Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


Penjaminan Higiene dan Sanitasi di RPH Babi, Oeba

Oleh :
1.
2.
3.
4.

Helda A.N Gadja


Beatrix Barut
Marisa Aplugi
Tom I.K Suruk

(NIM. 1309011002)
(NIM. 1309012006)
(NIM. 1309012008)
(NIM. 1309012015)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2016

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................................
1.2. Tujuan..............................................................................................................
BAB II ISI
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Suatu industri daging dan pengolahannya merupakan salah satu cabang

industri pemenuhan sumber makanan bagi manusia baik itu yang berupa daging
mentah maupun yang telah diolah. Dalam proses pemenuhannya saling terkait dengan
suatu teknik dimana proses daging tersebut didapat kemudian diolah. Teknik yang
dimaksud yakni teknik pemotongan dari ternak, dimana teknik pemotongan
merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah daging yang dihasilkan baik
seperti tujuannya yaitu untuk menghasilkan daging yang ASUH.
Salah satu tempat yang tepat untuk mendapatkan daging yang ASUH
khususnya pada ternak yaitu RPH ( Rumah Pemotongan Hewan). Dimana di RPH ini
teknik yang dilakukan dalam pemotongan sudah baik karena sudah menggunakan
teknologi dalam proses pemotongannya tanpa ada campur tangan manusia. RPH
merupakan suatu kompleks bangunan yang telah didesain dan dikontruksi dengan
baik sesuai dengan standar yang berlaku.
Pada RPH merupakan tempat pemotongan bagi ternak besar salah satunya
babi yang tentunya menghasilkan daging (karkas). Namun selain daging (karkas), ada
pula produk sampingan yang nantinya akan mengalami suatu proses pengolahan.
Untuk mengetahui lebih banyak mengenai RPH dan hasil dari RPH ini baik itu karkas
maupun produk sampingannya selain itu untuk mengetahui penjaminan hygiene dan
sanitasi di RPH maka dilakukan survey langsung ke Rumah Pemotongan Hewan
Babi, Oeba.

1.2

Tujuan
Tujuan dilakukannya penulisan laporan praktikum kesehatan masyarakat

veteriner yakni :
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melihat secara langsung kondisi
bangunan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan mengetahui pemanfaatan RPH oleh
masyarakat setempat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

BAB III
METODOLOGI
3.1

Waktu dan Tempat


Hari/Tanggal : Sabtu, 19 Maret 2016
Waktu
: 04.00 WITA-05.30 WITA
Tempat

3.2

: RPH Babi, Oeba.

Materi
Materi yang digunakan dalam menunjang berjalannya praktikum ini, yaitu :
1)
2)
3)
4)

3.3

Kamera digital
Kertas
Bolpen
Narasumber
Jenis Data
Data yang diperoleh dalam praktikum mata kuliah kesehatan masyarakat

veteriner (Kesmavet) ini merupakan data primer yakni data yang diperoleh secara
langsung dari narasumber. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data primer
adalah sebagai berikut ; wawancara dengan narasumber, observasi dan diskusi
kelompok.
3.4

Metode
Pengamatan di RPH Babi, Oeba dilakukan oleh 4 orang pengamat, untuk

mendapatkan informasi yang berkaitan dengan Penjaminan Higiene dan Sanitasi di


RPH Babi oeba, praktikan menggunakan 2 metode, yaitu :
3.4.1

Wawancara

yaitu

dialog

dan

tanya

jawab

dengan

narasumber

(manajer/pengelola/pemilik/dokter hewan) mengenai penjaminan hygiene dan


sanitasi di RPH Babi, Oeba.

3.4.2

Observasi yaitu pengenalan langsung tentang lokasi pelaksanaan kegiatan


untuk memperoleh gambaran lebih jelas mengenai hygiene dan sanitasi RPH
Babi, Oeba.

3.4.3

Pencatatan data-data dari sumber yang dapat dipertanggung jawabkan dan


mendukung kegiatan praktek di lapangan.

3.4.4

Studi Pustaka, yaitu kegiatan yang merupakan pelengkap dan pembanding


dalam pemecahan masalah yang dibahas.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Hasil
Identitas Narasumber
a) Nama
: drh. Christian
b) Jabatan
: Dokter Hewan
Persyaratan Lokasi
Pada pengamatan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi, Oeba terlihat
bahwa letak dari RPH ini masih belum cukup baik sebab RPH Babi, Oeba ini
letaknya masih dekat dengan kawasan pemukiman masyarakat. Selain itu, RPH Babi,
Oeba juga rentan dengan cemaran logam dan bahan kimia. Lahan/lokasi RPH Babi,
Oeba terbilang tidak terlalu luas. Tentu hal ini sangat mengganggu keadaan
masyarakat setempat. Kondisi yang seperti ini akan membuat kenyamanan
masyarakat terganggu sebab limbah dari kotoran ternak menimbulkan bau yang
tentunya akan mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar.
Menurut Anonima (2010) bahwa syarat lokasi Rumah Pemotongan Hewan
(RPH) yaitu tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR),
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK)
serta tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya dan letaknya lebih rendah
dari pemukiman penduduk. Sedangkan keadaan geografis RPH Babi, Oeba ini belum
cukup mendukung kegiatan RPH karena berada di sekitar perumahan padat
penduduk.

Persyaratan Sarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang mendukung tercapainya
daging yang ASUH serta proses distribusi daging yang lancar ke konsumen. Baik
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) maupun Rumah Pemotongan Unggas (RPU)
harus memiliki sarana dan prasarana yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Abubakar (1998) bahwa ketersediaan sarana di Rumah Pemotongan Ayam (RPA)
sangat penting untuk berlangsungnya proses pemotongan dan untuk menghasilkan
produk pangan asal hewan berkualitas baik.
Jalan
Sarana yang terdapat pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi, Oeba
terbilang tidak begitu bagus, yaitu jalan dimana sebagian akses jalan ke RPH ini
mengalami kerusakan. Hal ini tentunya akan mengganggu proses pemotongan di
RPH, baik itu sebelum maupun setelah ternak disembelih. Misalnya saja saat ternak
dibawa ke RPH dengan kondisi jalan yang rusak maka akan membuat ternak mudah
stres. Hal ini sesuai dengan pendapat Abustam (2009) bahwa stres pada ternak terjadi
akibat perjalanan jauh dan tidak diberi pakan. Setelah ternak disembelih atau telah
menjadi karkas saat akan dibawa ke konsumen dengan kondisi jalan yang rusak
tentunya akan memperlambat tibanya karkasnya ke konsumen sehingga mengurangi
nilai ekonomis dari karkas itu sendiri. Sebab pola pikir masyarakat saat ini apabila
daging telah layu maka masyarakat tentunya akan mempertimbangkan untuk membeli
daging tersebut. Untuk sarana transportasi pada RPH Babi, Oeba ini tidak memadai
karena alat transportasi seperti mobil pengangkut ternak dan daging tidak dipisahkan
(cuman menggunakan satu alat transportasi).
Sumber Air
Ketersediaan air pada RPH Babi, Oeba terbilang cukup, air yang digunakan
berasal dari sumur. Ketersediaan air pada suatu Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
sangatlah penting untuk menjaga kebersihan RPH sendiri. Hal ini sesuai pendapat
Anonima (2010) bahwa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilengkapi dengan
sumber air yang cukup dan sesuai SNI serta kebutuhan ternak masing-masing.

Listrik
Prasarana seperti listrik terbilang belum cukup, namun walaupun ketersediaan
listrik yang belum cukup tidak terlalu mempengaruhi proses penyembelihan pada
RPH ini. Sebab proses pemotongan di RPH ini masih menggunakan cara tradisional
tanpa menggunakan listrik/alat. Akan tetapi ketersediaan listrik di RPH sangat
penting. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonima (2010) bahwa Rumah Pemotongan

