Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI INTERNA HEWAN KECIL

Yang dilaksanakan di
KLINIK HEWAN DAN RUMAH SAKIT HEWAN PENDIDIKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

OVARIOHISTEREKTOMI PADA KUCING

Oleh:
MUHAMMAD RIZKI RAMADHANI, S.KH
180130100111024

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kucing sebagai hewan kesayangan merupakan salah satu hewan yang
tumbuh dan berkembang di perkotaan. Perkembangan populasi kucing yang
tidak terkendali sering menjadi bagi keberadaan kucing tersebut pada
masyarakat disekitarnya. Keberadaan kucing yang overpopulasi dapat
menyebabkan berbagai macam gangguan yang berkaitan dengan sanitasi
lingkungan, kegaduhan karena perkelahian dan perkawinan diantara kucing
dan yang mengkhawatirkan adalah potensi penyebaran penyakit zoonosis yang
dapat ditularkan melalui kucing ke manusia, seperti toxoplasmosis yang dapat
menyebabkan keguguran bagi ibu hamil serta penyakit rabies (Dachlan, 2004).
Berdasarkan Kustritz (2014), terdapat sekitar 5 hingga 7 juta ekor anjing dan
kucing yang masuk dan tinggal di sekitar lingkungan masyarakat tiap tahunnya
di Amerika Serikat dan rata-rata terdapat 3 sampai 4 juta ekor yang dieutanasi
untuk mengatasi peningkatan populasi tersebut.
Populasi kucing yang tidak terkendali tersebut, harus segera diatasi
dengan melakukan pengendalian populasi melalui operasi sterilisasi
menggunakan metode ovariohisterektomi yakni mengangkat uterus hingga
ovarium pada kucing betina. Ovariohisterektomi dapat juga dilakukan untuk
terapi pengobatan pada kasus-kasus reproduksi seperti pyometra, endometritis,
tumor uterus, kista pada ovarium, serta hiperplasia dan neoplasia kelenjar
mammae (Sardjana, 2013). Teknik ovariohisterektomi yang benar harus
mampu dikuasai oleh dokter hewan agar selama prosedur operasi hingga hasil
post operasi dapat sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, dilaksanakannya
operasi ovariohisterektomi pada kucing liar agar menjadi pembelajaran
mengenai prosedur pre operasi, intra operasi dan post operasi serta berbagai
dasar dan teknik yang berhubungan dengan operasi bagi para calon dokter
hewan selama Program Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) FKH UB rotasi
Interna Hewan Kecil di RSHP FKH UB serta menjadi sarana pengabdian
masyarakat dalam rangka pengendalian populasi kucing liar di sekitar
masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur operasi ovariohiskterektomi?
2. Bagaimana penanganan pasca operasi ovariohisterektomi?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka diperoleh
tujuan diantaranya:
1. Untuk mengetahui prosedur operasi ovariohiskterektomi
2. Untuk mengetahui penanganan pasca operasi ovariohisterektomi

1.4 Manfaat
Manfaat dari kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi
Interna Hewan Kecil (IHK) adalah mampu melakukan prosedur bedah
ovariohisterektomi meliputi persiapan operasi, pelaksanaan operasi, serta
penanganan post operasi serta menjadi saran pengabdian masyarakat melalui
pengendalian populasi kucing liar disekitar masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Organ Reproduksi Betina


Reproduksi memiliki arti bahwa suatu spesies dapat mempertahankan
kelangsungan hidup spesiesnya dengan cara memperbanyak individu. Proses
memperbanyak individu berlangsung dalam suatu transfer material genetik
melalui proses seksual maupun aseksual. Reproduksi secara seksual dapat
berbeda pada tiap spesies bergantung pada saluran reproduksi yang secara
anatomi maupun fisiologi berbeda tiap spesiesnya (Aspinall dan O’Reilly,
2004). Saluran reproduksi pada kucing betina didesain agar dapat
menampung banyak fetus dalam sekali kebuntingan dan bertipe bicornua.
Organ-organ yang termasuk dalam saluran reproduksi betina pada kucing
adalah sebagai berikut menurut Aspinall dan Capello (2015).

Gambar 2.1 Anatomi saluran reproduksi kucing betina


(Aspinall dan Capello, 2015)
- Ovarium
Ovarium merupakan organ utama pada saluran reproduksi betina. Terdapat
sepasang ovarium pada abdomen, masing-masing terletak pada sisi kiri dan
kanan dorsal dari rongga abdomen dan berada caudal dari ginjal.
- Uterine Tube, Oviduct atau Fallopian Tube
Saluran oviduk merupakan saluran yang menyempit dan berliku yang terletak
dekat dengan ovarium. Bagian ujung yang mengarah pada ovarium berbentuk
corong dan ujung lainnya tersambung pada cornua uterus. Saluran oviduk
terbagi atas infundibulum, ampula dan isthmus. Pada bagian ampula, terjadi
fertilisasi antara spermatozoa dan ovum.
- Uterus
Uterus pada kucing merupakan organ yang berbentuk seperti huruf Y yang
terletak pada midline dorsal abdomen. Uterus terdiri dari dua bagian, yakni
cornua uteri dan corpus uteri. Pada uterus inilah terjadi perkembangan embrio
hingga menjadi fetus.
- Cervix
Cervix merupakan saluran yang pendek, dengan adanya spinchter berdinding
tebal dan menyambungkan antara corpus uteri dan vagina.
- Vagina
Vagina merupakan saluran reproduksi betina dalam yang berhubungan
langsung dengan bagian eksternal dari saluran reproduksi betina dan menjadi
tempat berlangsungnya proses kopulasi.
- Vulva
Vulva merupakan bagian dari saluran reproduksi betina yang dapat terlihat
dari luar. Vulva terbagi menjadi dua bagian yakni labia dan clitoris.

Saluran reproduksi betina memiliki bagian yang menyokongnya agar


tidak berubah posisi dalam rongga abdomen. Terdapat beberapa penggantung
yang masing-masing terhubung pada beberapa organ dalam saluran
reproduksi betina. Mesovarium merupakan penggantung pada organ ovarium,
mesosalpinx merupakan penggantung pada oviduk dan mesometrium
merupakan penggantung pada uterus. Ketiga penggantung tersebut
merupakan bagian dari Broad ligamentum yang merupakan penggantung
saluran reproduksi betina pada bagian dorsal dari abdomen. Pada ujung
cranial dari Broad ligamentum yang terletak pada sekitar ovarium terdapat
penebalan ligamen dan membentuk ligamen suspensori (Colville dan Bassert,
2016). Saluran reproduksi betina memiliki aliran vaskularisasi yang melewati
mesovarium, mesosalpinx dan mesometrium. Berikut adalah dua aliran
vaskularisasi yang terdapat pada saluran reproduksi tersebut.
- Arteri ovarica, yang bercabang dari aorta abdominal pada caudal dari
ginjal yang menyuplai darah untuk ovarium, oviduk dan cornua uteri.
- Arteri uterina, yang beranastomosis dengan arteri ovarica dan menyuplai
darah untuk saluran reproduksi betina bagian caudal. Arteri tersebut dapat
terlihat besar pada kedua sisi lateral dari uterus dan cervix (Aspinall dan
Capello, 2015).

