International Union for Conservation of Nature
and Natural Resources (IUCN) tahun 2008 yang memiliki tingkat ancaman
kepunahan tinggi dan terdaftar dalam Apenddix I Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Owa jawa sebagai
spesies satwa liar yang secara internasional dilarang diperdagangkan dalam segala
bentuk dan terancam punah karena jumlah populasinya yang terus menurun
(Soehartono dan Mardiastuti 2003). Owa jawa termasuk ke dalam hewan yang
dilindungi oleh pemerintah. Owa jawa dilindungi Peraturan Perlindungan Binatang
Liar No.266 tahun 1931, kemudian diperkuat dengan UU No.5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, termasuk turunannya
yaitu Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan
dan Satwa Liar dan peraturan pemerintah nomor 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan
Tumbuhan dan Satwa Liar.

2.3.3 Sistem Perkandangan Pada Primata


Sistem perkandangan merupakan sarana yang digunakan sebagai tempat
untuk hidupnya satwa berupa kandang. Kandang adalah suatu bangunan berikut
peralatan serta bahan dan sarana pendukung yang diperlukan, serta membuat satwa
merasa nyaman, aman dan dapat melakukan aktivitas alami seperti di habitat
aslinya. Sistem perkandangan harus memenuhi persyaratan teknis baik lokasi,
konstruksi, sistem drainase, kelengkapan sarana dan prasarana yang harus didesain
sesuai dengan kebutuhan biologis, dan perilaku satwa. Menurut Rahman (2011)
dalam perencanaan perkandangan terdapat beberapa faktor penting yang harus
dipertimbangkan yaitu kandang harus dibuat sedemikian rupa dengan maksud
untuk mendukung kenyamanan psikologis bagi satwa yang ada di dalamnya,
4

kandang dibuat sesuai dengan ukuran dan perilaku satwa sehingga satwa dapat
tumbuh dengan normal, kandang harus mampu mencegah adanya kemungkinan
timbulnya penyakit, kandang harus dilengkapi dengan sarana salinitas yang baik,
kandang dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan peneliti dan perawat satwa
untuk mengelola satwa, dan kandang harus dibuat berdasarkan standar baku yang
direkomendasikan.

3 KEADAAN UMUM

3.1 Sejarah Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa

Sejarah Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa diawali dengan berdirinya


proyek konservasi satwa terancam punah di Indonesia oleh The Aspinall
Foundation (Yayasan Aspinall). The Aspinall Foundation merupakan lembaga
swadaya non-profit yang berkantor pusat di Kent, Inggris. Organisasi ini awalnya
dirintis oleh John Aspinall pada tahun 1957 melalui pembelian Taman Satwa Liar
Howletts dan Port Lympne di Inggris, yang kemudian diteruskan oleh puteranya
Damian Aspinall. Yayasan Aspinall bersama Taman Satwa Liar Howletts dan Port
Lympne di Inggris mulai membuka proyek-proyek konservasi di beberapa negara,
diantaranya Kongo, Gabon, Indonesia dan Madagaskar. Salah satu proyek yang
dilaksanakan di Indonesia adalah konservasi owa jawa (Hylobates moloch).
Yayasan Aspinall bersama Taman Satwa Liar Howletts dan Port Lympne
telah mencoba membiakkan owa jawa sejak tahun 1988. Sebagai salah satu institusi
yang tergolong sukses dalam membiakkan owa jawa di penangkaran, Taman Satwa
Liar Howletts dan Port Lympne milik Yayasan Aspinall mengupayakan
penyelamatan, rehabilitasi dan reintroduksi owa jawa kembali ke habitat aslinya
melalui pendirian Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa sebagai media rehabilitasi
sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya. Melalui pendirian PRSPJ, Yayasan
Aspinall tidak hanya berupaya dalam menyelamatkan primata endemik pulau Jawa
seperti owa jawa, lutung jawa barat dan surili, tetapi juga berupaya dalam
membangun kesadaran masyarakat mengenai pentingnya konservasi satwa melalui
aktivitas konservasi yang dapat memberikan manfaat ekonomi baik pada skala lokal
maupun skala nasional.
Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa merupakan lembaga konservasi yang
memiliki program rehabilitasi untuk meningkatkan populasi primata endemik pulau
jawa di alam liar terutama owa jawa (Hylobates moloch), lutung jawa barat
(trachypithecus auratus) dan surili (Presbytis comate). Pendirian PRSPJ
merupakan hasil kesepakatan kerjasama antara Direktorat Konservasi
Keanekaragaman Hayati, Kementerian Kehutanan dan Perum Perhutani dengan
The Aspinall Foundation di bidang pelestarian satwa liar terancam punah. Program
ini meliputi kegiatan konservasi in-situ dan ex-situ. Sejak 2011, PRSPJ telah
berhasil melakukan program rehabilitasi satwa primata jawa. PRSPJ
mengupayakan pelepasan satwa dengan memasangkan individu-individu owa jawa
dewasa yang sudah siap kawin serta memiliki kondisi kesehatan yang baik. Owa
jawa sebagai hewan monogami, merupakan hewan yang bersifat pemilih sehingga
5

relatif sulit untuk berhasil dipasangkan dalam waktu lama, sehingga relatif sulit
dalam keberhasilan saat dipasangkan dalam kondisi di rehabilitasi.

3.2 Lokasi

Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa terletak di kaki Gunung Patuha Jl.
Raya Rancabali, Km 12, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten
Bandung, Jawa Barat. Seperti ditunjukan pada Gambar 1, lokasi ini berjarak sekitar
42 km dari Kota Bandung.

Gambar 1 Lokasi Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa Bandung Jawa Barat

3.3 Visi dan Misi

Visi dari Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa adalah melestarikan spesies
primata endemik Pulau Jawa dan habitatnya dengan dukungan semua pihak. Misi
dari PRSPJ yaitu mendukung upaya Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam untuk mengelola satwa primata hasil sitaan dan penyerahan masyarakat untuk
direhabilitasi sehingga satwa primata tersebut nantinya siap untuk dilepasliarkan
kembali ke habitat alaminya. PRSPJ sebagai tempat mengelola satwa primata yang
tidak bisa di lepasliarkan ke habitat alaminya karena alasan tertentu, seperti cacat
fisik yang berat. PRSPJ sebagai wahana penelitian dan mendukung kesempatan
mahasiswa dari dalam dan luar negeri untuk melakukan penelitian terkait primata
jawa.
6

3.4 Kegiatan Lembaga

Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa merupakan sebuah lembaga


konservasi khusus ex situ yang bergerak dalam rehabilitasi satwa endemik pulau
jawa khususnya owa jawa, lutung jawa barat dan surili. Pelepasan satwa primata
kembali ke habitat alami merupakan agenda tahunan yang dilakukan di PRSPJ serta
program yang ada di lembaga tersebut. Program pelepasan satwa primata dilihat
dari karakteristik dan tingkah laku yang sudah mencukupi dari kriteria hewan siap
di lepasliarkan seperti aktivitas alami dalam pergerakan hewan dan pola pemilihan
makanan. Faktor lain dalam pelepasliaran yaitu birokrasi seperti surat keputusan
dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang sudah memberikan izin untuk
proses pelepasan.
Kegiatan mingguan di PRSPJ yaitu adanya evaluasi yang dilakukan oleh
kepala penjaga satwa (head keeper) terhadap penjaga satwa (animal keeper) dan
melaporkan kepada dokter hewan. Evaluasi ini dilakukan untuk memperbaiki
kegiatan yang ada agar lebih efektif dan terarah. Kegiatan harian yang dilakukan di
PRSPJ yaitu dengan persiapan pakan dan pemberian pakan yang dilakukan tiga kali
sehari, kemudian dilanjutkan dengan sanitasi kandang sehari sekali. Jika terdapat
hewan sakit atau penyimpangan pada satwa, animal keeper akan melaporkan
kepada dokter hewan untuk dilakukan pengecekan kesehatan.
Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa juga aktif dalam melakukan edukasi
kepada masyarakat, sekolah dan menjadi pengisi materi di seminar konservasi.
PRSPJ berharap masyarakat dapat membantu dalam menjaga kelestarian ekosistem
satwa liar khususnya primata jawa dan tidak memburunya.

