Anda di halaman 1dari 3

2.

4 Indigesti Sederhana

2.4.1 Pengertian Penyakit

Indigesti Sederhana Indigesti adalah penyakit pada saluran pencernaan. Penyakit ini
sering terjadi pada kambing terutama yang dikandangkan (Triakoso, 2013.

2.4.2 Etiologi Penyakit

Penyebab utama biasanya adalah pakan yang terlalu tinggi kandungan seratnya.
Faktor risiko terjadinya indigesti adalah perubahan pakan mendadak, kualitas pakan buruk,
pemberian antibiotika jangka panjang atau kekurangan minum (Triakoso, 2013.

2.4.3 Symtomps dan patogenesa penyakit

Gejala bergantung pada hewan dan penyebab. Pemberian pakan silage berlebihan atau
hay dapat menyebabkan indigesti. Pada sapi laktasi terjadi penurunan produksi susu. Sapi
kadang anoreksia, namun adakalanya sapi makan terus. Hal ini karena tidak ada makanan
yang masuk ke dalam ususnya dan diabsorbsi sehingga sapi merasa lapar. Rumen sangat
penuh, sarat dan keras. Palpasi atau tinjuan pada daerah flank (rumen) akan membekas
seperti kita menekan tanah liat.Kontraksi rumen menurun bahkan tidak ada. Temperatur dan
pulsus normal. Konsistensi feses normal atau mengeras, seringkali jumlahnya menurun
bahkan tidak ada masa feses di dalam saluran pencernaan. Biasanya sapi sembuh secara
spontan dalam 24-48 jam. Penderita indigesti sederhana akibat terlalu asupan karbohidrat
rendah serat (konsentrat) menunjukkan anoreksia bahkan tidak mau makan sama sekali dan
stasis rumen. Rumen tidak terlalu sarat dan berisi lebih banyak cairan. Feses biasanya lunak
hingga cair dan berbau. Penderita masih tampak alert dan biasanya akan pulih dalam 24 jam.
Kondisi bisa jadi bertambah parah menjadi asidosis rumen (Triakoso, 2013.

2.4.5 Penanganan dan penanganan

Hentikan pakan silage atau pakan yang tinggi kandungan serat. Berikan pakan yang
baik, rumput segar dan air. Pemberian rumenotorik akan membantu meningkatkan kontraksi
rumen. Berikan minum atau air, sekitar 20-40 liter untuk memperbaiki fungsi rumen. Bisa
juga ditambahkan antasida untuk mengatur pH rumen. Pemberian vitamin B akan membantu
proses pencernaan mikrobial dan pergerakan rumen. Bila mungkin berikan isi rumen hewan
lain untuk membantu memperbaiki fermentasi mikroba di dalam rumen. Pencegahan
dilakukan dengan menghindari pemberian pakan yang terlalu tinggi serat (Triakoso, 2013.
2.5 Non-Infectious Scour

Ada berbagai macam penyebab diare pada anakan ruminansia, khususnya pedet perah.
Salah satu diantaranya adalah non-infectious scour, diare yang bukan disebabkan oleh agen-
agen infeksius (Triakoso, 2013.

Penyebab non infectious scour antara lain karena nutrisi [perubahan pakan,
overfeeding, Indigesti sederhana, kualitas milk replacer jelek, kualitas kolostrum jelek,
jumlah asupan kolostrum kurang, toksin fungsi dan tanaman, hijauan yang basah, alergi],
manajemen/lingkungan yang buruk [overcrowding, over population], stress [sapih, handling,
cuaca ekstrem, transportasi] Penyebab utama diare non infeksius adalah kesalahan
tatalaksana pemeliharaan, misalnya dalam pemberian milk replacers, kualitas maupun
kuantitas milk replacer dan manajemen pedet. Beberapa hal yang dapat menyebabkan diare
pada kambing adalah :

- Pemberian pakan (susu) yang tidak teratur

-Pemberian susu yang terlalu dingin

-Susu pengganti (milk replacer) yang tidak tercampur dengan baik

-Minum melalui timba/ember sebelum terlatih

- Stressor
Selain itu, tatalaksana perawatan pedet yang kurang tepat pada akhirnya bisa juga
menyebabkan gejala diare, seperti pemberian susu yang terlalu lama atau tatalaksana sapih
yang kurang tepat dapat menyebabkan perkembangan usus kurang sempurna sehingga tidak
dapat mencerna hijauan dengan baik. Hijauan yang masih muda dan banyak mengandung air
akan menyebabkan diarea karena ratio bahan kering dan cairan terlalu rendah. Contoh, anak
domba membutuhkan konsumsi bahan kering sebesar 2,5 persen dari berat badan. Domba
yang sedang tumbuh membuthkan sumber pakan yang cukup banyak, termasuk hijauan.
Hijauan yang tumbuh subur banyak mengandung air. Asupan hijauan yang cukup tinggi
dapat memicu diare karena kandungan airnya masih cukup tinggi (Triakoso, 2013.

2.5.1. Aresenic toxicosis


2.5.1.1. Pengertian Penyakit
Hewan terpapar oleh bahan aresenik (spray ektoparasit, herbisida yang mengadnugn
arsenik, pengawet kayu yang mengandung arsenik) (Triakoso, 2013.

2.5.1.2 Etiologi Penyakit dan Patogenesa

Terjadinya kematian pada indivisu atau sekelompok hewan. Ingestik bahan anorganik
arsen akan menyebabkan inaktifasi enzim-enzim yang mempunyai gugus sulfihifril di
jaringan. Jaringan atau organ yang mudah mengalami gangguan akibat paparan arsenik
adalah saluran pencernaan, hepar, ginjal, limpa danparu paru. Pada saluran pencernaan akan
menyebabkan kerusakan kapiler yang sangat luas, hemoragi, nekrosis dan mukosa intestinal
mengelupas (Triakoso, 2013.

2.5.1.3 Symtomps

Gejala yang timbul bisa kaut, subakut atau kronis. Pada gejala akut, sapi
menunjukkan rasa sakit pada abdominal, diare, dehidrasi, regurgitasi, tremor muskulus,
kejang dan kematian terjadi dalam 4-6 jam setelah gejela muncul. Gejala lain biasanya berupa
gangguan pada syaraf pusa (Triakoso, 2013.

2.5.1.4 Penanganan dan pencegahan

Lakukan absorbsi bahan arsenik dengan memberikan karbonaktif (activated charcoal)


1-4 g/kg peroral. Berikan sodium thiosulfate pada sapi dengan dosis 15-30 gram dalam 200
ml H20 secara intravena diikuti 30-60 gram peroral, empat kali sehari. Terapi dilanjutkan
hingga gejala membaik. British antilewisite (BAL), yang disebut juga dimercaprol, bisa
digunakan untuk mengatasi penyakit ini. Namun bahan ini kurang efektif terhadap bahan
anorganik dibanding bahan organik. Pemberian cairan secara intravena harus hati-hati pada
penderita dengan kondisi dehidrasi. Pencegahan dilakukan dengan membatasi kontak dengan
bahan arsenik (Triakoso, 2013.

DAFTAR PUSTAKA

Triakoso, Nusdianto. 2013. Penyakit Non Infeksius pada Ternak. Researchgate.

Anda mungkin juga menyukai