2.2 Ovariohisterektomi
Ovariohisterektomi merupakan tindakan pembedahan pengangkatan
atau pembuangan ovarium dan uterus sekaligus. Operasi ini dilakukan untuk
mensterilkan hewan betina dengan maksud menghilangkan fase estrus atau
untuk terapi penyakit yang terdapat pada uterus, seperti resiko tumor
ovarium, serivks, dan uterus. Selain itu, operasi juga dilakukan untuk
memperkecil terjadinya piometra pada betina yang tidak steril. Sterilisasi
biasanya dilakukan saat hewan berumur masih muda. Pada kasus pyometra
sterilisasi dilakukan sebagai terapi karena ketidakseimbangan cairan sehingga
melalui tindakan bedah ini dapat menyembuhkan penyakit tersebut.
Ovariohisterektomi dapat dilakukan pada hampir semua fase siklus
reproduksi, tetapi paling baik dilakukan sebelum pubertas dan selama fase
anestrus (Tobias, 2010). Ovariohisterektomi berdasarkan fase umur kucing,
dapat dibagi menjadi ovariohisterektomi pre pubertas dan post pubertas.
Keuntungan dari melaksanakan ovariohisterektomi sebelum pubertas (umur
10-12 minggu) adalah lebih meminimalkan trauma dan invasif pada saat
operasi karena uterus yang berukuran kecil dan inaktif sehingga perdarahan
yang mungkin terjadi dapat ditekan kemungkinannya (Fossum, 2007).
Terdapat dua metode untuk operasi ovariohisterektomi, yakni melalui
midline dan flank abdomen. Metode flank memiliki kecenderungan untuk
digunakan pada kucing yang mengalami hyperplasia hyperadenomatous pada
kelenjar mammae atau kucing yang sedang laktasi. Keuntungan lainnya yang
mungkin terjadi apabila menggunakan metode flank adalah terhindarnya
eviscerasi pada organ abdominal, trauma operasi yang lebih sedikit dan waktu
operasi yang lebih singkat. Komplikasi yang dapat terjadi pada metode flank
adalah adanya diskolorasi pada rambut dan kulit didaerah sekitar insisi
apabila telah sembuh serta teknik operasi akan menjadi lebih sulit apabila
kucing dalam keadaan bunting (Langley-Hobbs et al., 2014). Berikut ini
adalah keuntungan dan kerugian dari ovariohisterektomi pada kucing.

Tabel 2.1 Keuntungan dan kerugian ovariohisterektomi (Langley-Hobbs et al., 2014)


Keuntungan Ovariohisterektomi Kerugian Ovariohisterektomi
Menurunkan atau menghilangkan: Resiko umum operasi:
- Kebuntingan - Hemoragi
- Penyakit yang berhubungan dengan - Ovarian remnant
kebuntingan - Ureteral obstruksi, akibat ligasi
- Penyakit yang berhubungan dengan yang tidak benar
persalinan - Ureterovaginal fistula
- Penyakit pada kelenjar mammae - Granuloma pada arteri ovarica dan
- Penyakit pada uterus uterina akibat benang jahit yang
- Penyakit yang berhubungan dengan tidak cocok
progesteron Kelainan sikap, seperti malas
- Penyakit yang berhubungan dengan berlebihan
estrogen Obesitas dan resiko penyakit yang
- Penyakit pada ovarium mengikutinya
Menurunkan keinginan untuk
berkeliaran
Menyebabkan sifat dan perilaku yang
lebih tenang

2.3 Anasthesi
Anasthesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anasthesi
ada 2 yaitu umum dan local. Anasthesi umum ialah suatu keadaan yang
ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi obat.
Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Sedangkan
anasthesi lokal efeknya hanya pada suatu lokasi tertentu saja (Budi, 2000).
Menurut Santosa (2010), stadium anestesi dibagi menjadi :
a. Stage I - Induction stage or stage of Voluntary Excitement (stadium
induksi atau stadium Eksitasi Bebas)
b. Stage II - Stage of Involuntary Excitement (stadium eksitasi tidak-bebas)
c. Stage III - stage of surgical anaesthesia (stadium operasi)
d. Stage IV - overdosage atau stadium paralisa