3.5 Struktur organisasi

Struktur organisasi di PRSPJ dipimpin oleh direktur yang membawahi


bagian adminisitrasi, tim medis, tim perawat satwa, tim monitoring serta tim
maintenance seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Direktur ditunjuk dan
bertanggung jawab untuk melaporkan hasil proyek Yayasan Aspinall di Indonesia
kepada Yayasan Aspinall pusat.

Direktur

Bagian
Administrasi

Tim Medis Tim perawat satwa


(Dokter hewan) Tim maintenance
(Head Keeper & Tim monitoring
animal keeper)

Gambar 2 Struktur organisasi di Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa Bandung


Jawa Barat
7

3.6 Sarana dan Prasarana

Pembangunan fasilitas di PRSPJ merupakan hasil tindak lanjut dari


kesepakatan kerjasama proyek konservasi The Aspinall foundation-Indonesia
Program antara yayasan aspinall dengan Dirjen Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam dan Perum Perhutani. Pusat Rehabilitasi Primata Jawa berdiri di
atas lahan seluas 12 hektar yang terletak di hutan kaki gunung tikukur. PRSPJ mulai
dibangun pada bulan Januari 2011 dan selesai pada bulan Juli 2011.
Sarana di PRSPJ terdiri dari 1 kantor lapangan, 1 ruang penyimpanan dan
persiapan pakan, 1 klinik satwa, 8 kandang open top enclosure (OTE), 7 kandang
jaring, 2 kandang perawatan, 2 kandang karantina bambu, dan 6 kandang karantina
yang letaknya terisolasi dari kandang lainnya. PRSPJ terus melakukan penambahan
pembangunan kandang, yaitu terdapat 5 kandang jaring baru dalam proses
pembuatan. Terdapat dua akses jalan menuju PRSPJ, yaitu dari Patuha Resort dan
melewati jalan Desa Rancabali.

3.7 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang terdapat di PRSPJ pada bulan Juli 2018
berjumlah 16 orang, terdiri dari 1 orang direktur, 1 orang bagian administrasi, 2
orang dokter hewan, 1 orang head keeper, 4 orang keeper, 2 orang tim maintenance
dan 6 orang tim monitoring.

4 SISTEM PERKANDANGAN OWA JAWA

Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa Bandung Jawa Barat merupakan


tempat rehabilitasi bagi primata owa jawa (Hylobates moloch). Selain itu, terdapat
satwa primata lainnya seperti lutung jawa barat (Trachypithecus auratus) dan surili
(Presbytis comata). Sistem perkandangan merupakan sarana yang digunakan
sebagai tempat untuk hidupnya satwa berupa kandang. Kandang adalah suatu
bangunan termasuk peralatan, bahan dan sarana pendukung yang diperlukan.
Kandang dibuat sealami mungkin, sehingga membuat satwa merasa nyaman, aman,
dan dapat melakukan aktivitas alami seperti di habitat aslinya. Sistem perkandangan
harus memenuhi persyaratan teknis baik lokasi, konstruksi, sistem drainase, serta
kelengkapan sarana dan prasarana yang harus didesain sesuai dengan kebutuhan
biologis dan perilaku satwa. Menurut Rahman (2011) dalam perencanaan
perkandangan terdapat beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan yaitu
kandang harus dibuat sedemikian rupa dengan maksud untuk mendukung
kenyamanan psikologis bagi satwa yang ada didalamnya, kandang dibuat sesuai
dengan ukuran dan perilaku satwa sehingga satwa dapat tumbuh dengan normal,
dan kandang harus mampu mencegah adanya kemungkinan timbulnya penyakit,
kandang harus dilengkapi dengan sarana salinitas yang baik, kandang dibuat
sedemikian rupa sehingga memudahkan peneliti dan perawat satwa untuk
mengelola satwa, kandang dibuat berdasarkan standar baku.
Terdapat alur sistem perkandangan untuk owa jawa di PRSPJ. Secara garis
besar Owa Jawa di PRSPJ melewati 4 macam sistem perkandangan rehabilitasi,
8

yaitu sistem perkandangan karantina, perkandangan sosialiasi, perkandangan


habituasi dan kandang transportasi.

4.1 Sistem Perkandangan Karantina

Sistem perkandangan karantina di PRSPJ meliputi kandang karantina,


kandang karantina bambu, kandang perawatan satwa, dan kandang inkubator.
Hewan yang telah melewati pendataan di bagian administrasi ditempatkan di
kandang karantina yang berfungsi sebagai proses penyesuaian dengan lingkungan
baru untuk mencegah kemungkinan terjadinya stres dan penularan penyakit.
Kandang karantina merupakan kandang yang digunakan untuk membatasi kontak
langsung hewan dengan manusia dan mencegah penularan penyakit dari satwa ke
manusia, atau sebaliknya, dan penularan dari satwa ke satwa lain. Oleh karena itu,
kandang karantina berada di area yang terisolasi dari kandang lainnya untuk
menghindari penularan penyakit. Hanya dokter hewan dan staf perawat satwa yang
dapat memasuki area karantina serta harus menggunakan peralatan lengkap seperti
masker, sarung tangan, baju khusus dan sepatu boot pada saat memasuki area
kandang karantina. Menurut Permentan (2015) ruang karantina hewan harus
terpisah dari ruang hewan untuk kegiatan koloni lainnya (penangkaran,
pemeliharaan/holding, penelitian, dan lain-lain).
Sebelum satwa masuk ke dalam kandang karantina, satwa-satwa dilakukan
medical checkup terlebih dahulu untuk mengetahui status kesehatan. Hewan dalam
masa karantina memiliki waktu selama 90 hari sebelum hewan dipindahkan ke
dalam kandang sosialisasi. Menurut AWA (1985) seekor hewan yang baru didapat
harus disimpan dalam kandang isolasi selama yang diperlukan untuk melakukan
pemeriksaan, aklimatisasi, dan pemulihan kesehatan. Hewan dalam masa karantina
memiliki waktu minimal 33 hari, dengan dua tes feses yang harus negatif untuk
parasit dan bakteri, dan tiga tes negatif untuk tuberkulosis (Mootnick 1997).
Perlakukan yang dilakukan pada kandang karantina diantaranya perlakuan
pembiasaan pakan serta dilakukan pengayaan atau enrichment pakan dan membuat
hewan beradaptasi dengan lingkungan rehabilitasi. Menurut Campbell (2008), owa
jawa yang sudah lama dipelihara dan dibesarkan di lingkungan manusia, secara
perlahan diperkenalkan kembali dengan lingkungan barunya sebelum dimasukkan
ke dalam kandang pemeliharaan bersama-sama dengan owa lain.

