Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum Demostrasi Klinik

PENYAKIT BEDAH

(Gastric dilatation volvulus dan Displasia abomasum)

OLEH:

Nama : Hesti

NIM : O111 15 005

Kelompok :5

Asisten : Tiara Sriwahyuni Kombonglangi

Bagian Bedah & Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi &Patologi

Program Studi Kedokteran Hewan

Universitas Hasanuddin

2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hewan sebagai makhluk hidup juga memerlukan suatu kondisi yang sehat. Tidak menutup
kemungkinan hewan juga bisa terkena penyakit layaknya yang terjadi pada manusia. Hewan
dapat menunjukkan suatu gejala emosional atau itikad dimana mereka merasakan sakit karena
penyakit atau sebab lainnya yang bersifat fisik (seperti terjatuh atau tertabrak oleh benda
keras). .Hewan besar atau hewan ternak yang termasuk dalam kategori hewan ternak di
Indonesia antara lain: sapi, kerbau, kuda, domba, kambing, babi, dan unggas. Namun, di luar
negeri ada juga yang menternakkan unta seperti di Arab. Untuk hewan ternak yang berbadan
besar, selain dikonsumsi dagingnya, juga dipakai sebagai alat transportasi dan pertanian.
Hewan ternak ini merupakan makhluk sosial, hidup dalam kawanan (Indrawan et al., 2014).
Mereka dipelihara secara tradisional sampai dengan sistem pemeliharaan yang modern
dengan sistem manajemen yang baik. Di Indonesia yang beriklim tropis ternak tersebut dapat
berkembang dengan baik dari berbagai jenis galur yang kebanyakan dipelihara secara
tradisional. Pada sistem pemeliharaan tradisional, ternak ini dianggap sebagai tabungan dan
segera akan dijual bila peternak membutuhkan uang. Kebanyakan penjualan ternak domba
dan kambing dilakukan setiap hari raya korban dimana harga jual ternak dapat bernilai lebih
tinggi. Tentu saja ternak yang dijual harus memenuhi syarat kesehatan yang baik sehingga
bila dipotong untuk korban kualitas dagingnya juga baik. Untuk memenuhi standar kelayakan
untuk korban ternak harus terhindar dari berbagai penyakit yang sering menyerang, terutama
bila kondisi iklim yang basah dan banyak hujan. Kematian ternak sering ditemukan bila
kondisi yang basah tersebut terjadi, yang berakibat pada kerugian bagi peternak (Darmono
dan Hardiman, 2011).
Ilmu bedah merupakan bagian dari terapi untuk menyembuhkan gangguan dengan
menggunakan alat. Dalam kedokteran ilmu bedah berkaitan dengan menggunakan pengobatan
penyakit atau luka dengan jalan operasi (pembedahan). Prosedur dalam kedokteran yang
melibatkan pemotongan jaringan pasien atau penutupan luka secara berkelanjutan
maka dianggap sebagai bidang ilmu bedah. Tindakan medis yang dilakukan seperti
pembedahan (operasi) yang melibatkan organ dalam maupun pembedahan tulang (ortopedi)
(Novitasari, 2016)
1.2 Tujuan Praktikum
Praktikum kali ini bertujuan untuk
a. Mengetahui etiologi, patogenesa, gejala klinis, predisposisi, diagnosa, diagnosa
banding, prognosa serta pengobatan dari Gastric dilatation volvulus
b. Mengetahui etiologi, patogenesa, gejala klinis, predisposisi, diagnosa, diagnosa
banding, prognosa serta pengobatan dari Displasia abomasum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gastric Dilatation Volvulus
2.1.1 Etiologi
Gastric dilatation volvulus (GDV) adalah keadaan bersifat akut yang mengancam jiwa.
Dilatasi lambung melibatkan akumulasi tiba-tiba gas dan cairan di abdomen dan kadang-