2.4 Ketamin
Ketamin adalah satu-satunya anestetik intravena yang selain bersifat
analgesik kuat juga mampu merangsang sistem kardiovaskuler sesuai
dengan dosis pemberiannya. Indikasi dan farmakologi dari ketamin yang
diaplikasikan pada hewan berfungsi sebagai agen restrain, sebagai agen
anestetik tunggal untuk diagnosa,pembedahan minor yang tidak
membutuhkan efek relaksasi otot. Ketamin dapat menghambat reseptor
NMDA pada CNS dan menurunkan efek gelisah. Ketamin bermanfaat dalam
mengurangi bahkan menghilangkan rasa sakit yang diakibatkan oleh
pembedahan.
Farmakokinetik dari ketamin yaitu pasca injeksi IM ketamin pada
hewan, level puncak obat terjadi dalam kurun waktu 10 menit. Ketamin
terdistribusikan ke seluruh jaringan tubuh dengan kadar tertinggi ditemukan
pada otak, hepar, pulmo, dan jaringan lemak. Zat obat 50% berikatan dengan
protein plasma pada kuda, 53% di kucing dan 37-57% di hewan (Plumbs,
2013). Obat dimetabolisme di hepar melalui proses demethilasi dan
hydrooxylasi dan hasil metabolit yang dihasilkan tanpa megalami perubahan
dieliminasi melalui urin. Ketamin akan menginduksi enzim mikrosom akan
tetapi tidak tampak gejala klinis yang signifikan dari efek ini. Waktu
eliminasi atau half-life pada pedet, hewan, dan kuda terjadi dalam waktu 1
jam. Seperti thiobarbiturat, proses redistribusi ketamin keluar dari CNS lebih
menjadi faktor yang menentukan durasi anestesi dan waktu eliminasi atau
half-life. Dengan meningkatkan dosis, durasi dari anestesi dapat
diperpanjang atau ditingkatkan tetapi tidak berefek pada intensitasnya
(Plumbs, 2013).
Farmakodinamik dari ketamin adalah jenis anestesi yang bekerja
cepat dan memiliki efek anelgesi yang signifikan dan sedekit menimbulkan
efek samping pada kardiopulmonary. Ketamin menginduksi efek anestesia
dan amnesia dengan mengganggu fungsi CNS dimana terjadi stimulasi
berlebih di CNS atau menginduksi keadaan "cataleptic".Ketamin
menghambat resptor GABA dan memblok serotonin, norepineprin dan
dopamin diCNS. Sistem thalamoneocortical ditekan, sementara sistem
limbik diaktivasi.Ketamin menginduksi anestesi stadium I dan II tetapi tidak
pada stadium III. Pada hewan, menyebabkan hypothermic ringan
sebagaimana suhu tubuh menurun hingga 1,6°C setelah dosis terapi
diberikan (Plumbs, 2013).
Kontraindikasi dari ketamin adalah memiliki kontraindikasi pada
pasien penderita yang sebelumnya memperlihatkan gejala reaksi
hypersensitivitas pada hewan maupun manusia. Penggunaan pada pasien
yang signifikan penderita hypertensi, heart failure, dan arterial aneurysms ini
sangatlah berbahaya (Plumbs, 2013).
2.5 Xylazin
Xylazine merupakan salah satu golongan alfa-2 adrenoreceptor
stimulant atau alfa-2 adrenergic receptor agonis. Xylazine bekerja dengan
mekanisme penghambatan tonus simpatik karena xylazine mengaktivasi
reseptor postsinaps alfa-2 adrenoreceptor sehingga menyebabkan midriasis,
relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penururnan peristaltic, relaksasi
saluran cerna dan sedasi. Xylazine menyebabkan relaksasi otot melalui
penghambatan transmisi impuls intraneural pada SSP (Plumbs, 2013).
Farmakokinetik dan farmakodinamik xylazine adalah menimbulkan
efek relaksasi muskulus sentralis, selain itu juga mempunyai efek analgesic.
Pada hewan kecil efek sampingnya meliputi bradikardi dan penurunan
cardiac output, vomit, tremor, motilitas intestinal menurun, kontraksi uterus
meningkat, keseimbangan hormonal terganggu, produksi insulin dan ADH
terhambat (Plumbs, 2013).
Kontraindikasi dari obat xylazine mempunyai kontraindikasi pada
hewan jika diberikan epinephrine atau mempunayi ventricular arrhythmiasis
yang aktif. Harus diberikan peringatan yang sangat tinggi pada hewan yang
menderita dengan preexisting cardiac dysfunction, hypotension atau shock,
respiratory dysfunction, hepatic atau renal insufficiency yang hebat,
preexisting seizure disorders, atau debilitated yang hebat. Karena akan
menginduksi parturasi yang premature, pada umumnya tidak boleh
digunakan pada trimester terakhir kebuntingan, biasanya pada ternak
(Plumbs, 2013).
2.6 Prinsip Bedah
Operasi yang baik memiliki beberapa peraturan. Peraturan yang ada
berguna untuk mencegah terjadinya infeksi, meminimalisir terjadinyatrauma
jaringan dan menyediakan lingkungan yang baik untuk luka sehingga
kesembuhan dapat teerjadi. Peraturan dalam operasi bedan dibuat oleh W.S
halsted yaitu seorang ahli bedah yang menjadi pioneer dalam prakter bedah
modern. Filosofi halsted dalam operasi biasa disebut dengan Halsted Principles
(BSAVA, 2015) :
1. Menerapkan operasi yang aseptis
Menerapkan operasi yang aspetis bertujuan untuk meminimalisir
terjadinya kontaminasi pada saat dilakukannya operasi. Tindakan aseptis
meliputi sterilisasi alat dan bahan, ruangan, operator bedah serta hewan.
2. Memperlakukan jaringan dengan lembut
Memperlakukan jaringan dengan lembut dilakukan untuk meminimalisir
trauma fisik yang terjadi sehingga rasa nyeri dapat berkurang
3. Alat bedah yang tajam
Alat bedah yang tajam digunakan untuk memotong jaringan haruslah
tajam untuk mempermudah jalannya operasi dan meminimalisir trauma
karena benda tumpul.
4. Menyediakan suplai darah ke jaringan
Vaskularisasi jaringan merupakan hal yang penting pada saat operasi.
Suplai darah ke jaringan pada saat operasi harus diperhatikan karena
jaringan membutuhkan suplai nutrisi dan oksigen untuk dapat mencapai
proses kesembuhan
5. Hemostatis
Perdarahan pada saat operasi juga harus dicegah dan jika terjadi
perdarahan operator harus mengupayakan untuk menghentikan perdarahan
tersebut.
6. Menghindari dead space
Dead space atau ruang kosong harus dihindari untuk mencegah terjadinya
penimbunan cairan dan akan mengahmbat persembuhan luka.
7. Menghindari tensi
Tensi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengahmbat
kesembuhan luka. Kesembuhan luka dapat terjadi dengan baik dan optimal
jika aposisi luka tertaut dengan baik tana adanyaa tensi yang dapat
menyebabkan inversi dan overlapping atau penumpukan jaringan.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan


Pelaksanaan kegiatan bedah ovariohisterektomi pada Pendidikan
Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi Interna Hewan Kecil dimulai pada
tanggal 1 Agustus 2019 yang bertempat di Rumah Sakit Hewan Pendidikan
Universitas Brawijaya.

3.2 Peserta Kegiatan


Peserta kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi
Interna Hewan Kecil di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas
Brawijaya adalah:
Nama : Muhammad Rizki Ramadhani, S. KH
NIM : 180130100111024
Program Studi : Pendidikan Profesi Dokter Hewan FKH UB
Pembimbing : drh. Ahmad Fauzi, M.Sc

3.3 Metode Kegiatan


Metode yang digunakan dalam koasistensi bedah adalah:
1. Melaksanakan bedah mandiri ovariohisterektomi pada kucing.
2. Melaksanakan diskusi dengan Dokter Hewan pembimbing koasistensi.