4.1.1 Kandang Karantina


Kandang karantina di PRSPJ merupakan sistem perkandangan awal dalam
proses rehabilitasi. Kandang karantina berbentuk kandang holding atau kandang
istirahat berbentuk kubus berukuran (panjang × lebar × tinggi) 2.5 × 2.5 × 2.5 meter
seperti ditunjukkan di Gambar 3a. Material kandang yang digunakan di kandang
karantina yaitu besi siku sebagai kerangka kandang dan ram kawat wiremesh
sebagai dinding kandang. Menurut Permentan (2015) Kontruksi bangunan instalasi
karantina harus kuat dan menjamin keamanan hewan maupun petugas dan pekerja,
konstruksi dan desain bangunan kandang disesuaikan dengan jenis/spesies hewan
yang akan dikarantina.
9

Setiap kandang holding terdapat pintu yang digunakan untuk melakukan


sanitasi kandang, dan memasang elemen-elemen di dalam kandang seperti palang
bambu dan kayu untuk brakhiasi, boks kayu untuk tempat tidur, dan media
pengayaan seperti ayunan kayu dan tali karet. Satu kandang karantina terdiri dari
dua kandang holding yang dihubungkan oleh lorong (Gambar 3b). Lorong
berfungsi sebagai kandang jebak untuk memudahkan penangkapan hewan dalam
pemindahan atau saat dilakukannya pemeriksaan kesehatan. Lorong penghubung
memiliki ukuran panjang 2 meter, lebar 60 centimeter, tinggi 60 centimeter dan
terdapat pintu untuk memasukkan kandang transportasi, dan diberi sekat di antara
kandang holding untuk mengurangi gerakan dari owa jawa yang akan dimasukkan
ke dalam kandang transportasi.

a b
Gambar 3 Kandang karantina di PRSPJ berbentuk kubus (a) dan lorong
penghubung kandang diberi sekat (b)

Kandang holding dibuat seperti panggung dengan jarak 1 meter dari


permukaan fondasi, yang berfungsi untuk memudahkan dalam pembersihan sisa
pakan yang jatuh dan sebagai pengaman dari predator. Fondasi kandang berupa
keramik yang berfungsi untuk memudahkan dalam melakukan sanitasi kandang
serta terdapat saluran pembuangan yang bermuara di septic tank di setiap kandang.
Jarak dari kandang karantina ke kandang karantina lain yaitu 20 meter yang
dihubungkan oleh jalan setapak, jarak diberikan untuk meminimalisir penularan
penyakit dan memberi ruang hewan untuk beradaptasi. Kandang karantina ditutupi
dengan pagar bambu (Gambar 4a) dan pagar kawat yang dialiri listrik (Gambar 4b)
untuk menghindari adanya serangan predator seperti macan tutul yang masih
banyak berkeliaran di area kandang.

a b
Gambar 4 Bagian luar kandang karantina dikelilingi pagar bambu (a) dan pagar
kawat listrik (b)
10

4.1.2 Kandang Karantina Bambu


Kandang karantina bambu merupakan kandang karantina khusus untuk
hewan berumur 1 sampai 2 tahun. Kandang karantina bambu terdiri dari kandang
holding yang digunakan untuk bermain dan kandang di dalam ruangan rumah
bambu yang berfungsi sebagai tempat tidur, dan terdapat heater yang berguna agar
owa jawa tidak kedinginan. Kandang holding rumah bambu memiliki ukuran 3 × 2
× 2.5 meter dengan material kandang besi siku sebagai kerangka kandang dan
dinding kandang menggunakan jaring (Gambar 5a). Elemen kandang yang terdapat
di kandang holding yaitu bambu sebagai media untuk brakhiasi dan terdapat tali
karet sebagai ayunan. Campbell (2008) menyatakan di dalam kandang owa harus
ada setidaknya dua media untuk setiap owa yang ditempatkan di dalam kandang.
Atap kandang holding rumah bambu tidak ditutup asbes dikarenakan terdapat
kandang di dalam ruangan sebagai tempat owa jawa untuk berteduh, lantai kandang
terbuat dari plesteran semen sehingga mudah dalam sanitasi kandang.
Kandang di dalam ruangan memiliki ukuran 1.2 × 1.2 × 2.3 meter dengan
material kandang yaitu besi siku sebagai kerangka dan papan triplek sebagai
dinding kandang, pintu kandang terbuat dari ram besi (Gambar 5b). Ukuran
kandang di dalam ruangan belum sesuai dengan rekomendasi Campbell (2008)
yang menyatakan bahwa kandang tidur disarankan berukuran 2 × 1.6 × 2.4 meter.
Terdapat ranting kayu untuk brakhiasi dan papan yang digunakan untuk tempat
tidur serta terdapat tempat pakan dan minum didalam kandang.

a b
Gambar 5 Kandang karantina bambu yang terdiri dari kandang bermain (a) dan
kandang di dalam ruangan (b)

4.1.3 Kandang Perawatan


Kandang perawatan merupakan kandang khusus untuk hewan dalam proses
penyembuhan, perlakuan infus, serta kandang sementara bagi hewan yang sedang
dilakukan pengecekan kesehatan rutin. Kandang ini memiliki dua ruangan berbeda
yaitu, kandang holding yang berfungsi sebagai kandang bermain untuk aktivitas
hewan dan kandang di dalam ruangan berfungsi untuk melakukan perawatan.
Kandang holding perawatan memiliki ukuran 3 × 2.5 × 3 meter dengan material
bahan besi siku sebagai kerangka kandang dan ram kawat wiremesh sebagai dinding
kandang seperti ditunjukkan pada Gamabr 6a. Elemen yang terdapat di dalam
kandang holding yaitu tali karet, bambu dan ranting kayu untuk brakhiasi. Campbell
(2008) menyatakan bahwa harus ada setidaknya terdapat dua media untuk setiap
owa yang ditempatkan di dalam kandang. Terdapat pintu untuk melakukan sanitasi
kandang serta memasang bambu dan tali karet. Kandang yang berada di dalam
11

ruangan memiliki ukuran 1.5 × 1.5 × 1.5 meter dengan material kandang yaitu besi
siku sebagai kerangka dan papan triplek sebagai dinding dengan pintu terbuat dari
ram besi (Gambar 6b). Ukuran kandang di dalam ruangan belum sesuai dengan
rekomendasi Campbell (2008) yang menyatakan ukuran kandang tidur disarankan
2 × 1.6 × 2.4 meter. Tempat pakan berada diluar dari pintu ram besi dan terdapat
lubang untuk hewan mengambil makanan.

a b
Gambar 6 Kandang perawatan terdiri dari kandang bermain (a) dan
kandang di dalam ruangan (b)

4.1.4 Kandang Inkubator


Kandang inkubator merupakan kandang yang digunakan untuk perawatan
hewan yang masih bayi berumur 7-10 hari atau bayi dengan rambut yang masih
tipis. Owa yang baru lahir atau muda dapat disimpan di inkubator dengan suhu
dipertahankan antara 31-35 ºC dan kelembaban 65% untuk 6 minggu pertama
(Kirkwood & Stathatos 1992). Kandang ini berada di dalam klinik hewan agar
mudah dalam penanganan bayi hewan (Gambar 7). Kandang inkubator terbuat dari
bahan alumunium berukuran 70 × 65 × 70 cm dan pintu terbuat dari kaca. Bayi owa
jawa yang pergerakannya sudah mulai aktif dan sudah mulai mengkonsumsi
makanan padat, sudah dapat di pindahkan ke kandang karantina bambu.

Gambar 7 Kandang inkubator untuk perawatan anak satwa

4.2 Sistem Perkandangan Sosialisasi

Sistem perkandangan sosialisasi merupakan kandang rehabilitasi setelah


hewan melewati masa karantina. Kandang sosialisasi berupa kandang semi-alami
yang dirancang menyerupai miniatur hutan yang digunakan untuk mengembalikan
sifat liar, serta sebagai sarana pelatihan dan pengayaan hewan seperti sarana
12

bermain, pergerakan dalam brakhiasi, pengayaan pakan, dan pembiasaan aktivitas


alami sehari-hari yang akan dilakukan setelah hewan di lepasliarkan. Obsevasi owa
jawa berada di dalam sistem perkandangan sosialisasi dilakukan selama 6 bulan
hingga 4 tahun. Lama owa jawa di dalam kandang sosialisasi tergantung pada
tingkah laku owa jawa dalam beradaptasi serta berapa lama owa jawa hidup
bersama manusia. Sistem perkandangan sosialiasi di PRSPJ terdiri dari kandang
open top enclosure (OTE) dan kandang jaring (net cage). Kandang sosialisasi di
PRSPJ didesain menyerupai hutan dan dibuat seluas mungkin agar owa jawa dapat
mengeksplorasi serta dapat bermain dengan leluasa sehingga proses rehabilitasi
lebih optimal. Kandang sosialisasi terdiri dari kandang holding sebagai kandang
istirahat dan kandang bermain.