Hewan (RPH) harus dilengkapi dengan sumber tenaga listrik yang cukup.
Persyaratan Bangunan dan Tata Letak
Bangunan Utama
Pada dasarnya, sebuah RPH yang baik harus terdiri dari bangunan-bangunan
yang terdapat di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi, Oeba terdiri atas bangunan
utama dan bangunan penunjang. Bangunan utama terbagi atas 2 bagian yaitu 1)
bangunan induk yang terdiri atas ruang pemotongan (killing box, rail sistem),
ruangan pengolahan kulit, kepala, dan kaki, ruang penanganan jeroan merah (jantung,
paru-paru, limpa), ruang penangana jeroan hijau (rumen, retikulum, omasum, usus,
dan abomasum), ruang chilling (pelayuan), ruang deboning, dan ruang karyawan. 2)
Kandang penampungan, kandang karantina, dan gangway menuju bangunan induk.
Sedangkan bangunan penunjang terdiri atas kantor, kantin, rumah dinas 3 unit,
bengkel, ruang pembakaran, ruang genset, instalasi air, garasi, dan mushallah. Hal ini
sesuai pendapat Anonimb (2010) bahwa suatu RPH harus dilengkapi dengan
bangunan utama, kandang penampungan, dan kandang isolasi dimana setiap
bangunan dirancanag sedemikian rupa untuk menghasilkan daging yang higienis serta
masing-masing bangunan dilengkapi dengan saluran limbah dan sumber air yang
cukup selama pemotongan.
Namun, yang terjadi adalah di RPH Oeba tidak memiliki bangunan utama.
RPH Babi, Oeba hanya memiliki kantor administrasi, ruang peristirahatan ternak dan
ruang penyembelihan.
Kandang Penampungan & Istirahat

RPH Babi, Oeba memiliki kandang penampungan yang menampung babibabi yang hendak dipotong. Kandang ini berukuran tidak terlalu besar, sebenarnya
jika dilihat dengan saksama, tempat penampungan ini cenderung bukan seperti
kandang melainkan hanya seperti ruang yang digunakan untuk menampung sekaligus
mengistirahatkan babi. Adapun keadaan tempat penampungan ini masih jauh dari
standar kandang penampungan yang seharusnya, dimana kebersihannya kurang
terjaga selain itu lantai kandang juga berlubang-lubang dan tidak rata. Hal ini
tentunya membuat ternak menjadi tidak nyaman dan akan menjadi stress. Selain itu
cara ternak diikat juga tidak mengindahkan animal welfare.
Kandang Isolasi
Setiap RPH hendaknya memiliki kandang isolasi, hal ini bertujuan untuk
mengisolasi ternak yang sedang dalam keadaan sakit agar tidak menularkan
penyakitnya pada ternak lain. Namun berbeda halnya dengan RPH, Oeba yang tidak
memiliki kandang isolasi. Hal ini tentunya akan memperbesar peluang penyebaran
penyakit antar ternak dan penyebaran penyakit ke manusia melalui produk yang
dihasilkan.
Kantor Administrasi
RPH Babi, Oeba memiliki bangunan kantor yang befungsi sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan administrasi. Akan tetapi, jika diperhatikan bangunan kantor
tersebut terlihat tidak terurus. Hal ini dibuktikan dengan keadaan sekitar kantor yang
keberishannya kurang terjaga.
Tempat Istirahat karyawan, kantin, Musholla/Tempat Ibadah
RPH Babi, Oeba tidak memiliki ruang khusus tempat istirahat karyawan dan
penjagal, hal ini dikarenakan aktivitas dilakukan pada pagi hari, yaitu sekitar jam 4
pagi dan selesai pada jam setengah 6 pagi sehingga para pekerja langsung
melanjutkan aktivitas selanjutnya, kalaupun beristirahat maka mereka hanya
beristirahat di lingkungan sekitar RPH.
Ruang ganti & locker
Ruang ganti berfungsi sebagai tempat pekerja mengganti pakaian dan
memakai peralatan pelengkap dalam mendukung pekerjaan, selain itu ketersediaan
locker sangat diperlukan untuk pekerja dapat menyimpan barang bawaan. Namun, di