3.4 Persiapan Operasi


3.4.1 Alat dan Bahan
Pada operasi ovariohisterectomy alat alat yang digunakan adalah
seperangkat alat bedah seperti Scalpel handle nomor 4, blade nomor 20,
gunting tumpul tumpul, gunting tajam tumpul, pinset anatomis, pinset
sirugis, arteri clamp, allice forceps, needle jenis tapper, needle holder, towel
duk, towel clamp dan clipper.
Bahan yang digunakan pada operasi ini adalah Spuit 1 ml dan 5 ml,
tampon, silet, infus set, infus Nacl fisiologis, ketamine, xylazine, atropine
sulfat, amoxicilin, cut gut chromic, povidine iodine, benang silk 3/0, alcohol,
air sabun, ketoprofen, hypafix, salep mata (erlamycetin), glove, makser, hair
cap dan chlorhexidine 3 %.
3.4.2 Sterilisasi Alat Bedah
Dalam prosedur ini yang pertama dilakukan adalah alat bedah yang
akan digunakan dibersihkan dahulu kemudian dibungkus dengan kertas
koran sampai semuanya tertutup yang berguna melindungi alat supaya tidak
terkontaminasi lagi. Selanjutnya dimasukkan dalam autoclave dengan suhu
121oC selama 15 menit dengan bagian alat yang akan disterilisasi tidak
menyentuh dinding dalam autoclave karena bisa terbakar. Alat yang sudah
steril bisa diletakkan pada meja operasi.
3.4.3 Persiapan Hewan
Hewan yang akan di ovariohisterectomy harus disiapkan dulu yaitu
pemeriksaan fisik berupa sinyalmen dan keadaan umum hewan.
Pemeriksaan warna dan konsistensi feses berguna untuk melihat sistem
pencernaan. Pengukuran berat badan digunakan untuk mengukur apakah
hewan memiliki berat badan yang ideal atau tidak juga untuk pengukuran
dosis obat yang akan diberikan. Kemudian Kucing dimandikan apabila
kotor dan bau. melakukan palpasi abdomen untuk mengetahui bunting atau
tidak. Hewan dipuasakan makan dan minum 6-8 jam untuk mencegah
terjadinya muntah dan urinasi yang berlebihan serta rongga abdomen tidak
terlalu penuh sehingga organ terlihat jelas dan lebih leluasa untuk
eksplorasi serta dilakukan pemeriksaan hematologi untuk mengevaluasi
kondisi darah kucing.
3.4.4 Persiapan Operator dan Asisten
Operator dan asisten harus mempersiapkan diri sebelum dilakukan
operasi. Persiapan terdiri dari persiapan mental dan persiapan fisik.
Sterilisasi diri dengan mandi dan menggunakan desinfektan untuk
mencegah kontaminasi, menggunakan glove, baju, masker dan penutup
kepala yang steril untuk mencegah kontaminasi saat operasi.
3.4.5 Operasi
Tindakan operasi yang dilakukan pertama kali yaitu pemberian
antibiotik preoperasi dengan amoxilin ditunggu 30 menit, kemudian
diinjeksi atropin sulfat dosis 0.04 mg/kgBB konsentrasi 0.25% (dosis
kucing ini 0,4 mg/ml) secara subcutan sebagai sedasi yaitu membuat
hewan nyaman dan mencegah muntah serta hipersalivasi dan ditunggu
selama 15 menit. Kemudian diinjeksi obat anasthesi dengan kombinasi
xylazine dan ketamine. Xylazine sebagai sedasi dengan dosis 2 mg/kgBB
konsentrasi 20 mg/ml (dosis kucing ini 0,25 mg/ml) dan ketamine sebagai
anasthesi dengan dosis 10 mg/kgBB konsentrasi 100 mg/ml (dosis kucing
ini 0,25 mg/ml) secara intamuskular. Hewan yang sudah tenang dicukur
bulunya pada bagian yang akan diincisi yaitu abdomen dengan
menggunakan air sabun dan silet sampai bersih tanpa melukai kulit.
Kemudian diberi povidone iodine secara spiral dari medial ke lateral
sebagai antiseptik pada bagian yang akan diincisi serta diberi salep mata
untuk menghindari iritasi akibat mata kering selama operasi.
Hewan diletakkan dalam posisi rebah dorsal dan keempat kakinya
diikat dengan tali yang dikaitkan dengan kursi untuk menjaga posisi hewan
agar tetap rebah dorsal. Kemudian dilakukan pemasangan duk dengan
bagian berlubang terletak pada bagian yang akan diincisi dan dijepit
dengan menggunakan towel clamp pada keempat ujung kotak berlubang
yang ditautkan beserta kulitnya agar duk tidak bergeser. Kemudian
dilakukan incisi dengan metode caudal midline yaitu incisi yang terletak 2
jari dibawah umbilicus sepanjang kira kira 3-5 cm dengan menggunakan
scalpel blade. Incisi dilakukan perlapisan dan harus menghindari pembuluh
darah. Kemudian dikuakkan dengan gunting tumpul-tumpul agar tidak
melukai organ. Kemudian dilakukan incisi lapisan kedua yaitu lapisan
subkutan dengan hati-hati, setelah terincisi dikuakkan dengan gunting
tumpul-tumpul sampai terlihat linea alba. Kemuadian linea alba diincisi
dengan hati-hati sampai terlihat organ dan lapisan kulit yang terincisi
diberi allis tissue forceps untuk menahan incisi yang sudah dibuat serta
memperluas lapang pandang. Kemudian dimasukkan salah satu jari atau
dengan bantuan spay hook untuk mencari uterus.
Jika sudah menemukan uterus dapat ditarik keluar dan dilakukan
Ovariohisterectomi. Organ dipastikan tidak boleh kering dengan diberi
cairan NaCl fisiologis. Ligamnetum ovarium diklem dengan arteri klem
kemudian diligasi dengan catgut chromic dan dipotong. Cara yang sama
juga dilakukan pada ovarium yang satunya. Kemudian diklem corpus
uterus dibawah biforcartio uteri dan diligasi dengan cat gut chromic dan
dipotong . Selama dilakukan operasi juga diamati respirasi, suhu, CRT dan
pulsus setiap 15 menit untuk mengontrol kondisi hewan yang diopersi serta
selama operasi mulut hewan diberi tampon untuk menyerap cairan yang
keluar dari mulut Kucing (Fossum, 2007).
Setelah selesai dilakukan pengangkatan ovarium dan uterus,
diusahakan mengembalikan posisi organ seperti semula dan dipastikan
tidak ada benda dari luar yang masuk kedalam rongga abdomen. Dilakukan
penjahitan pada setiap lapis. Lapis ketiga yaitu linea alba dijahit dengan
pola simple interrupted dengan benang cat gut cromic. Kemudian lapisan
kedua yaitu subcutan dengan pola simple continous dengan benang cat gut
cromic serta jahitan lapisan paling luar yaitu kulit menggunakan pola
jahitan intradermal dengan benang catgut chromic untuk meminimalisir
bekas luka. Needle yang digunakan untuk menjahit lapisan kedua dan
ketiga yaitu needle ujung bulat untuk mengurangi trauma organ sedangkan
pada lapisan kulit menggunakan needle segitiga karena kulit sangat liat
sehingga perlu needle yang tajam (Tobias, 2010).
Setelah proses penjahitan selesai, dilakukan penutupan luka jahitan
dengan cara pertama bekas luka diberi antiseptik povidone iodine dan
gentamicin salep sebagai antibiotik mencegah kontaminasi bakteri.
Kemudian ditutup dengan kasa steril dan hypafix sebagai penahan lapisa
pertama. Lapisan ketiga dibalut dengan grito supaya lapisan perban
dibawahnya tetap menempel dan terhindar dari gigitan pasien.
3.4.6 Pasca operasi
Pasca operasi ovariohisterectomy tetap dilakukan perhitungan
pulsus, suhu dan CRT untuk memonitoring keadaan dari kucing. Kulit
disekitar luka operasi dibersihkan setelah 3 hari operasi serta setiap hari
sekali dengan larutan NS dan bagian luka jahitan diolesi dengan salep
gentamicin dan dikontrol kebersihannya. Selama lima hari hewan
diberikan amoxicilin, dan ketoprofen yang diberikan secara peroral.
Diberikan makanan yang mempunyai nilai gizi yang cukup agar pertautan
luka dapat cepat terjadi.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Klinis


4.1.1 Anamnesa
Kucing memiliki nafsu makan yang baik, defekasi normal, urinasi
normal, belum minum obat cacing, belum diberi vaksin dan obat tetes anti
kutu, bergerak aktif dan lincah.

Gambar 4.1 Kucing Eneng (Dokumentasi pribadi)

4.1.2 Sinyalmen
Nama : Eneng
Jenis Hewan : Kucing
Ras : Domestic Short Hair (DSH)
Jenis Kelamin : Betina
Umur : ± 1,5 tahun
Berat badan : 3 Kg
Warna : Tri colour