4.2.1 Kandang Open Top Enclosure


Kandang open top enclosure (OTE) merupakan kandang sosialisasi yang
ditempatkan di area terbuka. Kandang OTE merupakan kandang dengan desain
pertama yang diadopsi dari Kebun Binatang Howletts di Inggris, disekitar kandang
dikelilingi oleh pagar listrik. Kandang OTE cocok digunakan untuk owa jawa
karena kandang dibuat terbuka dengan alam dan didesain mendekati kondisi alami
dari habitat owa jawa. Owa jawa memiliki daya ingat yang baik, setelah owa jawa
dipindahkan kedalam kandang OTE, owa jawa akan memegang kawat listrik 1-2
kali karena owa jawa memiliki rasa penasaran yang tinggi dan kerap bermain di
dekat pagar listrik. Setelah mengetahui bahwa pagar dialiri listrik, sengatan listrik
dapat memberikan efek jera pada owa jawa dan tidak akan memegang kembali
pagar listrik dan tidak akan mencoba kabur. Sengatan listrik bagi anak owa jawa
berpotensi menimbulkan trauma sehingga anak owa jawa enggan bermain di
kandang main, dan hanya bermain di dalam kandang holding.
Kandang OTE terdiri dari dua bagian utama yaitu kandang holding yang
berfungsi sebagai tempat untuk istirahat owa jawa, dan kandang bermain yang
dikelilingi oleh pagar listrik ELACME® dengan daya 1.2 joule. Kandang holding
di sistem perkandangan sosialisasi berukuran 5 × 5 × 5 meter seperti ditunjukkan
pada Gambar 8A. Ukuran ini lebih kecil dari ukuran yang direkomendasikan oleh
Campbell (2008) yaitu 6 × 6 × 6 meter. Kandang holding OTE dibuat seperti
panggung (Gambar 8a) yang berfungsi agar makanan yang jatuh tidak diambil
kembali, dan untuk membiasakan owa jawa tidak menginjak tanah dan tetap berada
di atas kandang, serta sebagai pengaman dari predator.
Material kandang holding yang digunakan yaitu besi siku sebagai kerangka
kandang dan ram kawat wiremesh galvanis sebagai dinding kandang. Kawat
wiremesh galvanis memiliki ukuran diameter kawat 4.0 milimeter dengan ukuran
lubang ram kawat 50 × 50 mm, ukuran ini lebih tebal serta lebih tahan lama
dibanding kawat wiremesh biasa. Ukuran ketebalan kawat di kandang holding lebih
besar dari ukuran yang direkomendasikan Campbell (2008) yaitu diameter kawat
ram untuk kandang owa sebesar 3.15 mm, namun untuk ukuran lubang sudah sesuai
dengan rekomendasi dengan ukuran lubang kawat ram sebesar 50 × 50 mm
sehingga lebih kuat dan tahan lama. Elemen-elemen di dalam kandang holding
terdiri dari bambu untuk brakhiasi, dan boks kayu untuk tempat tidur. Terdapat
pintu untuk masuk kedalam kandang holding, sebagian atap kandang ditutupi
dengan asbes seng untuk menutupi boks tidur dari sinar matahari dan hujan secara
langsung. Dharma (2015) menjelaskan bahwa bagian atap kandang owa jawa di
13

Taman Safari Indonesia ditutupi dengan asbes plastik sebagai pengganti daun-daun.
Berbeda dengan Rahman (2011) yang menjelaskan pada bagian atap kandang owa
jawa di Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor tidak ditutupi dengan
pelindung, tetapi terlindungi oleh pepohonan disekitar kandang. Lantai kandang
holding dibuat dari plasteran semen dengan permukaan lantai sedikit miring agar
memudahkan dalam sanitasi kandang dan tidak terdapat genangan air. Cocks (2000)
menjelaskan lantai kandang harus terbuat dari beton dan harus dibuat miring ke
saluran pembuangan sehingga tidak ada genangan air di dalam kandang. Dharma
(2015) juga menjelaskan bahwa bagian lantai kandang yang terbuat dari plesteran
semen akan lebih mudah dibersihkan. Tabel 1 menunjukan perbedaan dalam
penggunaan bahan kandang di PRSPJ dengan Taman Safari Indonesia dan Pusat
Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor menurut Dharma (2015).
Tabel 1 Perbandingan bahan kandang owa jawa di PRSPJ, TSI dan PSSP-IPB
Uraian bahan Kandang holding Kandang TSI Kandang PSSP-IPB
kandang PRSPJ
Atap 100% ram kawat 50% ram kawat dan 100% ram kawat
wiremesh dan asbes seng 50% asbes plastik
Lantai 100% semen peluran 100% semen peluran 100% tanah
Dinding 100% ram kawat 30% batubata dan 100% ram kawat
wiremesh 70% ram kawat
Tiang 100% besi 100% besi 100% besi
Pintu 50% besi dan 50% ram 100% besi 50% besi dan 50%
kawat wiremesh ram kawat

Kandang holding dan kandang bermain dihubungkan oleh lorong dengan


ukuran panjang 3 meter, lebar 60cm dan tinggi 60cm (Gambar 8b). Lorong
berfungsi sebagai jalan penghubung untuk hewan berpindah dari kandang holding
ke kandang bermain, dan sebagai kandang jebak. Material lorong yaitu besi siku
sebagai kerangka dan ram kawat wiremesh galvanis sebagai dinding. Terdapat pintu
untuk menutup kedua sisi kandang jika akan melakukan penjebakan pada owa jawa.
Pagi hari, sekat pembatas pada lorong akan dibuka agar owa jawa dapat masuk ke
dalam kandang main dan pada sore hari owa jawa akan di masukkan kembali
kedalam kandang holding.

a b
Gambar 8 Kandang OTE berupa kandang holding berbentuk panggung (a) dan
lorong penghubung sebagai kandang jebak (b)
14

