Anda di halaman 1dari 39

FARMAKOLOGI VETERINER

VITAMIN

“B KOMPLEKS”

OLEH :
I KETUT TOMY CAESAR RAMANDA
1709511041
2017 B

TOKSIKOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas petunjuk dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul
Vitamin “B Kompleks” ini dengan tepat pada waktunya dan tanpa ada halangan
apapun. Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas dan materi mata kuliah
Farmakologi Veteriner.
Tugas ini menjadi sasaran memperoleh informasi dalam proses pendidikan
yang akan diselenggarakan. Manfaat lain dari pembuatan paper ini adalah untuk
memberikan informasi dan wawasan yang lebih luas tentang Vitamin “B
Kompleks” kepada mahasiswa dan masyarakat sekitar.
Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Farmakologi Veteriner, serta pihak lain yang telah membantu dalam pembuatan
paper ini. Penulis berharap paper ini dapat bermanfaat dengan baik bagi
mahasiswa dan masyarakat.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih banyak memiliki kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir
kata penulis ucapkan terima kasih.

Denpasar, 06 Mei 2019

Penulis

ii
DARTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Vitamin............................................................................ 3
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Vitamin B Kompleks ....................................................... 5
3.2 Klasifikasi Vitamin B Kompleks ....................................................... 6
3.2.1 Vitamin B1 (Tiamin) .............................................................. 6
3.2.2 Vitamin B2 (Riboplavin) ......................................................... 8
3.2.3 Vitamin B3 (Asam Nikotinat atau Niasin)............................... 9
3.2.4 Vitamin B5 (Asam Pantotenat) .............................................. 11
3.2.5 Vitamin B6 (Piridoksin, Piridoksal dan Piridoksamin) ............ 13
3.2.6 Vitamin B7 (Biotin) ................................................................ 15
3.2.7 Vitamin B9 (Asam Folat) ........................................................ 15
3.2.8 Vitamin B12 (Kobalamin) ....................................................... 17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 18
3.2 Saran ................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan dalam
jumlah kecil tetapi esensial untuk reaksi metabolisme dalam sel dan penting
untuk melangsungkan pertumbuhan normal serta memelihara kesehatan.
Kebanyakan vitamin-vitamin ini tidak dapat disintesis oleh tubuh.
Beberapa di antaranya masih dapat dibentuk oleh tubuh, namun kecepatan
pembentukannya sangat kecil sehingga jumlah yang terbentuk tidak dapat
memenuhi kebutuhan tubuh. Oleh karenanya tubuh harus memperoleh vitamin
dari makanan sehari-hari.
Beberapa vitamin merupakan bahan esensial pada sistem oksidasi
karbohidrat, protein, dan lemak. Vitamin diperkirakan berperan sebagai
katalisator dalam reaksi biokimia tubuh. Dan pada umumnya tidak di sintesis
oleh tubuh sehingga harus dipasok dari makanan. Vitamin pertama kali di
temukan adalah A dan B dan ternyata masing-masing larut dalam lemak dan
larut dalam air. Sifat larut dalam lemak atau larut dalam air di pakai sebagai
dasar klasifikasi vitamin.
Vitamin B sangat penting pada reaksi metabolisme intermediet. Vitamin
tampaknya memiliki peran pendukung dalam mempertahankan fungsi sistem
kekebalan tubuh yang dapat membantu mencegah pertumbuhan tumor
dimulai, serta memiliki efek antikanker mereka sendiri. Diet seimbang yang
terdiri dari jumlah moderat dari berbagai-macam makanan sehat, termasuk
yang mengandung vitamin B akan meningkatkan kesehatan dan memberikan
perlindungan terhadap penyakit.
Terdapat 13 jenis vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat
bertumbuh dan berkembang dengan baik. Vitamin tersebut antara lain vitamin
A, C, D, E, K, dan B (tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin,
vitamin B6, vitamin B12, dan folat). Walau memiliki peranan yang sangat
penting, tubuh hanya dapat memproduksi vitamin D dan vitamin K dalam

1
bentuk provitamin yang tidak aktif. Oleh karena itu, tubuh memerlukan
asupan vitamin yang berasal dari luar tubuh.
Vitamin memiliki peranan spesifik di dalam tubuh dan dapat pula
memberikan manfaat kesehatan. Bila kadar senyawa ini tidak mencukupi,
tubuh dapat mengalami suatu penyakit. Tubuh hanya memerlukan vitamin
dalam jumlah sedikit, tetapi jika kebutuhan ini diabaikan maka metabolisme di
dalam tubuh kita akan terganggu karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh
senyawa lain.
. Hal ini menjadi perhatian khusus penulis sehingga penulis mengangkat
topik “Vitamin “B Kompleks”“ dalam paper ini untuk menambah wawasan
mengenai pentingnya peranan vitamin dalam tubuh khususnya vitamin B
kompleks.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, adapun permasalahan yang muncul ialah:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan vitamin?
1.2.2 Bagaimana pengertian dari vitamin B kompleks?
1.2.3 Bagaimana klasifikasi dari vitamin B kompleks?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari vitamin
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian dari vitamin B kompleks
1.3.3 Untuk mengetahui klasifikasi dari vitamin B kompleks

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan paper adalah:
1.4.1 Diharapkan untuk kalangan mahasiswa Universitas Udayana khususnya
mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan memiliki wawasan yang lebih
tentang Vitamin “B Kompleks”.
1.4.2 Diharapkan untuk mahasiswa dapat memahami dan dapat menjelaskan
tentang Vitamin “B kompleks” agar kedepannya berguna dengan baik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Vitamin


Vitamin (bahasa Inggris: vital amine, vitamin) adalah sekelompok
senyawa organik amina berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital
dalam metabolisme setiap organisme, yang tidak dapat dihasilkan oleh
tubuh. Nama ini berasal dari gabungan kata bahasa Latin vita yang artinya
"hidup" dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus organik yang
memiliki atom nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin dianggap
demikian. Kelak diketahui bahwa banyak vitamin yang sama sekali tidak
memiliki atom N. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim),
vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim.
Pada dasarnya, senyawa vitamin ini digunakan tubuh untuk dapat
bertumbuh dan berkembang secara normal (Mulyono 2005). Vitamin adalah
suatu senyawa organik yang terdapat di makanan dalam jumlah yang
sedikit, dan berpengaruh besar terhadap fungsi metabolisme yang normal
(Dorland, 2006). Penambahan vitamin B komplek pada ternak dapat
mengurangi stres dan meningkatkan pertumbuhan (Ramadhan 2017).
Vitamin adalah sekelompok senyawa organik berbobot molekul kecil
yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme organisme. Dipandang dari
sisienzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin adalah kofaktor dalam reaksi
kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Terdapat 13 jenis vitamin yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang dengan
baik. Vitamin tersebut antara lain vitamin A, C, D, E, K, dan B (tiamin,
riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, vitamin B6, vitamin B12, dan
folat). Walau memiliki peranan yang sangat penting, tubuh hanya dapat
memproduksi vitamin D dan vitamin K dalam bentuk provitamin yang tidak
aktif. Oleh karena itu, tubuh memerlukan asupan vitamin yang berasal dari
makanan yang kita konsumsi. Buah-buahan dan sayuran terkenal memiliki
kandungan vitamin yang tinggi dan hal tersebut sangatlah baik untuk tubuh.
Asupan vitamin lain dapat diperoleh melalui suplemen makanan. Berbeda

3
dengan vitamin yang larut dalam lemak, jenis vitamin larut dalam air hanya
dapat disimpan dalam jumlah sedikit dan biasanya akan segera hilang
bersama aliran makanan. Saat suatu bahan pangan dicerna oleh tubuh,
vitamin yang terlepas akan masuk ke dalam aliran darah dan beredar ke
seluruh bagian tubuh. Apabila tidak dibutuhkan, vitamin ini akan segera
dibuang tubuh bersama urin. Oleh karena hal inilah, tubuh membutuhkan
asupan vitamin larut air secara terus-menerus (Syarif, 2007).

4
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian vitamin B kompleks


Delapan vitamin dari 13 total vitamin yang dibutuhkan oleh manusia
merupakan kelompok vitamin B atau yang biasa disebut dengan vitamin B
kompleks. Vitamin B kompleks merupakan kelompok vitamin yang larut di
dalam air. Tubuh memiliki kapasitas yang terbatas untuk menyimpan
beberapa jenis vitamin B (kecuali vitamin B12 dan folat yang dapat
disimpan di dalam hati). Vitamin B yang berlebih akan dikeluarkan oleh
tubuh melalui urin. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan vitamin B harus
dipenuhi setiap harinya. Setiap jenis vitamin B memiliki fungsi spesifik
yang berbeda satu sama lain, meski begitu umumnya kelompok vitamin B
dibutuhkan oleh tubuh terutama dalam hal membantu tubuh dalam
memperoleh energi dari metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Selain
itu beberapa penelitian menyebutkan bahwa vitamin B kompleks memiliki
peran penting dalam menunjang kesehatan kulit, pergerakan otot serta
meningkatkan fungsi sistem imun dan sel-sel saraf.
Vitamin B-kompleks merupakan grup vitamin yang larut dalam air
terdiri dari vitamin B1 (thiamine), B2 (riboflavin), B3 (niacin atau niacin
amide), B5 (pantothenic acid), B6 (piridoksin), B7 (biotin), B9 (folic acid),
dan B12 (cobalamins) (Hellmann & Mooney 2010; Fattal-Valevski 2011).
Vitamin ini berperan sebagai kofaktor enzim metabolisme sehingga mampu
mempertahankan kesehatan tubuh (Hellmann & Mooney 2010) dan
merupakan vitamin esensial pada fungsi otak (Haskell et al. 2010). Kalau
diperhatikan, ada urutan angka yang terlewat atau tidak tercantum sebagai
nama vitamin, seperti vitamin B4, B8, B10, dan B11. Faktanya, nama-nama
vitamin tersebut dulu memang sempat ada, hanya saja ada beberapa vitamin
yang di reklasifikasi, dihilangkan karena terjadi kesalahan interpretasi hasil
penelitian, atau dilakukan penggantian nama karena masih berhubungan
dengan vitamin B atau dikenal sebagai kelompok B kompleks.

