Anda di halaman 1dari 4

Pembahasan

Pemeliharaan Babi Starter

Jenis perlakuan Dilaksanakan apa Apabila Ya, pada Apabila Tidak,


tidak umur apa
(Ya/Tidak) berapa dilakukan alasannya
Potong tali pusar Ya 25 hari
Identifikasi Ya
Pencegahan -
anemia
Potong taring Ya 2 bulan
Potong ekor Ya 2 bulan
Kastrasi/Ovariekto Ya 4 bulan
mi
Vaksinasi ya 1 bulan sekali

Manajemen pemeliharaan babi fase starter di peternakan Vania dan Agung yaitu
dilakukan perlakuan potong tali pusar, identifikasi, potong taring, potong ekor, kastraksi
dan vaksinasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Manik dkk (2012) yang menyatakan
bahwa setiap anak babi yang baru lahir akan dilakukan penanganan seperlunya, yaitu
segera membersihkan dari selaput lendir yang menutup mulut dan hidung, di potong tali
pusat dan gigi susunya lalu kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan.
Pemotongan tali pusar dilakukan 25 hari setelah lahir. Padahal, umumnya pemotongan
tali pusar dilakukan langsung setelah ternak lahir.

Pemotongan ekor dan taring dilakukan saat babi berumur 2 bulan. Pemotongan
taring dilakukan dengan tujuan agar menghindari sifat kenibalisme. Pemotongan taring
dilakukan dengan cara anak babi dipegang pada bagian belakang telinga kemudian jari
telunjuk dimasukkan ke dalam mulut agar mulut terbuka dengan baik, kemudian dipotong
dengan menggunakan tang pemotong. Pemotongan taring harus dilakukan dengan hati-
hati. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Aritonang dan Ginting (1989) yang
menyatakan bahwa melakukan pemotongan gigi dilakukan secara hati-hati agar tidak
melukai gusi atau lidah.

Kastraksi dilakukan saat babi berumur 4 bulan. Kastraksi atau pengebirian adalah
tindakan mematikan produksi sel kelamin jantan dengan memotong testes atau
memutuskan saluran vas deferens yang berfungsi menyalurkan sperma ke penis. Tujuan
dari kastraksi adalah agar babi jantan yang berkualitas jelek tidak dapat mengawini betina
yang berkualitas bagus. Hal tersebut sesuai dengan Williamson dan Payne (1993) yang
menyatakan bahwa tujuan dari kastrasi adalah untuk mempertahankan kualitas daging,
agar pejantan tidak dapat dipergunakan lagi jadi bibit atau pemacek, menghindari babi
jantan yang berkualitas jelek mengawini calon-calon induk yang bagus dan untuk
menjinakan ternak babi yang mempunyai sifat buas atau kanibalisme. Sebelum
dikastraksi, anak babi terlebih dahulu disuntik dengan obat Alamycin LA dengan dosis ½
cc/ekor untuk mencegah terjadinya berak putih. Untuk mencegah infeksi dan
mempercepat penyembuhan sebaiknya luka akibat bekas kastraksi dijahit, kecuali untuk
babi yang berumur 4-5 minggu.

Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan sanitasi dan pemberian vaksin. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Kojo dkk (2014) yang menyatakan bahwa pencegahan
panyakit dilakukan oleh peternak melalui sanitasi sedangkan vaksinasi dapat diberikan
jenis-jenis obat dari kemungkinan timbulnya penyakit. Pada peternakan ini tidak ada
pencegahan anemia. Padahal, seharusnya pemberian zat besi dilakukan dalam waktu 48-
72 jam setelah kelahiran. Vaksinasi dilakukan setiap 1 bulan sekali. Salah satu penyakit
yang sering dialami ternak babi adalah mencret, khususnya pada babi yang sudah lepas
sapih. Untuk menangani ini anak babi sebaiknya dibiarkan keluar kandang untuk mencari
suhu panas.