kadang disebut bloat. Volvulus adalah putaran abdomen yang membengkak sehingga bukaan
ke dalam dan keluar abdomen tersumbat. Ketika abdomen berputar, juga dapat menyebabkan
limpa menjadi terjepit. GDV menyebabkan aliran darah ke abdomen menjadi terganggu dan
sering disertai dengan syok (Morgan, 2011).
2.1.2 Patogenesa
Dilatasi lambung dan volvulus terjadi ketika pilorus malposisi dan ada distensi lambung
yang parah dengan gas, makanan, dan / atau cairan, menghasilkan komplikasi yang
mengancam keselamatan hewan. Genetika, berkembang biak, tekstur makanan, bahan atau
ukuran, kontrol pemberian makan, distensi dinding toraks, keadaan emosi, peningkatan
panjang ligamen hepatogastrik, usia, benda asing, sepanjang tahun, dan splenektomi
sebelumnya semuanya telah diusulkan sebagai faktor yang berkontribusi terhadap GDV
(Maki et.al., 2017).
2.1.3 Gejala Klinis
Gejala klinis pertama yang di dapat adalah gelisah,enggan untuk berbaring, dan muntah
atau mencoba untuk muntah, mengalami hipersalivasi. Perut mungkin terasa buncit dan nyeri.
Seiring bertambahnya GDV, hewan bisa menjadi lemah, kolaps, dan memiliki gusi pucat dan
/ atau kering. Frekuensi nafas juga meningkat (Morgan, 2011).
2.1.4 Predisposisi
Anjing yang lebih tua (>7 tahun) berada pada risiko terbesar dan jarang dilaporkan
pada kucing (Cote, 2011). Kasus GDV pada sapi belum ditemukan tetapi menurut Sharp
(2015), pakar Ilmuwan menyelidiki potensi kelainan genetik pada gen motilin yang
memengaruhi anjing mengalami GDV . Motilin 11 adalah hormon yang berkontribusi
terhadap motilitas lambung. Abnormalitas pada motilin sekunder akibat perubahan gen
motilin telah diidentifikasi pada sapi dengan kondisi yang mirip dengan GDV yang disebut
LDA (Left Displaced Abomasum) (Sharp, 2015).
2.1.5 Diagnosis
Dilatasi lambung akut atau dilatasi lambung dengan volvulus biasanya didiagnosis
berdasarkan signalement, riwayat pasien dan temuan klinis. Kemudian pemeriksaan
radiografi, yakni posisi lateral kanan abdomen paling terbuka. Dilatasi lambung (dengan atau
tanpa volvulus) dikonfirmasi jika bayangan lambung distensi gas hadir dengan berbagai
tingkat gas yang diisi pada usus kecil atau besar. Selain itu dapat juga dilakukan dekompresi
lambung, intubasi orogastrik yakni “Stomacth tube” dan trokarisasi jarum (Bhatia et al.,
2010).
2.1.6 Diagnosis Banding
Diagnosa banding dari GDV adalah (Cote, 2011):
a. Perut kembung berhubungan dengan makan berlebihan
b. Mesenterika volvulus
c. Torsi limpa
d. Hernia diafragma dengan herniasi abdominalis
2.1.7 Prognosa
Banyak sapi pulih dengan baik (fausta), asalkan GDV didiagnosis dan diobati dengan
cepat. Prognosis paling buruk untuk hewan dengan kerusakan parah dan perforasi lambung
dengan infeksi sekunder serius (sepsis, peritonitis) atau aritmia jantung (Morgan, 2011).
2.1.8 Pengobatan
Perawatan GDV termasuk terapi medis dan cairan pada dosis kejut untuk awalnya
menstabilkan pasien diikuti oleh lambung dekompresi. Prosedur bedah terdiri dari derotasi
lambung diikuti oleh parsial gastrektomi atau spleenektomi tergantung pada viabilitas
lambung atau limpa dan terakhir, gastropeksi sisi kanan permanen. Pertimbangan pasca bedah
termasuk makanan kecil yang sering bukannya satu kali makan besar, hindari aktivitas yang
kuat segera setelah makan dan tidak mengijinkan hewan untuk mengguyur air setelah makan
atau kegiatan (Bhatia et al., 2010).

2.2 Displasia Abomasum


2.2.1 Etiologi
Dysplasia abomasum merupakan gangguan yang sering ditemukan pada produksi susu
yang tinggi pada ternak. Dysplasia Abomasum merupakan kondisi berkembangnya hasil dari
akumulasi gas di abomasum. Akumulasinya gas melebarkan abomasum, dan abomasum
menjadi terlantar baik ke kiri atau sisi kanan rongga perut. Perpindahan abomasal kiri atau
kanan ini dapat terjadi terjadi dengan atau tanpa torsi abomasum. Sebagian besar dysplasia
abomasum memiliki sisi kiri tetapi kedua bentuk dysplasia abomasum memiliki etiologi yang
sama (Behluli et al., 2017).
2.2.2 Patogenesis
Dalam patogenesis displasia abomasum, akumulasi gas di abomasum sangat penting.
Penyebab yang mendasari akumulasi gas ini adalah kombinasi dua hal: peningkatan produksi
gas di abomasum dan hipomotilitas abomasum. Gas yang terakumulasi di abomasum terutama
terdiri dari metana (70%), dan karbondioksida. Pada keadaan normal, produksi gas pada
abomasum akan seimbang antara Dalam fungsi normal, produksi gas abomasum seimbang
antara arah oral dan aboral. Ketika terjadi motilitas abomasum, akumulasi gas yang tidak
memadai terpenuhi. Nervus vagus memainkan peran dominan dalam motilitas abomasum.
Disamping efek saraf vagus, sejumlah besar volatile fatty acids (VFA) dalam rumen dan
abomasum, endotoksin, metabolik alkalosis dan hipokalsemia disebutkan sebagai penyebab
yang masuk akal untuk penurunan motilitas (Winden dan Rogier, 2003).
Pada left displasia abomasum, sebagai akibat dari hipomotilitas dan produksi gas
abomasum, distensi parsial abomasum yang menyebabkan pergeseran abomasum ke atas
sepanjang dinding abdomen kiri lateral ke rumen. Fundus dan curvatura abomasum
berpindah lokasi, yang menyebabkan perpindahan pada pilorus dan duodenum. Omasum,
reticulum, dan hati juga berputar ke beberapa derajat (Constable, 2018).
2.2.3 Gejala Klinis
Tanda-tanda klinis biasanya lebih menonjol pada kasus abomasal volvulus (AV), di
mana juga tanda-tanda dehidrasi biasanya lebih jelas (Staric et al., 2010). Sapi juga
menunjukkan beberapa gejala lainnya seperti anoreksia, penurunan produksi susu secara tiba-
tiba, kotoran berbau kolik dan ketotis dari nafas (El-Raof dan Ghanem, 2007).
2.2.4 Predisposisi
Faktor-faktor predisposisi displasia abomasum termasuk breed (Holstein, Jersey,
Guernsey), kebuntingan kembar, skor kondisi tubuh pre-partum yang tinggi, keseimbangan
energi negatif pada periode pra-partum dan kondisi kesehatan (endometritis, mastitis). Faktor
predisposisi tambahan termasuk gangguan metabolik (ketosis, metabolik alkalosis,
hipokalsemia) yang berdampak pada motilitas abomasal yang menyebabkan gangguan
abomasum serta kekosongan abomasum yang dapat meningkatkan akumulasi gas serta faktor
manajemen nutrisi seperti rendah serat dan diet konsentrat tinggi (Behluli et al., 2017).
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis dibuat oleh dokter hewan sesuai dengan metode klinis dalam kondisi
lapangan normal. Tanda-tanda klinis LDA (Left Displacement of the Abomasum) dikonfirmasi
oleh suara timpani yang terdengar saat melakukan perkusi dan auskultasi pada bagian kiri
flank (Kocak dan Ekiz, 2006). Diagnosa RDA (Right Displacement of the Abomasum) dapat
dilakukan memakai teknik perkusi dan auskultasi pada sisi kanan flank. Hasil dari diagnosa
ini akan terdengar suara timpani sama seperti kasus LDA (Blowy dan Weaver, 2003).
Diagnosa DA juga dapat dilakukan denga pemeriksaan biokimia serum. Perubahan biokimia
serum yang terkait dengan pemindahan abomasum yang parah yaitu penurunan serum klorida,
natrium, kalium, kalsium dan glukosa. Juga, ada peningkatan yang signifikan dalam protein
total serum, urea, dehydrogenase laktat, aspartat aminotransferase dan alanine
aminotransferase. Dengan ultrasonografi, dinding abomasum dapat divisualisasikan sebagai
garis echogenic yang sempit. Bagian lipatan abomasal kadang-kadang terlihat sebagai struktur
yang mengalami kerusakan echogenic yang memanjang. Ingesta divisualisasikan secara
ventral dan muncul echogenic menjadi hypoechogenic . Pada sapi dengan LDA, rumen
dipindahkan oleh abomasum lebih dorsal dan abomasum terlihat antara dinding perut kiri dan
rumen. Dalam RDA, hati dipindahkan secara medial dari dinding perut kanan (El-Raof dan
Ghanem, 2007)
2.2.6 Diagnosis Banding
Diagnosa banding dari LDA yaitu right displaced abomasum, torsi cecal dan primary
ketosis. Sedangkan, differential diagnosa dari RDA yaitu left displaced abomasum, abomasal,
intestinal atau torsi cecal, ketosis, abomasum ulcerasi (Blowy dan Weaver, 2003).
2.2.7 Prognosis
Prognosis setelah koreksi LDA atau RDA sederhana adalah baik, dengan tingkat
ketahanan hidup 95% (Constable, 2018). Akibatnya, hasil ini menyiratkan bahwa prognosis
yang baik dari pemindahan abomasum lebih baik dicapai dengan diagnosis dini sapi yang
terdampak (El-Raof and Ghanem, 2007).
2.2.8 Pengobatan
Perawatan tambahan pada hewan dengan pemindahan yang tidak normal termasuk
mengobati penyakit yang bersamaan (mis., Metritis, mastitis, ketosis). Kalsium boroglukonat
atau kalsium glukonat SC atau gel kalsium PO membantu memulihkan motilitas abomasal
normal dalam banyak kasus. Pemberian eritromisine (10 mg / kg, IM) pada saat operasi
meningkatkan tingkat pengosongan abomasal dan produksi ASI dalam periode pasca operasi
segera. Karena koreksi bedah pemindahan atau volvulus abomasal sering dilakukan di
peternakan, efek prokinetik eritromisine menunjukkan bahwa mungkin lebih disukai jika
antimikroba diberikan untuk mengontrol infeksi intraoperatif. Namun, pemberian antimikroba
untuk efek nonantimikrobial tidak boleh dipromosikan. Dalam perpindahan sederhana,
kelainan cairan dan elektrolit mengoreksi secara spontan dengan akses ke air dan blok garam.
Menyediakan air elektrolit (60 g natrium klorida dan 30 g kalium klorida dalam 19 L air)
melalui tabung lambung sangat membantu dalam kasus-kasus dengan durasi yang lebih lama.
Hewan dengan dehidrasi signifikan dan gangguan metabolik memerlukan terapi IV, biasanya
diberikan sebagai salin hipertonik (7,2% NaCl, 5 mL / kg, IV selama 5 menit) (Constable,
2018).
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1. Alat
a. Arloji atau stopwatch
b. Penlight
c. Stetoskop
d. Thermometer
3.1.2. Bahan
a. Wearpack
b. Handscoons
c. Sapi (Probandus)
d. Masker
e. Boots