5
3.2 Klasifikasi vitamin B kompleks
3.2.1 Vitamin B1 (Tiamin)
Vitamin B1, yang dikenal juga dengan nama tiamin, merupakan salah
satu jenis vitamin yang memiliki peranan penting dalam menjaga
kesehatan kulit dan membantu mengkonversi karbohidrat menjadi energi
yang diperlukan tubuh untuk rutinitas sehari-hari. Tiamin telah lama
dikenal sebagai antineuritik karena digunakan untuk membuat normal
kembali susunan syaraf. Adapun struktur /rumus kimia dari Tiamin adalah
sebagi berikut:

Farmakodinamik
Pada dosis kecil (dosis terapi) tiamin tidak memperlihatkan efek
farmakodinamik yang nyata. Pada pemberian secara intra vena dengan
cepat dapat terjadi efek langsung pada pembuluh absorpsi darah perifer
berupa vasodilatasi ringan, disertai penurunan tekanan darah yang bersifat
sementara. Meskipun tiamin berperan dalam metabolisme karbohidrat,
pemberian dosis besar tidak mempengaruhi kadar gula darah. Dosis toksik
pada hewan coba adalah 125-350 mg/kg BB secara IV dan kira – kira 40
kalinya untuk pemberian oral. Pada manusia reaksi toksik setelah
pemberian parenteral biasanya terjadi karena reaksi alergi.

Farmakokinetik
Setelah pemberian parenteral abrsopsi berlangsung cepat dan
sempurna. Peroral berlangsung didalam usus halus dan duodenum,
maksimal 8-15 mg/hari yang dicapai dengan pemberian oral sebanyak 40
mg. Dalam 1 hari sebanyak 1 mg tiamin mengalami degradasi di jaringan

6
tubuh. Jika asupan jauh melebihi jumlah tersebut, maka zat ini akan
dikeluarkan melalui urin sebagai tiamin atau pirimidin.

Defisiensi Tiamin
Defisiensi vitamin ini menyebabkan terjadinya penyakit beri-beri,
terutama pada negara yang menggunakan nasi sebagai bahan makanan
pokoknya. Defisiensi vitamin ini juga mengakibatkan rusaknya alat
pencernaan makanan, yang disertai dengan muntah-muntah dan diare.
Kekurangan Vitamin B1 dapat menyebabkan penyakit beri-beri, yakni
gangguan pada syaraf jantung, menyebabkan edema, yakni pembekakan
organ-organ tubuh,seperti jantung dan mata. Kekurangan tiamin dapat juga
menyebabkan kelelahan berat mata dan berbagai masalah termasuk
neurodegeneration , wasting, dan kematian . Kurangnya tiamin dapat
disebabkan oleh kekurangan gizi , diet tinggi thiaminase makanan kaya
(air tawar ikan mentah, mentah kerang , pakis ) dan makanan yang tinggi
dalam anti-tiamin faktor ( teh , kopi , buah pinang ) dan menurut status
gizi yang terlalu terganggu terkait dengan penyakit kronis, seperti
alkoholisme, penyakit pencernaan, HIV-AIDS, dan muntah terus-menerus.
Hal ini berpikir bahwa banyak orang dengan diabetes memiliki
kekurangan tiamin dan ini mungkin berhubungan dengan beberapa
komplikasi yang dapat terjadi. Vitamin B1 terdapat pada polong polongan,
hati,dan susu.

Indikasi
Tiamin dindikasikan pada pencegahan pada dosis 2-5 mg/hari dan
pengobatan defisiensi pada dosis 5-10 mg tiga kali sehari. Tiamin berguna
untuk pengobatan berbagai neuritis yang disebabkan oleh defisiensi
tiamin, misalnya pada neuritis alkoholik karena sumber kalori hanya
alkohol saja, wanita hamil yang kurang gizi, dan pasien emesis
gravidarum.Tiamin juga digunakan untuk pengobatan penyakit jantung
dan gangguan saluran cerna yang dasarnya defisiensi tiamin.

7
3.2.2 Vitamin B2 (Riboplavin)
Riboflavin (Vitamin B2) adalah vitamin yang memiliki ribosa dalam
rumus kimianya.Sumber yang mengandung vitamin B2 yaitu daging, hati,
ragi, telur, bebagai sayuran dan sebagain

Riboflavin terdiri atas sebuah cincin isoaloksazin heterosiklik yang


terikat dengan gula alcohol,ribitol.Jenis vitamin ini berupa pigmen
fluoresen berwarnayang relatif stabilterhadap panas tetapi terurai dengan
cahaya yang visible.
Bentuk aktif riboflavin adalah flavin mononukleatida ( FMN ) dan
flavin adenin dinukleotida ( FAD ).FMN dibentuk oleh reaksi fosforilasi
riboflavin yang tergantung pada ATP sedangkan FAD disintesis oleh
reaksi selanjutnya dengan ATP dimana bagian AMP dalam ATP dialihkan
kepada FMN. FMN dan FAD berfungsi sebagai gugus prostetik enzim
oksidoreduktase,di mana gugus prostetiknya terikat erat tetapi nonkovalen
dengan apoproteinnya.Enzim-enzim ini dikenal sebagai flavoprotein
.Banyak enzim flavoprotein mengandung satu atau lebih unsur metal
seperti molibneum serta besi sebagai kofaktor esensial dan dikenal sebagai
metaloflavoprotein.
Riboflavin berfungsi sebagai koenzim berperan dalam metabolisme
energi, pernafasan, dan penting untuk kesehatan kulit.Vitamin ini juga
berperan dalam pembentukan molekul steroid, sel darah merah, dan
glikogen, serta menyokong pertumbuhan berbagai organ tubuh, seperti
kulit, rambut, dan kuku. Riboflavin membantu enzim untuk menghasilkan
energi dari nutrisi penting untuk tubuh manusia. Riboflavin berperan pada
tahap akhir dari metabolisme energi nutrisi tersebut. Susu dan produk-
produk susu, seperti keju, merupakan sumber yang baik untuk riboflavin.

8
Hampir semua sayuran hijau dan biji-bijian mengandung riboflavin,
seperti brokoli, jamur dan bayam. Kekurangan riboflavin dapat
menyebabkan gejala seperti iritasi, kulit merah dan keretakan kulit dekat
dengan sudut mata dan bibir seperti halnya sensitivitas yang berlebihan
terhadap sinar (photophobia) . Hal ini dapat juga menyebabkan keretakan
pada sudut mulut (cheilosis).

Farmakodinamik
Pemberian riboflavin baik secara oral maupun parenteral tidak
memberikan efek farmakodinamik yang jelas.

Farmakokinetik
Pemberian secara oral ataupun parenteral akan diabsorpsi dengan baik
dan didistribusi merata keseluruh jaringan. Asupan yang berlebihan akan
dikeluarkan melalui urin dalam bentuk utuh. Dalam feses ditemukan
riboflavin yang disintetis oleh kuman di saluran cerna, tetapi tidak ada
bukti nyata yang menjelaskan bahwa zat tersebut dapat di absorpsi melalui
mukosa usus.

Defisiensi Riboplavin
Tanda-tanda defisiensi pada vitamin ini adalah keilosis (terjadi kerak
pada sudut mulut yang berwarna merah). Kekurangan vitamin B2 akan
menyebabkan peradangan pada kulit (dermatitis), peradangan mulut dan
gusi serta peradangan pada sudut mulut (keliosis).

Indikasi
Untuk pencegahan dan terapi defisiensi vitamin B2 yang sering
menyertai pellagra aatau defisiensi vitamin B kompleks lainnya, sehingga
riboflavin sering diberikan bersama vitamin lainnya.Dosis untuk
pengobatan adalah 5-10 mg/hari.

3.2.3 Vitamin B3 (Asam Nikotinat atau Niasin)


Niasin merupakan nama generik untuk asam nikotinat dan
nikotinamida yang berfungsi sebagai sumber vitamin tersebut dalam

9
makanan. Asam nikotinat merupakan derivat asam monokarboksilat dari
piridin. Bentuk aktif sari niasin adalah Nikotinamida Adenin Dinukleotida
(NAD+) dan Nikotinamida Adenin Dinukleotida Fosfat ( NADP+).
Nikotinat merupakan bentuk niasin yang diperlukan untuk sintesis
NAD+ dan NADP+ oleh enzim-enzim yangterdapat pada sitosol sebagian
besar sel. Karena itu, setiap nikotinamida dalam makanan, mula-mula
mengalami deamidasi menjadi nikotinat. Dalam sitosol nikotinat diubah
menjadidesamido NAD+ melalui reaksi yang mula-mula dengan 5-
fosforibosil –1-pirofosfat ( PRPP ) dan kemudian melalui adenilasi dengan
ATP.Gugus amido pada glutamin akan turut membentuk koenzim NAD+.
Koenzim ini bisa mengalami fosforilasi lebih lanjut sehingga terbentuk
NADP+.

Asam Nikotinat atau niasin dikenal sebagai faktor PP (pellagra


preventive). Sumber alami yang mengandung niasin yaitu hati, daging,
ragi, dan sebagainya.

Farmakodinamik
Bentuk amida dari asam nikotinat yaitu niasinamid juga berefek
antipelagra. Dalam badan asam nikotinat dan niasinamid diubah menjadi
bentuk aktif NAD (Nikotinamid Adenin Dinukleotida) dan NADF
(Nikotinamid Adenin Dinukleotida Fosfat).Keduanya berperan dalam
metabolisme sebagai koenzim untuk berbagai protein yang penting dalam
respirasi jaringan.
Asam nikotinat merupakan suatu vasodilator yang terutama bekerja
pada blushing area yaitu dimuka dan leher. Kemerahan di tempat tersebut

10
dapat berlangsung selama 2 jam disertai panas dan gatal. Pada dosis besar
asam nikotinat dapat menurunkan kadar kolesterol dan asam lemak bebas
dalam darah.kedua efek ini tidak diperlihatkan oleh niasinamid.
Pada dosis yang besar umumnya terjadi efek samping berupa
penurunan toleransi terhadap glukosa sampai terjadi hiperglekemia. Selain
itu terjadi kenaikan kadar asam urat dalam darah., gangguan fungsi hati,
gangguan lambung berupa mual sampai muntah serta peningkatan
motilitas usus. Reaksi anafilatik dilaporkan terjadi pada pemberian secara
intra vena.

Farmakokinetik
Niasin dan niasinamid mudah diabsorpsi melalui semua bagian
saluran cerna dan didistribusi keseluruh tubuh. Ekskresinya melalui urin
sebagian kecil dalam bentuk utuh dan sebagian lainnya dalam bentuk
berbagai metabolitnya antara lain asam nikotinurat dan bentuk glisin
peptide dari asam nikotinat.

Defisiensi Niasin
Pellagra adalah penyakit defisiensi niasin dengan kelainan pada kulit,
saluran cerna, & SSP. Kulit mengalami erupsi eritematosa, bengkak, dan
merah, pada saluran cerna terjadi lidah bengkak dan merah, somatitis,
mual, muntah, dan enteritis. Gejala gangguan SSP berupa sakit kepala,
insomnia, bingung, dan kelainan psikis seperti halusinasi, delusi, dan
demensia pada keadaan lanjut.

3.2.4 Vitamin B5 (Asam Pantotenat)


Asam pantotenat dibentuk melalui penggabungan asam pantoat
dengan alanin.Asam pantoneat aktif adalah Koenzim A (Ko A ) dan
Protein Pembawa Asil (ACP). Asam pantoneat dapat diabsorbsi dengan
mudah dalam intestinum dan selanjutnya mengalami fosforilasi oleh ATP
hingga terbentuk 4'- fosfopantoneat. Penambahan sistein dan pengeluaran
gugus karboksilnya mengakibatkan penambahan netto tiotanolamina
sehingga menghasilkan 4' – fosfopantein, yakni gugus prostetik pada ko A

11
dan ACP . Ko A mengandung nukleotida adenin . Dengan demikian 4' –
fosfopantein akan mengalami adenilasi oleh ATP hingga terbentuk defosfo
koA . Fosforilasi akhir terjadi pada ATP dengan menambahkan gugus
fosfat pada gugus 3 – hidroksil dalam moitas ribose untuk menghasilkan
ko A.

Asam pantotenat membentuk koenzim A yang sangat penting dalam


metabolisme, karena bertindak sebagai katalisator pada rekasi – reaksi
transfer gugus asetil. Sumber yang mengandung vitamin B1 yaitu gandum,
daging, susu, kacang hijau, ragi, beras, telur, dan sebagainya.

Farmakodinamik
Pada hewan coba asam pantotenat tidak menyebabkan efek
farmakodinamik yang penting dan bersifat nontoksik. Defisensinya pada
manusia belum dikenal, tetapi dapat timnul dengan memberikan diet yang
mengandung antagonis asam pantotenat yaitu mega-metil asam pantotenat.
Sindroma yang terjadi berupa: kelelahan, rasa lemah, gangguan saluran
cerna, gangguan otot berupa kejang pada ekstremitas dan parestesia.

Farmakokinetik
Pada pemberian oral pantotenat akan diabsorpsi dengan baik dan di
distribusi keseluruh tubuh dengan kadar 2-45 µm/g. Dalam tubuh tidak
dimetabolisme, dan diekskresikan dalam bentuk utuh 70% melalui urin
dan 30% melalui tinja.

Defisiensi Asam Pantotenat


Defisiensi vitamin ini memberikan gejala sebagai berikut: kehilangan
selera makan, tidak dapat melaksanakan pencernaan makanan dengan
baik, depresi mental, insomnia (tidak dapt tidur), dan mudah terjadi infeksi
pernapasan.

12
3.2.5 Vitamin B6 (Piridoksin, Piridoksal dan Piridoksamin)
Vitamin B6 terdiri atas derivat piridin yang berhubungan erat yaitu
piridoksin, piridoksal serta piridoksamin dan derivat fosfatnya yang
bersesuaian. Bentuk aktif dari vitamin B6 adalah piridoksal fosfat, di mana
semua bentuk vitamin B6 diabsorbsi dari dalam intestinum, tetapi
hidrolisis tertentu senyawa-senyawa ester fosfat terjadi selama proses
pencernaan. .Piridksal fosfat merupakan bentuk utama yang diangkut
dalam plasma. Sebagian besar jaringan mengandung piridoksal kinase
yang dapat mengkatalisis reaksi fosforilasi oleh ATP terhadap bentuk
vitamin yang belum terfosforilasi menjadi masing-masing derivat ester
fosfatnya. Piridoksal fosfat merupakan koenzim pada beberapa enzim
dalam metabolisme asam aimno pada proses transaminasi, dekarboksilasi
atau aktivitas aldolase. Piridoksal fosfat juga terlibat dalam proses
glikogenolisis yaitu pada enzim yang memperantarai proses pemecahan
glikogen.
a) Transimisi

b) Dekarboksilasi

13
c) Raseminase

Piridoksin (Vitamin B6) di alam terdapat tiga bentuk yaitu prpdoksin


yang berasal dari tumbuhan, piridoksal, dan piridoksamin yang terutama
berasal hewan. Ketiga bentuk piridoksin tersebut dalam tubuh diubah
menjadi piridoksal fosfat. Sumber yang mengandung vitamin B6 yaitu,
ragi, biji-bijian (gandum, jagung, dan lain-lain) dan hati.

Farmakodinamik
Pemberian piridoksin secara oral dan parenteral tidak menunjukkan
efek farmakodinamik yang nyata. Dosis sangat besar yaitu 3-4 g/kg BB
menyebabkan kejang dan kematian pada hewan coba, tetapi dosis kurang
dari ini umumnya tidak menimbulkan efek yang jelas.Piridosal fosfat
dalam tubuh merupakan koenzim yang berperan penting dalam
metabolism berbagai asam amino.

Farmakokinetik
Piridoksin, piridoksal dan piridoksamin mudah diabsorpsi melalui
saluran cerna. Metabolit terpenting dari ketiga bentuk tersebut adalah 4-
asam piridoksat. Ekskresi melalui urin terutama dalm bentuk 4-asam
piridoksat dan piridoksal.

Defisiensi Vitamin B6
Kurangnya piridoksin dapat menyebabkan kerusakan anemia, saraf,
kejang, masalah kulit, dan luka di mulut. Gejala defisiensi yang
ditunjukkan oleh vitamin ini adalah hambatan pertumbuhan, badan lemah
dan gangguan mental, ernenia, dermatitis (gatal-gatal pada kulit dengan
bercak merah).

14
Indikasi
Untuk mencegah dan mengobati defisiensi vitamin B6, vitamin ini
juga diberikan bersama vitamin B lain atau sebagai multivitamin untuk
pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin B kompleks. Indikasi
aliinya yaitu untuk mencegah atau mengobati neuritis perifer karena obat
(isoniazid, siklosrin, dan lainnya).

3.2.6 Vitamin B7 (Biotin)


Biotin merupakan derivat imidazol yang tersebar luas dalam berbagai
makanan alami. Karena sebagian besar kebutuhan manusia akan biotin
dipenuhi oleh sintesis dari bakteri intestinal, defisiensi biotin tidak
disebabkan oleh defisiensi dietarik biasa tetapi oleh cacat dalam
penggunaan. Biotin merupakan koenzim pada berbagai enzim
karboksilase.

Biotin dikenal juga sebagai vitamin H (Haut) merupakan co-enzim


yang membantu metabolisme asam lemak, leusin, dan karbohidrat..
Defisiensi yaitu dermatitis, sakit otot, rasa lemah, anoreksia, anemia
ringan. Biotin di dalam tubuh berfungsi sebgai koenzim pada berbagai
reaksi karboksilasi. Penggunaan biotin dalam terapi belum jelas. Jumlah
biotin yang diperlukan sehari berkisar natara 150 – 300 µg, dan sumbernya
terutama kuning telur, hati dan ragi.

3.2.7 Vitamin B9 (Asam Folat)


Nama generiknya adalah folasin. Asam folat ini terdiri dari basa
pteridin yang terikat dengan satu molekul masing-masing asam P-
aminobenzoat acid (PABA) dan asam glutamat. Tetrahidrofolat
merupakan bentuk asam folat yang aktif. Makanan yang mengandung
asam folat akan dipecah oleh enzim-enzim usus spesifik menjadi

15
monoglutamil folat agar bisa diabsorbsi. kemudian oleh adanya enzim
folat reduktase sebagian besar derivat folat akan direduksi menjadi
tetrahidrofolat dala sel intestinal yang menggunakan NADPH sebagai
donor ekuivalen pereduksi.
Tetrahidrofolat ini merupakan pembawa unit-unit satu karbon yang
aktif dalam berbagai reaksi oksidasi yaitu metil, metilen, metenil, formil
dan formimino. Semuanya bisa dikonversikan. Serin merupakan sumber
utama unit satu karbon dalam bentuk gugus metilen yang secara reversible
beralih kepada tetrahidrofolat hingga terbentuk glisin dan N5, N10 –
metilen – H4 folat yang mempunyai peranan sentral dalam metabolisme
unit satu karbon. Senyawa di atas dapat direduksi menjadi N5 – metil –
H4folat yang memiliki peranan penting dalam metilasi homosistein
menjadi metionin dengan melibatkan metilkobalamin sebagai kofaktor.
Folat (Vitamin B9) adalah vitamin yang diperlukan untuk replikasi sel
dan pertumbuhan. Vitamin ini membantu blok bangunan berupa DNA,
yang menyimpan informasi genetik tubuh, dan membangun blok RNA,
yang diperlukan untuk sintesis protein. Vitamin B9 sangat penting untuk
perkembangan janin dan regenerasi sel, seperti sel darah merah dan sel
kekebalan. Sumber terbaik untuk folat adalah sayur-sayuran, khususnya
sayuran berdaun hijau. Hati juga mengandung banyak folat. Daging, susu
dan produk-produk susu mengandung sedikit folat. Kekurangan folat dapat
menyebabkan kekurangan darah. Gejala keracunan adalah diare, susah
tidur dan sifat mudah marah. Folat dengan dosis tinggi dapat menutupi
kekurangan vitamn B12, karena kedua vitamin ini berhubungan.
Defisiensi asam folat menunjukkan anemia megaloblastik, glositis
(inflamasi pada lidah), dan diare. Kekurangan ini dapat mengakibatkan
banyak masalah kesehatan, yang paling menonjol menjadi cacat tabung
saraf pada embrio berkembang. Gejala umum dari kekurangan folat
termasuk diare, anemia makrositik dengan kelemahan atau sesak napas,
kerusakan saraf dengan mati rasa dan kelemahan ekstremitas (neuropati
perifer) komplikasi kehamilan, kebingungan mental, pelupa atau
penurunan kognitif lainnya, depresi mental, sakit atau lidah bengkak, ulkus

16
peptikum atau mulut, sakit kepala, jantung berdebar-debar, lekas marah,
dan gangguan perilaku.