Pemeliharaan Babi Finisher

1. Adakah perlakuan khusus yang diberikan peternak terhadap ternaknya pada fase
ini, apabila ada sebutkan : pakan dibatasi agar menghemat
biaya
2. Peternak menjual ternaknya pada umur : 5 bulan bobot 80-100 kg
3. Peternak menjual ternaknya berdasarkan bobot badan, dengan harga per kg
bobot badan Rp 42.000 kalau berdasarkan taksiran harga per ekornya Rp
4.200.000
4. Pada waktu menjual ternak dengan system penjualan langsung, apakah pembeli
yang dating ke peternak atau peternak yang menawarkan/dating ke pembeli?
Dua-duanya
Pemeliharaan babi periode finisher merupakan hasil lanjutan pemeliharaan dari
periode grower dan starter. Pemeliharaan dari periode tersebut dilaksanakan hingga
waktu yang sudah ditentukan untuk mencapai hasil yang maksimal. Finisher bertujuan
untuk memperbaiki penampilan babi dari periode grower dan starter. Pada periode ini
babi sebaiknya diberikan pakan dengan cara adlibitium. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Poluan dkk (2017) yang menyatakan bahwa babi pada periode grower sampai
finisher dengan bobot badan 15-110 kg diberikan ransum secara adlibitum.

Babi pada fase finisher dicirikan dengan berat hidup 60-90 kg. Babi yang sudah
mencapai bobot 90 kg sudah dapat dipotong. Ransum yang diberikan pada fase ini adalah
bahan makanan yang agak kasar dengan kebutuhan protein 14%. Hal tersebut sedikit
berbeda dengan pernyataan Nugroho dan Whendrato (1990) yang menyatakan bahwa
kebutuhan zat makanan babi periode finisher dengan bobot badan 50-80 kg adalah energi
metabolis 3265 kkal, protein kasar 15,5% dan konsumsi ransum 2575 gram/ekor/hari.
Namun pada peternakan ini peternak memberikan perlakuan membatasi pakan agar
menghemat biaya, karena peternakan yang dikunjungi adalah peternakan pembibitan
bukan penggemukan.

Peternak menjual ternak pada umur 5 bulan dengan bobot 80-100 kg. Peternak
menjual ternaknya berdasarkan bobot badan babi dengan harga per kilogram bobot
badan 42.000 rupiah. Harga tersebut merupakan harga standar dipsaran sesuai dengan
pernyataan Sumardani dkk (2015) yang menyatakan bahwa harga babi hidup pada kondisi
normal berkisar antara Rp 20.000 – Rp 40.000/kg. Berdasarkan taksiran harga per ekornya
maka 1 ekor babi dihargai sebesar 4.200.000 rupiah. System penjualan babi dilakukan
secara langsung yaitu pembeli datang langsung ke peternakan maupun peternak yang
datang ke pembeli.

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang. D dan N. Ginting. 1989. Teknik Beternak Babi di Indonesia. PT. Rekan Anda
Setiawan, Jakarta.

Kojo. R. E., V. V. J. Panelewen, M. A. V. Manese dan N. Santa. 2014. Efisiensi Penggunaan


Input Pakan dan Keuntungan Pada Usaha Ternak Babi di Kecamatan Tateran
Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Zootek 34(1): 62-74.
Manik. E. D., Hamdan dan U. Budi. 2012. Keragaman Jumlah Anak Sekelahiran dan Bobot
Lahir Bangsa Babi Galur Murni Australia. Jurnal Peternakan Integratif 1(3): 256-
265.

Nugroho. E dan I. Whendrato. 1990. Beternak Babi. Eka Offset, Semarang.

Poluan. W. R., P. R. R. I. Montong, J. F. Faath dan V. R. W. Rawung. 2017. Pertambahan


Berat Badan, Jumlah Konsumsi dan Efisiensi Penggunaan Pakan Babi Fase Grower
Sampai Finisher Yang Diberi Gula Aren (Arenga pinnata Merr) Dalam Air Minum.
Jurnal Zootek 37(1): 50-61.

Sumardani. N., I. A. Putra, I. W. Suberata, I. G. Suranjaya, D. K. H. Putra dan W. S.


Yupardhi. 2015. Teknik dan Manajemen Produksi Bibit Babi di Banjar Dauh Uma,
Desa Pengotan, Kabupaten Bangli. Jurnal Udayana Mengabdi 14(1): 24-27.

Williamson. G dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah


Mada University Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai