PENDAHULUAN
Farmakoterapi atau terapi dengan obat mempunyai cakupan yang lebih luasa
dibandingkan farmakologi. Farmakoterapi tidak berhubungan dengan cara pemberian,
penilaian pasien, dan keputusan klinik. Pengetahuan farmakoterapi bagi paramedic juga
sesuatu yang penting berkaitan dengan pemberian obat, efek samping yang kemungkinan
timbul karena pemberian obat, dan pemberian obat kepada pasien. Untuk itu,
pemahaman dan pengetahuan farmakologi mengenai cara pemberian, jenis-jenis obat, dan
kegunaan obat adalah hal-hal penting yang harus diketahui oleh paramedis.
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal mulai dari mulut sampai anus adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut
dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut tenggorokan, laring, kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar retum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-
organ yang terletak diluar saluran pencernaan yaitu pankreas hati dan kandung empedu.
Adapun gangguan pada sistem pencernaan seperti gastritis hepatitis diare konstipasi
apendisitis dan maag. Masalah pencernaan dari kategori ringan hingga berat harus segera
diatasi jiks tidak maka akan dapat memperburuk keadaa. Salah satu cara untuk mengatasi
sistem pencernaan adalah dengan mengonsumsi obat yang termasuk dalam kategori obat
sistem pencernaan diantaranya Antasida, reseptor antagonis ,Antiemeti,Antkolinergi,
Hepatoprotektor, Antibiotik, Antidiare, Lansakti . Seperti yang diketahui dalam
pelayanan kesehatan obat merupakan komponen yang penting karena diperlukan dalam
sebagian besar upaya kesehatan baik untuk menghilangkan gejala symptom dari suatu
penyakit obat juga dapat mencegah penyakit bahkan obat juga dapat menyembuhkan
penyakit , tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila
penggunaannya tidak tepat. Oleh sebab itu, penyediaan informasi obat yang benar dan
lengkap akan sangat mendukung dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terbaik
kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan keamanan penggunaan obat pada
hewan.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa itu dan Bagaimana cara kerja dari Antiulser dan Gastroprotektan (Omelprazone,
Ranitidin, Famotidin, Cimetidin)?
2. Apa itu dan Bagaimana cara kerja dari Anti Emetika?
1.3.Tujuan
Untuk mengetahui obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal beserta cara kerjanya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Antiulser dan gastroprotektan (Omeprazole, Ranitidin, Famotidin, Cimetidin,
Misoprostol, Sucralfat dan antasida non-sistemik)
a. Omeprazole
Farmakokinetik: Omeprazole cepat diserap di usus; untuk manusia produk ini dalam
bentuk butiran salut enteric, karena obat cepat terdegradasi oleh asam. Pada Kuda
dalam bentuk butiran tetapi tidak dilapisi enterik. Pada manusia, kadar serum puncak
terjadi dalam 0,5 h-3,5 jam dan timbul aksi dalam 1 jam. Pada manusia, sekitar 95%
terikat dengan glikoprotein albumin dan alfa1-asam. dimetabolisme di hati
,diekskresikan terutama dalam urin, tetapi juga melalui empedu menjadi tinja. Pada
manusia dan anjing dengan fungsi hati normal, rata-rata waktu paruh serum sekitar 1
jam, tetapi durasi efek terapeutik dapat bertahan selama 24-72 jam atau lebih.
Kontraindikasi: Pada pasien dengan penyakit hati atau ginjal, waktu paruh obat
mungkin diperpanjang dan penyesuaian dosis mungkin diperlukan jika penyakit
parah. peningkatan kematian embrio telah dicatat pada hewan percobaan dengan dosis
yang sangat tinggi.
Overdosis / Toksisitas Akut: LD50 pada tikus setelah pemberian per oral dilaporkan>
4 g / kg. Manusia telah mentoleransi dosis oral 360 mg / hari tanpa toksisitas yang
signifikan.
b. Ranitidin
c. Famotidin
Farmakokinetik : tidak di serap dengan baik pada pemberian per oral, tetapi hanya
mengalami metabolisme first-pass minimal. Pada manusia, bioavailabilitas sistemik
sekitar 40- 50%. Pada tikus, obat terkonsentrasi di dalam hati, pankreas, ginjal dan
kelenjar submandibular, Hanya sekitar 15-20% yang terikat dengan plasma protein.
Pada tikus, obat tidak melewati sawar darah otak atau plasenta dan didistribusikan ke
dalam susu. Ketika obat diberikan secara oral, sekitar 1/3 diekskresikan tidak berubah
dalam urin dan sisanya dimetabolisme di hati dan kemudian diekskresikan dalam urin.
Pada pengujian, famotidine memiliki volume distribusi yang lebih besar (4,28 L / kg)
daripada k simetidin (1,14 L / kg) atau ranitidin (2,04 L / kg). Ketersediaan hayati
masing masing obat rendah; famotidine (13%), ranitidine (13,5%) dan cimetidine
(30%).
Kontraindikasi: Famotidine harus digunakan dengan hati hati pada pasien geriatri dan
pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal. pengurangan dosis untuk pada pasien
dengan kelainan fungsi ginjal yang signifikan. Pengunaan secara hati-hati pada pasien
dengan penyakit jantung, karena Famotidine memiliki efek inotropik negatif dan
memiliki beberapa sifat cardioarrhythmogenic
d. Cimetidin
Farmakologi - Pada reseptor H2 sel parietal, simetidin menghambat histamin,
sehingga mengurangi serkresi asam lambung baik selama kondisi basal dan ketika
distimulasi oleh makanan, pentagastrin, histamin atau insulin. Waktu pengosongan
lambung, pankreas atau bilier sekresi, dan tekanan esofagus yang lebih rendah tidak
diubah oleh simetidin. simetidin juga mengurangi jumlah pepsin yang dikeluarkan.
Cimetidine memiliki efek imunomodulasi yang jelas dan juga memiliki aktivitas anti-
androgenik yang lemah.
Farmakokinetik : pada anjing, bioavailabilitas oral sekitar 95%, waktu paruh serum
1,3 jam dan volume distribusinya adalah 1,2 L / kg. Pada manusia, cepat dan baik
diserap dengan pemberian oral, tetapi jumlahnya sedikit dimetabolisme di hati
sebelum memasuki sirkulasi sistemik (efek first-pass). bioavailabilitas adalah 70-80%.
Makanan dapat menunda penyerapan dan sedikit mengurangi jumlah yang diserap.
Cimetidine terdistribusi dengan baik di jaringan tubuh dan hanya 15-20% terikat
dengan protein plasma dan memasuki susu , melewati plasenta. Umumnya obat
diekskresikan oleh ginjal ketika diberikan parenteral (75%) dibandingkan ketika
diberikan secara oral (48%). Waktu paruh serum rata-rata 2 jam pada manusia, tetapi
dapat diperpanjang pada pasien usia lanjut dan yang menderita penyakit ginjal atau
hati.
Farmakologi: Dengan aksi langsung pada sel parietal, menghambat asam lambung
basal dan sekresi nocturnal serta sekresi asam lambung yang dirangsang oleh
makanan, pentagastrin atau histamin. Sekresi pepsin menurun pada kondisi basal,
tetapi tidak ketika distimulasi oleh histamin. Misoprostol juga memiliki efek
sitoprotektif pada mukosa lambung dan meningkatkan mekanisme pertahanan mukosa
dan meningkatkan penyembuhan karena cedera takibat asam. Juga dapat
meningkatkan amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus, merangsang perdarahan
uterus
Farmakokinetik: Sekitar 88% dari dosis oral misoprostol cepat diserap saluran GI,
tetapi jumlah yang signifikan dimetabolisme melalui efek first-pass. Kehadiran dari
makanan dan antasida akan menunda penyerapan obat. Misoprostol dengan cepat di-
esterifikasi menjadi asam misoprostol yang merupakan metabolit aktif prime,
keduannya memiliki efek sama pada mukosa lambung dan terikat dengan protein
plasma (sekitar 90% terikat).
f. Sucralfat
Farmakologi : memiliki efek lokal daripada efek sistemik. Setelah pemberian oral,
sucralfate bereaksi dengan asam hidroklorat di perut untuk membentuk kompleks
seperti pasta yang berikatan dengan eksudat protein yang umumnya ditemukan di
daerah ulkus. Kompleks ini membentuk penghalang di situs dan melindungi ulkus
dari kerusakan lebih lanjut yang disebabkan oleh pepsin, asam atau empedu.
Sucralfate mungkin memiliki beberapa efek sitoprotektif dengan stimulasi
prostaglandin E2 dan I2. Sucralfate juga memiliki beberapa aktivitas antacid.
Farmakokinetik: Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa hanya 3-5% dari dosis
oral yang diserap yang diekskresikan dalam urin tidak berubah dalam waktu 48 jam.
Sisa dikonversi menjadi sukrosa sulfat dalam usus dengan bereaksi dengan asam
klorida dan diekskresikan dalam tinja dalam waktu 48 jam. Durasi dapat bertahan
hingga 6 jam setelah pemberian oral. Kegunaan / Indikasi: Sucralfate telah digunakan
dalam pengobatan oral, kerongkongan, lambung dan ulkus duodenum.i juga telah
digunakan untuk mencegah erosi lambung karena obat (mis., Aspirin).
g. antasida non-sistemik
Farmakologi: Antasid oral yang digunakan dalam kedokteran hewan umumnya relatif.
Antasid menurunkan konsentrasi HCl dalam GI. Satu gram dari ini senyawa
umumnya menetralkan asam 20-35 mEq (in vitro). Dapat mengurangi difusi kembali
asam lambung melalui mukosa lambung dan mengurangi jumlah asam yang dialurkan
ke duodenum. Aktivitas proteolitik Pepsin juga dikurangi dengan menaikkan pH dan
dapat diminimalkan jika pH isi lambung dapat meningkat menjadi> 4.
a. Domperidone (Motilium)
Antagonis pada CTZ dan GIT
Antagonis adrenergik pada lambung
Mekanisme kerja seperti Metochlopramide
b. Metochlopramide/Metoklopramid
Antagonis pusat Dopamin dan Serotonin
Efek kolinergik perifer
Stmulasi terjadinya pengosongan lambung (prokinetik)
Indikasi untuk refluk, kemoterapi, mengurangi pengosongan
lambung, gangguan lambung yang disebabkan oleh emesis
Perhatikan penggunaan untuk perdarahan sistem GI, obstruksi dan
perforasi
c. Ondansetron
Antagonis Serotonin
Antagonis reseptor 5-HT3 pada CTZ dan saraf aferen visceral
Sangat efektif (efek perifer pada pusat kerja)
Sangat poten (namun mahal)
Tidak teregistrasi untuk hewan
d. Maropitant
Antagonis Reseptor NK1
Substansi P merupakan neurotransmitter pada sistem saraf pusat
yang berfungsi untuk stimulasi nausea dan emesis
e. Antihistamines/Antihistamin (Diphenhydramine)
Diphenhydramine (Benadryl), Dimenhydrinate(Dramamine)
Indikasi utama untuk motion sickness pada anjing
Menghambat reseptor histamin pada CTZ pada anjing
Dapat menyebabkan keadaan tersedasi
Tidak digunakan pada kucing (tidak ada efek)
f. Hyocine, Propantholine
Antikolinergik
Aksi antiemesis dengan antagonis pusat reseptor muskarinik
(hyoscine)
Efek samping (ileus GIT dan hambatan pengosongan lambung)
g. Prochlorperazine, Chlorpromazine
Phenothiazines
Efektivitas terhadap emesis oleh stimulasi pusat dan perifer pada
anjing dan kucing (motion sickness)
Antagonis reseptor adrenergik, dopaminergic, histaminergic dan
muskarinik
Dapat menyebabkan hipotensi, sedasi dan rendahnya ambang
kejang
Antasida adalah golongan obat yang digunakan dalam terapi terhadap akibat yang
ditimbulkan oleh asam yang diproduksi oleh lambung.
Umumnya antasida merupakan basa lemah, biasanya bisa terdiri dari zat aktif yang
mengandung alumunium hidroksida / karbonat, magnesium hidroksida / karbonat, dan
kalsium. Terkadang antasida dikombinasikan juga dengan simetikon yang dapat
mengurangi kelebihan gas.
Antasida bekerja dengan cara menetralkan kondisi “terlalu” asam. Selain itu, antasida
juga bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim pepsin yang aktif bekerja pada
kondisi asam. Enzim ini diketahui juga berperan dalam menimbulkan kerusakan pada
organ saluran pencernaan manusia.
kalsium karbonat memiliki kemampuan melarut yang agak lambat. Natrium bikarbonat
dan kalsium karbonat memiliki kemampuan menetralkan yang terbesar tapi penggunaan
jangka panjang sebaiknya dihindari karena efek samping yang mungkin dapat terjadi.
Perbedaan lain di antara antasida adalah lama kerjanya ( berapa lama antasida
menghasilkan efek menetralkan asam lambung ). Natrium bikarbonat dan magnesium
oksida memiliki lama kerja yang pendek, sedangkan aluminium hidroksida dan kalsium
karbonat memiliki lama kerja yang lebih panjang.
Antasida sistemik adalah antasida yang ion-ionnya dapat diserap oleh usus halus
sehingga mengubah keseimbangan asam basa dan elektrolit dalam tubuh dan dapat
terjadi alkalosis. Jenis antasida yang termasuk golongan ini adalah Na-Bikarbonat.
Obat ini merupakan salah satu obat anti tukak. Ia bisa meningkatkan alkalosis sistemik
dan retensi cairan serta direkomendasikan untuk penggunaan jangka lama.
b. Antasida Nonsistemik
Antasida nonsistemik adalah antasida yang kationnya membentuk senyawa yang tidak
larut dalam usus, dan tidak diabsorpsi sehingga tidak mempengaruhi keseimbangan
asam basa dalam tubuh. Yang termasuk golongan ini yaitu Aluminium Hidroksida,
Kalsium karbonat, Magnesium Hidroksida
Untuk diare yang berat /dehidrasi, maka penderita perlu dirawat di rumah sakit dan
diberikan cairan pengganti dan garam melalui infus. Selama tidak muntah dan tidak
mual, bisa diberikan larutan yang mengandung air, gula dan garam. Anti diare yang
ideal harus
bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang
tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan tidak
menyebabkan ketergantungan.
Contoh obat antidiare antara lain :
Racecordil
memenuhi semua syarat ideal, cara kerjanya mengembalikan
keseimbangan sistem tubuh dalam mengatur penyebaran air dan elektrolit ke
usus.
Loperamide
golongan opioid yang bekerja dengan cara memperlambat motilitas saluran
cerna.
Nifuroxazide
bakterisidal terhadap E. coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus,
Staphylococcus dan P. aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran
pencernaan. Dioctahedral smectite : melindungi barrier mukosa usus &
menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus.
Dehidrasi
Jenis cairan yang digunakan dalam terapi cairan dikelompokkan menjadi larutan
kristaloid dan koloid. Larutan kristaloid adalah larutan yang dapat menembus
membran sel dengan mudah. Larutan ini mengandung elektrolit dalam berbagai
macam komposisi. Kandungan utamanya adalah natrium. Apabila dimasukkan ke
dalam tubuh, lebih dari 75% larutan kristaloid akan meninggalkan ruang
intravaskular dalam waktu 30 menit setelah pemberian (Willyanto, 2010). Larutan
koloid adalah larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi dari cairan
ekstraseluler. Larutan koloid tidak dapat menembus dinding pembuluh darah dan
menjaga tekanan osmotik cairan darah. Pemberian cairan koloid bersamaan dengan
cairan kristaloid pada waktu resustensi atau maintenance akan memulihkan dan
mempertahankan tekanan intravaskular.
