Anda di halaman 1dari 23

Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No.

81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

SURVEILANS PENYAKIT SE TAHUN 2004-2009


DI PULAU SUMBA
(Surveilance of Haemorrhagic Septicaemia 2004-2009 in Sumba
Island)

Ni Luh Dartini
Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Surveilan penyakit SE di Pulau Sumba, pada tahun 2004-2009 dilakukan untuk


mengetahui situasi penyakit dan status kekebalan ternak rentan terhadap SE. Surveilan
dilakukan dengan pengambilan sampel darah hewan peka (kerbau dan sapi),
pengumpulan data cakupan vaksinasi, dan laporan kejadian kasus penyakit SE secara
klinis. Sampel serum untuk deteksi antibodi terhadap SE diuji dengan metode ELISA.
Hasil surveilan menunjukkan bahwa rata-rata kekebalan ternak yang disampling terhadap
penyakit SE setiap tahun kurang dari 70%, rata-rata cakupan vaksinasi SE di Pulau
Sumba setiap tahunnya kurang dari 90%. Kasus penyakit SE secara klinis masih
dilaporkan terjadi setiap tahun di Pulau Sumba. Berdasarkan data cakupan vaksinasi,
persentase kekebalan ternak, dan masih adanya laporan kasus penyakit di Pulau
Sumba, maka dapat disimpulkan bahwa sampai tahun 2009 Pulau Sumba belum
terhindar dari ancaman penyakit SE.

Kata-kata kunci : SE, Surveilans 2004-2009, Pulau Sumba

ABSTRACT

Surveillance of Haemorrhagic Septicaemia on Sumba Island, in the year 2004-2009


conducted to determine the disease situation and the immune status of animals against
HS. Surveillance was done by taking a blood sample in susceptible animals (buffalo and
cow), collection of coverage vaccination data, and incidence of clinical disease. Serum
samples for the detection of antibodies against HS tested by ELISA method. The results
showed that the average of immunity against HS in Sumba Island per year is less than
70%, the vaccination coverage in Sumba Island has not reached 90%, and the HS
Clinical cases were reported occurred every year. Based on the vaccination coverage
data, the data of immune status, and HS cases report, it can be concluded that until 2009
the island of Sumba has not been spared from the threat of HS..

Key words: HS, Surveilance 2004-2009, Sumba Island

PENDAHULUAN menular pada ruminansia


terutama pada ternak sapi dan
Septicaemia Epizootica (SE) atau kerbau yang bersifat akut dan
Haemorrhagic Septicaemia (HS), fatal (OIE, 2009; Jaglic et
di Indonesia dikenal sebagai al.,2006). Situasi penyakit ini
penyakit ngorok, disebabkan oleh secara umum dibeberapa Negara
bakteri Pasteurella multocida. Asia dan Afrika, termasuk di
Septicaemia Epizootica Indonesia masih bersifat endemis
merupakan salah satu penyakit dan terkadang mewabah

24
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

(Benkirane
and Alwis, 2002). Penyakit ini Sejak tahun 1984/1985 sampai
secara ekonomis sangat dengan 1986/1987 di Pulau
merugikan. Selain akibat Sumba telah dilakukan program
kematian yang ditimbulkan juga pemberantasan penyakit SE
karena turunnya produktifitas (haemorrhagic septicaemia/HS).
ternak, hilangnya tenaga kerja, Program tersebut dilakukan
dan tingginya biaya untuk dengan vaksinasi secara
penanggulangannya, (Farooq et serentak dengan cakupan
al., 2007). mencapai hingga 100% (Ndima,
1986), akan tetapi kelanjutan
Sebagai salah satu penyakit program tersebut menjadi tidak
strategis di Indonesia, penyakit jelas, data hasil evaluasi dan
SE merupakan penyakit yang surveilans tidak dapat ditelusuri.
harus mendapat prioritas dalam Kemudian sejak tahun 2002
penanggulangan dan program pemberantasan kembali
pemberantasannya. Program dicanangkan. Untuk mengetahui
pengendalian dan situasi penyakit SE, tingkat
pemberantasan penyakit SE di kekebalan ternak terhadap
Indonesia secara umum masih penyakit SE, serta kemungkinan
difokuskan pada kegiatan pembebasan penyakit SE di
pencegahan wabah melalui Pulau Sumba, maka pada tahun
vaksinasi massal hanya 2004-2009 dilakukan surveilan
dikantung-kantung penyakit dengan pengambilan sampel
disuatu wilayah. Kegiatan ini darah/serum ternak peka (sapi
masih belum efektif karena belum dan kerbau), pengumpulan data
dilakukan secara intensif dan cakupan vaksinasi, dan data
berkelanjutan. Keberhasilan laporan kasus penyakit SE
untuk menciptakan suatu wilayah secara klinis.
atau pulau yang bebas dari
penyakit SE dapat diwujudkan
dengan melakukan program MATERI DAN METODA
pemberantasan yang terencana, Surveilans dilakukan dengan
melaksanakan program vasinasi pengumpulan data cakupan
massal yang mencakup seluruh vaksinasi SE, data kasus klinis,
populasi, dan dilanjutkan dengan dan pengambilan sampel serum.
program monitoring dan Sampel serum darah sapi dan
surveilans yang intensif. Hal ini kerbau diambil dari beberapa
dibuktikan dengan keberhasilan lokasi di Pulau Sumba. Sampel
pembebasan penyakit SE di diambil sejak tahun 2004 sampai
Pulau Lombok pada tahun 1985 2009. Dilaboratorium sampel
dan status bebasnya dinyatakan serum diuji dengan metode
dengan surat keputusan ELISA, menggunakan antigen
Direktorat Jenderal Peternakan Pasteurella multocida type B
tanggal 29 April 1985, strain 0332 (VIAS Australia).
Nomor.213/TN.510/Kpts/DJP/De Titer ELISA 200 elisa unit (EU)
ptan/85 (Direktorat Bina atau lebih dianggap protektif,
Kesehatan Hewan, 1995). (Widder et al., 1996).

