Ni Luh Dartini
Balai Besar Veteriner Denpasar
ABSTRAK
ABSTRACT
24
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
(Benkirane
and Alwis, 2002). Penyakit ini Sejak tahun 1984/1985 sampai
secara ekonomis sangat dengan 1986/1987 di Pulau
merugikan. Selain akibat Sumba telah dilakukan program
kematian yang ditimbulkan juga pemberantasan penyakit SE
karena turunnya produktifitas (haemorrhagic septicaemia/HS).
ternak, hilangnya tenaga kerja, Program tersebut dilakukan
dan tingginya biaya untuk dengan vaksinasi secara
penanggulangannya, (Farooq et serentak dengan cakupan
al., 2007). mencapai hingga 100% (Ndima,
1986), akan tetapi kelanjutan
Sebagai salah satu penyakit program tersebut menjadi tidak
strategis di Indonesia, penyakit jelas, data hasil evaluasi dan
SE merupakan penyakit yang surveilans tidak dapat ditelusuri.
harus mendapat prioritas dalam Kemudian sejak tahun 2002
penanggulangan dan program pemberantasan kembali
pemberantasannya. Program dicanangkan. Untuk mengetahui
pengendalian dan situasi penyakit SE, tingkat
pemberantasan penyakit SE di kekebalan ternak terhadap
Indonesia secara umum masih penyakit SE, serta kemungkinan
difokuskan pada kegiatan pembebasan penyakit SE di
pencegahan wabah melalui Pulau Sumba, maka pada tahun
vaksinasi massal hanya 2004-2009 dilakukan surveilan
dikantung-kantung penyakit dengan pengambilan sampel
disuatu wilayah. Kegiatan ini darah/serum ternak peka (sapi
masih belum efektif karena belum dan kerbau), pengumpulan data
dilakukan secara intensif dan cakupan vaksinasi, dan data
berkelanjutan. Keberhasilan laporan kasus penyakit SE
untuk menciptakan suatu wilayah secara klinis.
atau pulau yang bebas dari
penyakit SE dapat diwujudkan
dengan melakukan program MATERI DAN METODA
pemberantasan yang terencana, Surveilans dilakukan dengan
melaksanakan program vasinasi pengumpulan data cakupan
massal yang mencakup seluruh vaksinasi SE, data kasus klinis,
populasi, dan dilanjutkan dengan dan pengambilan sampel serum.
program monitoring dan Sampel serum darah sapi dan
surveilans yang intensif. Hal ini kerbau diambil dari beberapa
dibuktikan dengan keberhasilan lokasi di Pulau Sumba. Sampel
pembebasan penyakit SE di diambil sejak tahun 2004 sampai
Pulau Lombok pada tahun 1985 2009. Dilaboratorium sampel
dan status bebasnya dinyatakan serum diuji dengan metode
dengan surat keputusan ELISA, menggunakan antigen
Direktorat Jenderal Peternakan Pasteurella multocida type B
tanggal 29 April 1985, strain 0332 (VIAS Australia).
Nomor.213/TN.510/Kpts/DJP/De Titer ELISA 200 elisa unit (EU)
ptan/85 (Direktorat Bina atau lebih dianggap protektif,
Kesehatan Hewan, 1995). (Widder et al., 1996).
25
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
HASIL
Tabel 1
Cakupan vaksinasi SE di Pulau Sumba
3 2001 ? 79%
4 2003 ? 58%
5 2004 ? 84,93%%
7 2006 ? 80,91%
8 2007 ? 85,30%
9 2008 ? 77,00%
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur.
Tabel 2.
Hasil Uji Sampel terhadap Antibodi SE di Pulau Sumba Tahun 2004-2009
Tahun
Tahun Tahun Tahun Tahun
Kabupaten 2004
2005 2006 2008 2009
Sumba Barat 121/136 187/293 505/695 72/138 22/122
(88,9%) (63,9%) (72,7%) (52,17%) (18,03%)
Sumba Barat - - - 65/106 64/299
Daya (61,3%) (21,4%)
Sumba Timur 76/150 229/404 517/706 - 50/114
(50,7%) (56,7%) (73,2%) (48,07%)
Sumba - - - 99/168 -
Tengah (58,9%)
Rata-rata 197/286 415/697 1.022/1.401 236/412 136/535
(68,9%) (59,7%) (72,9%) (57,3%) (25,42%)
Keterangan : jumlah protektif/total sampel (persentase)
26
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
Tabel 3
Data kasus klinis penyakit SE di Pulau Sumba
27
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
terhadap penyakit SE
mengakibatkan terjadinya kasus SARAN
SE setiap tahun di Pulau Sumba.