Ukuran kandang bermain yang ditetapkan di PRSPJ yaitu luas kandang 25


× 25 meter yang dikelilingi oleh pagar listrik, Cocks (2000) menyatakan ukuran
kandang bermain disarankan 30 × 7 meter. Pagar listrik berfungsi sebagai
pencegahan owa jawa kabur serta sebagai perlindungan dari satwa liar seperti
anjing hutan, macan tutul dan babi hutan masuk ke dalam area kandang. Material
yang digunakan untuk pagar listik yaitu besi siku sebagai tiang dengan tinggi 2.5-3
meter mengikuti kontur tanah dan jarak antara tiang 2.6 meter. Cocks (2000)
merekomendasikan tinggi dinding atau pagar minimal 4.5 meter. Pagar di kandang
OTE dialiri oleh listrik sehingga dapat meminimalisir owa lepas.
Kawat listrik yang digunakan yaitu kawat elektrik ELACME® dengan daya
1.2 joule. Kandang bermain dilengkapi beberapa elemen untuk aktivitas owa seperti
tali karet sebagai ayunan serta instalasi bambu digunakan sebagai area brakhiasi
dan sarana untuk pengayaan bagi owa jawa. Instalasi bambu memiliki bentuk kubus
dibuat 3 tingkat dengan ukuran 6 × 6 × 6 meter yang dibuat di tengah kandang main
sehingga jarak antara pagar listrik dan instalasi bambu berjauhan dan kesempatan
untuk owa jawa kabur kecil. Nowak (1999) menyatakan jarak alat bergelantung
baik tali ban maupun bambu yang tergolong ideal adalah 2-4 meter dan Campbell
(2008) menjelaskan idealnya dalam satu lintasan arboreal setidaknya harus
disediakan area brakhiasi dengan 3 tingkat ketinggian menggunakan pohon, tali,
dan platform.
Instalasi bambu terbuat dari bambu dan kayu yang berguna dalam proses
pengayaan seperti pembiasaan dalam menggenggam permukaan kayu yang kasar
dan permukaan bambu yang licin dalam melakukan brakhiasi sebagai aktivitas
alami owa jawa untuk berpindah tempat seperti ditunjukkan Gambar 9a. Menurut
Cheyne et al. (2012) salah satu kriteria kesiapan pelepasliaran owa jawa adalah
apabila owa sudah mampu berpindah mengelilingi kandang dengan baik dan
sebagian besar dari perpindahan tersebut harus dilakukan dengan cara brakhiasi.
Pemberian pakan yang disebar di area kandang bermain dan ditaruh disela-sela
instalasi bambu melatih owa jawa dapat membiasakan diri dalam mencari makanan
dan setelah dilepasliarkan owa jawa dapat mencari makan sendiri di alam liar.
Dalam pengelolaannya, jumlah enrcihment atau fasilitas penunjang tersebut harus
cukup untuk semua individu di dalam kandang, struktur atau susunan fasilitas harus
diganti secara berkala untuk menyediakan stimulus dan meningkatkan pengayaan
lingkungan yang optimum bagi owa (Cheyne et al. 2012).
Satu kandang OTE dapat diisi oleh 2 owa jawa dewasa jantan maupun
betina atau 1 pasang owa jawa dan sebagai kandang playgroup yang dapat diisi oleh
3-4 anak owa jawa. Kandang OTE memiliki ukuran kurang lebih 25m2 untuk
kandang holding dan 625m2 untuk kandang bermain. Ukuran kandang ini lebih
besar dibandingkan dengan pernyataan Rahman (2011) yang menyatakan ukuran
kandang untuk 1 owa jawa di Pusat Studi Satwa Primata IPB yaitu 9,7m2/ekor,
sedangkan Dharma (2015) menyatakan ukuran kandang untuk 1 owa jawa di Taman
Safari Indonesia yaitu 18,3m2/ekor. Suhu di area kandang OTE di PRSPJ pada pagi
hari berkisar 9-15ºC, pada siang hari suhu naik menjadi 17-25ºC, pada sore hari
suhu turun ke 10-16ºC dan suhu pada malam hari berkisar 9-11ºC. Suhu di PRSPJ
lebih dingin dibandingkan dengan suhu yang direkomendasikan oleh Campbell
(2008) yaitu suhu di kandang owa minimum 18ºC dan maksimum 28ºC. Cocks
(2000) menjelaskan bahwa jika suhu turun hingga di bawah 12ºC, disarankan
kandang diberi penghangat. Sistem keamanan kandang terdiri dari pagar kawat
15

yang dialiri listrik dan secure gate (Gambar 9b). Secure gate memiliki 2 pintu yang
berfungsi sebagai pintu masuk ke dalam kandang main dan mencegah hewan kabur
jika salah satu pintu terbuka. Terdapat boks listrik di dalam secure gate yang
berfungsi sebagai pengaturan untuk sistem aliran pagar listrik.

a b
Gambar 9 Elemen kandang OTE berupa instalasi bambu untuk brakhiasi (a) dan
secure gate sebagai pintu masuk ke dalam kandang bermain (b)

4.2.2 Kandang Jaring


Kandang jaring merupakan kandang sosialisasi yang lebih aman dari
kandang OTE, karena kandang jaring ditempatkan pada area kanopi pohon pinus
dengan tinggi mencapai 8 meter yang dikelilingi oleh jaring nilon tebal. Kandang
jaring digunakan untuk primata seperti lutung jawa barat dan surili, namun kandang
jaring juga digunakan untuk owa jawa yang memiliki tingkah laku buas serta pernah
menyerang manusia, dan owa jawa yang sudah pernah lepas dari kandang OTE.
Kandang jaring di desain berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang sudah
pernah terjadi selama hewan berada di kandang OTE. Kandang jaring yang
digunakan bagi owa jawa yang memiliki tingkah laku yang buruk, ditempatkan di
dalam kandang jaring yang diberi 2 lapis jaring nilon, agar owa jawa tidak lepas
dengan cara merusak kandang jaring. Pengecekan kandang jaring yang rusak
dilakukan setiap hari untuk meminimalisir owa jawa lepas dari kandang.
Kandang jaring terdiri dari dua bagian utama yaitu kandang holding sebagai
kandang istirahat dan kandang bermain. Kandang holding yang berada di kandang
jaring memiliki ukuran kandang 5 × 5 × 5 meter dengan diameter kawat ram sebesar
3.15 mm, dengan ukuran lubang kawat ram sebesar 50 × 50 mm kandang. Berbeda
dengan kandang holding pada kandang OTE, kandang holding pada kandang jaring
tidak dibuat seperti panggung (Gambar 10a), karena kandang ini dibuat untuk
lutung dan surili dimana primata tersebut membutuhkan tanah dan batuan kecil
sebagai tambahan mineral. Campbell (2008) merekomendasikan kandang holding
berukuran 6 × 6 × 6 meter. Material kandang holding terbuat dari besi siku sebagai
kerangka kandang dan ram kawat wiremesh dengan ketebalan 3.15 mm dan ukuran
lubang ram kawat 50 × 50 mm sebagai dinding kandang. Campbell (2008)
menyatakan diameter kawat ram untuk kandang owa sebesar 3.15 mm, dengan
ukuran lubang kawat ram sebesar 50 × 50 mm. Penggunaan ram kawat wiremesh
dengan ukuran lebih kecil dari 3.15 milimeter akan lebih mudah rusak, menurut
Yohana et al. (2014) konstruksi dinding kandang introduksi dan pasangan yang
dibuat dari kawat ram dengan ukuran kawat yang terlalu kecil memiliki resiko
mudah bengkok.
16

Lantai kandang dibuat dari plasteran semen dan dibuat sedikit miring agar
tidak ada genangan air didalam kandang untuk memudahkan dalam sanitasi
kandang, dan makanan yang jatuh masih bisa di makan oleh hewan. Cocks (2000)
menjelaskan lantai kandang harus terbuat dari beton dan harus dibuat miring ke
saluran pembuangan sehingga tidak ada genangan air di dalam kandang, Dharma
(2015) menambahkan bahwa bagian lantai kandang yang terbuat dari plesteran
semen akan lebih mudah dibersihkan. Elemen di dalam kandang terdiri dari bambu
dan kayu untuk brakhiasi, boks kayu sebagai tempat tidur, tempat makan dan
minum yang diletakkan di sisi luar kandang.
Bagian atap kandang terbuat dari ram kawat sehingga owa jawa masih bisa
melakukan brakhiasi. Cocks (2000) menyatakan atap kandang idealnya terbuat dari
ram kawat sehingga owa dapat melakukan brakhiasi. Kandang holding juga
dilengkapi dengan pagar listrik yang berguna sebagai pengaman tambahan (Gambar
10b) karena kandang jaring tidak dibuat seperti panggung sebagai pencegah
predator mendekati kandang. Pagar listirik dibuat mengelilingi kandang holding
dan memiliki tinggi 1 meter. Material pagar listrik terbuat dari besi siku sebagai
tiang pagar dan kawat elektrik ELACME® sebagai kawat yang dialiri listrik dengan
daya 1.2 joule. Kandang holding dan kandang bermain dihubungkan oleh lorong
dengan panjang 3 meter, lebar 60 centimeter, dan tinggi 60 centimeter. Lorong
berfungsi sebagai jalan penghubung dari kandang holding ke kandang bermain, dan
berguna sebagai kandang jebak. Sekat pada lorong dibuka pada pagi hari agar owa
jawa dapat beraktivitas di kandang bermain, dan sekat ditutup pada sore hari setelah
owa jawa masuk ke dalam kandang holding, sekat lorong juga berguna untuk
membantu dalam penjebakan (Gambar 10C).