25
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

HASIL

Cakupan vaksinasi SE di Pulau rata-rata kurang dari 70%, kecuali


Sumba sejak awal pada tahun 2006 sebesar 72,9%,
pemberantasan tahun 1985/1986 (Tabel 2). Kasus penyakit SE
sampai tahun 2008 disajikan secara klinis dilaporkan terjadi
pada Tabel 1. Persentase setiap tahun di Pulau Sumba,
antibodi protektif yang ditemukan (Tabel 3).
selama survei (tahun 2004-2009)

Tabel 1
Cakupan vaksinasi SE di Pulau Sumba

No Tahun Kab. Sumba Barat Kab. Sumba Timur

1 1984/1985 – 100% 100%


1986/1987

2 1997 – 2001 28,1% 27,9%

3 2001 ? 79%

4 2003 ? 58%

5 2004 ? 84,93%%

6 2005 68,8% 78,22%

7 2006 ? 80,91%

8 2007 ? 85,30%

9 2008 ? 77,00%
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur.

Tabel 2.
Hasil Uji Sampel terhadap Antibodi SE di Pulau Sumba Tahun 2004-2009
Tahun
Tahun Tahun Tahun Tahun
Kabupaten 2004
2005 2006 2008 2009
Sumba Barat 121/136 187/293 505/695 72/138 22/122
(88,9%) (63,9%) (72,7%) (52,17%) (18,03%)
Sumba Barat - - - 65/106 64/299
Daya (61,3%) (21,4%)
Sumba Timur 76/150 229/404 517/706 - 50/114
(50,7%) (56,7%) (73,2%) (48,07%)
Sumba - - - 99/168 -
Tengah (58,9%)
Rata-rata 197/286 415/697 1.022/1.401 236/412 136/535
(68,9%) (59,7%) (72,9%) (57,3%) (25,42%)
Keterangan : jumlah protektif/total sampel (persentase)

26
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

Tabel 3
Data kasus klinis penyakit SE di Pulau Sumba

No Tahun Kabupaten Kabupaten


Sumba Barat Sumba Timur
10 2004 11 140
11 2005 ? 198
12 2006 ? 225
13 2007 ? 198
14 2008 ? 1.527
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur.

PEMBAHASAN diharapkan bahwa ternak yang


memiliki zat kebal semakin tinggi.
Data yang diperoleh dari dinas Tidak maksimalnya cakupan
peternakan di pulau Sumba vaksinasi yang dilakukan akan
menunjukkan bahwa cakupan mengakibatkan persentase
vansinasi SE pada awal ternak yang memiliki zat kebal
pemberantasan tahun 1985/1986 juga tidak maksimal. Hal ini
sebesar 100%, dibuktikan dengan hasil survei
(Ndima,P.P.(1986) dan yang dilakukan oleh BBVet
mengalami penurunan yang Denpasar dari tahun 2004 –
sangat drastis menjadi sekitar 2009. Hasil surveilans
28% pada periode waktu 1997 - menunjukkan bahwa persentase
2001. Pada periode waktu 2001- kekebalan ternak yang
2004 tidak diperoleh informasi disampling terhadap penyakit SE
tentang cakupan vaksinasi yang masih rendah, yaitu kurang dari
dilakukan. Data tahun 2004 70%. Secara umum keadaan ini
sampai dengan tahun 2008, sangat mengkhawatirkan akan
menunjukkan bahwa cakupan terjadinya kasus SE.
vaksinasi SE di Kabupaten
Sumba Timur setiap tahun sekitar Status kekebalan terhadap
80% (Dinas Peternakan penyakit SE pada seekor hewan
Kabupaten Sumba Timur, 2009). memperlihatkan apakah hewan
Dari Kabupaten Sumba Barat tersebut rentan atau tahan
hanya diperoleh data tahun 2005 terhadap infeksi kuman
yaitu sebesar 68% (Tabel 1). Pasteurella multocida. Adanya
Data tersebut menunjukkan zat kebal dalam tubuh hewan,
bahwa cakupan vaksinasi SE di baik yang diperoleh dari hasil
Pulau Sumba setelah tahun 1987 vaksinasi maupun akibat infeksi
tidak pernah mencapai 90%. alam akan mampu melindungi
Dalam program pemberantasan ataupun memberikan proteksi
seharusnya cakupan vaksinasi pada hewan tersebut apabila
mendekati 100%, dilakukan hewan tersebut mempunyai titer
secara massal, serentak dan protektifitas yang tinggi.
berkelanjutan di seluruh wilayah Rendahnya persentase ternak
Pulau Sumba. Dengan demikian yang memiliki kekebalan