3.2 Metode
Praktikum dilakukan pada hari Selasa, tanggal 06 November 2018 di UPT. Puskeswan
Kota Makassar, Jalan Tamangapa Antang Kelurahan Manggala Kota Makassar. Metode
praktikum berupa metode deskriptif analitik, yaitu praktikan melakukan pemeriksaan
langsung terhadap pasien yang meliputi sinyalemen, anamnesis, inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan perkusi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil pemeriksaan berupa foto dan terlampir dalam rekam medik

Gambar 1. Kasus Bloat pada sapi (Scott et al., 2011).


4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, sapi yang digunakan diduga mengalami bloat. Hal ini
berdasarkan gejala klinis yang ditemukan hampir mirip dengan bloat. Berikut penjelasan
mengenai bloat :
4.2.1 Etiologi
Kembung adalah adanya suatu gas di dalam rumen pada sapi yang tidak bisa keluar
dengan sendirinya, baik lewat kentut maupun lewat kerongkongan. Penyebab pada umumnya
ada dua faktor, yaitu faktor pakan dan faktor hewannya, yang secara terpisah atau bersama-
sama dibutuhkan untuk terjadinya kembung rumen. Dari faktor pakan, disebabkan hewan
memakan tanaman jenis kacang-kacangan (Leguminosae). Tanaman muda juga sering
menimbulkan kembung dari pada tanaman tua. Biji-bijian yang digiling halus lebih sering
menimbulkan gangguan dari pada yang diberikan dalam bentuk utuh. Tidak seimbangnya
jumlah pakan hijauan dengan jumlah konsentrat yang berlebihan juga cenderung
mengakibatkan kembung. Tanaman yang dipanen dari Padangan yang dipupuk dengan pupuk
urea terbukti juga mudah menyebabkan gangguan. Selain itu tanaman yang banyak
memanfaatkan unsurunsur N, Cu,dan Mg dalam jumlah yang tinggi akan mudah mendorong
terjadinya kembung rumen. Faktor hewan secara individual mempunyai kepekaan yang
berbeda-beda. Diduga faktor keturunan ikut menentukan keadaan tersebut. Pada hewan yang
bunting, atau kondisinya sedang menurun, sakit atau masih dalam taraf sembuh cenderung
mudah mengalami kembung rumen. Demikian juga hewan yang mengalami kelemahan umum
(Suyitno, 2017).
4.2.2 Patogenesa
Rumen merupakan bagian unik dari sistem pencernaan yang dipunyai ruminansia. Di
dalam rumen teridiri dari berbagai mikroorganisme (bakteri, fungi dan protozoa). Tanpa
mikroorganisme tersebut, ruminansia tidak dapat mencerna hijauan, baik rumput ataupun
leguminosa. Dalam proses mencerna bahan-bahan tersebut mikroorganisme juga
memproduksi gas dalam jumlah yang banyak. Pada proses pencernaan normal, gas tersebut
dikeluarkan dari rumen melalui mekanisme eruktasi. Bloat akan terjadi bila mekanisme
eruktasi tidak berjalan dengan baik (Triakoso, 2006) disertai oleh hilangnya tonus rumen
(tidak ada gerak rumen), sehingga gas yang diproduksi dalam proses fermentasi tidak dapat
keluar dari rumen. Adanya reaksi untuk membebaskan gas di dalam rumen, menyebabkan
rumen akan berkontraksi lebih kuat dan lebih sering dari normalnya, akibat selanjutnya, gas
akan terperangkap dalam ingesta. Karena kontraksi terus-menerus rumen akan kelelahan
(atoni rumen). Dengan volume gas yang terbentuk lebih banyak sehingga rumen juga akan
membesar. Karena rumen membesar akan menekan diapragma dan jantung ke depan sehingga
pernafasan akan frekuen/sesak napas dan berakibat hewan cepat mati (Suyitno, 2017).
4.2.3 Gejala klinis
Adapun gejala klinis dari bloat menurut Mukarom (2010), yaitu:
a. Sakit, diam dan tidak mau makan, sulit bernafas, gelisah
b. Sisi perut kiri mengembung/menonjol, jika ditepuk bersuara seperti drum
c. Gerakan rumen berlangsung terus sampai bagian dalam dari mulut dan daerah sekitar mata
menjadi biru : kekurangan oksigen, mendekati kematian
4.2.4 Predesposisi
Faktor predisposisi dari bloat yaitu pemberian grain atau konsentrat tinggi dan rendah
serat yang dapat menyebabkan feedlot bloat. Selain itu, hewan yang mengkonsumsi hijauan
pakan juga rentan terkena bloat (pasture bloat.). Pada prinsipnya bloat yang disebabkan
hijauan adalah hijauan yang mudah tercerna atau cepat tercerna, seperti rumput atau legum
yang terlalu muda. Semakin tua hijauan, potensi menyebabkan bloat semakin kecil (Triakoso,
2006).
4.2.5 Diagnosa
Diagnosis didasarkan pada tanda-tanda klinis dan dekompresi lengkap setelah melewati
tabung orogastric stomach tube (Scott et al., 2011). Pada penderita bloat gejala yang tampak
sangat jelas dan mudah dikenali, terutama adanya pembesaran lambung di daerah fossa
paralumbalis. Cara orogastric stomach tube berfungsi untuk membedakan apakah hewan
menderita bloat atau timpani. Jika saat Stomach Tube sudah dimasukkan ke dalam rumen dan
yang keluar adalah isi rumen dengan konsistensi berbusa maka bisa dipastikan bahwa hewan
tersebut menderita Timpani (Triakoso, 2006).
4.2.6 Diagnosa banding
Bloat biasanya disebabkan karena adanya gangguan eruktasi (gangguan dalam
kerongkongan) atau terjadinya penyumbatan pada kerongkongan (Suyitno, 2017), sehingga
kasus Choke bisa menjadi diagnosa banding dari bloat (Scott et al., 2011).
4.2.7 Prognosis
. Apabila kasus bloat cepat ditangani maka prognosanya baik (fausta). Akan tetapi jika
sudah bersifat kronis, maka penumpukan gas dalam rumen akan semakin banyak membuat
rumen semakin besar sehingga menekan diaphragma dan jantung ke depan. Hal demekian
menyebabkan pernafasan hewan akan frekuen/sesak napas dan berakibat hewan cepat mati
(infausta) (Suyitno, 2017).
4.2.8 Pengobatan
Prinsip pengobatan pada dasarnya adalah mengeluarkan gas yang ada di dalam rumen
dan menjaga jangan sampai muncul gas lagi. Pemakaian obat berfungsi memecah gelembung-
gelembung gas yang ada pada rumen kemudian dikeluarkan lewat kerongkongan melalui
sendawa atau lewat anus dengan cara kentut (Suyitno, 2017). Pemberian poloxalone 10
mg/Kg per oral dapat mengurangi gas berbuih (Mukarom, 2010).
Penggunaan minyak goreng bekas pakai (Jelantah) seringkali dianjurkan (Suyitno,
2017). Minyak non toksik, khususnya minyak mineral adalah bloat treatment yang efektif.
Sapi 450 kg dapat diberikan 300-500 mL sekali dosis. Terapi dapat diulang beberpa kali
dalam beberapa jam bila diperlukan. Minyak emulsi atau minyak yang mengandung detergen
seperti dioctyl sodium sulfosuccinate juga dianjurkan karena dapat tercampur dengan baik
dengan isi rumen. Anti-foaming agent dapat diberikan melalui stomach tube atau syring besar
langsung ke dalam rumen dari flank. Bisa juga diberikan melalui drenching. Pemberian
antifoaming agent untuk mencegah atau mengurangi pembentukan gas selanjutnya. Hewan
biasanya akan mengalami eruktasi dalam 10-15 menit dan segera pulih sekitar satu jam
kemudian. Metode trokarisasi atau emergency rumenotomy seyogyanya merupakan langkah
terakhir, bila bloat tidak dapat diatasi dengan stomach tube (Triakoso, 2006)
BAB V
KESIMPULAN

Penyakit bedah pada ternak besar meliputi Gastric dilatation volvulus dan Displasia
abomasu. Gastric dilatation volvulus adalah keadaan yang bersifat akut yang mengancam
jiwa. Dilatasi lambung melibatkan akumulasi tiba-tiba gas dan cairan di abdomen dan kadang-
kadang disebut bloat. Volvulus adalah putaran abdomen yang membengkak sehingga bukaan
ke dalam dan keluar abdomen tersumbat. Tanda-tanda klinis yang diperlihatkan hewan yang
mengalami Gastric dilatation volvulus yaitu gelisah,enggan untuk berbaring, dan muntah
atau mencoba untuk muntah, mengalami hipersalivasi. Perut mungkin terasa buncit dan nyeri.
Dysplasia Abomasum merupakan kondisi berkembangnya hasil dari akumulasi gas di
abomasum. Akumulasinya gas melebarkan abomasum, dan abomasum menjadi terlantar baik
ke kiri atau sisi kanan rongga perut. Perpindahan abomasal kiri atau kanan ini dapat terjadi
terjadi dengan atau tanpa torsi abomasum. Tanda-tanda yang ditimbulkan yaitu seperti
anoreksia, penurunan produksi susu secara tiba-tiba, kotoran berbau kolik dan ketotis dari
nafas.
Kembung adalah adanya suatu gas di dalam rumen pada sapi yang tidak bisa keluar
dengan sendirinya, baik lewat kentut maupun lewat kerongkongan. Penyebab pada umumnya
ada dua faktor, yaitu faktor pakan dan faktor hewannya sendiri. Tanda-tanda klinis yang
ditimbulkan hewan yang mengalami kembung yaitu sakit, diam dan tidak mau makan, sulit
bernafas, dan gelisah. Sisi perut kiri mengembung/menonjol, jika ditepuk bersuara seperti
drum. Gerakan rumen berlangsung terus sampai bagian dalam dari mulut dan daerah sekitar
mata menjadi biru : kekurangan oksigen, mendekati kematian
DAFTAR PUSTAKA