Hal ini didukung oleh adanya Dalam rangka membangun
laporan kasus penyakit SE kriteria pembebasan penyakit
secara klinis setiap tahun, baik di yang memenuhi kaidah ilmiah /
Kabupaten Sumba Barat maupun akademis maka Perlu dilakukan
Sumba Timur. Putra (2002), perencanaan yang matang,
melaporkan insident penyakit SE meliputi pendataan populasi
mencapai 11,8% di Kabupaten ternak peka, penyediaan vaksin
Sumba Barat pada periode tahun yang memadai dalam kurun
1997-2001. waktu program pemberantasan.
Kemudian diikuti dengan
Berdasarkan data cakupan monitoring dan evaluasi secara
vaksinasi dan data laporan kasus berkesinambungan terhadap
yang tidak konsisten dari tahun prevalensi antibodi hewan peka,
ke tahun di pulau sumba, pendataan tingkat kejadian kasus
mengindikasikan bahwa, program di lapangan, serta isolasi dan
pemberantasan tidak identifikasi Pasteurella multocida
direncanakan dengan baik. Hal penyebab penyakit SE dari
ini mengakibatkan tidak hewan carrier.
tercapainya target cakupan
vaksinasi yang memadai dan
tidak adanya evaluasi yang UCAPAN TERIMAKASIH
berkesinambungan terhadap
program yang dilakukan. Terimakasih yang sebesar-
besarnya disampaikan kepada
Kepala Dinas Peternakan
KESIMPULAN Kabupaten Sumba Timur,
Kabupaten Sumba Barat,
Berdasarkan data yang diperoleh Kabupaten Sumba Tengah, dan
dan hasil surveilans dapat Kabupaten Sumba Barat Daya,
disimpulkan bahwa: beserta staf atas bantuan yang
1. Cakupan vaksinasi SE di diberikan untuk penelitian ini.
Pulau Sumba belum Ucapan yang sama juga
maksimal, disampaikan kepada Kepala
2. Persentase ternak peka Balai Besar Veteriner Denpasar
yang memiliki antibodi beserta staf, atas kesempatan
protektif terhadap penyakit dan dukungan dana yang
SE di Pulau Sumba masih diberikan pada penelitian ini.
relatif rendah.
3. Kejadian penyakit SE
secara klinis masih
dilaporkan setiap tahun.
4. Sampai dengan tahun
2009 Pulau Sumba belum
bisa terhindar dari
ancaman penyakit SE.
28
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
29
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
ABSTRAK
Isolasi kuman dari organ hati dan ginjal seekor kukang (Nycticebus coucang) yang
berasal dari spesimen Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tabanan berhasil
dilakukan.Hasil uji isolasi dan identifikasi menunjukkan kuman bersifat gram negatif,
berbentuk batang pendek dan membentuk gas H2S pada media TSIA dan LIA, bereaksi
negatif pada urea , bersifat motil pada media MIO dan ada perubahan warna (biru) pada
Simon Citrate. Pada uji gula-gula semua bereaksi positif (glukosa,trehalosa,maltose,
laktosa, manitol, sukrose), kecuali sorbitol. Kuman walaupun membuat sakit mencit tetapi
tidak membunuh sampai hari ke 7. Dari mencit terinfeksi dapat diisolasi kembali kuman
yang sama. Kuman ternyata peka terhadap gentamisin, ofloxaxin, intermediate terhadap
amoxcylin, oksitetrasiklin namun resisten terhadap clindamisin.Dari hasil uji isolasi dan
identifikasi disimpulkan bahwa kuman pada organ tersebut diduga Salmonella
Typhimurium.Selanjutnya disarankan menggunakan antibiotika ini sebagai tindak
pengobatan. Dengan berhasil diisolasinya kuman Salmonella Typhimurium ini
menunjukkan selain tikus sebagai reservoar juga hewan lainnya seperti kukang dapat
juga tertular. Untuk itu disarankan kepada penyayang/pemelihara hewan kesayangan
agar lebih berhati-hati menjaga kesehatan hewannya, terutama terhadap kemungkinan
tercemar oleh kuman salmonella.
ABSTRACT
Isolation and identification of a bacterial agent from liver and kidneys obtained from a
died Nycticebus Councang was successfully carried out at BBVet Denpasar. The Organ
were sent from the animal preservation center Tabanan to the laboratory for the
confirmation of the agent. The isolated bacteria were rod in shape, gram negative, motile
( in MIO), change to blue color in Simon Citrate, negative in urea, and produced H 2S gas.
In sugars assay, the agent showed positive reactions in almost all sugar, except in
sorbitol. The agent produced a mild clinical signs in mice and did not kill the infected mice
until day seven. Antibiotic assays showed that the agent was sensitive to gentamycine,
and ofloxaxine, intermediate to amoxyllin, oxytetracycline, but resistance to Clindamycine.