3.2.8 Vitamin B12 (Kobalamin)


Kobalamin adalah sangat umum vitamer dari keluarga vitamin
B 12. Vitamin B12 memiliki rumus kimia C63H88O14CON14P. Ini
adalah vitamer paling terkenal dari keluarga, karena itu, dalam istilah
kimia, yang paling udara stabil. Ini adalah yang paling mudah untuk
mengkristal dan, karenanya, termudah untuk memurnikan setelah
diproduksi oleh fermentasi bakteri, atau disintesis secara in vitro.

Vitamin B12 berperan penting pada saat pembelahan sel yang


berlangsung dengan cepat. Vitamin B12 juga memelihara lapisan yang
mengelilingi dan melindungi serat syaraf dan mendorong pertumbuhan
normalnya. Selain itu juga berperan dalam aktifitas dan metabolisme sel-
sel tulang. Vitamin B12 juga dibutuhkan untuk melepaskan folat, sehingga
dapat membantu pembentukan sel-sel darah merah. Sumber kobalamin
terdapat pada kerang, ikan kakap, daging rusa, udang, daging sapi, kalkun,
kepiting, ikan salmon, telur, keju, rumput laut, tempe, susu dan yogurt.
Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan kekurangan darah
(anemia), yang sebenarnya disebabkan oleh kekurangan folat. Tanpa
vitamin B12, folat tidak dapat berperan dalam pembentukan sel-sel darah
merah. Gejala kekurangan lainnya adalah sel-sel darah merah menjadi
belum matang (immature), yang menunjukkan sintesis DNA yang lambat.
Kekurangan vitamin B12 dapat juga mempengaruhi sistem syaraf.

17
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Vitamin B kompleks merupakan kelompok vitamin yang larut di dalam air
berperan penting dalam metabolisme. Pembagian dari vitamin B adalah
sebagai berikut tiamin (B1), riboflavin (B2), niasin (B3), asam pantotenat
(B5), piridoksin (B6), biotin (7), folat (B9), dan kobalamin (B12).
Kebutuhan akan vitamin B harus dipenuhi setiap harinya. Setiap jenis
vitamin B memiliki fungsi spesifik yang berbeda satu sama lain, meski begitu
umumnya kelompok vitamin B dibutuhkan oleh tubuh terutama dalam hal
membantu tubuh dalam memperoleh energi dari metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein.
.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, diharapkan
kedepannya untuk mengembangkan paper di atas dengan sumber – sumber
yang lebih banyak dan tentunya dapat di pertanggungjawabkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

LGS, Astiti ; Hijriah. 2017. Efektivitas Vitamin B-Kompleks terhadap Gambaran


Hematologi Sapi Bali Bunting dan Post-Partus. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Nusa Tenggara Barat. Diakses pada tanggal 06 Mei 2019

Ramadhan, Apri Fendy ; Sularno Dartosukarno ; Agung Purnomoadi. 2017.


PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN B KOMPLEK TERHADAP
PEMULIHAN FISIOLOGI, KONSUMSI PAKAN, DAN BOBOT BADAN
KAMBING KACANG MUDA DAN DEWASA PASCA TRANSPORTASI.
Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro Semarang. Vol.
13. No. 1. 2017. 23-33. Diakses pada tanggal 06 Mei 2019

Hellmann H, Mooney S. 2010. Vitamin B6: A Molecule for Human Health?


Molecules. 15:442459.

Syarif, et al. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hal
769 – 793.

nd
Lehninger A, Nelson D , Cox M M .Principles of Biochemistry 2 1993.

Mulyono HAM. 2005. Kamus Kimia. Bumi Aksara, Jakarta.

19
DOI: http://dx.doi.org/10.14334/Pros.Semnas.TPV-2017-p.152-157

Efektivitas Vitamin B-Kompleks terhadap Gambaran Hematologi


Sapi Bali Bunting dan Post-Partus
(The Effectivity of Vitamin B-Complex on Hematology Profile
of Pregnant and Post Partus Bali Cattle)

Astiti LGS, Hijriah

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat


Jl. Raya Peninjauan Narmada, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
luhde_astiti@yahoo.com

ABSTRACT

The current study intended to investigate the efectivity of vitamin B-complex administration
on pregnant and post partus Bali Cattle. The B-complex is an essential vitamin that required for
metabolic process for pregnant and post partus cattle. In this study, 10 pregnant Bali Cattle which
has average of 5.5±1.65 months of gestation and 11 post partus Bali Cattle with average of 1.3±0.7
months of calves age have selected for treatment. Before giving the vitamin B-complex treatment,
the blood samples was taken from the first group of treated Bali Cattle (T0), while the blood
sample from the second group (T2) was taken 30 days after treatment. The 10 ml/cattle dosage of
vitamin B-complex was intra muscularly (IM) injected. The result showed that the red blood cell
(RBC), haemoglobin (HGB) and hematocrit values of the pregnant Bali cattle has decreased on T1
to the level of 13.12, 19.66 and 18.76% respectively (P>0.05). In contrary, the WBC value
increased to 14.5% on both T0 and T1. On post partus samples the values of the RBC, HGB and
hematocrit of T1 group has experienced an increasing to the level of 15.54%; 27.10% and 23.03%
respectively (P>0.05) with WBC value decrease to 28.57% (P>0.05) on T0 treatment. It can be
concluded that vitamin B-complex can improve physiological status of post partus Bali Cattle,
however a good feed management must be included on pregnant Bali cattle.
Key Words: Bali Cattle, Hematology, Vitamin B-complex

ABSTRAK

Pengkajian bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian vitamin B-kompleks pada sapi
bunting dan post partus. Vitamin B-kompleks salah satu vitamin yang sangat diperlukan dalam
proses metabolisme terutama ternak dalam kondisi bunting dan post partus. Pengkajian ini
menggunakan induk sapi Bali bunting sebanyak 10 ekor dengan rata-rata kebuntingan berumur
5,5±1,65 bulan dan sapi Bali post partus sebanyak 11 ekor dengan rata-rata umur anak 1,3±0,7
bulan. Sapi-sapi perlakuan pertama (T0) adalah induk sapi Bali diambil darah sebelum disuntik
dengan B-kompleks dan perlakuan kedua (T1) induk sapi Bali diambil darah 30 hari setelah
disuntik vitamin B-kompleks. Penyuntikan vitamin B-kompleks pada sapi-sapi perlakuan
dilakukan secara intra muscular (IM) dengan dosis 10 ml/ekor. Nilai seldarah merah (RBC),
hemoglobin (HGB) dan hematokrit sapi Bali bunting mengalami penurunan pada (T1) sebesar
13,12; 19,66 dan 18,76% (P>0,05) sedangkan nilai WBC meningkat 14,5% pada (T0) dan (T1).
Pada kondisi sapi post partus nilai RBC, HGB dan Hematokrit pada perlakuan (T1) mengalami
kenaikan sebesar 15,54; 27,10 dan 23,03% (P>0,05) dengan nilai WBC perlakuan (T0) menurun
28,57% (P>0,05). Penyuntikan vitamin B-kompleks dapat memperbaiki status fisiologis pada sapi
Bali post partus sedangkan pada sapi Bali bunting harus disertai dengan manajemen pakan yang
baik.
Kata Kunci: Sapi Bali, Hematologi, Vitamin B-kompleks

152
Astiti & Hijriah: Efektivitas Vitamin B-Kompleks terhadap Gambaran Hematologi Sapi Bali Bunting dan Post-Partus

PENDAHULUAN

Secara umum usaha peternakan merupakan usaha yang sebagian besar dilakukan oleh
petani dan tidak terpisahkan dari kehidupan petani demikian halnya di wilayah Nusa
Tenggara Barat (NTB). Usaha peternakan di wilayah NTB seperti di pulau Lombok
dikelola secara tradisional dengan jumlah kepemilikan ternak berkisar antara 2-3 ekor.
Dengan sistem pemeliharaan ini maka produktivitas ternak terutama ternak pembiakan
belum optimal misalnya saja ditunjukkan dengan tingginya angka kematian pedet.
Disamping karena manajemen pemeliharaan yang dijalankan menggunakan kebiasaan
turun temurun juga karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan peternak tentang
teknologi-teknologi baru di bidang peternakan.
Optimalisasi dan peningkatan produktivitas usaha peternakan secara tradisional telah
banyak dilakukan oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Di antaranya adalah
dengan pemberian subsidi untuk pelayanan standar di pusat-pusat kesehatan hewan.
Adapun pelayanan standar yang diberikan adalah kegiatan promotif berupa pemberian
suplemen dan vitamin (Menteri Pertanian RI 2007). Vitamin merupakan senyawa organik
yang penting dan sangat diperlukan dalam proses metabolisme tubuh ternak terutama
dalam kondisi bunting dan post partus. Salah satu jenis vitamin yang dibutuhkan oleh
ternak adalah vitamin B-kompleks. Vitamin B-kompleks merupakan grup vitamin yang
larut dalam air terdiri dari vitamin B1 (thiamine), B2 (riboflavin), B3 (niacin atau niacin
amide), B5 (pantothenic acid), B6 (piridoksin), B7 (biotin), B9 (folic acid), dan B12
(cobalamins) (Hellmann & Mooney 2010; Fattal-Valevski 2011). Vitamin ini berperan
sebagai kofaktor enzim metabolisme sehingga mampu mempertahankan kesehatan tubuh
(Hellmann & Mooney 2010) dan merupakan vitamin esensial pada fungsi otak (Haskell et
al. 2010). Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian vitamin B-
kompleks pada sapi Bali dalam kondisi bunting dan setelah partus.

MATERI DAN METODE

Pengkajian dilakukan di dusun Ijobalit Makmur Kelurahan Ijobalit Kabupaten


Lombok Timur Nusa Tenggara Barat pada bulan Juni sampai Desember 2016. Pengkajian
menggunakan induk sapi Bali sebanyak 21 ekor dengan komposisi sapi Bali bunting yang
digunakan sebanyak 10 ekor dengan rata-rata kebuntingan berumur 5,5±1,65 bulan serta
sapi Bali induk post partus (setelah beranak) sebanyak 11 ekor dengan rata-rata umur anak
1,3±0,7 bulan. Sapi-sapi perlakuan tersebut dikelompokkan dalam dua perlakuan yaitu
perlakuan pertama (T0) induk sapi Bali diambil sampel darah sebelum disuntik dengan
vitamin B-kompleks dan perlakuan kedua (T1) induk sapi Bali diambil darah 30 hari
setelah disuntik vitamin B-kompleks, untuk memberikan waktu terjadinya perubahan pada
sel-sel darah akibat penyuntikan vitamin B-Kompleks. Penyuntikan vitamin B-kompleks
pada sapi-sapi Bali perlakuan dilakukan secara intra muscular (IM) dengan dosis 10
ml/ekor. Vitamin B-Kompleks yang digunakan adalah vitamin B-Kompleks yang tersedia
di pasaran yang terdiri dari vitamin B1, vitamin B2 dan vitamin B6. Vitamin B-Kompleks
dipilih karena sering digunakan oleh praktisi dan peternak karena memiliki harga yang
lebih murah. Sampel darah induk sapi Bali perlakuan diambil melalui vena jugularis
sebanyak ±5 m dengan menggunakan venoject kemudian ditampung dalam tabung berisi
antikoagulan ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA). Selanjutnya tabung diberi label
kemudian dimasukkan ke dalam cool box dan dibawa ke Laboratorium untuk dilakukan
analisa nilai hematologi dengan metode digital (automatic hematology analizer)
menggunakan alat Sysmex KX-21 yang meliputi: sel darah merah (RBC) (juta/l), sel
darah putih (WBC) (juta/l), hemoglobin (HGB) (g/dl) dan hematokrit (%).

153
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2017

Data yang diperoleh ditabulasi secara deskriptif menggunakan MS Excel 2007.


Selanjutnya untuk melihat perbandingan antar perlakuan dilakukan analisis dengan t-test
menggunakan SPSS 17.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis rata-rata nilai indeks hematologi terhadap darah sapi induk bunting dan
sapi induk post partus perlakuan terlihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

35,00

30,00

25,00

20,00

15,00

10,00

5,00

0,00

Gambar 1. Grafik efektivitas vitamin B-kompleks pada induk sapi Bali bunting

Berdasarkan hasil analisis hematologi pada Gambar 1. Terlihat bahwa nilai RBC,
HGB dan Hematokrit induk bunting sebelum perlakuan (T0) masih dalam nilai normal dan
pemberian vitamin B tidak memberikan pengaruh (P>0,05). Jika terjadi penurunan nilai
RBC dan HGB pada induk bunting perlakuan disebabkan karena pada saat bunting, induk
sapi sangat memerlukan nutrisi untuk pertumbuhan fetus. Pemberian vitamin B-kompleks
saat ternak bunting sangat dibutuhkan untuk perkembangan fetus, karena vitamin ini
merupakan vitamin yang dapat meningkatkan perkembangan fetus terutama vitamin B6,
vitamin B9 dan vitamin B-12 (Me´thot et al. 2008; Mitchell et al. 2014) sementara itu pada
kajian ini digunakan vitamin B-kompleks yang hanya mengandung vitamin B1, B2 dan
B6. Di sisi lain pakan yang diberikan peternak pada induk sapi perlakuan adalah pakan
standar yang didominasi rumput alam, sekali waktu diberi rumput gajah atau biomas
jagung tanpa pemberian mineral dan suplemen lainnya. Nutrisi yang tidak memadai
menyebabkan nilai RBC dan HGB induk tidak mengalami perbaikan. Sehingga pada
pengkajian ini pemberian vitamin B-kompleks tidak nyata memberikan perbaikan nilai
RBC dan HGB terhadap induk sapi Bunting (P>0,05). Sedangkan, turunnya nilai
Hematokrit pada kajian ini disebabkan karena saat bunting akan terjadi perubahan
fisiologis yang mengakibatkan peningkatan volume cairan tanpa diikuti dengan
penambahan sel darah merah. Menurut Parra et al. (2005) pada induk bunting akan terjadi
peningkatan volume cairan dan penambahan sel darah merah.
Nilai WBC sapi Bunting perlakuan meningkat 14,5% dari keadaan normal dalam
acuan Mitruka et al. (1977) dan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Hartaningsih et al.
(1983). Pemberian vitamin B-kompleks tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
nilai WBC pada sapi bunting perlakuan (P>0,05). Hal ini disebabkan karena pada kondisi
bunting, terjadi perubahan induk meliputi perubahan fisik, hormonal dan gambaran

154
Astiti & Hijriah: Efektivitas Vitamin B-Kompleks terhadap Gambaran Hematologi Sapi Bali Bunting dan Post-Partus

hematologi sebagai akibat adaptasi sistem kekebalan induk terhadap fetus. Keadaan ini
menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh induk sehingga induk bunting lebih peka
terhadap infeksi oleh mikroorganisme (Kourtis 2014).

35,00
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00

Gambar 2. Grafik efektivitas vitamin B-kompleks pada induk sapi Bali post partus

Pada kondisi induk post partus nilai RBC, HGB dan hematokrit pada perlakuan (T1)
tidak mengalami perubahan (P>0,05) dari kondisi sebelumnya (T0). Nilai WBC sapi post
partus perlakuan (T0) menurun sebesar 28,57% (P<0,05) akan tetapi masih diatas nilai
normal pada acuan Mitruka et al. (1977) dan hasil penelitian yang dilaporkan oleh
Hartaningsih et al. (1983). Pada kondisi post partus induk sapi mengalami stres. Kondisi
ini merangsang pembentukan CRH (corticotropin releasing hormone) yang kemudian
memberi sinyal ke hipofise anterior menghasilkan ACTH (adrenocorticotropic hormone)
untuk mengeluarkan glukokortikoid (Sahin et al. 2003; Boonstra 2005). Glukokortikoid
dapat menurunkan sistem imunitas tubuh yang terlihat pada gambaran deferensial leukosit
(Zulkifli et al. 2000). Dengan pemberian vitamin B-kompleks dapat mengurangi stress
karena vitamin B-kompleks terutama vitamin B1 dapat memperbaiki fungsi sinyal
neurotransmitter dan mitokondria sel (Du et al. 2014) serta mampu memproduksi substansi
yang dapat mengurangi stress (Fattal-Valevski 2011).

KESIMPULAN

Vitamin B-kompleks belum dapat memperbaiki status fisiologis pada induk post
partus begitu pula pemberian vitamin B-kompleks pada induk bunting tidak memberikan
pengaruh yang nyata. Disarankan kepada peternak untuk lebih memperhatikan manajemen
pakan misalnya dengan pemberian pakan legume dan memberikan vitamin B-kompleks
dengan kombinasi vitamin B1, B2, B6, B9 dan B12 secara berkala.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Kepala Badan Litbang Pertanian, Kepala BBP2TP,
Kepala BPTP Balitbangtan NTB dalam program kajian APBN, seluruh peternak di Dusun
Ijo Balit Makmur Kabupaten Lombok Timur, Kepala dan staf Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten Lombok Timur, lurah dan jajarannya, laboran dan tim pengkajian
serta seluruh pihak yang telah membantu kegiatan ini.

155
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2017

DAFTAR PUSTAKA

Ashoori M, Saedisomeolia A. 2014. Riboflavin (vitamin B2) and oxidative stress: a review. Brit J
Nutr. 111:1985-1991.
Beutler E, Waalen J. 2005. The definition of anemia: what is the lower limit of normal of the blood
hemoglobin concentration?. Blood J. 107:1747-1750.
Boonstra R. 2005. Coping with changing northern environment the role of stress axis in bird and
mammals. J Integr Comp Biol. 44:95-140.
Buehler BA. 2010. Vitamin B2: Riboflavin. J Evidence-Based Complement Altern Med. 16:88-90.
Du J, Ming Z, Hongkun B, Bai L, Yilong D, Chunjie X, Grace YZ, Ioline H, Matthew R,
Benedetto V. 2014. The role of nutrients in protecting mitochondrial function and
neurotransmitter signalling: Implications for the treatment of depression, PTSD, and suicidal
behaviors, critical reviews in food science and nutrition. Food Sci Nutr. 1-73.
Fattal-Valevski A. 2011. Thiamine (Vitamin B1). J Evidence-Based Complement Altern Med.
16:12-20.
Hartaningsih, Sudana IG, Malole M. 1983. Gambaran darah sapi Bali di Bali. Hemera Zoa. 71:155-
160.
Haskell CF, Robertson B, Jones E, Forster J, Jones R, Wilde A, Maggini S, Kennedy DO. 2010.
Effects of a multi-vitamin/mineral supplement on cognitive function and fatigue during
extended multi-tasking. Hum Psychopharmacol Clin Exp. 25:448-461.
Hellmann H, Mooney S. 2010. Vitamin B6: A Molecule for Human Health? Molecules. 15:442-
459.
Kourtis AP, Read JS, Jamieson DJ. 2014. Pregnancy and Infection. The New England J Med.
370:2211-2218.
Menteri Pertanian RI. 2007. Peraturan Menteri Pertanian No.4/Permentan/OT.140/9/2007. Tentang
Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan.
Me´thot H, Girard CL, Matte JJ, Castonguay FW. 2008. Effects of dietary supplements of folic
acid on reproductive performance in ewes. Can J Anim Sci. 88:489-497.
Mitchell ES, Conus N, Kaput J. 2014. B vitamin polymorphisms and behavior: Evidence of
associations with neurodevelopment, depression, schizophrenia, bipolar disorder and
cognitive decline. Neurosci Biobehav Rev. 47:307-320.
Mitruka BJ, Rawnsley HM, Vadehra BV. 1977. Clinical biochemical and hematological reference
value in normal experimental animals. New York (USA): Masson Publishing, Inc.
Parra BE, Manjarrés LM, Gómez AL, Alzate DM, Jaramillo MC. 2005. Evaluation of nutritional
education and a supplement to prevent anemia during gestation. Biomédica. 25:211-99.
Sahin K, Sahin N, Onderci M, Gursu MF, Issi M. 2003. Vitamin C and E canalliviate negative
effect of heat stress in japanese quail. J Vet Sci. 73:307-312.
Sivakumar T, Tagawa M, Yoshinari T, Ybañez AP, Igarashi I, Ikehara Y, Hata H, Kondo S,
Matsumoto K, Inokuma H, Yokoyama N. 2012. PCR detection of babesia ovata from cattle
reared in Japan and clinical significance of co-infection with Theileria orientalis. J Clin
Microbiol. 50:2111-2113.
Sivaprasad M, Shalini T, Shayari D, Vijayalakshmi V, Bhanuprakash GR. 2016. Vitamins B6,
Folic Acid, and B12: Molecular functions and prevalence of deficiency in India. Proc Indian
Natn Sci Acad 82 No. 5 December 2016. pp. 1395-1412.
Syatriani S. Aryani A. 2010. Konsumsi makanan dan kejadian anemia pada siswi salah satu SMP
di kota Makassar. J Kesehat Masy Nas. 4:251-254.

156
Astiti & Hijriah: Efektivitas Vitamin B-Kompleks terhadap Gambaran Hematologi Sapi Bali Bunting dan Post-Partus

Zulkifli I, Norma MTC, Chong CH, Loh TH. 2000. Heterophil to lymphocyte ratio and tonic
immobility reactions to preslaughter handle in broiler chickens treated with ascorbic acid. J
Poult Sci. 79:401-406.

DISKUSI

Pertanyaan

Berapa kali pemberian vitamin B-komplek untuk induk bunting dan induk post-partus
untuk mendapatkan performa terbaik?

Jawaban

Untuk mendapatkan performa terbaik induk bunting idealnya dilakukan pemberian


vitamin B-kompleks satu bulan sekali selama kebuntingan dan pada induk post partus
pemberian vitamin B-kompleks dilakukan juga setiap bulan sekali hingga pedet disapih.

157
Ramadhan, Apri Fendy., dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin ....

Info Artikel Diterima September 2016


Disetujui Oktober 2016
Dipublikasikan April 2017

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN B KOMPLEK TERHADAP


PEMULIHAN FISIOLOGI, KONSUMSI PAKAN, DAN BOBOT BADAN
KAMBING KACANG MUDA DAN DEWASA PASCA TRANSPORTASI

Apri Fendy Ramadhan, Sularno Dartosukarno, Agung Purnomoadi

Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro Semarang

ABSTRACT
The research aimed to assess the effect of vitamin B complex to the
physiological, feed intake, and body weight recovery in Kacang goat after being
transported. The materials used were 16 male Kacang goats which were divided
into two age groups namely young and mature. The experimental design used in
this research was a nested design two phases with two age groups, and Vitamin B
complex nested at each age group which was given the feed without (T0) and with
vitamin B complex (T1). Parameters observed were physiologic (heart rate,
frequency of breathing and body temperature), feed intake and body weight gain.
The results during transportation showed that the heart rate of T0 sheep was
higher than of T1 (109 vs 96.5 beat/min; P<0.05), but the frequency of breathing
and body temperature was not different (P>0.05) as well as physiologically
between young and adult goats (P<0.05). The day required for recovery of heart
rate, frequency of breathing, body temperature and feed consumption between the
treatments were not different (P>0.05) as well as at between young and adult
goats (P>0.05). Similar results were found in the day required for recovery of
body weight in the T0 and T1, as well as in young and adult goats (P>0.05). The
conclusion could be drawn from this study were vitamin B complex could reduce
stress levels, but did not affect the day required for physiological recovery, feed
intake and body weight in Kacang goats after 7 hours transportation.

Keywords: Transportation, stress, Kacang goat, age, vitamin B Complex,


recovery.

PENDAHULUAN
Transportasi merupakan salah satu faktor penunjang dalam manajemen
perusahaan untuk distribusi ternak dari sentra produksi ke konsumen. Lingkup
transportasi dapat mencakup dalam satu daerah, antar kota, maupun antar pulau.
Ternak yang berada di dalam alat angkut dimuat dalam posisi berdiri dan dalam
jarak yang rapat antar individu. Keadaan tersebut dapat menyebabkan luka
memar, stres maupun penyusutan bobot badan (Lasmi, 1988). Stres akibat
transportasi dapat berlangsung lama dan menimbulkan peningkatan peningkatan
tekanan darah, denyut jantung, intake oksigen, dan gangguan pencernaan
(Karnadi, 1999). Pengaruh stres akan berakhir sejalan dengan daya aklimatisasi
ternak terhadap lingkungan yang baru. Umumnya stres disebabkan kegagalan
dalam mempertahankan homeostatis (Fazio dan Ferlazzo, 2003). Pasca
pengangkutan juga akan berpengaruh terhadap produktivitas ternak, sehingga
ternak harus melalui tahap adaptasi dan pemulihan baik pemulihan fisiologi,

MEDIAGRO 23 Vol. 13. No. 1. 2017. 23-33


Ramadhan, Apri Fendy., dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin .....

konsumsi pakan, dan bobot badan. Hogan et al. (2007) menyatakan bahwa
pemulihan konsumsi pada kambing setelah mengalami pemindahan tempat
pemeliharaan adalah sekitar 7 hari. Lama pemulihan ternak tergantung pada jenis
ternak dan kemampuan adaptasi.
Tindakan pencegahan atau preventif merupakan tindakan yang tepat untuk
meminimalkan resiko akibat stress selama transportasi. Salah satu upaya untuk
mengurangi tingkat stres adalah dengan pemberian vitamin B komplek
(McDowell, 2000). Vitamin adalah suatu senyawa organik yang terdapat di
makanan dalam jumlah yang sedikit, dan berpengaruh besar terhadap fungsi
metabolisme yang normal (Dorland, 2006). Penambahan vitamin B komplek pada
ternak dapat mengurangi stres dan meningkatkan pertumbuhan. Parakkasi (1999)
menyatakan bahwa pemberian thiamin dapat mengurangi problema stres akibat
pengangkutan hewan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
vitamin B komplek terhadap pemulihan konsumsi pakan, bobot badan, dan
fisiologis ternak (frekuensi nafas, denyut nadi, suhu rektal) pasca transportasi.
Manfaat dari penelitian adalah sebagai alternatif penanganan transportasi dan
pasca transportasi, serta mengetahui pemulihan konsumsi dan bobot badan akibat
pengangkutan sehingga dapat menekan kerugian pasca transportasi.

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2013-Januari 2014. Penelitian
dilaksanakan di Purwodadi dan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan
Perah Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.
Materi Penelitian
Materi penelitian adalah enam belas ekor kambing Kacang jantan yang
dibagi menjadi dua kelompok yaitu delapan ekor kambing Kacang muda (6-7
bulan) dengan bobot awal rata-rata 12,75 ± 2,68 kg (CV 21,52%) dan delapan
ekor kambing Kacang dewasa (8-12 bulan) dengan bobot awal rata-rata 17,34 ±
3,32 kg dan (CV 19,63%). Pakan diberikan secara ad libitum berupa rumput gajah
dan vitamin B komplek.
Metode
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan pola tersarang (nested design) yang terdiri dari 2 kelompok percobaan,
2 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diterapkan yaitu T0 (tanpa pemberian
vitamin B komplek) dan T1 (pemberian vitamin B komplek). Parameter yang
diamati dalam penelitian ini meliputi bobot badan, konsumsi pakan, fisiologis
ternak, fisiologis lingkungan, dan lama pemulihan. Pengambilan data awal berupa
penimbangan bobot badan (BB) dan konsumsi pakan dilakukan di Purwodadi
selama 7 hari untuk mengetahui bobot badan dan konsumsi sebelum
pengangkutan (transportasi). Pengambilan data fisiologis ternak meliputi
pengukuran suhu rektal, denyut nadi, dan frekuensi nafas masing-masing
dilakukan pada pukul 07.00, 12.00, dan 16.00 dengan menggunakan termometer
rektal dan stetoskop. Pengukuran frekuensi nafas dapat diketahui dengan cara
menghitung jumlah hembusan nafas menggunakan telapak tangan di depan lubang
hidung selama satu menit. Denyut nadi diukur dengan cara menekan arteri femur

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 24


Ramadhan, Apri Fendy., dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin .....