Larutan glukosa 5% juga bersifat isotonis. Awalnya digunakan untuk menyuplai air
untuk mengurangi dehidrasi karena kehilangan air murni (pure water)
(hipernatremia) seperti pada kasus kelelahan karena hipertermia. Air murni tidak
dapat diberikan secara parenteral karena bersifat hipotonik dan menyebabkan
eritrosit bengkak dan hemolisis. Karena glukosa 5% tidak mengandung elektrolit
maka tidak baik diberikan pada pasien yang kehilangan elektrolit. Larutan glukosa
10%, 20% dan 50% dapat diberikan secara intra vena secara perlahan-lahan sampai
terlarut dengan baik. Awalnya diberikan untuk mensuplai kalori dan penderita
diuresis osmotic pada penderita insufisiensi renal. Larutan glukosa hanya dapat
diberikan secara intravena (Baldwin, 2001b).
2.6 Laksansia
Pencahar meningkatkan evakuasi usus melalui stimulasi transportasi cairan dan elektrolit dan
peningkatan motilitas pendorong. Indikasi spesifik untuk penggunaan obat pencahar pada
anjing dan kucing adalah
1. Untuk meringankan sembelit atau obstipasi parah yang menyebabkan tinja.
2. Untuk meningkatkan motilitas usus yang menghilangkan racun dari saluran GI.
3. Untuk mengevakuasi usus besar sebelum operasi, pilih prosedur radiografi (mis.,
Urografi ekskretoris), atau prosedur endoskopi GI yang lebih rendah (mis.,
Kolonoskopi).
a. Pencahar Hyperosmotic
Pencahar hyperosmotic adalah garam atau polimer yang tidak terserap atau tidak
dapat diserap secara osmotik menahan air dalam lumen usus. Mereka memiliki onset
tindakan cepat yang dimulai di usus kecil.
Laktulosa adalah agen yang paling efektif dalam kelompok ini. Asam organik yang
dihasilkan dari fermentasi laktulosa menstimulasi sekresi cairan kolon dan motilitas
propulsi. Laktulosa diberikan dengan dosis 0,5 mL / kg berat badan dua atau tiga kali
sehari.
Polietilen glikol. Larutan elektrolit (Golytely R., Colyte R.) Adalah campuran isotonik
dari polietilen glikol, natrium sulfat, natrium bikarbonat, natrium klorida, dan kalium
klorida. Mereka diberikan secara oral sebelum kolonoskopi pada anjing. Laporan
anekdotal menunjukkan bahwa mereka aman untuk digunakan pada kucing.
Magnesium sulfat (garam Epsom) atau magnesium hidroksida diberikan secara oral.
Tidak dapat digunakan pada yang mengalami penyakit ginjal karena 20% dari ion
magnesium biasanya diserap dan diekskresikan oleh ginjal. Depresi SSP dapat terjadi
akibat peningkatan kadar ion magnesium plasma.
Obat pencahar pembentuk feses terdiri dari polisakarida yang tidak dapat dicerna,
yang menyerap air dan meningkatkan feses yang merangsang gerak peristaltik usus besar.
Produk-produk ini juga mengurangi tenesmus yang terkait dengan disfungsi usus besar
(misalnya: kolitis dan diare). Sebagian besar dari produk ini adalah suplemen serat makanan
karena obat ini bertindak di usus besar, respon yang diberikannya lambat biasanya 1-3 hari.
Contohnya, Metilselulosa, dedak gandum atau psyllium ditambahkan ke dalam makanan.
Keduanya sama-sama efektif dalam meningkatkan volume tinja. Serat makanan lebih disukai
karena dapat ditoleransi dengan baik, lebih efektif, dan lebih fisiologis daripada pencahar
lainnya. Penggunaannya diindikasikan pada anjing dan kucing yang mengalami konstipasi
ringan atau sebagai terapi tambahan untuk mengurangi tanda-tanda klinis kolitis.
Minyak mineral (petrolatum cair) dan petrolatum putih melumasi dan melunakkan
massa tinja hanya boleh rektal untuk meminimalkan risiko aspirasi jika diberikan secara oral.
Docusate adalah surfaktan anionik yang menghidrasi dan melunakkan feses dengan aksi
pengemulsi.
d. Pencahar emolien
Pencahar emolien adalah deterjen anionik yang meningkatkan miscibility air dan lipid
dalam digesta, sehingga meningkatkan penyerapan lipid dan mengganggu penyerapan air.
Dioktil natrium sulfosuksinat dan diosil kalsium sulfosuksinat adalah dua emolien umum
yang tersedia dalam formulasi oral. Dosis untuk kedua pencahar emolien ini adalah 50 mg
oral diberikan sekali sehari pada anjing dan kucing.
Khasiat klinis dari salah satu produk dalam mengobati taring atau sembelit kucing belum
terbukti dalam uji klinis terkontrol.
e. Pencahar Iritan
Obat ini berasal dari tanaman dan diaktifkan di saluran GI untuk melepaskan turunan
iritan yang mengaktifkan neuron myenteric dan otot polos untuk meningkatkan motilitas
usus. Terutama diberikan pada hewan besar nonruminan.
Minyak jarak dibelah oleh lipase pankreas di usus kecil untuk menghasilkan risinoleat iritan.