a b

c
Gambar 10 Kandang jaring berupa kandang holding tidak dibuat panggung (a),
dengan pagar listrik sebagai keamanan tambahan (b), dan lorong
penghubung sebagai kandang jebak (c)
17

Kandang bermain dikelilingi oleh jaring nilon tebal dengan kandang


bermain berukuran 25 × 25 × 8 meter. Pembuatan kandang juga dilihat dari kontur
tanah dan pohon pinus yang berada di sekitar kandang. Cocks (2000)
merekomendasikan ukuran kandang bermain yaitu 30 × 7 × 8 meter. Elemen-
elemen di dalam kandang bermain sama dengan elemen di dalam kandang OTE,
terdapat instalasi bambu (Gambar 11a) sebagai sarana owa jawa untuk melakukan
aktivitas brakhiasi dan sebagai sarana dalam pengayaan pakan yang disebar di area
kandang main. Cheyne et al. (2012) menyatakan bahwa salah satu kriteria kesiapan
pelepasliaran owa jawa adalah apabila owa sudah mampu berpindah mengelilingi
kandang dengan baik dan sebagian besar dari perpindahan tersebut harus dilakukan
dengan cara brakhiasi. Instalasi bambu terbuat dari bambu dan kayu berbentuk
kubus yang dibuat 4 tingkat dengan ukuran kurang lebih 6 × 6 × 6 meter dan
diberikan bilik bambu sebagai tempat untuk berteduh. Campbell (2008)
menjelaskan bahwa idealnya dalam satu lintasan arboreal setidaknya harus
disediakan area brakhiasi dengan 3 tingkat ketinggian menggunakan pohon, tali dan
platform. Nowak (1999) menyatakan jarak alat bergelantung baik tali ban atau
bambu yang tergolong ideal adalah 2-4 meter.
Kandang jaring dapat diisi oleh 2 owa jawa dewasa jantan maupun betina
atau 1 pasang owa jawa serta sebagai kandang playgroup yang diisi oleh 3 sampai
4 ekor anak owa jawa. Suhu di area kandang OTE di PRSPJ pada pagi hari berkisar
9-15ºC, suhu pada siang hari di kandang jaring sekitar 16-24ºC, pada sore hari suhu
turun ke 10-16ºC dan suhu pada malam hari berkisar 9-11ºC. Suhu di PRSPJ lebih
dingin dibandingkan dengan suhu yang direkomendasikan oleh Campbell (2008)
yaitu suhu di kandang owa minimum 18ºC dan maksimum 28ºC. Cocks (2000)
menjelaskan bahwa jika suhu turun hingga di bawah 12ºC, disarankan kandang
diberi penghangat. Tumbuhan di area kandang bermain dibiarkan tinggi, hal ini
bertujuan agar owa jawa tidak bermain di tanah dan owa jawa selalu berada di atas
instalasi bambu seperti ditunjukkan pada Gambar 11b.

a b
Gambar 11 Instalasi bambu sebagai sarana brakhiasi (a) dan tumbuhan
dibiarkan tinggi agar hewan tidak turun ke tanah (b)

4.3 Sistem Perkandangan Habituasi

Sistem perkandangan habituasi adalah kandang yang digunakan hewan


sebelum di lepasliarkan di hutan. Kandang habituasi berfungsi sebagai kandang
pengenalan kepada lingkungan alam liar, sehingga hewan dapat beradaptasi dengan
habitat aslinya setelah di lepasliarkan. Lokasi kandang habituasi berada di area
hutan dekat dengan tempat pelepasan hewan. Owa jawa berada di dalam kandang
18

habituasi selama 14-30 hari, dan tidak boleh lebih dari 30 hari karena dapat
menyebabkan owa jawa stres. Observasi dan pemberian pakan dilakukan oleh tim
monitoring dan dilaporkan kepada head keeper setiap hari.
Kandang habituasi merupakan kandang yang dibuat di area yang akan
menjadi tempat pelepasan owa jawa, kandang habituasi merupakan kandang
holding dengan ukuran kandang 5 × 5 × 5 meter sama seperti kandang holding di
sistem perkandangan sosialisasi. Ukuran kandang belum sesuai dengan
rekomendasi Campbell (2008) yakni 6 × 6 × 6 meter. Material kandang yang
digunakan berupa besi siku sebagai kerangka dan jaring nilon tebal sebagai dinding
kandang (Gambar 12a). Elemen didalam kandang berupa bambu dan kayu untuk
aktivitas brakhiasi serta boks kayu sebagai tempat tidur. Kandang habituasi dibuat
seperti panggung dengan tinggi 1 meter dari permukaan tanah yang berfungsi agar
owa jawa tidak menginjak tanah serta sebagai pengaman dari predator. Atap
kandang ditutupi oleh bilik bambu yang berguna sebagai pelindung dari sengatan
matahari dan hujan, lantai kandang berupa tanah dan tidak dilapisi oleh plesteran
semen. Lorong digunakan sebagai kandang jebak, serta sebagai tempat menaruh
makanan seperti ditunjukkan pada Gambar 12b.

a b
Gambar 12 Dinding kandang habituasi terbuat dari jaring nilon (a) dan lorong
sebagai kandang jebak (b)

4.4 Kandang Transportasi

Kandang transportasi merupakan kandang yang digunakan sebagai kandang


jebak dalam memindahkan hewan serta sebagai kandang evakuasi owa jawa hasil
sitaan dari masyarakat. Terdapat 2 macam kandang transportasi, yaitu kandang
transportasi yang dibuat di PRSPJ dan kandang transportasi yang berasal dari
inggris.
Kandang transportasi buatan PRSPJ memiliki bentuk persegi panjang
dengan ukuran 60 × 60 ×50 cm (Gambar 13) dengan bahan besi siku sebagai
kerangka kandang dan papan kayu sebagai dinding kandang, dan pintu kandang
terbuat dari ram besi, namun pada bagian dalam kandang tidak dilapisi dengan ram
kawat. Cocks (2000) menyatakan kandang trasportasi yang direkomendasikan
adalah 60 × 60 × 50 cm, tetapi disesuaikan dengan dimensi slide.
Dinding kandang transportasi bagian dalam tidak dilapisi dengan ram kawat
sebagai pencegahan dari gigitan saat di dalam kandang, hal ini tidak sesuai dengan
rekomendasi Cocks (2000) yang menyatakan bahwa dinding dalam kandang harus
19

dilapisi dengan ram kawat untuk mencegah owa menyerang dengan gigitan selama
di dalam kandang.

Gambar 13 Kandang transportasi di PRSPJ untuk pemindahan owa jawa

Kandang transportasi dari inggris digunakan dalam pemindahan owa jawa


yang berasal dari kebun binatang howletts inggris, kandang transportasi sudah
berstandar internasional sehingga aman digunakan dalam pengangkutan owa jawa
dalam jangka waktu lama. Kandang transportasi berbentuk kubus dengan ukuran
60 × 60 ×50 cm dan material terbuat dari kayu sebagai kerangka kandang dan papan
kayu sebagai dinding kandang dengan dinding dibuat lubang untuk sirkulasi udara
(Gambar 14a), pintu kandang terbuat dari papan kayu dan bagian dalam dilapisi
dengan ram kawat seperti ditunjukkan pada Gambar 14b. Ukuran tersebut sesuai
dengan rekomendasi Cocks (2000) yang menyatakan bahwa Dimensi yang
direkomendasikan adalah 60cm × 60cm × 50 cm, dan dinding di dalam kandang
dilapisi dengan ram kawat untuk mencegah owa melukai diri dari gigitan selama di
dalam kandang transportasi. Kandang transportasi ini memiliki beberapa lubang
untuk sirkulasi udara, dan mengurangi pandangan keluar sehingga dapat
mengurangi tingkat stres dari perjalanan yang panjang.

a b
Gambar 14 Kandang transportasi dari Inggris terbuat dari papan kayu (a) dan
bagian dalam kandang dilapisi ram kawat (b)
20

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Sistem perkandangan owa jawa di Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa


Bandung Jawa Barat terdiri atas sistem perkandangan karantina, sosialiasi,
habituasi dan kandang transportasi sebagai kandang pendukung. Kandang karantina
merupakan kandang yang digunakan untuk membatasi kontak langsung hewan
dengan manusia dan mencegah penularan penyakit dari satwa ke manusia atau
sebaliknya, dan penularan dari satwa ke satwa lain. Kandang sosialisasi berupa
kandang semi-alami yang dirancang menyerupai miniatur hutan yang digunakan
untuk mengembalikan sifat, serta sebagai sarana pelatihan dan pengayaan hewan.
Kandang habituasi berfungsi sebagai kandang pengenalan kepada lingkungan alam
liar sehingga dapat beradaptasi dengan habitat aslinya ketika dilepasliarkan.
Kandang transportasi berfungsi sebagai kandang jebak dalam memindahkan hewan
dan sebagai kandang evakuasi owa jawa hasil sitaan dari masyarakat.