Behluli, Behlul., Arben Musliu, Kurtesh Sherifi , Curtis R. Youngs, dan Agim Rexhepi. 2017.
Risk Factors For Occurrence of Displaced Abomasum and Their Relation to Nutritional
Management of Holstein Dairy Cattle. Veterinarski Arhiv 87 (4), 419-430.

Bhatia, Ami S., P.H. Tank, A. S. Karle, H.S. Vedpathak and M.A. Dhami. 2010. Gastric
Dilation and Volvulus Syndrome in Dog. Veterinary World, Vol.3(12):554-557.

Blowy, R.W., dan Weaver, A.D. 2003. Color Atlas of diseases and Disorder of Cattle (eds.)
III. Elsavier Science : UK.

Constable., Peter D. 2018. Left or Right Displaced Abomasum and Abomasal Volvulus. MSD
and the MSD Veterinary Manual: USA.

Cote, Etienne. 2011. Clinical Veterinary Advisor - E-Book: Dogs and Cats. Elsevier:
Amerika.

Darmono dan Hardiman. 2011. Penyakit Utama yang Sering Ditemukan pada Ruminansia
Kecil (Kambing dan Domba). Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging
Ruminansia Kecil, Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor.

El-Raof, Abd dan Ghanem. 2007. Clinical, Hemato-Biochemical And Ultrasonographic Study
In Abomasal Displacement In Cows With Trials Of Treatment. Department Of Animal
Medicine, Fac. Vet. Med. (Moshtohor), Benha University: Edarabia

Indrawan, Wery., Ivan Gunawan., Dan M. Ridha Alhamdani. 2014. Rumah Sakit Hewandi
Kota Pontianak. Jurnal Online Mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura. Volume
2/Nomor 1.

Kocak, O. dan B. Ekiz. 2006. Effects Of Left Displaced Abomasum, Ketosis And Digestive
Disorders On Milk Yield In Dairy Cows. Bulgarian Journal Of Veterinary Medicine,
Vol. 9, No 4, Hal: 273−280.

Maki, Lynn C; Kristina N. Males; Madeline J. Byrnes; Anthony A. El-Saad; George S.


Coronado.2017. Incidence of Gastric Dilatation-Volvulus Following a Splenectomy in
238 Dogs. CVJ. VOL. 58.

Morgan, Rhea V.2011. Gastric Dilatation-Volvulus. Elsevier:Verzijlenberg.

Mukarom. 2010. Penyakit Kembung atau Timpani. Manglayang Farm Online: Jakarta
Novitasari, Anindya. 2016. Paper Kelompok 1 Bedah Umum Restrain Pada Anjing. Academi
Edu.

Scott, Philip., Colin D. Penny, dan Alastair I. Macrae. 2011. Cattle Medicine. Mansong
Publishing: UK.

Sharp, Claire R. 2015. The Genetics of Gastric Dilatation and Volvulus (Bloat) in Dogs: What
do We Know and Where are We Going?. Tufts Canine and Feline Breeding and Genetics
Conference : USA.

Staric, Joze., Halil Selcuk Biricik, Gurbuz Aksoy dan Tomaž Zadnik. 2010. Surgical
Treatment of Displaced Abomasum in Cattle Using Ljubljana Method. ACTA VET.
BRNO, 79: 469–473.

Suyitno. 2017. Trokar Modifikasi Untuk Mengatasi Kembung (Bloat) Pada Sapi. Prosiding
Seminar Nasional Sains Dan Inovasi Teknologi Pertanian: Lampung Tengah.

Triakoso, Nusdianto. 2006. Bloat Pada Ternak. Bagian Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Airlangga: Surabaya.

Winden, Steven C.L. Van dan Rogier Kuiper. 2003. Left Displacement of the Abomasum in
Dairy Cattle: Recent Developments in Epidemiological and Etiological Aspects. Vet. Res.
34 : 47–56.

Anda mungkin juga menyukai