4.1.3 Temuan klinis


Keadaan Umum
Habitus/Tingkah laku : Aktif
Gizi : Baik
Pertumbuhan Badan : Baik
Sikap berdiri : Baik
Ekspresi wajah : Bereaksi / Responsif
Adaptasi lingkungan : responsif
Suhu tubuh : 38,3 ºC
Frekuensi nadi : 136 x/ menit
Frekuensi napas : 28 x/menit
Capillary Refill Time : <2 detik
Vomit : Tidak Ada
Asupan Pakan : Baik
Asupan Minum : Baik
Kulit dan Rambut
Aspek rambut : Bersih dan mengkilat
Kebotakan : Tidak ada kebotakan
Turgor kulit : <2 detik
Permukaan kulit : Pigmentasi tidak ada kelainan
Bau Kulit : Bau khas kucing
Kepala dan Leher
Inspeksi
Ekspresi wajah : Tidak ada kelainan
Pertulangan wajah : Kompak dan simetris
Posisi tegak telinga : Tegak
Posisi kepala : Tegak
Leher
Perototan : Kompak
Trakea : Teraba, tidak ada refleks batuk saat di palpasi
Esofagus : Teraba dan tidak ada kelainan
Mata
Mata dan Orbita Kiri
Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna
Cilia : Melengkung keluar
Konjungtiva : Rose, basah dan tidak ada kerusakan
Membran nictitans : Tidak terlihat
Discharge : Tidak ada
Mata dan Orbita Kanan
Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna
Cilia : Melengkung keluar
Konjungtiva : Rose, basah, tidak ada kerusakan
Membran nictitans : Tidak terlihat
Discharge : Tidak ada
Bola Mata Kiri
Sclera : Putih
Kornea : Bening
Iris : Tidak ada perlekatan
Pupil : Tidak ada perubahan
Limbus : Rata
Refleks pupil : Normal
Vasa Injection : Tidak ada
Bola Mata Kanan
Sclera : Putih
Kornea : Bening
Iris : Tidak ada perlekatan
Pupil : Tidak ada perubahan
Limbus : Rata
Refleks pupil : Normal
Vasa Injection : Tidak ada
Hidung dan Sinus
Bentuk pertulangan : Simetris
Aliran udara : Aliran udara lancar pada kedua cavum nasal
Discharge hidung : Tidak ada
Mulut dan Rongga Mulut
Defek bibir : Tidak ada perubahan
Mukosa : Rose
Lidah : Tidak ada ulcer
Gigi geligi : Tidak terdapat karang gigi
Telinga
Posisi : Tegak
Bau : Bau khas serumen
Daun telinga : Bersih
Krepitasi : Tidak ada
Reflek panggilan : Ada
Kelenjar Pertahanan
Ln. Mandibularis : Teraba
Lobulasi : Jelas
Konsistensi : Kenyal
Kesimetrisan : Simetris
Ln. Popliteus : Teraba
Lobulasi : Jelas
Konsistensi : Kenyal
Kesimetrisan : Simetris
Ln. Axilaris : Teraba
Lobulasi : Jelas
Konsistensi : Kenyal
Kesimetrisan : Simetris
Thoraks
Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga toraks : Simetris
Tipe pernapasan : thorakalis
Ritme pernapasan : Ritmis/ teratur
Intensitas : Dangkal
Frekuensi : 28 x/menit
Trakea : Teraba
Refleks batuk : Tidak ada
Palpasi
Penekanan rongga thoraks : Tidak ada reaksi kesakitan
Penekanan M. intercostalis : Tidak ada reaksi kesakitan
Auskultasi
Lapangan Paru-Paru : Tidak ada perluasan
Gema Perkusi : Nyaring
Suara Pernafasan : Normal
Sistem Peredaran Darah
Inspeksi
Ictus cordis : Tidak ada
Auskultasi
Frekuensi : 136x/menit
Intensitas : Normal
Ritme : Teratur
Suara ikutan : Tidak ada
Sinkron Pulsus dan Jantung : Sinkron
Abdomen dan Organ Pencernaan
Inspeksi
Ukuran rongga abdomen : Tidak terdapat perbesaran abdomen
Bentuk rongga abdomen : Simetris
Palpasi
Epigastrikus : Tidak ada reaksi kesakitan
Mesogastrikus : Tidak ada reaksi kesakitan
Hipogastrikus : Tidak ada reaksi kesakitan
Auskultasi
Suara peristaltik usus : Tidak terdengar
Anus
Daerah sekitar anus : Tidak ada tumor perianal
Refleks sphincter ani : Terdapat refleks mengkerut
Kebersihan perianal : Bersih
Sistem Urogenital
Ginjal : Teraba, terletak di epigastrikum.
Vesica Urinaria : Teraba, terletak di hipogastrikum
Alat Kelamin Betina
Vulva : Tidak ada kelainan
Kelenjar Mammae : Tidak ada kelainan
Sistem Saraf
Tengkorak : Pertulangan tegas
Collumna vertebralis : Tidak ada reaksi kesakitan saat palpasi
Reflek : Baik
Gangguan kesadaran : Tidak ada gangguan
Alat Gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : Simetris
Perototan kaki belakang : Simetris
Spasmus otot : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Cara berjalan : Koordinatif
Bentuk pertulangan : Tidak ada penonjolan
Tuber coxee dan tuber ischii : Simetris
Palpasi Struktur Pertulangan
Kaki kanan depan : Tegas dan kompak
Kaki kanan belakang : Tegas dan kompak
Kaki kiri depan : Tegas dan kompak
Kaki kiri belakang : Tegas dan kompak
Konsistensi pertulangan : Keras
Reaksi saat palpasi : Tidak ada reaksi kesakitan
Panjang kaki depan ka/ki : Sama panjang, simetris
Panjang kaki belakang ka/ki : Sama panjang, simetris
Reaksi saat palpasi otot : Tidak ada rasa sakit

4.2 Pembahasan

Ovariohisterektomi merupakan tindakan operasi yang paling umum


dilakukan dalam dunia kedokteran hewan. Selain bertujuan untuk mengontrol
populasi, tindakan ovariohisterektomi diindikasikan pada kasus pyometra,
metritis, distokia, tumor mammae dan gangguan reproduksi lainnya. Pada
kucing selain untuk indikasi yang telah disebutkan, ovariohisterektomi dipilih
oleh owner dikarenakan munculnya rasa tidak nyaman dan terganggu akibat
gejala estrus dari kucing yang sedang birahi (Oliveira et al., 2014).
Ovariohisterektomi disarankan untuk dilakukan pada saat hewan berusia
masih muda yakni sebelum pubertas atau dewasa kelamin. Tujuan
dilakukannya desexing pada usia yang relatif muda memiliki keuntungan
berkurangnya kemungkinan terkena penyakit kanker yang dipicu oleh
ketidakseimbangan hormon reproduksi. Selain itu, usia yang masih sangat
muda membutuhkan waktu bedah yang lebih singkat dan pendarahan lebih
sedikit sehingga akan sembuh lebih cepat (Silvestre et al., 2002).
Faktor-faktor yang penting diperhatikan dan dapat mempengaruhi
keberhasilan operasi serta proses kesembuhan adalah sebagai berikut menurut
BSAVA (2015).
- Pemeriksaan preoperasi secara menyeluruh terhadap keadaan pasien,
kondisi pasien yang sehat serta tidak malnutrisi akan meningkatkan
kesembuhan pasca operasi
- Pengawasan dan materi pendukung yang optimal saat pasien dalam
keadaan teranestesi
- Mempersiapkan dengan baik bagian tubuh yang akan dioperasi
- Selalu menjaga keadaan aseptis
- Mengikuti prinsip operasi Halsted dengan benar
- Meminimalkan penggunaan bahan yang dibiarkan menempel pada luka
- Memberikan perawatan maksimal pada tahap pasca operasi
Prinsip operasi yang diperkenalkan oleh dokter bedah William Halsted
merupakan hal yang harus benar-benar ditegakkan pada saat melaksanakan
prosedur operasi. Prinsip tersebut bertujuan untuk menurunkan tingkat
mortalitas, meminimalkan ketidaknyamanan pada pasien, mempercepat
kesembuhan luka, mengurangi kemungkinan infeksi pada luka, dan
meningkatkan kepuasan pada klien. Berikut adalah prinsip operasi Halsted
menurut BSAVA (2015).