5.2 Saran

Penggunaan sarana kandang lebih dimaksimalkan terutama seperti kandang


penggunaan foot dips sebelum masuk ke dalam area kandang. Perbaikan sarana
kandang yang rusak seperti lantai kandang retak, ram kawat dan jaring yang
berlubang segera diperbaiki agar tidak terjadi satwa lepas dari kandang, dan
perbaikan tempat penyimpanan peralatan sanitasi kandang.

DAFTAR PUSTAKA

[AWA] Animal Welfare Act. 1985. General Guidelines for the Management of
Protected Wildlife in Captivity in South Australia.
Campbell C. 2008. Manual Pemeliharaan Owa Jawa (Hylobates moloch). Ario A,
penerjemah; Campbell C, editor. Jakarta: Conservation Internasional
Indonesia. Terjemahan dari: Husbandry Manual for the Javan Gibbon
(Hylobates moloch).
Cheyne SM, Campbell C, Payne KL. 2012. Purposed guidlines for insitu gibbon
rescue, rehabilitation and reintroduction. International Zoo Yb 46 (2012): 1-
17.
Cocks L. 2000. Husbandry Manual for the Javan Gibbon (Hylobates moloch). Perth
Zoo.
Dharma AP. 2015. Analisis tingkah laku dan manajemen penangkaran owa jawa
(Hylobates moloch Audebert, 1798).
Iskandar E, Kyes R, Sinaga W, Reindrasari S, Rahmuddin, Tedjosiswojo K, Sultan
K. 2010. Population and Habitat Analysis of the Javan Gibbon (Hylobates
moloch) in West and Central Java, Indonesia. National Geographic
Conservation Trust.
21

[IUCN] International Union Conservation of Nature. 2008. Hylobates moloch. Di


dalam: IUCN Red List of Threatened Species. www.iucnredlist.org.
Kirkwood JK, Stathatos K. 1992. Biology, Rearing, and Care of Young Primates,
Oxford University Press, New York, USA.
Mootnick A. 1997. Management of Gibbons (Hylobates spp.) at the International
Center for Gibbon Studies. International Zoological Yearbook 35. The
Zoological Society of London.
Napier RM, Napier PH. 1967. A Hand Book of Living Primates. Academic Press,
London.
Nijman. V. 2001. Forest and Primates; Conservation and Ecology of the Endemic
Primates of Java and Borneo. Tropenbos-Kalimantan Series 5.
Nowak RM. 1999. Walker’s Primate on the World. Baltimore: The Johns Hopkins
University Press.
[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2015. Peraturan Menteri Pertanian
Republik Indonesia Nomor 70/Permentan/KR.100/12/2015 tentang Instalasi
Karantina Hewan.
Puspita IJ. 2017. Manajemen Pengayaan Kandang dan Pemanfaatan Ruang oleh
Kukang Sumatera (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) di Taman Margasatwa
Ragunan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahman DA. 2011. Studi perilaku dan pakan owa jawa (Hylobates moloch) di Pusat
Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango:
Penyiapan Pelepasliaran [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soehartono T, Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia.
Jakarta: [JICA] Japan International Cooperation Agency.
Supriatna J, Wahyono EH. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Wedana M, Isakandar S, Settiawan, A, Wibisono Y, Nugroho TS, Prasetyo D,
Oktavinalis H, Simanjuntak C.N. 2009. Preliminary study on updating
Javan Gibbon Population and Distribution in West and Centra Java.
APAPI
Wedana M, Utami S, Oktavinalis H, Setiawan A. 2010. Survay on the Abundance
and Distribution of Javan Silvery Gibbons and Endemic Langur Species
Outside of National Parks areas in West Java and Central Java. The Aspinall
Foundation-Indonesia Program.
Yohanna, Masy’ud B, Mardiastuti A. 2014. Tingkat kesejahteraan dan status
kesiapan owa jawa di pusat penyelamatan dan rehabilitasi satwa untuk
dilepasliarkan. Bogor.
22

LAMPIRAN
23

Lampiran 1 Jurnal Harian Praktik Kerja Lapangan 1 FRM/DPD/PKL/009


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SEKOLAH VOKASI
Kampus IPB Cilibende, Jl. Kumbang No. 14 Bogor 16151
Telp. (0215) 8329101, 8329051, Fax (0251) 8329101

JURNAL HARIAN PKL*)


PROGRAM STUDI PARAMEDIK VETERINER

Nama Mahasiswa : Khoiri Kholqihi Abdul


NIM : J3P216076
Nama Perusahaan/Instansi : Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa
Alamat : Jl. Raya Rancabali Km. 12 Desa Alam Endah
Kec.Rancabali, Kab. Bandung Provinsi Jawa
Barat.

Hari Tanggal Waktu Kegiatan


Senin 16 Juli 2018 08.00 - 09.30 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
-Sanitasi kandang
-Pengenalan satwa
10.00 - 11.50 -Pemberian pakan satwa
-Pengamatan lutung liar diarea kandang
12.30 - 14.30 -Perkenalan tentang Aspinall
Foundation Pusat Rehabilitasi Satwa
Primata Jawa
14.45 - 14.55 -Persiapan pakan satwa
15.00 - 15.10 -Pemberian pakan satwa
Selasa 17 Juli 2018 08.00 - 07.55 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
-Membantu Pembuatan kandang Net
Cage
11.00 - 11.10 -Pemberian pakan satwa
14.30 - 15.35 -Pengamatan nekropsi owa jawa
Rabu 18 Juli 2018 07.30 - 08.30 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
09.00 - 11.00 -Keberangkatan menuju gambung
(lokasi release satwa)
12.30 - 14.00 -Monitoring surili rehabilitant di hutan
gambung
Kamis 19 Juli 2018 07.30 - 08.50 -Monitoring surili di hutan gambung
09.00 - 09.30 -Kuisioner tentang primata kepada
masyarakat desa gambung
13.30 - 14.15 -Monitoring surili di hutan gambung
14.30 - 15.15 -Kuisioner tentang primata kepada
masyarakat desa gambung
24