Ini merangsang gerak peristaltik di seluruh usus dan mengurangi penyerapan cairan. Ini
digunakan terutama pada anak sapi dan anak kuda.
Pencahar antrakuinon (emodin) meliputi lidah buaya, senna, dan cascara sagrada. Ini
mengandung glikosida yang dihidrolisis dalam usus besar untuk menghasilkan antrakuinon
yang mengiritasi yang merangsang pleksus mienterik dan meningkatkan motilitas kolon.
Permulaan tindakan mereka lambat karena mereka bertindak di usus besar. Mereka diberikan
pada kuda.
2.7 Bahan kontras radiografi
Bahan Kontras merupakan senyawa-senyawa yang digunakan untuk meningkatkan
visualisasi (visibility) struktur-struktur internal pada sebuah pencitraan diagnostic medik.
Bahan kontras dipakai pada pencitraan dengan sinar-X untuk meningkatkan daya
attenuasi sinar-X (Bahan kontras positif) yang akan dibahas lebih luas disini atau
menurunkan daya attenuasi sinar-X (bahan kontras negative dengan bahan dasar udara
atau gas). Selain itu bahan kontras juga digunakan dalam pemeriksaan MRI (Magnetic
Resonance Imaging), namun metode ini tidak didasarkan pada sinar-X tetapi mengubah
sifat-sifat magnetic dari inti hidrogen yang menyerap bahan kontras tersebut. Bahan
kontras MRI dengan sifat demikian adalah Gadolinium.
A. Sejarah
Penggunaan media kontras pada pemerikasaan radiologi bermula dari percobaan Tuffier
pada tahun 1897, dimana dalam percobaannya ia memasukkan kawat kedalam ureter
melalui keteter., sehingga terjadi bayangan ureter dalam radiograf. Percobaan selanjutnya
yaitu dengan menggunakan kontras cair untuk menggambarkan anatomi dari traktus
urinarius. Kontras tersebut diantaranya : koloid perak,bismut,natrium iodida,perak
iodida, stronsium klorida, dan sebagainya. Berangsur-angsur metode tersebut mulai
ditinggalkan karena menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Infeksi, trauma jaringan,
terjadinya emboli, dan deposit perak dalam ginjal merupakan akibat sampingan yang
tidak bisa dihindari.
Berpijak dari pengalaman-pengalaman terdahulu kemudian para ahli radiologi sepakat
untuk megadakan pembaharuan dalam pemakaian media kontras pada pemeriksaan
radiologi. Dan pada tahun 1928 seorang ahli urologi, Dr.Moses Swick bekerjasama
dengan Prof.Lichtwitz,Binz, Rath, dan Lichtenberg memperkenalkan penemuannya
tentang media kontras iodium water-soluble yang digunakan dalam pemeriksaan urografi
secara intravena. Media kotras yang berhasil disintesa, diantranya dalah :sodium
iodopyridone-N-acetic acid yang disebut Urosectan-B (Iopax), dan sodium
oidomethamate yang disebut Uroselectan-B (Neoiopax). Dari segi radiograf kedua
macam media kotras tersebut memberikan hasil yang memuaskan, namun dari pasiennya
masih menimbulkan efek yang merugikan, yaitu : mual dan muntah. Selanjutnya
Dr.Swick dan kawan-kawan melanjutkan usahanya dengan mengembangkan Iodopyracet
yang sementara waktu bisa menggantikan kedudukan Neoiopax dalam pemerikasaan
Urografi intra vena.
Usaha mengembangkan media kontras pun terus berlanjut. Mulai pertengahan tahun
1950 semua jenis media kontras untuk pemakaian secara intravaskuler untuk pemakaian
secara intravaskular mulai mengalami pergantian. Mulai periode ini media kontras
intravaskular menggunakan molekul asam benzoat sebagai bahan dasarnya dengan
mengikat tiga atom iodium. Dari hasil uji coba membuktikan bahwa media kontras jenis
ini memiliki kelebihan dibanding dengan jenis media kontras sebelumnya. Jenis media
kontras tersebut diantarannya ; acetrizoate dibuat tahun 1950, diatrizoate tahun 1954,
metrizoate tahun 1961, iothalamate tahun 1962, iodamide tahun 1965 dan ioxithalamate
tahun 1968. Akhirnya media kontras yang dapat pula digunakan secara intravaskular
secara kontinyu terus mengalami penyempurnaan.
Dari hasil penelitian membuktikan bahwa ionisitas dan osmolalitas merupakan kunci
utama terjadinya keracunan pada pasien. Kemudian mulai tahun 1969 dr.Torsten Almen
mengembangkan jenis media kontras non-ionik dengan osmolalitas yang cukup rendah.
Mula-mula ia mengadakan penelitian terhadap keluarga Metrizamide yang sebelumnya
dipakai pada pemeriksaan mielografi. Dengan diciptakannya media kontras water soluble
untuk pemeriksaaan mielografi, penggunaan secara intravaskular mulai dipelajari. Hasil
akhir penelitian memberikan jalan yang terbaik untuk segala macam pemeriksaan
radiologi yang menggunakan media kontras iodium non-ionik water-soluble secara
intravascular.