It was concluded that the microorganism found in the organs was considered as
Salmonella Typhimurium.Further it was recommended to use gentamycine and ofloxaxin
to treat infection with the Salmonella Typimurium in Nycticebus coucang. This result
suggested that Salmonella Typhimurium could infect mice,nyticebus coucang and may be
orther animal species, therefore sanitation and prevention should be considered in
looking after such animals.
30
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
31
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
32
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
Gambar 1.
Pada media Brilliant Green Agar warna media berubah dari kuning menjadi
merah, hasil pewarnaan koloninya kecil, kemerahan
Gambar 2 .
Koloni ditanam pada BHI dan hasil pewarnaan koloni terlihat kecil, kurus
33
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
Gambar 3.
Uji biologis, hasil pewarnaan menunjukkan Salmonella Typhimurium dengan
tanda kuman berbentuk batang,kecil,kurus,gram(-),warna merah muda
34
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
35
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
ABSTRAK
Letupan wabah kematian 15 ekor kera pada bulan Juli 2012 di monkey forest, Ubud,
Kabupaten Gianyar yang diduga sementara terinfeksi streptococcosis, telah berhasil
diidentifikasi penyebabnya. Hasil uji laboratorium Bakteriologi BBVet Denpasar terhadap
sampel kera yang mati (limpa, paru, usus dan hati) menunjukan kuman berbentuk
coccus berantai, gram positif. Dan pada uji gula-gula bereaksi negatif serta tidak
memproduksi H2S menunjukan bahwa kuman penyebabnya adalah kuman
Streptococcus equi grup C. Kuman yang sama dengan penyebab wabah tahun 1994.
Hasil uji sensitifitas kuman terhadap beberapa antibiotika seperti penisilin, amoksilin,
ampisilin dan oksitetrasiklin menunjukan reaksi resisten. Sedangkan OIE menyarankan
untuk menggunakan antibiotika tersebut untuk pengobatan streptococcosis. Untuk itu
perlu dilakukan kaji ulang sensitifitas kuman terhadap antibiotika untuk mencari
penyebab resistensi ini dan mendapatkan antibiotika yang tepat dan efektif untuk
pengobatan streptococcosis.
ABSTRACT
An outbreaks of infectious disease occured in July 2012 at Monkey Forest, Ubud, District
of Gianyar, killing abaut 15 monkeys in 3 days. The disease was clinically diagnosed as
streptococcosis. Organ samples of the death monkey (spleens, lungs, intestines and
livers) were sent to BBVet Denpasar for isolation and identification of causal agen. The
laboratorium found that the agents were coccoid in from, gram positive and
Streptococcus equi in C grup. This agent is similar to the causal agent of the out breaks
in 1994, killing monkeys and pig in Sangeh Monkey Forest of Badung. Antibiotic sensitvity
assay showed that the agents were alredy resistant to antibiotics penicillin, amoxicillin,
ampicillin and oxytetracycline that were used effectively to treat the animal during
outbreak in 1994 and also sugested by The OIE. It was suggested to find out why the
resistance occured and what effectively antibiotics should be used in the treatment of the
disease.
36
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
tanggal 3 Juli 2012 kera mati gram, uji biokimia (TSIA, LIA,
mendadak dengan gejala mulut MIO), uji gula-gula (manitol,
berbuih dan kejang sebanyak 4 trihalose, lactose dan sorbitol).
ekor, tanggal 4 Juli 2012 kera Sedangkan uji group
yang mati 10 ekor dan tanggal 6 menggunakan reagen lateks
Juli 2012 kera yang mati 1 ekor. (menurut Lancefield) dan uji
Dugaan sementara mengarah ke sensitifitas antibiotika
infeksi streptococcosis. menggunakan penisilin,
amoksilin, ampisilin dan
Wabah Streptococcosis sp. Pada oksitetrasiklin.