Jum'at 20 Juli 2018 07.30 - 09.15 -Monitoring satwa di hutan gambung


12.50 - 13.15 -Kuisioner tentang primata kepada
masyarakat desa gambung
16.15 - 16.25 -Kuisioner tentang primata kepada
masyarakat desa gambung
16.30 - 17.15 -Monitoring satwa di hutan gambung
Sabtu 21 Juli 2018 07.30 - 09.15 -Monitoring satwa di hutan gambung
-Perjalanan kembali menuju Pusat
14.00 - 16.00 Rehabilitasi Satwa Primata Jawa
Minggu 22 Juli 2018 08.00 - 09.16 -Pembutan laporan kegiatan di desa
gambung
10.00 - 11.00 -Diskusi dengan dosen pembimbing
lapang mengenai topik laporan PKL 1
Senin 23 Juli 2018 08.00 - 10.30 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
-Sanitasi kandang
-Membantu pembuatan kandang
11.00 - 11.20 -Pemberian pakan satwa
13.30 - 13.45 -Persiapan pakan satwa
15.00 - 15.00 -Pemberian pakan satwa
16.30 - 17.10 -Perjalanan dan Pengamatan satwa di
penangkaran rusa
17.15 - 20.15 -Evaluasi laporan kegiatan PKL dan
topik laporan PKL 1 di cibuni
Selasa 24 Juli 2018 08.00 - 10.00 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
-Sanitasi kering kandang
10.50 - 11.20 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
14.00 - 15.15 -persiapan dan pemberian pakan satwa
Rabu 25 Juli 2018 08.00 - 10.50 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
-Sanitasi kandang
-membantu pembuatan kandang
11.00 - 11.20 -Pemberian pakan satwa
14.40 - 15.10 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
Kamis 26 Juli 2018 08.00 - 08.20 -Persiapan pakan satwa
09.00 - 11.30 -Keberangkatan menuju Dewata (lokasi
release satwa)
12.00 - 13.30 -Orientasi medan dewata
Jum'at 27 Juli 2018 08.00 - 08.40 -Persiapan dan pemberian pakan owa
jawa patuha
09.00 - 11.30 -Survey tempat pelepasan owa jawa
patuha
14.00 - 15.00 -Pengambilan data primer laporan
Sabtu 28 Juli 2018 08.00 - 10.45 -Perjalanan kembali menuju Pusat
Rehabilitasi Satwa Primata Jawa
11.00 - 11.15 -Persiapan pakan satwa
25

14.00 - 15.20 -Diskusi dengan dokter hewan


Minggu 29 Juli 2018 08.00 - 10.00 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
-Sanitasi kandang
11.30 - 11.50 -Pemberian pakan satwa
15.00 - 15.15 -Pemberian pakan satwa
Senin 30 Juli 2018 08.00 - 10.00 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
-Sanitasi kandang
11.00 - 11.20 -Pemberian pakan satwa
15.00 - 15.15 -Pemberian pakan satwa
Selasa 31 Juli 2018 06.50 - 07.20 -Mempersiapkan stok pakan satwa yang
habis
07.40 - 09.50 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
-Sanitasi kandang
11.00 - 11.15 -Pemberian pakan satwa
14.30 - 15.15 -Persiapan da pemberian pakan satwa
Rabu 1 Agustus 2018 08.00 - 10.10 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
-Sanitasi kandang
10.50 - 11.25 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
14.55 - 15.20 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
Kamis 2 Agustus 2018 08.15 - 09.06 -Membantu membawa bahan-bahan
untuk pembuatan mushola
10.20 - 10.45 -Perjalanan menuju kawah putih
13.14 - 13.50 -Perjalanan menuju situ patenggang
(lokasi release satwa)
15.45 - 17.45 -Edukasi tentang IPB dan zoonosis di
SMK Al-Wafa Ciwidey
Jum'at 3 Agustus 2018 08.00 - 08.20 -Persiapan pakan satwa
09.00 - 13.30 -Pengiriman surat birokrasi pelepasan
ke BKSDA
15.00 - 15.20 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
Sabtu 4 Agustus 2018 07.30 - 07.40 -Mempersiapkan stok pakan satwa yang
habis
07.50 - 10.40 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
-Sanitasi kandang
10.50 - 11.20 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
14.15 - 15.00 -Medical check up surili baru (okan)
Minggu 5 Agustus 2018 08.00 - 10.10 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
-Sanitasi basah kandang
11.00 - 11.20 -Pemberian pakan satwa
14.00 - 14.10 -Persiapan pakan satwa
15.06 - 15.15 -Pemberian pakan satwa
Senin 6 Agustus 2018 08.05 - 08.15 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
-Sanitasi kering kandang
10.50 - 11.20 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
14.55 - 15.20 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
Selasa 7 Agustus 2018 08.00 - 10.02 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
26

10.55 – 11.20 -Persiapan dan pemberian pakan satwa


15.00 – 15.20 -Persiapan dan pemberian pakan satwa
Rabu 8 Agustus 2018 07.00 – 10.40 -Keberangkatan menuju Dewata (lokasi
release satwa)
11.03 - 11.45 -Release owa jawa (Patuha) di dewata
15.00 – 18.30 -Kembali ke Pusat Rehabilitasi Satwa
Primata jawa
27

Lampiran 2 Laporan Periodik Praktik Kerja Lapangan 1 FRM/DPD/PKL/010


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SEKOLAH VOKASI
Kampus IPB Cilibende, Jl. Kumbang No. 14 Bogor 16151
Telp. (0215) 8329101, 8329051, Fax (0251) 8329101

LAPORAN PERIODIK PKL


Periode Laporan : 16 Juli – 8 Agustus 2018
Nama : Khoiri Kholqihi Abdul
NIM : J3P216076
Program Studi : Paramedik Veteriner
Nama Perusahaan/instansi : Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa
Alamat : Jl. Raya Rancabali Km. 12 Desa Alam Endah
Kec.Rancabali, Kab. Bandung Provinsi Jawa
Barat.

Tanggal Informasi yang diperoleh Masalah/Kendala


16 Juli - 22 Juli • Mengetahui komposisi pakan • Penentuan judul
2018 satwa di PRSPJ laporan
• Mengetahui Protocol Kerja di
PRSPJ
• Observasi terhadap lutung liar
di area kandang
• Mengetahui cara menyiapkan
dan memberikan pakan pada
owa jawa, lutung, dan surili
• Mengetahui persyaratan ke
dalam kandang
• Mengetahui tata laksana
nekropsi owa jawa
• Mengetahui cara
monitoring/pencarian satwa
di hutan gambung
• Mengetahui pemahaman
masyarakat desa gambung
tentang primata jawa
• Mengetahui kandang
habituasi
23 Juli - 29 Juli • Mengetahui perbedaan • Pengumpulan dan
2018 penangkaran dan rehabilitasi Pengolahan data
• Mengetahui lokasi release
satwa (pelepasliaran satwa)
• Mengetahui pembuatan
kandang jaring
28

• Mengetahui tempat pelepasan


yang cocok bagi satwa
• Mengetahui cara pembukaan
jalan baru untuk tempat
pelepasan
30 Juli - 5 Agustus • Mengetahui tata laksana • Pengumpulan data
2018 medical check up satwa pengolahan data
• Mengetahui cara edukasi
perihal konservasi di
masyarakat
• Mengetahui cara pengurusan
surat birokrasi satwa liar
6 Agustus - 8 • Mengetahui cara persiapan • Pengolahan data
Agustus 2018 lokasi release satwa laporan
• Mengetahui ilmu baru dari
hasil presentasi mahasiswa
PKL
29

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Khoiri Kholqihi Abdul, lahir di


Jakarta pada tanggal 24 September 1998 sebagai
anak pertama dari pasangan Bapak Abdul Mufti dan
Ibu Siti Sukarlina. Jenjang pendidikan yang dilalui
penulis dimulai pada tahun 2002 di TK Aliria Jakarta
Timur dan lulus pada tahun 2004, kemudian pada
tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di
Sekolah Dasar Negeri Limbangan Tengah II Garut
dan lulus tahun 2010. Pada tahun tersebut Penulis
melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3
Limbangan Garut, dan pada tahun 2011 penulis
pindah ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Nagrak Sukabumi dan lulus pada
tahun 2013, penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1
Cibadak Sukabumi dan lulus pada tahun 2016. Pada tahun 2016 penulis
melanjutkan ke Perguruan Tinggi dan diterima di Program Diploma Institut
Pertanian Bogor dengan Program Keahlian Paramedik Veteriner melalui jalur
regular IPB.

Anda mungkin juga menyukai