- Penanganan jaringan dengan cara yang lembut

- Teliti terhadap hemostasis

- Pemeliharaan suplai darah pada daerah operasi


- Teknik aseptik yang dijaga ketat

- Ketegangan minimum pada jaringan

- Apposisi jaringan yang akurat

- Tidak meninggalkan dead space pada daerah operasi


Ovariohisterektomi pada kucing Eneng diperlukan beberapa hal yang
harus dipersiapkan sebelum operasi dimulai. Prosedur sterilisasi yang
dilakukan terlebih dahulu sebelum proses operasi. Meliputi prosedur seperti
mencukur rambut, pembersihan daerah operasi dari kotoran dan minyak serta
desinfeksi pada daerah operasi menggunakan bahan antiseptik dilakukan untuk
mencegah terjadinya infeksi (Tobias dan Johnston, 2012). Alat-alat bedah yang
akan digunakan harus dicuci hingga bersih kemudian dibilas menggunakan
desinfektan berupa alkohol 70%. Setelah itu, alat-alat operasi disterilisasi
menggunakan oven dengan suhu 121oC selama 15 menit. Tujuan dari sterilisasi
ini adalah untuk membunuh mikroba serta sporanya. Persiapan operator berupa
operator menggunakan masker dan cap. Kemudian mencuci tangan
menggunakan larutan chlorhexidine 4% selama minimal 15 menit. Setelah itu,
operator menggunakan sarung tangan dan baju operasi yang steril.
Persiapan pada kucing Eneng yang dilakukan sebelum operasi adalah
pemeriksaan kesehatan, perlakuan puasa sebelum operasi, pencukuran rambut
dan sterilisasi sekitar daerah operasi. Pemeriksaan kesehatan seperti
pemeriksaan fisik secara umum pada kucing dan pemeriksaan palpasi abdomen
untuk mengetahui hewan bunting atau tidak serta pemeriksaan hematologi
untuk mengetahui kondisi kucing layak untuk dioperasi atau tidak (Lampiran
4). Lama pemuasaan pada pasein yang akan dilakukan operasi disarankan
sekitar 6-8 jam untuk makanan dan 2-4 jam untuk minuman sebelum induksi
anestesi jika pasien tidak dalam keadaan darurat. Pemuasaan pada pasien
bertujuan untuk meminimalkan volume lambung yang kemudian akan
mengurangi resiko regurgitasi, muntah, gastroesophageal reflux dan aspirasi
penumonia yang dapat terjadi setelah induksi anestesi (BSAVA, 2016).
Pemeriksaan kesehatan bertujuan untuk memastikan hewan benar-benar dalam
kondisi sehat dan layak untuk dilakukan operasi. Sterilisasi area insisi dimulai
dengan mencukur rambut disekitar daerah operasi. Pencukuran rambut daerah
sekitar operasi disarankan seluas 10-15 cm dari lokasi insisi (BSAVA, 2015).
Setelah itu, daerah operasi diberi antiseptik berupa alkohol 70% kemudian
menggunakan povidone iodine 10%. Pemberian antiseptik ini dilakukan
menggunakan kapas dengan arah memutar dari dalam keluar area insisi.
Setelah itu, pasien diberi drape guna mengurangi kontaminasi dari rambut
hewan dan lingkungan.
Sebelum diberikan anastesi umum, pasien terlebih dahulu diberi
antibiotik profilaksis dan premedikasi. Pemberian antibiotik bertujuan untuk
mencegah kemungkinan adanya kontaminasi bakteri pada saat operasi. Waktu
optimal pemberian antibiotik profilaksis adalah 30 menit sebelum dilakukan
insisi (BSAVA, 2015). Antibiotik yang diberikan yaitu amoxicillin dengan
dosis 10 mg/kgBB. Premedikasi yang secara umum diberikan secara
intramuskular atau subkutan, berguna untuk meniadakan kegelisahan,
memudahkan restrain pasien, memberikan efek analgesik, dan mengurangi
dosis obat anestesi yang akan diberikan (Fossum, 2019). Pada umumnya obat-
obatan premedikasi bersifat sinergis terhadap obat-obatan anastesi, namun
penggunaannya harus disesuaikan dengan umur dan kondisi hewan (Syarif,
2009). Obat premedikasi yang diberikan adalah atropin sulfat dengan dosis
0,04 mg/kgBB yang berguna untuk mengatasi bradikardia dan bradiarritmia,
mengurangi produksi sekret dan menurunkan motilitas saluran pencernaan
sehingga dapat mencegah terjadinya muntah akibat obat-obatan anestesi. Efek
samping dari atropin sulfat adalah menyebabkan bola mata menjadi kering
akibat penurunan produksi air mata sehingga disarankan untuk dilakukan
pemberian salep pada mata pasien (BSAVA, 2017).
Selama proses operasi, pasien diberi cairan Natrium sodium secara
intravena menggunakan dosis maintenance. Hal ini bertujuan sebagai tindakan
preventif jika terjadi syok hipovolemik akibat adanya perdarahan selama
proses operasi. Perlakuan selanjutnya yaitu pemberian anasthesi dengan injeksi
kombinasi xylazine dosis 2 mg/kgBB dan ketamine 10 mg/kgBB. Pemberian
induksi kombinasi ketamine xylazine sangat baik dan efektif karena memiliki
rentang keamanan yang luas. Kombinasi obat ini juga dapat meningkatkan
kerja masing-masing obat, dimana xylazine memberikan efek relaksasi otot
yang baik sedangkan ketamine memberikan efek analgesik yang baik. Makin
tinggi dosis anastesi kombinasi antara xylazine dan ketamine yang digunakan
maka makin panjang pula waktu pemulihan anastesinya (Adams, 2001).