kera dan babi di Bali pernah
dilaporkan terjadi pada tahun Metode
1994, dengan angka morbiditas Metode isolasi dan identifikasi
50% dan mortalitas 45%. (Dartini kuman menggunakan metode
dkk. 1994, Dharma, 1994, standar BBVet Denpasar. Isolasi
Soeharsono dan Dibia, 1994). kuman dilakukan dengan
Bakteri ini diklasifikasikan dalam pemupukan organ usus, limpa,
Family: Streptococcaceae dan hati dan paru kera pada media
Genus: Streptococcus. Dalam mac conkey agar dan blood agar,
biakan agar darah tumbuh koloni diinkubasi 24 jam dengan suhu
berukuran kecil atau sedang 370C. Koloni kuman yang tumbuh
berwarna kekuningan, mukoid, diwarnai dengan pewarnaan
licin dan bercahaya (glossy), gram dan pengamatan
hemolisa bersifat alpha atau beta mikroskop, selanjutnya kuman
tergantung jenis Streptococcus dimurnikan dengan cara
sp. dan dalam pewarnaan gram subkultur di dalam media blood
menunjukan gram positif bentuk agar, diinkubasikan 24 jam suhu
coccus berantai (Carter, 1973). 370C. Koloni yang tumbuh lalu
diidentifikasi dengan uji biokimia
Dari kera yang mati dari kasus (TSIA, LIA, MIO), uji gula-gula
yang terjadi di Kabupaten (manitol, trihalose, lactose dan
Gianyar ini, organnya dikirim ke sorbitol) dan dilanjutkan uji group
laboratorium Bakteriologi BBVet menurut Lancefield. Uji
Denpasar untuk dilakukan sensitifitas dilakukan dengan
pemeriksaan terhadap menggunakan disk antibiotika
kemungkinan penyebab kematian penisilin, amoksilin, ampisilin dan
kera tersebut. Tulisan ini oksitetrasiklin diinkubasikan 24
merupakan laporan hasil isolasi jam kemudian diamati dan ukur
dan identifikasi laboratorium diameter zona hambatan yang
BBVet Denpasar. terbentuk (Cowan, 1981).
37
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
Gambar 1.
Pewarnaan Gram hasil Pengamatan Mikroskop
Gambar 2.
Uji Grup Lanceffield (gambar no 3 grup C terjadi aglutinasi)
38
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
Tabel 1.
Hasil Identifikasi Kuman Uji Biokimia dan Gula-Gula
Media Hasil
TSIA Tidak memproduksi H2S dan gas
LIA Tidak memproduksi H2S dan gas
MIO Motil Negatif
Indol Negatif
Ornitin Negatif
Manitol Negatif
Trehalose Negatif
Lactose Negatif
Sorbitol Negatif
39
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
40
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
ABSTRAK
Pembengkakan gusi pada sapi Bali pertama kali dilaporkan di Provinsi Bali, kasus terjadi
pada peternakan sapi Koperasi Nandini Krisna, Banjar Anyar Sari Kauh, Desa Nusa Sari,
Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Jumlah sapi yang sakit sebanyak 11 ekor dari
total popolasi 479 ekor (2,30%), dengan gejala klinis terjadi pembengkakan pada gusi
disertai sedikit hipersalivasi, dipalpasi terasa keras, tidak ditemukan adanya ulserasi dan
erosi. Tidak ada tanda-tanda peradangan. Napsu makan masih baik. Setiap ekor sapi
per harinya mendapat jatah makanan sebanyak 2 kg konsentrat ditambah dengan 5 kg
®
jerami kering tanpa permentasi/amoniasi ditambah 1 sendok mineral (Cattle-Mix ). Pada
pengamatan bahan makanan, tongkol jagung baunya agak apek dan berjamur.
Berdasarkan gejala klinis, komposisi dan jumlah pakan yang diberikan pada sapi,
pembengkakan gusi pada sapi kemungkinan disebabkan oleh defisiensi kalsium.
ABSTRACT
Gingival enlargement on Bali cattle was first reported in Bali. The case occurred in the
farm of Nandini Krisna, Banjar Anyar Sari Kauh, Nusa Sari village, Melaya district of
Jembrana. The numbers of sick cattle were 11 out of 479 (2, 30%) cattle. The clinical
signs were enlargement and hardness of gum and hypersalivation. There were no signs
of inflammation, ulceration and erosion, showed the disease is non infectious. The cattle
still could eat well. Each cattle get 2 kg concentrated food and 5 kg dried straw without
®
fermentation plus 1 teaspoon mineral (Cattle-Mix ) everyday. Observation on cattle’s
food, the corn cobs were smelled and moldy. Based on clinical signs, the composition
and amount of feed given to the cattle, gingival enlargement on Bali cattle might be
caused by deficiency of calcium.
41
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
42
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
A B
Gambar 1
Gusi sapi terlihat membengkak (A) disertai dengan hipersalivasi (B), tidak terlihat
adanya ulserasi maupun erosi. Bila dipalpasi gusi yang bengkak terasa keras.
C D
Gambar 2
Pakan ternak terdiri dari tongkol jagung kondisinya kurang baik, berjamur (C).
Jerami tanpa diberi perlakuan fermentasi/amoniasi (D).
43
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
Tabel 1.
Kandungan gizi bahan makanan (konsentrat) yang diberikan pada ternak sapi
Nandini Krisna, Kabupaten Jembrana.
Tabel 2.
Analisa kandungan kalsium dan fosfor konsentrat produksi Nandini Krisna,
Kabupaten Jembrana.
44
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
45
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X
46