RPH Babi, Oeba tidak terdapat ruang ganti maupun locker. Setiap penjagal yang
bekerja di RPH tidak pernah mengganti dan menggunakan peralatan pelengkap
seperti sarung tangan, masker, topi maupun sepatu boot sehingga mereka hanya
menggunakan pakaian seadanya.
Kamar mandi dan WC
Sarana Penanganan Limbah
Insenerator
Tempat Parkir
RPH Babi, Oeba memiliki tempat parkir akan tetapi tempat parkir tersebut
berukuran tidak terlalu besar selain itu jarak antara tempat parkir dan bangunan utama
sangat dekat atau dengan kata lain tempat parkir berada langsung di halaman RPH
Babi, Oeba.
Rumah Jaga
Gardu listrik
Menara air
Kompleks dipagar
RPH babi harus terpisah dengan RPH Sapi (jauh atau dibatasi dinding 3 meter)
Kendaraan pengangkut daging

RPH seyogyanya memiliki opsional


Chilling Room
Ruang Pembeku
Ruang Pembagian Karkas
Laboratorium
Bangunan Utama: daerah kotor & daerah bersih
Pada RPH Babi, Oeba ini untuk daerah bersih dan daerah kotor bersatu,
dimana yang seharusnya adalah daerah bersih harus terdiri dari ruangan pembagian
karkas dan ruang pelayuan (chilling room). Sedangkan daerah kotornya terdiri atas
tempat pemotongan, tempat pengeluaran darah, serta ruang penangana jeroan hijau
dan jeroan merah. Hal ini sesuai pendapat Anonima (2010) bahwa daerah kotor

merupakan daerah dengan tingkat pencemaran kimiawi, biologi, dan fisik tinggi
sedangkan daerah bersih merupakan daerah dengan tingkat pencemaran kimiawi,
biologi, dan fisik rendah.
Tata ruang sesuai dengan alir proses
Untuk tata letak dari beberapa bangunan di Rumah Pemotongan (RPH) Babi,
Oeba ini sudah cukup baik. Dimana setiap bangunan jaraknya sangat berdekatan. Hal
ini tidak sesuai pendapat Anonimc (2010) bahwa tata ruang RPH yang baik dan
berkualitas biasanya dirancang berdasarkan desain yang baik dan berada di lokasi
yang tepat untuk kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang dan menjamin
fungsinya secara normal. Begitupun dengan kandang penampungan yang jaraknya
tidak terlalu jauh dengan bangunan utama yang nantinya akan memudahkan pekerja
dalam proses pemotongan dan efisiensi waktu. Selain itu di setiap sisi kandang
penampungan tidak terdapat jalur untuk menggiring ternak ke tempat pemotongan
(gangway) yang lebarnya hanya cukup satu ekor ternak saja, hal ini dimaksudkan
agar ternak tidak banyak bergerak saat akan digiring. Hal ini tentunya tidak sesuai
pendapat Anonima (2010) bahwa pada kandang penampungan RPH harus terdapat
jalur penggiring hewan (gangway) dari kandang penampungan menuju tempat
penyembelihan.

Dinding: minimal 3 meter (2 m dilapisi bahan kedap air, tidak mudah korosif,
tidak toksik, tahan terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi, tidak mudah mengelupas). Hal ini berbeda dengan yang ada di
RPH Babi, Oeba dimana dindingnya tidak dilapisi oleh bahan yang kedap air,
dan dindingnya yang sangat kotor.

Lantai: rata, kedap air, tidak mudah korosif, tidak licin, tidak toksik, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi, landai ke arah saluran pembuangan. Hal ini
berbeda dengan yang ada di RPH Babi, Oeba dimana lantainya berlubang dan

tidak rata sehingga membuat kotoran mudah tertampung pada lubang-lubang


lantai tersebut dan menyebabkan ternak menjadi tidak nyaman.

Langit-langit: tidak terjadi akumulasi kotoran & kondensasi, tidak mudah


mengelupas, mudah dibersihkan. Hal ini berberda dengan yang ada di RPH
Babi, Oeba di mana langit-langit kandang memiliki banyak akumulasi kotoran
dan sudah banyak yang mengelupas dan tidak pernah dibersihkan.

Pencegahan serangga , rodensia dan burung


Pertukaran udara baik
Pada RPH Babi, Oeba pertukaran udara terbilang cukup baik karena kontruksi
tempat pemotongan yang terbuka sehingga pertukaran udara cukup baik.