Ada dua jenis bahan baku dasar dari bahan kontras positif yang digunakan dalam
pemeriksaan dengan sinar-X yaitu barium dan iodium. Sebuah tipe bahan kontras lain
yang sudah lama adalah Thorotrast dengan senyawa dasar thorium dioksida, tapi
penggunaannya telah dihentikan karena terbukti bersifat karsinogen.
B. Barium sulfat
Bahan kontras barium sulfat, berbentuk bubuk putih yang tidak larut. Bubuk ini
dicampur dengan air dan beberapa komponen tambahan lainnya untuk membuat
campuran bahan kontras. Bahan ini umumnya hanya digunakan pada saluran pencernaan;
biasanya ditelan atau diberikan sebagai enema. Setelah pemeriksaan, bahan ini akan
keluar dari tubuh bersama dengan feces.
C. Bahan kontras Iodium
Bahan kontras iodium bisa terikat pada senyawa organik (non-ionik) atau sebuah
senyawa ionic. Bahan-bahan ionic dibuat pertama kali dan masih banyak digunakan
dengan tergantung pada pemeriksaan yang dimaksudkan. Bahan-bahan ionic memiliki
profil efek samping yang lebih buruk. Senyawa-senyawa organik memiliki efek samping
yang lebih sedikit karena tidak berdisosiasi dengan molekul-molekul komponen. Banyak
dari efek samping yang diakibatkan oleh larutan hyperosmolar yang diinjeksikan, yaitu
zat-zat ini membawa lebih banyak atom iodine per molekul. Semakin banyak iodine,
maka daya attenuasi sinar-X bertambah. Ada banyak molekul yang berbeda. Media
kontras yang berbasis iodium dapat larut dalam air dan tidak berbahaya bagi tubuh.
Bahan-bahan kontras ini banyak dijual sebagai larutan cair jernih yang tidak berwarna.
Konsentrasinya biasanya dinyatakan dalam mg I/ml. Bahan kontras teriodinasi modern
bisa digunakan hampir di semua bagian tubuh. Kebanyakan diantaranya digunakan
secara intravenous, tapi untuk berbagai tujuan juga bisa digunakan secara intraarterial,
intrathecal (tulang belakang) dan intraabdominally – hampir pada seluruh rongga tubuh
atau ruang yang potensial.
Untuk memperoleh sifat media kontras yang dikehendaki pada pemeriksann radiologi
tertentu biasanya dilakukan penggabungan antara beberapa jenis kation dalam satu jenis
media kontras.
a) Bahan Kontras Ionik Monomer
Bahan Kontras ionik manomer merupakan bentuk bahan kontras ionik yang
memiliki satu buah cincin asam benzoat dalam satu molekul
b) Bahan Kontras Ionik dimer
Merupakan media kontras ionik yang memiliki dua buah cincin asam benzoat
dalam satu molekul. Salah satu contoh bentuk dan susunan kimia jenis bahan
kontras ini adalah Ioxaglate (Hexabrix) yang merupakan media kontras ionik
dimer pertama dibuat ;
c) Bahan Kontras Non-ionik.
Di dalam susunan kimia media kontras non-ionik sudah tidak dijumpai lagi
adanya ikatan ion antar atom penyusun molekul. Kalau dalam media kontras
ionik terdapat dua partikel penyususn molekul (kation dan anion) maka dalam
bahan kontras non-ionik hanya ada satu partikel penyusun molekul sehingga
memiliki karakteristik tersendiri.
d) Bahan kontras Non-ionik Manomer
Bahan kontras ini berasal dari media kontras ionik monomer yang dibentuk
dengan mengganti gugus karboksil oleh gugus radikal non-ionik yaitu amida (-
CONH2).
e) Bahan Kontras Non-ionik Dimer
Pembentukan struktur kimia bahan kontras ini melalui proses penggantian pada
gugus karboksil media kontras ionik dimer juga oleh gugus radikal non-ionik,
yang pada kahir sisntesa menghasilkan perbandingan iodium terhadap partikel
media kontras 6 : 1.
Efek Samping
Bahan Kontras iodium yang modern merupakan obat-obat yang aman; reaksi-reaksi
berbahaya bisa terjadi tapi tidak umum. Efek samping utama dari radiokontras adalah
reaksi anafilaktif dan nefropati .
Reaksi-Reaksi Anafilaktif
Reaksi-reaksi anafilaktif jarang terjadi (Karnegis dan Heinz, 1979 dkk., 1987;
Greenberger dan Patterson, 1998), tapi bisa terjadi sebagai respon terhadap
bahankontras yang disuntikkan atau yang diberikan lewat mulut dan rectal dan bahkan
memperburuk pyelografi. Gejalanya mirip dengan reaksi-reaksi anafilaksis, tapi tidak
diakibatkan oleh respon kekebalan yang diperantarai IgE. Pasien-pasien yang
memiliki riwayat reaksi-reaksi kontras, berisiko tinggi untuk mengalami reaksi-reaksi
anafilaktif (Greenberger dan Patterson, 1988; Lang dkk., 1993). Pengobatan dini
dengan kortikosteroid telah terbukti dapat mengurangi kejadian reaksi-reaksi yang
berbahaya (Lasser dkk., 1988; Greenberger dkk., 1985; Wittbrodt dan Spinler, 1994).