dengan stetoskop pada paha sebelah kiri bagian dalam, kemudian dihitung selama
satu menit. Pengambilan data suhu rektal diukur dengan menggunakan
termometer rektal dengan cara memasukan ujung termometer ke dalam rektum
hingga menempel pada mucosanya selama satu menit. Pengambilan data kondisi
lingkungan dilakukan dengan mengukur suhu dan kelembaban lingkungan
menggunakan thermo-hygrometer. Pengambilan data konsumsi pakan dan air
minum yang diberikan secara ad libitum. Pengukuran konsumsi pakan dilakukan
dengan penimbangan pemberian pakan dan pakan yang sisa. Pengambilan data
selama 7 hari sebelum transportasi bertujuan untuk mengetahui kisaran normal
fisiologis kambing, fisiologis lingkungan, konsumsi pakan di Purwodadi.
Pemberian vitamin B kompleks diberikan ke ternak 1 jam sebelum pengangkutan
secara intra muscular dengan dosis 1 ml per 10 kg bobot badan. Pemberian ini
dilakukan untuk menjaga kondisi ternak saat pengangkutan. Perjalanan dari
Purwodadi ke Semarang ditempuh selama 7 jam dengan rute Purwodadi – Kudus
– Ungaran - Semarang. Pengangkutan menempuh jarak ±300 km yang berjalan
dari pukul 09.00 sampai 16.00 WIB. Setelah sampai, kambing langsung ditimbang
tanpa pemberian pakan dan air minum terlebih dahulu untuk mengetahui bobot
pasca pengangkutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1 menunjukkan bahwa denyut jantung kambing Kacang perlakuan
T0 dan T1 berbeda nyata (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan
fisiologi lingkungan selama transportasi mempengaruhi kondisi tubuh ternak.
Peningkatan suhu lingkungan dapat menimbulkan rangsangan pada
thermoreceptor dalam hipotalamus, dalam kondisi ini hipotalamus melepaskan
hormon kortisol yang mempengaruhi pelebaran pembuluh darah dan penyebaran
darah ke seluruh tubuh untuk melepaskan panas. Lay et al. (1992) menyatakan
bahwa denyut jantung sangat berkorelasi dengan tingkat kortisol. Nwe et al.
(1996) menambahkan, kortisol meningkatkan pembentukan energi dari
pemecahan cadangan karbohidrat, lemak, dan protein yang menyebabkan
penurunan berat badan, serta meningkatkan respon simpatis yang akan
meningkatkan denyut jantung.
Frekuensi denyut jantung pada kambing muda dan dewasa selama
transportasi berbeda nyata (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kambing dewasa
lebih baik dalam mempertahankan kondisi fisiologisnya daripada ternak muda,
atau dengan kata lain ternak muda lebih rentan terkena dampak akibat
transportasi. Fisher et al. (2008) menyatakan bahwa ternak menunjukkan
kemampuan yang berbeda untuk menangani stres bergantung pada umurnya.
Frekuensi nafas kambing Kacang perlakuan T0 dan T1 tidak berbeda nyata
(P>0,05). Hal ini menunjukkan pemberian vitamin B komplek tidak
mempengaruhi proses pelepasan panas dalam tubuh. Kambing perlakuan T0 dan
T1 mengalami tingkat cekaman panas yang sama karena ternak terpapar sinar
matahari secara langsung, sehingga ternak mempercepat laju pernafasan untuk
melepas panas dalam tubuh. Frekuensi nafas pada kambing muda dan dewasa
selama transportasi berbeda nyata (P<0,05). Kambing muda yang mengalami stres
lebih besar karena mengalami peningkatan metabolisme dalam tubuhnya sehingga

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 25


Ramadhan, Apri Fendy., dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin .....

panas tubuhnya meningkat dan frekuensi nafas ditingkatkan untuk melepaskan


panas tubuhnya. Scharf (2010) menyatakan bahwa peningkatan frekuensi nafas
merupakan upaya untuk melepas cekaman panas. Suhu tubuh kambing Kacang
perlakuan T0 dan T1 tidak berbeda nyata (P>0,05), dengan rata-rata sebesar
38,9oC. Hal ini menunjukkan proses pembuangan panas di dalam tubuh sudah
berjalan dengan baik, dengan meningkatkan denyut jantung dan frekuensi nafas.
Suhu tubuh kambing masih pada kisaran normal menurut Frandson (1996). Suhu
tubuh pada kambing muda dan dewasa selama transportasi berbeda nyata
(P<0,05). Kondisi ini menunjukkan bahwa variasi perubahan suhu dan
kelembaban mikro mempengaruhi suhu rektal kambing Kacang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suherman et al. (2013) yang menyatakan bahwa perubahan suhu
udara, kelembaban udara, pergerakan udara dan radiasi matahari bisa
menyebabkan ternak mengalami cekaman panas dan suhu tubuh menjadi naik.

Tabel 1. Respon Fisiologis Kambing Kacang Selama Transportasi


Parameter Kelompok T0 T1 Rata-Rata
Denyut Nadi (kali/menit) Muda 117a 100b 108x
Dewasa 101a 93b 97y
Frekuensi Nafas (kali/menit) Muda 37 35 36x
Dewasa 33 29 31y
Suhu Tubuh (kali/menit) Muda 39,3 39,2 39,3x
Dewasa 38,7 38,5 38,6y

Keterangan: Superskrip (x, y) pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan


umur memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05). Superskrip (a, b)
pada baris yang sama menunjukkan transportasi memberikan
pengaruh yang sangat nyata (p<0,05).

Pemulihan Fisiologi Ternak, Konsumsi Pakan, dan Bobot Badan yang diberi
Vitamin B Komplek setelah Transportasi
Tabel 2 menunjukkan lama pemulihan denyut jantung kambing Kacang
pada perlakuan T0 dan T1, maupun pada kambing muda dan dewasa tidak
berbeda nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin B
komplek pada kambing Kacang muda dan dewasa tidak berpengaruh terhadap
lama pemulihan denyut jantung. Persamaan lama pemulihan denyut jantung
diduga karena ternak sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan baru. Hal ini
didukung oleh pendapat Broom (2003) dan Ndlovu et al. (2008) bahwa ternak
pada pasca transportasi akan beradaptasi dengan lingkungan baru ketika datang ke
lokasi pemeliharaan. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing
Kacang memiliki keunggulan dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang
beragam dan mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat. Lama pemulihan
frekuensi nafas pada kambing Kacang perlakuan T0 dan T1, maupun pada
kambing muda dan dewasa tidak berbeda nyata (P>0,05), yang menunjukkan
kambing mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungannya dan proses
termoregulasi pada kambing berlangsung secara optimal. Reksodihardiprodjo,

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 26


Ramadhan, Apri Fendy., dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin .....

(1984) juga menyatakan bahwa kambing Kacang terkenal memiliki ketahanan


terhadap lingkungan.

Tabel 2. Lama Pemulihan Fisiologi Kambing Kacang yang diberi Vitamin B


Komplek Setelah Transportasi.
Pemulihan (hari) Kelompok T0 T1 Rata-rata
Denyut Jantung Muda 6 5 6
Dewasa 5 5 5
Frekuensi Nafas Muda 4 3 4
Dewasa 3 4 4
Suhu Tubuh Muda 4 3 4
Dewasa 4 4 4
Konsumsi Pakan Muda 4 6 5
Dewasa 4 5 4
Bobot Badan Muda 10 10 10
Dewasa 12 9 11
Keterangan: semua perlakuan tidak menghasilkan perbedaan yang nyata
(P>0.05)

Lama pemulihan suhu tubuh kambing Kacang pada perlakuan T0 dan T1,
maupun pada kambing muda dan dewasa tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini
dapat dikarenakan suhu lingkungan yang lebih rendah daripada suhu tubuh,
sehingga panas di dalam tubuh cepat hilang. Tillman (1983) menyatakan bahwa,
kecepatan hilangnya panas dari tubuh ternak tergantung dari perbedaan antara
suhu tubuh dengan temperatur lingkungan dan dapat dipengaruhi pula oleh sifat-
sifat khusus pada hewan maupun lingkungannya. Hasil penelitian menunjukkan
lama pemulihan konsumsi pakan perlakuan T0 dan T1 tidak berbeda nyata
(P>0,05), yang mengindikasikan bahwa pemberian vitamin B komplek tidak
berpengaruh pada waktu pemulihan. Kondisi tersebut dapat disebabkan pengaruh
fisiologi lingkungan selama transportasi sehingga berpengaruh terhadap tingkat
stres yang dialami oleh ternak, seperti yang terlihat dari kondisi suhu rektal setiap
perlakuan relatif sama.
Lama pemulihan untuk ternak muda dan dewasa tidak berbeda nyata
(P>0,05). Persamaan waktu pemulihan konsumsi pakan pada kambing muda dan
dewasa diduga karena jenis pakan yang diberikan sama pada setiap perlakuan.
Perbedaan kondisi pakan ditempat yang baru dengan pakan ditempat asal
mengakibatkan ternak membutuhkan waktu adaptasi, sehingga akan memerlukan
waktu pemulihan yang panjang. Sebelum transportasi ternak diberi hijauan berupa
rumput gajah segar, sedangkan sesudah transportasi ternak diberi pakan hijauan
berupa rumput gajah dalam kondisi kering. Kemampuan ternak untuk
mengkonsumsi pakan tergantung dari bobot badan, jenis pakan hijauan, dan suhu
lingkungan (Rudiah, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pemulihan
bobot badan kambing Kacang T0 dan T1 tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian vitamin B komplek tidak mempengaruhi lama
pemulihan bobot badan. Cole et al (1982) menyatakan bahwa pemberian vitamin
B hanya sedikit mengurangi respon ketidaknormalan performa ternak. Lama

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 27


Ramadhan, Apri Fendy., dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin .....

pemulihan bobot badan pada kambing muda dan dewasa tidak berbeda nyata
(P<0,05), yang tersebut menunjukkan bahwa umur tidak mempengaruhi waktu
pemulihan konsumsi. Rata-rata lama pemulihan untuk ternak muda 10 hari,
sedangkan ternak dewasa selama 11 hari. Kondisi tersebut dikarenakan suhu dan
kelembaban relatif sama, sehingga mengakibatkan tingkat stres yang dialami
ternak sama. Tingkat stres yang dialami ternak selama transportasi akan
berpengaruh terhadap konsumsi pakan ditempat yang baru. Santosa et al (2012)
menyatakan bahwa stres yang terjadi selama transportasi akan berpengaruh
terhadap fungsi rumen yang mempengaruhi fungsi rumen yang mempengaruhi
konsumsi pakan setelah transportasi.