A B C

D E F

G H I

Keterangan : A. Incisi dan preparasi tumpul kulit dan subcutan serta muskulus.
B. Eksplorasi abdomen untuk mencari kornua arteri. C. Traksi kornua uteri dan
overium D. Ligasi ligamentum dan pembuluh darah ovarium E. Pemotongan
ligamentum dan pembuluh darah F. Ligasi dan incisi kornua uteri. G. Penjahitan
muskulus dengan pola simple interupted H. Penjahitan subcutan dengan pola
simple continous. I. Penjahitan kulit dengan jahitan intradermal.
Kucing yang telah teranestesi diletakkan pada meja operasi dengan
posisi rebah dorsoventral serta dilakukan fiksasi pada keempat ekstremitas dan
ekor. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan kain drape yang difiksasi
menggunakan towel clamp. Selanjutnya dilakukan laparotomi bagian abdomen
dengan insisi pada caudal midline. Titik orientasi yang digunakan untuk
menentukan lokasi insisi adalah os costae terakhir, umbilicus, dan puting
terakhir. Insisi dilakukan dua jari dibawah umbilical dan maksimal diatas
puting terakhir dengan panjang insisi 5 cm. Insisi meliputi lapisan kutan/kulit,
subkutan, dan muskulus. Setelah terbuka dilakukan pencarian ovarium dan
pada pembedahan kali ini ovarium pertama yang ditemukan adalah ovarium
dexter, dilakukan ligasi dan dipotong menggunakan scalpel blade. Dilakukan
pencarian ovarium sisi sinister dan dilakukan hal yang sama seperti ovarium
dexter. Setelah itu dilakukan pencarian bifucartio uteri, ligasi pada bagian
caudal bifucartio, dan dipotong menggunakan scalpel blade. Pada setiap
kegiatan dilakukan irigasi menggunakan normal saline. Tujuan dilakukan
irigasi adalah untuk menghindari terjadinya desikasi antar organ internal,
membersihkan organ internal, serta mengembalikan kondisi rongga abdomen
(BSAVA, 2015).
Penjahitan pada linea alba dan muskulus rectus abdominis dilakukan
dengan benang catgut chromic 3-0 dengan pola simple interrupted. Dilanjutkan
penjahitan subcutan dengan pola simple continuous menggunakan benang
catgut chromic 3-0, dan penjahitan kulit dengan jahitan inderadermal catgut
chromic 3-0. Setelah operasi, area disekeliling luka dibersihkan menggunakan
normal saline, povidone iodine, dan salep antibiotik (gentamicin) kemudian
dibalut menggunakan kasa steril dan Hypafix®. Pembalutan luka tersebut
berfungsi agar luka operasi tidak dijilati oleh pasien yang dapat meyebabkan
infeksi.
Pengamatan post operasi meliputi pemeriksaan temperatur, makan,
defekasi, minum, urinasi, dan kondisi jahitan yang dilakukan setiap hari.
Penggantian penutup luka jahitan dilakukan dihari ke 3 setelah operasi.
Pengobatan post operasi yang digunakan pada kucing Eneng adalah antibiotik
Amoxicillin dengan dosis 10 mg/kg BB q12h selama 7 hari secara per oral,
analgesik Ketoprofen dengan dosis 1 mg/kg BB q24h selama 5 hari secara per
oral. Tolfenamic acid dengan dosis 1 ml/ 40kg q24h pada hari ke 7 dan 9
secara intramuskuler. Pemberian antibiotik pasca operasi bertujuan untuk
mencegah infeksi pada luka operasi yang dapat memperlambat kesembuhan
luka. Amoxicillin merupakan antibiotik beta laktam yang bekerja dengan cara
menghambat sintesis dinding sel bakteri (Papich, 2016). Ketoprofen selain
berguna sebagai analgesik, juga sebagai agen antiinflamasi untuk mencegah
inflamasi berlebihan pada daerah luka yang justru akan menghambat
kesembuhan luka (Fossum, 2019). Ketoprofen merupakan obat Nonsteroidal
Antiinflammatory Drug (NSAID) yang menimbulkan efek analgesik dan
antiinflamasi dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Sehingga
ketoprofen sering diindikasikan sebagai terapi untuk mengatasi inflamasi dan
rasa sakit tingkat sedang (BSAVA, 2017). Tolfenamic Acid adalah salah
satu dari kelas non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAIDs). Kerja
dari obat ini mirip dengan kerja dari aspirin yaitu sebagai potensial inhibitor
dari cycloo!igenase yang akan menghambat rilisnya prostaglandin. tolfenamic
acid dapat digunakan sebagai treatment baik akut maupun kronis dari inflamasi
dan atau rasa nyeri (Coughland, 2011).
Kucing dirawat pasca operasi selama 11 hari sampai menunjukkan
keadaan luka operasi secara sembuh total dan teraposisi dengan sempurna. Hal
ini dapat diketahui dari pertautan luka yang bagus, serta luka sudah mengering
dengan sempurna. Pada hari ke 11 kucing eneng sudah bisa dilepaskan
(release) dikarenakan keadaaanya sudah membaik.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Prosedur operasi ovariohisterektomi dilaksanakan dengan melakukan


persiapan hewan, operator dan peralatan bedah. Teknik ovariohisterektomi
pada kucing Eneng dilakukan melalui insisi pada caudal midline. Kedua
ovarium diangkat hingga ke bagian corpus uteri. Lapisan linea alba dan
peritoneum dijahit dengan pola simple interrupted menggunakan benang
catgut chromic 3-0, subkutan dengan pola simple continuous menggunakan
benang catgut chromic 3-0 dan kulit dengan jahitan intrademal menggunakan
benang catgut chromic 3-0. Pengobatan post operasi yang digunakan pada
kucing Eneng adalah antibiotik Amoxicillin dengan dosis 10 mg/kg,
analgesik Ketoprofen dengan dosis 1 mg/kg, NSAID Tolfenamic acid dengan
dosis 1ml/40kgBB serta terapi luka dengan salep gentamicin. Perawatan pada
kucing Eneng dilakukan hingga hari ke 11 dan dilakukan pelepasan kucing
karena luka telah menutup sempurna.

5.2 Saran

Diperlukan teknik operasi yang lebih aseptis untuk meminimalisir


adanya kontaminasi dari lingkungan sekitar sehingga dapat mempercepat
persembuhan luka serta prinsip Halsted harus benar-benar diperhatikan
dan dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA

Adams, H.R. 2001. Veterinary Pharmacology and Therapeutics 8th Ed. Iowa:
Blackwell Publishing
Aspinall V dan Cappelo M. 2015. An introduction to veterinary anatomy and
physhiology 3rd ed. Toronto: Elsevier.
British Small Animal Veterinary Association [BSAVA]. 2015. BSAVA Manual of
Canine and Feline Abdominal Surgery, 2nd Edition. Gloucester: British
Small Animal Veterinary Association
British Small Animal Veterinary Association [BSAVA]. 2016. BSAVA Manual of
Canine and Feline Anaesthesia and Analgesia, 3rd Edition. Gloucester:
British Small Animal Veterinary Association
British Small Animal Veterinary Association [BSAVA]. 2017. BSAVA Small
Animal Formulary, 9th Edition - Part A: Canine and Feline. Gloucester:
British Small Animal Veterinary Association
Colville, T. dan J.M. Bassert. 2016. Clinical Anatomy and Physiology for
Veterinary Technicians, 3rd Edition. Missouri: Elsevier Inc
Dachlan, E. G. 2004. Toksoplasmosis, Pencegahan dan Penanggulangannya pada
Ibu Hamil. Proceeding Simposium Nasional Penanganan dan
Penanggulangan Penyakit Sesuai dengan Kesejahteraan Hewan
Fossum, T.W. 2007. Small Animal Surgery, 3rd Edition. Missouri: Mosby-Elsevier
Fossum, T.W. 2019. Small Animal Surgery, 5th Edition. Philadelphia: Elsevier Inc
Kustritz, M.V.R. 2014. Pros, Cons, and Techniques of Pediatric Neutering. Vet
Clin Small Anim 44: 221–233
Langley-Hobbs, S.J., J.L. Demetriou dan J.F. Ladlow. 2014. Feline Soft Tissue
and General Surgery. Philadelphia: Elsevier Ltd
Oliveira, J.P., R. Mencalha, C.A. dos S. Sousa, M. Abidu-Figueiredo dan S. da F.
Jorge. 2014. Pain Assessment in Cats Undergoing Ovariohysterectomy
by Midline or Lateral Celiotomy Through Use of A Previously Validated
Multidimensional Composite Pain Scale. Acta Cirúrgica Brasileira Vol.
29 (10): 633-638
Papich, M.G. 2016. Saunders Handbook of Veterinary Drugs: Small and Large
Animals, 4th Edition. Missouri: Elsevier Inc
Plumb, D. C., 2013. Plumb’s Veterinary Drug Handbook 6th edition. The IOWA
State University Press. Ames.
Sardjana, I K. W. 2013. Pengendalian Populasi Kucing Liar di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya Melalui Kastrasi dan
Ovariohistektomi. Dalam Jurnal Klinik Vet Medika 1 (2): 44-47
Syarif, A. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Silvestre, A.J. Wilson, dan J. Hare. 2002. A Comparison of Different Studies
Pattens for Skin Closure of Canine Ovariohysterectomy. Can. Vet. J.
43:699-702
Tobias, K. M. 2010. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery. A John Wiley
& Sons Ltd, Publication
Tobias, K.M. dan S.A. Johnston. 2012. Veterinary Surgery: Small Animal.
Missouri: Elsevier Inc
LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar luka pasca operasi ovariohisterectomi kucing Eneng.