Reaksi-reaksi anafilaktif bisa mulai dari urticaria dan gatal-gatal, sampai
bronchospasma dan edema facial dan laryngeal. Untuk kasus-kasus urtikaria yang
sederhana dan gatal-gatal, Benadryl (diphenhydramine) lewat mulut atau IV
(intravenous) bisa diberikan. Untuk reaksi-reaksi yang lebih parah, antara lain
bronchospasma dan edema leher atau wajah dapat diberikan inhaler albuterol, atau
epinefrin IV atau subcutaneous, ditambah diphenhydramine mungkin diperlukan. Jika
respirasi terganggu, saluran udara harus dibebaskan .
Nefropati yang Ditimbulkan oleh Medium Kontras
Nefropati oleh media kontras dapat ditimbulkan baik oleh peningkatan kreatinin darah
lebih besar dari 25% atau peningkatan mutlak kreatinin darah yang mencapai 0,5
mg/dL. Ada tiga faktor yang terkait dengan meningkatnya risiko nefropati yang
dipengaruhi oleh medium kontras, yaitu: gangguan ginjal sebelumnya (seperti
penurunan kadar kreatinin < 60 mL/menit (1.00 mL/detik), diabetes yang telah ada
sebelumnya, dan volume intravascular yang berkurang (McCullough, 1997); Scanlon
dkk., 1999). Osmolalitas bahan kontras diyakini sangat berperan dalam nefropati.
Idealnya, bahan kontras harus isoosmolar terhadap darah. Bahan kontras beriodium
yang modern biasanya nonionic, tipe-tipe ionic yang terdahulu biasa menyebabkan
efek yang lebih berbahaya dan tidak digunakan lagi. Untuk meminimalisir risiko
terjadinya nefropati akibat medium kontras, maka berbagai tindakan bisa dilakukan
yang kesemuanya telah dianalisis dalam sebuah meta-analisis yaitu : 1. Dosis media
kontras harus diupayakan serendah mungkin, meski masih mampu ditmabhkan untuk
melakukan pemeriksaan . 2. Bahan kontras bersifat non ionic 3. Media kontras yang
nonionic dan iso-osmolar. Salah satu percobaan terkontrol acak menemukan bahwa
sebuah bahan kontras nonionic iso-osmolar lebih baik dibanding media kontras non-
ionik low-osmolar. 4. Hydrasi cairan intravenous dengan larutan garam. Masih ada
pertentangan tentang cara yang paling efektif untuk hidrasi cairan intravenous. Salah
satu metode adalah 1 mg/kg per jam selama 6-12 jam sebelum dan setelah pemberian
kontras. 5. Hidrasi fluida intravenous dengan larutan garam ditambah sodium
bikarbonat. Sebagai sebuah alternatif bagi hydrasi intravenous dengan larutan garam
biasa, pemberian sodium bikarbonat 3 mL/kg per jam selama 1 jam sebelumnya,
diikuti dengan 1 mL/kg per jam selama 6 jam setelah pemberian bahan kontras
diketahui lebih baik ketimbang larutan garam biasa pada salah satu percobaan
terkontrol acak. Ini selanjutnya didukung dengan sebuah percobaan terkontrol acak
multi-senter, yang juga menunjukkan bahwa hydrasi intravenous dengan sodium
bikarbonat lebih baik terhadap 0,9% larutan garam normal. Efek renoprotektif dari
bikarbonat dianggap diakibatkan oleh alkalinisasi urin, yang menciptakan sebuah
lingkungan yang lebih rentan terhadap pembentukan radikal bebas yang berbahaya. 6.
N-asetilcystein (NAC). NAC, 600 mg secara oral dua kali sehari, pada hari sebelum
selama prosedur jika pelepasan kreatinin diperkirakan lebih kecil dari 60 mL/menit
(1,00 mL/detik). Sebuah percobaan terkontrol acak menemukan dosis NAC yang
lebih tinggi (1200 mg IV bolus dan 1200 mg secara oral dua kali sehari selama 2 hari)
dapat membantu (pengurangan risiko relatif sebesar 74%) pasien yang menerima
angioplasty koroner dengan volume kontras yang lebih tinggi. Beberapa penelitian
terbaru menunjukkan bahwa N-asetilcystein melindungi ginjal dari efek toksik bahan
kontras (Gleeson & Bulugahapitiya 2004). Efek ini, tidak merata, beberapa peneliti
(seperti Hoffman dkk., 2004) telah mengklaim bahwa efek ini diakibatkan oleh
gangguan dengan uji laboratorium kreatinin itu sendiri. Ini didukung oleh kurangnya
korelasi antara kadar-kadar kreatinin dan kadar cystatin C. Agen-agen farmakologis
lain, seperti furosemida, mannitol, theophylline, aminophylline, dopamine, dan atrial
natriuretic peptide telah dicoba, tapi belum ada efek menguntungkan atau justru
memiliki efek yang membahayakan (Solomon dkk., 1994; Abizaid dkk., 1999).
Reaksi Kemotoksik Pasien yang memiliki kelainan pada kelenjar gondok sering
mengalami reaksi kemotoksik setelah menjalani pemeriksaan dengan bahan kontras.