Pintu memperhatikan arah, tidak korosif, kedap air, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi, bagian bawahnya dapat menahan masuknya rodensia. Hal ini
berbeda dengan

Penerangan :

540 luks pemeriksaan,


220 luks tempat lain

Kandang: jarak 10 m dari bangunan utama; daya tampung 1,5 X pemotongan

Persyaratan Peralatan
Sebagai salah satu Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang ada di Indonesia
tentunya sudah menjadi hal yang mendasar jika Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
memiliki peralatan dan fasilitas yang cukup memadai. Namun semuanya itu butuh
keterampilan khusus dalam menggunakan semua peralatan yang serba modern serta
kesadaran para pekerja dalam pemanfaatannya serta pentingnya peralatan tersebut.
Adapun peralatan yang terdapat di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi, Oeba
yaitu :

1. Pisau, pisau yang digunakan terbilang sederhana namun memiliki ketajaman


yang baik. Pisau ini digunakan untuk menyembelih, namun pisau ini tidak
terbuat dari bahan stainless steel.
Hal tersebut jelas berbeda dengan standart yang seharusnya. Adapun persyaratan
peralatan yang harus dimiliki, yaitu :
o Pisau causer (Causer Knife), yang digunakan untuk menyembelih dan terbuat
dari bahan stainless steel. Dan ada pisau yang bentuknya melengkung
digunakan untuk melepaskan kulit
o Skabbar, digunakan untuk menyimpan alat-alat pemotongan seperti pisau
o Hot emertion, digunakan untuk sterilisasi alat pemotongan dengan air panas
o Sharpening, digunakan untuk mengasah/mempertajam pisau
o Mata gergaji, terdiri dari dua yaitu panjang untuk membelah ternak setelah
disembelih dan yang pendek untuk membelah karkas
o Beef hanger, digunakan untuk menggantung ternak yang baru disembelih
o Carcass hanger, digunakan untuk menggantung karkas
o Rail sistem, digunakan untuk menggantung sapi dengan menggunkan
elektrikal hois
o Timbangan digital, digunakan untuk menimbang berat hidup ternak
o Pakaian pekerja, warna putih digunakan untuk pekerja yang bertugas di
daerah bersih dan warna kuning digunakan untuk pekerja yang bertugas di

daerah kotor
Dari beberapa peralatan yang terdapat pada Rumah Pemotongan Hewan
(RPH) Tamarunang sudah cukup memadai. Akan tetapi pemanfaatan dari
peralatan tersebut oleh para pekerja masih jauh dari harapan. Sebab peralatan
yang ada tidak dimanfaatkan dengan baik oleh para pekerja, bahkan peralatan
yang ada hanya menjadi simpanan di RPH ini. Selain itu adapula beberapa
peralatan yang sudah berkarat, padahal alat-alat yang digunakan di RPH baik
itu untuk menyembelih maupun untuk membagi karkas haruslah terbuat dari
bahan yang tidak mudah berkarat. Hal ini sesuai pendapat Anonim a (2010)
bahwa seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah
Pemotongan Hewan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif.

Persyaratan Higiene Karyawan dan Perusahaan


Karyawan yang bekerja di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) sebagian besar

merupakan pemilik ternak babi itu sendiri. RPH Babi, Oeba sebenarnya tidak
memiliki karyawan tetap, setiap penjagal yang ada di RPH Babi, Oeba merupakan
pemilik ternak yang sudah memiliki izin untuk menggunakan fasilitas RPH tersebut,
kemudian terdapat 4 orang dokter hewan yang bekerja pada RPH tersebut. Hal ini
tidak sesuai dengan pendapat Anonimd (2010) bahwa jumlah tenaga kerja yang ada di
RPH yaitu 30 orang atau lebih yang dibagi dalam pekerja yang bekerja di daerah
kotor dan daerah bersih serta pekerja yang mengurusi urusan selain pemotongan,
ditambah dengan 2 orang dokter hewan yang mengurusi kesehatan ternak yang akan
disembelih, dan juga memeriksa layak tidaknya daging yang dihasilkan untuk
dikonsumsi.
Higienitas karyawan dari Rumah Pemotongan Ternak (RPH) Babi, Oeba
masih kurang terjaga. Karena daerah kotor dan daerah bersih bersatu, jadi para
pekerja yang berada di daerah kotor bisa saja bekerja di daerah bersih. Selain itu di
RPH Babi, Oeba ini tidak dilengkapi dengan sistem sanitasi untuk setiap
karyawannya sehingga daging bisa saja terkontaminasi oleh bakteri. Hal ini sesuai
pendapat Ensminger (1998) bahwa kontaminasi pada karkas dapat berasal dari lantai
bangunan, peralatan, air pencuci, dan pekerja yang tidak higienis.
Sedangkan untuk higienitas perusahaan sudah cukup baik karena setiap tamu yang
hendak memasuki kawasan RPH harus mendapat izin dari pengelola RPH dan
mematuhi segala peraturan yang berlaku di RPH Babi, Oeba.