No. Gambar Luka Jahitan Post Operasi
1. Hari ke 4
Luka jahitan kucing mulai
terlihat mengering serta bagian
simpul intradermal bagian atas
masih terlihat sedikit basah.

2. Hari ke 8
Luka jahitan kucing mulai
mengering dan menyatu serta
kedua sisi luka telah menyatu.

3. Hari ke 11
Luka telah menutup sempurna
Lampiran 2. Pemeriksaan dan terapi pasca ovariohisterectomi kucing Eneng.

TANGGAL PEMERIKSAAN TERAPI

Suhu : 38 oC Makan: +++ T/ Amoxicillin PO


Respirasi : 32/menit Minum: +++ S2dd
02/08/2019 Pulsus: 128/menit Urin: ++ Ketoprofen PO
CRT : < 2 Defekasi: + S1dd
Turgor : < 2
Suhu : 38,3 oC Makan: +++ T/ Amoxicillin PO
Respirasi : 38/menit Minum: +++ S2dd
03/08/2019 Pulsus: 124/menit Urin: ++ Ketoprofen PO
CRT : < 2 Defekasi: ++ S1dd
Turgor : < 2
Suhu : 38 oC Makan: +++ T/ Amoxicillin PO
Respirasi : 32/menit Minum: +++ S2dd
Pulsus: 140/menit Urin: ++ Ketoprofen PO
04/08/2019
CRT : < 2 Defekasi: + S1dd
Turgor : < 2 Ganti bandage dan
Salep gentamycin
Suhu : 38,7 oC Makan: +++ T/ Amoxicillin PO
Respirasi : 28/menit Minum: +++ S2dd
Pulsus: 136/menit Urin: ++ Ketoprofen PO
05/08/2019
CRT : < 2 Defekasi: + S1dd
Turgor : < 2 Ganti bandage dan
Salep gentamycin
Suhu : 38,2 oC Makan: +++ T/ Amoxicillin PO
Respirasi : 32/menit Minum: +++ S2dd
Pulsus: 128/menit Urin: ++ Ketoprofen PO
06/08/2019
CRT : < 2 Defekasi: + S1dd
Turgor : < 2 Ganti bandage dan
Salep gentamycin
Suhu : 38 oC Makan: +++ T/ Ganti bandage dan
Respirasi : 32/menit Minum: +++ Salep gentamycin
07/08/2019 Pulsus: 120/menit Urin: ++
CRT : < 2 Defekasi: -
Turgor : < 2
Suhu : 38,4 oC Makan: +++ T/ Ganti bandage dan
Respirasi : 36/menit Minum: +++ Salep gentamycin
08/08/2019 Pulsus: 128/menit Urin: ++ Tolfen LA 8% 0,075
CRT : < 2 Defekasi: ++ ml SC
Turgor : < 2
Suhu : 38,5 oC Makan: +++ T/ Ganti bandage dan
Respirasi : 32/menit Minum: +++ Salep Gentamycin
09/08/2019 Pulsus: 128/menit Urin: ++
CRT : < 2 Defekasi: +
Turgor : < 2
Suhu : 38 oC Makan: +++ T/ Ganti bandage dan
Respirasi : 32/menit Minum: +++ Salep gentamycin
10/08/2019 Pulsus: 128/menit Urin: ++ Tolfen LA 80% 0,075
CRT : < 2 Defekasi: + ml SC
Turgor : < 2
Suhu : 38,1 oC Makan: +++ T/ Ganti bandage dan
Respirasi : 32/menit Minum: +++ Salep Gentamycin
11/08/2019 Pulsus: 128/menit Urin: ++
CRT : < 2 Defekasi: +
Turgor : < 2

Lampiran 3. Perhitungan obat kucing Eneng


- Amoxicilin Profilaksis
Volume = Dosis obat x Berat badan
Sediaan
= 10 mg/kg x 3 kg
150 mg/ml
= 0,2 ml
- Atropine sulfat
Volume = Dosis obat x Berat badan
Sediaan
= 0,04 mg/kg x 3 kg
0,25 mg/ml
= 0,48 ml
- Xylazine
Volume = Dosis obat x Berat badan
Sediaan
= 2 mg/kg x 3 kg
20 mg/ml
= 0,3 ml
- Ketamine
Volume = Dosis obat x Berat badan
Sediaan
= 10 mg/kg x 3 kg
100mg/ml
= 0,3 ml
- Ketoprofen
Volume = Dosis obat x Berat badan
Sediaan
= 2 mg/kg x 3 kg
100 mg/ml
= 0,06 ml
- Amoxicilin Per Oral
Volume = Dosis obat x Berat badan
= 20 mg/kg x 3 kg
= 60 mg
- Ketoprofen Per Oral
Volume = Dosis obat x Berat badan
= 1 mg/kg x 3 kg
= 3 mg
- Tolfen 8% LA
Volume = Dosis obat x Berat badan
= 1 ml/ 40kg x 3 kg
= 0.075 ml
Lampiran 4. Hasil pemeriksaan hematologi kucing Eneng.

WBC 17,4 10^3/µL 5.5 – 19.5 ↔


RBC 9,17 10^6/µL 5.0 – 10.0 ↔
Hemoglobin 9,9 g/dL 8.0 - 15.0 ↔
Hematokrit 38,8 % 24.0 - 45.0 ↔
MCV 42,4 fL 39.0 - 55.0 ↔
MCH 10,8 Pg 12.5 - 17.5 ↓
MCHC 25,5 g/dL 30.0 - 36.0 ↓
Trombosit 207 10^3/µL 300 – 800 ↓
Limfosit 27 % 20.0 - 55.0 ↔
Monosit 4,1 % 1.0 - 4.0 ↑
Granulosit 68,9 % 35.0 - 78.0 ↔
Limfosit 4,7 10^3/µL 1.5 - 7.0 ↔
Monosit 0,7 10^3/µL 0.0 - 0.85 ↔
Granulosit 12 10^3/µL 2.5 - 14.0 ↔
RDW-CV 24,6 % 12.0 - 16.0 ↑
RDW-SD 46,7 fL 35 – 56 ↔
PCT 0,165 % 0.0 - 2.9 ↔
MPV 8 fL 12 – 17 ↓
PDW 7,1 % 0 – 50 ↔
P-LCR 0 % 13 – 43 ↔

Anda mungkin juga menyukai