Sebenarnya atom iodium yang terikat kuat dalam senyawa bahan kontras tidak
memberikan pengaruh yang besar. Ia hanya sensitif terhadap ion iodida bebas yang
sedikit banyak terdapat dalam bahan kontras. Kenaikan intake iodida inilah yang
menyebabkan tirotoksikosis. Kontribusi makanan-laut dan alergi-alergi lain Disini
harus ditekankan bahwa dugaan tentang “alergi” makanan laut, yang seringkali lebih
didasarkan pada mitos dibanding fakta, bukanlah sebuah kontraindikasi yang cukup
terhadap penggunaan bahan kontras beriodum. Sebuah hubungan antara kadar iodium
dalam makanan laut dan alergi akibat makanan laut merupakan bagian dari bidang
medis. Meski kadar iodine dalam makanan laut lebih tinggi dibanding pada makanan
non-laut, namun konsumsi yang terakhir ini melebihi yang pertama dan tidak ada
bukti yang menunjukkan bahwa kandungan iodine makanan laut terkait dengan
reaksi-reaksi terhadap makanan-laut (Coakley dan Panicek, 1997). Data yang ada
menunjukkan alergi akibat makanan laut dapat meningkatkan risiko sebuah reaksi
yang diperantarai bahan kontras dengan jumlah yang kira-kira sama seperti alergi
terhadap buah atau sama dengan yang menyebabkan asma (Shehadi, 1975). Dengan
kata lain, lebih dari 85% pasien yang mengalami alergi makanan-laut tidak akan
memiliki reaksi yang berbahaya terhadap kontras beriodium (Coakley dan Panicek,
1997). Terakhir, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa reaksi-reaksi kulit yang
berbahaya terhadap antiseptic-antiseptik topikal yang mengandung iodium (seperti
betadin, povidin) yang banyak hubungannya dengan pemberian bahan kontras IV
(Coakley dan Panicek, 1997; can Ketel dan van den Berg, 1990).
2. Gadolinium
Gadolinium adalah unsur kimia yang dalam tabel sistem periodik memiliki simbol Gd
dengan nomor atom 64. Gadolinium menjadi superconductive dibawah suatu
temperatur kritis1.083 K. Dan merupakan strongly magnetic pada suhu ruang, dan
menunjukkan sifat ferromagnetic dibawah suhu ruang.
Gadolinium memperlihatkan efek magnetocaloric yaitu peningkatan temperature
ketika berada dalam medan magnet dan menurun ketika meninggalkan medan magnet.
Diakrenakan sifat paramagnetiknya larutan organic gadolinium kompleks dan
senyawa gadolinium digunakan secara intravenous sebagai bahan kontras untuk
keperluan pencitraan medis magnetic resonance imaging (MRI) . Kontras gambar
yang dihasilkan Gadolinium pada MRI dipengaruhi oleh perubahan variasi T1 dan T2
jaringan. Nilai T1 dan T2 diubah oleh perubahan jumlah fluktuasi medan magnet
dekat sebuah inti. Medan paramagnetik oleh gadolinium menghasilkan banyak osilasi
medan . Pada umumnya kontras gambar pada MRI diperoleh oleh satu jaringan yang
memiliki afinitas yang lebih tinggi (gaya tarik menarik) atau vaskularisasi yang lebih
banyak dibandingkan jaringan lain. Sebagai contoh tumor memiliki Gd uptake yang
lebih besar dibandingkan jaringan disekitarnya menyebabkan T1 tumor lebih singkat
sehinga signal yang dihasilkan lebih kuat.
Disamping MRI, gadolinium (Gd) juga digunakan dalam teknik pencitraan lain. Pada
pemeriksaan dengan sinar-X, gadolinium terdapat dalam lapisan phosphor terdapat
dalam suatu polymer matrix pada detector. Terbium-doped gadolinium oxysulfide
(Gd2O2S: Tb) pada lapisan phosphor mengubah sinar-X menjadi cahaya nampak. Gd
dapat memancarkan cahaya dengan panjang gelombang 540nm (spektrum cahaya
hijau = 520 – 570nm), yang bermanfaaat pada penggunaan dalam photographic film.
Gadolinium oxyorthosilicate (GSOadalah sebuah kristal tunggal yang digunakan
sebagai scintillator pada peralatan pencitraan medis seperti Positron Emission
Tomography (PET). scintillator lain yang terbaru untuk mendeteksi neutron adalah
cerium-doped gadolinium orthosilicate (GSO - Gd2SiO5:Ce).
Di masa yang akan datang, gadolinium ethyl sulfate, yang memiliki karakteristik
noise yang sangat rendah, dapat digunakan dalam masers. Selanjutnya gadolinium's
high magnetic movement dan low Curie temperature (yang hanya pada suhu ruang)
merupakan aplikasi komponen magnetic untuk menindera panas dan
dingin.Menyebabkan extremely high neutron cross-section of gadolinium, elemen ini
sanagt efektif digunakan pada neutron radiography.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Obat Sistem Pencernaan atau gastrointestinal adalah obat yang bekerja pada sistem
gastrointestinal dan hepatobiliar. Sistem pencernaan berfungsi untuk menerima
makanan, memecah makanan menjadi zat-zat gizi sehingga dapat diserap oleh tubuh
melalui aliran darah dan membuang zat-zat yang tidak lagi dubtuhkan oleh tubuh
Jenis-jenis obat gastrointestinal dapat diklasifikasikan sebagai berikut antiulser,
gastroprotektan, antiemetika, emetika, antasida, dehidrasi, laksansia dan bahan
kontras radiografi. Dari sekian obat yang disebutkan diatas, setiap obat memiliki efek
dan fungsi kerja sendiri berdasarkan golongannya.