Pengawasan Kesmavet
Kesmavet pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan suatu
pengawasan terhadap produk yang akan dihasilkan oleh RPH terjamin higienitasnya.
Untuk menghasilkan daging yang memenuhi persyaratan teknis ASUH (Aman, Sehat,

Utuh, Halal) maka selain diperlukan fasilitas yang mendukung proses penyembelihan
diperlukan seorang tenaga dokter untuk memeriksa kesehatan ternak yang akan
disembelih. Hal ini sesuai pendapat Abustam (2009) bahwa pemeriksaan ternak
sebelum pemotongan (antemortem) sangat penting untuk menjaga higienitas daging
yang dihasilkan.
Pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi, Oeba dalam menjaga sistem
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) ini belum baik, karena pemeriksaan
administrasi untuk menjamin bahwa ternak yang masuk merupakan ternak yang
sudah legal dan memiliki segala persuratan tidak diterapkan. Selain itu, pemeriksaan
antemortem dimana ternak yang akan masuk ke ruang penyembelihan diperiksa oleh
dokter hewan yang bertugas di RPH tersebut juga tidak dilakukan, dokter hewan yang
bertugas di RPH Babi, Oeba hanya melakukan pengamatan secara menyeluruh tanpa
melakukan prosedur pemeriksaan antemortem yang benar. Pemeriksaan antemortem
sebenarnya dilakukan untuk menjamin bahwa ternak yang akan disembelih dalam
keadaan sehat sehingga kualitas karkas yang dihasilkan terjaga. Hal ini sesuai
pendapat Anonima (2010) bahwa pada setiap RPH harus mempunyai tenaga yang
dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya syarat-syarat dan
prosedur pemotongan hewan, penanganan daging serta sanitasi dan higienitas.
Sedangkan untuk pemeriksaan postmortem tidak dilakukan di RPH Babi, Oeba
karena selain keterbatasan peralatan untuk pemeriksaan, juga karena proses
pemasaran yang harus sesuai kondisi pasar, dimana rata-rata ternak disembelih pada
pukul 04.00 WITA dan sudah harus dipasarkan ke konsumen pukul 05.30 WITA.

Pengistirahatan Hewan
Pada RPH Babi, Oeba, sebagian ternak babi diistirahatkan dan adapula yang
tidak. Dimana ternak yang baru didatangkan dari boneana langsung disembelih tanpa
diistirahatkan terlebih dahulu. Hal ini tentunya sangat berpengaruh pada keadaan
fisiologis dari ternak, sehingga ternak akan mudah stress dan berdampak pada

kualitas produk yang dihasilkan dan cadangan glikogen hewan stress sangat sedikit
dimana glikogen di otot seharusnya diubah menjadi asam laktat yang diperlukan

untuk menjaga kualitas


Pemuasaan Hewan
Hewan yang akan disembelih sebaiknya dipuasakan tidak makan (tetapi harus
tetap diberi minum)
o sanitasi dan higiene pemotongan terjaga (karena isi saluran cerna
relatif kosong) dan mempermudah proses penyembelihan bagi ternak

yang agresif dan liar


Jika hewan tinggal >24 jam maka hewan harus diberi makan.
o Pengistirahatan tanpa dipuasakan bermaksud agar ketika disembelih
darah dapat keluar sebanyak mungkin dan ternak tidak mengalami
stress.