Grafik Pemulihan Fisiologi Ternak, Konsumsi Pakan, dan Bobot Badan yang
diberi Vitamin B Komplek setelah Transportasi

Ilustrasi 1, 2, dan 3 menyajikan lama pemulihan fisiologi ternak


setelah transportasi. Berdasarkan hasil Ilustrasi 1, 2, dan 3 dari hasil penelitian,
lama pemulihan kondisi fisiologi ternak (denyut jantung, frekuensi nafas, dan
suhu rektal) setelah transportasi lebih rendah daripada sebelum transportasi. Hal
ini dapat disebabkan karena kondisi lingkungan sesudah transportasi lebih tenang,
sehingga ternak merasa lebih nyaman dan mudah untuk beradaptasi dengan
lingkungan baru. Ilustrasi 1 menggambarkan lama pemulihan denyut jantung
kambing Kacang pasca transportasi. Kambing T1 memiliki waktu pulih lebih
cepat yaitu pada hari ke 5 setelah pengangkutan, sedangkan pada kambing T0
pulih pada hari ke 6 setelah pengangkutan. Lama pemulihan T1 yang lebih cepat
menunjukkan pemberian vitamin B komplek berpengaruh terhadap pelepasan
hormon kortisol yang digambarkan oleh frekuensi denyut jantung. Campuran
vitamin B kompleks lengkap dapat mengurangi stres pada ternak akibat
pengangkutan (Parakkasi, 1999), serta vitamin C yang terkandung dalam vitamin
B kompleks dapat berperan sebagai inhibitory vitaminergic neurotransmitter
dalam hipotalamus, yang berperan penting dalam termoregulasi dengan mencegah
pelepasan hormon kortisol, yaitu hormon stres utama (Balz, 2003).

Ilustrasi 1. Perubahan Denyut Jantung selama Pemulihan

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 28


Ramadhan, Apri Fendy., dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin .....

Ilustrasi 2. Perubahan Frekuensi Nafas selama Pemulihan

Ilustrasi 3. Perubahan Suhu Rektal selama Pemulihan

Ilustrasi 2 menggambarkan lama pemulihan frekuensi nafas kambing


Kacang pasca transportasi. Grafik lama pemulihan frekuensi nafas baik pada
perlakuan T0 dan T1 lebih rendah daripada sebelum transportasi. Hal ini dapat
disebabkan perbedaan kondisi lingkungan yang terjadi, sehingga denyut nadi tidak
bisa sama atau melebihi denyut nadi sebelum transportasi. Suhu dan kelembaban
udara merupakan faktor yang mempengaruhi produksi pada ternak, karena dapat
menyebabkan perubahan keseimbangan panas, keseimbangan energi, dan
keseimbangan air dalam tubuh ternak (Esmay yang disitasi oleh Yani dan
Purwanto, 2006). Daerah nyaman untuk kambing yaitu dengan suhu lingkungan
berkisar antara 18 sampai 300C (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Meningkatnya suhu tubuh ternak sejalan dengan besarnya peningkatan radiasi
matahari yang diterima oleh ternak (Qisthon dan Suharyati 2005). Ilustrasi 3
menggambarkan lama pemulihan suhu tubuh kambing Kacang setelah
transportasi. Grafik menggambarkan kambing T0 mengalami waktu pemulihan
yang cepat yaitu hari ke-5, sedangkan pada kambing T1 mengalami waktu pulih
pada hari ke-7. Hal ini dapat disebabkan ternak memiliki kemampuan yang
berbeda dalam menangani stres, tingkat stres yang tinggi akan memperlambat
lama pemulihan. Fisher et al (2008) yang menyatakan bahwa ternak menunjukkan
kemampuan yang berbeda untuk menangani stres bergantung pada umurnya.

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 29


Ramadhan, Apri Fendy., dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin .....

Ilustrasi 4. Perubahan Konsumsi Pakan selama Pemulihan

Ilustrasi 5. Perubahan Bobot Badan selama Pemulihan

Ilustrasi 4 menggambarkan perubahan konsumsi pakan kambing Kacang


pasca pengangkutan pada setiap perlakuan. Berdasarkan Ilustrasi 4 baik pada
kambing T0 dan T1 memiliki waktu pulih yang sama yaitu pada hari ke-4.
Persamaan waktu pulih dapat disebabkan tingkat stres yang dialami setiap
perlakuan sama. Tingkat stres selama transportasi akan mempengaruhi konsumsi
pakan ditempat baru. Santosa et al. (2012) menyatakan bahwa stres yang terjadi
selama transportasi akan berpengaruh terhadap fungsi rumen yang mempengaruhi
konsumsi pakan pasca transportasi.
Ilustrasi 5 menggambarkan perbandingan pemulihan pertambahan bobot
badan pada kambing Kacang T0 dan T1 pasca transportasi. Ternak dapat
dikatakan pulih apabila grafik bobot badan mampu menyamai atau melebihi bobot
badan sebelum mengalami penyusutan. Ilustrasi 5 kambing T0 memiliki waktu
pemulihan pada hari ke-11, sedangkan kambing T1 waktu pemulihan pada hari
ke-10 setelah transportasi, namun secara stratistik tidak berbeda nyata. Hasil
penelitian ini lebih cepat dengan pernyataan Santosa et al. (2012) yang
menyatakan bahwa pemulihan bobot badan memerlukan waktu sekitar 2 minggu.
Hasil penelitian ini juga berbeda dengan yang dilakukan Baihaqi et al. (2008)
yang menyatakan bahwa domba ekor gemuk jantan membutuhkan waktu
pemulihan bobot badan selama 21 hari pasca transportasi.

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 30


Ramadhan, Apri Fendy., dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin .....

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian vitamin
B komplek berpengaruh terhadap kondisi fisiologi ternak selama transportasi,
tetapi tidak berpengaruh terhadap lama pemulihan setelah ditransportasi selama ±
7 jam.
Saran
Pemberian vitamin B komplek sebelum transportasi dapat mengurangi
dampak stress yang ditimbulkan. Pada pemulihan konsumsi lebih baik
menggunakan pakan dalam bentuk segar untuk mempercepat proses pemulihan
konsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi, M., S. Rahayu dan B. Romadhona. 2011. Lama Rekondisi Bobot Badan
Domba Ekor Gemuk Yang Diberi Ransum Komplit Pasca Transportasi.
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil.
Bogor. 98-102.

Balz, F. 2003. Vitamin-C Intake. Nutr. Dis. 14: 1-18.

Broom, D.M. 2003. Causes Of Poor Welfare In Large Animal During Transport.
Vet. Res. Comm. 27: 515-518.

Cole, N. A., J. B. Mc Laren, dan D.P. Hutcheson. 1982. Influence Of Preweaning


And B-Vitamin Supplementation Of The Feedlot Receiving Diet On Calves
Subjected To Marketing And Transit Stres. J. Anim. Sci. 54: 911-917.

Devendra, C dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing Di Daerah Tropis. Penerbit


ITB Bandung.

Dorland, W. dan A Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, 29th ed.


Jakarta: EGC.

Fazio, E. dan A. Ferlazzo. 2003. Evaluation Of Stres During Transport. Vet. Res.
Commun. 27: 519-524.

Frandson, R. D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed Ke-4. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

Fisher, A., I. Colditz, C. Lee, dan D. Ferguson. 2008. The Impact of Land
Transport on Animal Welfare. RSPCA Australian Scientific Seminar.
Optus Lecture Theatre, CRISO Discovery Centre, Canberra, Australia.

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 31


Ramadhan, Apri Fendy., dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin .....

Karnadi, J. 1999. Stres dalam Kehidupan Sehari-hari, Cermin Dunia Kedokteran.


123 : 20.

Lasmi, I. 1988. Analisis Transportasi Sapi Potong Dari Daerah Tingkat II


Kabupaten Lamongan Ke DKI Jakarta. Skripsi. Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lay, Jr. D. C., T. H. Friend, R. D. Randel, C. L. Bowers, K. K. Grissom, dan O.C.


Jenkins. 1992. Behavioural And Physiological Effects Of Freeze And Hot-
Iron Branding On Crossbred Cattle. J. Anim. Sci. 70: 330-339.

Mc Dowell, L. R. 2000. Vitamins In Animal And Human Nutrition. 2nd Edition.


Iowa State University Press, USA.

Ndlovu, T., M. Chimonyo, A.I. Okon dan V. Muchenje. 2008. A Comparison Of


Stress Hormone Concentrations At Slaughter In Nguni, Bonsmara, And
Angus Steers. Afr. J. Agr. Res. 3: 96-100.

Nwe, T.M., E. Hori, M. Manda, dan S. Watanabe. 1996. Significance Of


Catecholamines And Cortisol Levels In Blood During Transportation
Stress In Goats. Small Ruminant. Res. 20: 129–135.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas


Indonesia Press, Jakarta.

Qisthon, A dan S. Suharyati.2005. Pengaruh Naungan Terhadap Respons


Termoregulasi Dan Produktivitas Kambing Peranakan Etawa. Universitas
Lampung, Bandar Lampung. (Skripsi).

Reksohadiprodjo, S. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. Penerbit BPFE.


Yogyakarta.

Rudiah. 2011. Respon Kambing Kacang Jantan terhadap Waktu Pemberian


Pakan. Media Litbang, Sulteng. IV (1) 67-74.

Santosa, U., U.H. Tanuwiria, A. Yulianti dan U. Suryadi. 2012. Pemanfaatan


Kromium Organik Limbah Penyamakan Kulit Untuk Mengurangi Stres
Transportasi Dan Memperpendek Periode Pemulihan Pada Sapi Potong.
JITV 17(2): 132-141.

Scharf, B., J.A. Carroll, D.G. Riley, C.C. Chase, Jr., S.W. Coleman, D.H. Keisler,
R.L. Weaber dan D.E. Spiers. 2010. Evaluation Of Physiological And
Blood Serum Differences In Heat-Tolerant (Romosinuano) And Heat-
Suspectible (Angus) Bos Taurus Cattle During Controlled Heat Challenge.
J. Anim. Sci. 88: 2321-2336.

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 32


Ramadhan, Apri Fendy., dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin .....

Smith, J. B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan Pembiakan dan


Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia,
Jakarta.

Suherman, d., B. P. Purwanto., W. Manalu dan I. G. Permana. 2013. Simulasi


Artificial Neural Network Untuk Menentukan Suhu Kritis Pada Sapi Fries
Holland Berdasarkan Respon Fisiologi. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteranier. 18 (1): 70-80.

Tillman. A.D. 1983. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.
Jogjakarta.

Yani, A dan B. P. Purwanto. 2006. Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Respon


Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland Dan Modifikasi Lingkungan
Untuk Meningkatkan Produktivitasnya. Media Peternakan. 29 (1) 35 – 46.

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 33

Anda mungkin juga menyukai