Pada RPH Babi, Oeba ternak babi tidak dipuasakan. Hal ini tidak sesuai
dengan kaidah pemuasaan dimana babi seharusnya dipuasakan. Pemuasaan ini
bertujuan untuk memperoleh bobot tubuh kosong (BTK), yaitu bobot tubuh setelah
dikurangi isi saluran pencernaan, isi kantung kemih dan isi saluran empedu,
mempermudah proses penyembelihan terutama ternak yang agresif atau liar karena
dengan dipuasakan ternak menjadi lebih tenang, mengurangi pencemaran isi saluran
pencernaan terhadap karkas selama proses penyiapan karkas. Selama pengistirahatan
dengan pemuasaan, ternak tidak diberi makan apapun hanya diberi air minum
secukupnya untuk menghilangkan rasa haus.

Kendaraan Pengangkut Daging


Dalam proses pemasaran daging tersebut diperlukan suatu kendaraan
pengangkut daging. Pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi, Oeba ini
kendaraan pengangkut daging tidak terpisah dengan kendaraan pengangkut ternak,
sehingga daging yang akan dipasarkan tidak bebas dari mikroba. Kendaraan
pengangkut daging pada RPH ini adalah mobil boks yang tertutup. Hal ini sesuai
pendapat Anonima (2010) bahwa boks pada kendaraan pengangkut harus tertutup.

Pengolahan Limbah
Limbah hasil pemotongan hewan di RPH yang berupa feses, urine, isi rumen
atau lambung, darah afkiran daging atau lemak, dan air cuciannya dapat menjadi
media pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri sehingga limbah tersebut mudah
mengalami pembusukan. Hal ini sesuai pendapat Roihatin (2007) bahwa proses
pembusukan pada limbah ternak akibat adanya kandunga NH 3 dan H2S yang diatas
maksimum sehingga kedua zat menimbulkan bau yang tidak sedap.
Di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi, Oeba ini limbah yang dihasilkan
oleh ternak ditampun atau dibuang dihalaman belakang RPH. Hal ini menimbulkan
bau yang tidak sedap dan dapat mengganggu lingkungan sekitar. Seharusnya lokasi
penanganan limbah ternak RPH harus jauh dari lingkungan masyarakat. Lanjut
menurut Anonima (2010) bahwa pada RPH harus terdapat sarana pengolahan limbah.
BAB V
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan di RPH Babi Oeba, maka dapat disimpulkan


bahwa :
1. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi, Oeba terletak di Oeba (Pasar
Oeba) Kota Kupang.
2. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi, Oeba tidak memiliki fasilitas
bangunan yang modern dan peralatan yang canggih, serta belum
memenuhi standar kesehatan dan kehalalan.
3. Proses pemotongan ternak di Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
Tamarunang masih menggunakan cara tradisional
4. Manfaat Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi, Oeba ini bagi
masyarakat adalah menyediakan daging yang ASUH, mampu menyerap
tenaga kerja, serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
3.2

Saran

Sebaiknya pada praktikum selajutnya, lebih dipersiapkan lagi hal-hal yang


berkaitan dengan administrasi dalam hal ini surat yang akan diberikan pada pihakpihak yang terkait dengan praktikum yang akan berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA
Abubakar. 1998. Teknologi Pasca Panen untuk Menambah Nilai Tambah Hasil
Ternak. Pusat Pengembangan dan Penelitian Peternakan. Bogor
Abustam, Effendi. 2009. Mekanisme Penyediaan Daging. Cinnata Universitas
Hasanuddin. Makassar
Standar Nasional Indonesia. 1999. Rumah Pemotongan Hewan SNI 01-6159-1999.
Badan Standarisasi Nasional. Jakarta
Anonimb. 2010. Standarisasi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Indonesia.
http://standar_RPH.com. Diakses 21 Maret 2016
Anonimc. 2010. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Sapi. http://loveseptina.com.
Diakses 21 Maret 2016
Anonimd. 2010. Tinjauan Filosofis Rumah Pemotongan Hewan di Indonesia.
http://razalimahyiddin.com. Diakses 21 Maret 2016
Ensminger. 1998. Poultry Science. The Interstate Printer and Publisher Inc, Denvile
Roihatin, Anis. 2007. Pengolahan Air Limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
dengan cara Elektrokoagulasi Aliran Kontinyu. Universitas Diponegoro.
Semarang

Anda mungkin juga menyukai