27
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

terhadap penyakit SE
mengakibatkan terjadinya kasus SARAN
SE setiap tahun di Pulau Sumba.
Hal ini didukung oleh adanya Dalam rangka membangun
laporan kasus penyakit SE kriteria pembebasan penyakit
secara klinis setiap tahun, baik di yang memenuhi kaidah ilmiah /
Kabupaten Sumba Barat maupun akademis maka Perlu dilakukan
Sumba Timur. Putra (2002), perencanaan yang matang,
melaporkan insident penyakit SE meliputi pendataan populasi
mencapai 11,8% di Kabupaten ternak peka, penyediaan vaksin
Sumba Barat pada periode tahun yang memadai dalam kurun
1997-2001. waktu program pemberantasan.
Kemudian diikuti dengan
Berdasarkan data cakupan monitoring dan evaluasi secara
vaksinasi dan data laporan kasus berkesinambungan terhadap
yang tidak konsisten dari tahun prevalensi antibodi hewan peka,
ke tahun di pulau sumba, pendataan tingkat kejadian kasus
mengindikasikan bahwa, program di lapangan, serta isolasi dan
pemberantasan tidak identifikasi Pasteurella multocida
direncanakan dengan baik. Hal penyebab penyakit SE dari
ini mengakibatkan tidak hewan carrier.
tercapainya target cakupan
vaksinasi yang memadai dan
tidak adanya evaluasi yang UCAPAN TERIMAKASIH
berkesinambungan terhadap
program yang dilakukan. Terimakasih yang sebesar-
besarnya disampaikan kepada
Kepala Dinas Peternakan
KESIMPULAN Kabupaten Sumba Timur,
Kabupaten Sumba Barat,
Berdasarkan data yang diperoleh Kabupaten Sumba Tengah, dan
dan hasil surveilans dapat Kabupaten Sumba Barat Daya,
disimpulkan bahwa: beserta staf atas bantuan yang
1. Cakupan vaksinasi SE di diberikan untuk penelitian ini.
Pulau Sumba belum Ucapan yang sama juga
maksimal, disampaikan kepada Kepala
2. Persentase ternak peka Balai Besar Veteriner Denpasar
yang memiliki antibodi beserta staf, atas kesempatan
protektif terhadap penyakit dan dukungan dana yang
SE di Pulau Sumba masih diberikan pada penelitian ini.
relatif rendah.
3. Kejadian penyakit SE
secara klinis masih
dilaporkan setiap tahun.
4. Sampai dengan tahun
2009 Pulau Sumba belum
bisa terhindar dari
ancaman penyakit SE.

28
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

DAFTAR PUSTAKA Ndima, P.P. (1986) Pengamatan


lapangan pengendalian penyakit ngorok
Benkirane A. and De Alwis M.C.L. (septicemia epizootica) di Kabupaten
(2002). Haemorrhagic Septicaemia, Its Sumba Timur, Provinsi NusaTenggara
Significance, Prevention and Control in Timur. Laporan Dinas Peternakan
Asia. Vet.Med-Czech.47(8): 234-240. Kabupaten Sumba Timur, Provinsi
NusaTenggara Timur.
Direktorat Bina Kesehatan Hewan
(1995), Kebijakan pemberantasan dan
pengendalian penyakit ngorok di OIE (2009). Haemorrhagic Septicaemia.
Indonesia. Disampaikan pada rapat The Center for Food Security&Public
evaluasi pemberantasan penyakit SE di Health. Institute for International
wilayah BPPH Wil.VI dan evaluasi Cooperation in Animal Biologics, an OIE
proyek ACIAR, di Denpasr, tanggal 28 Collaborating Center: 1-5.
Agustus 1995. Hal.7.
Putra A.A.G. 2002. Laporan Surveilance
Dinas Peternakan Kabupaten Sumba dalam Rangka Pemberantasan Penyakit
Timur. 2009. Gambaran Umum Wilayah Ngorok di Pulau Nusa Penida,
Kabupaten Sumba Timur. Materi Sumbawa dan Sumba. Balai Penyidikan
Kadisnak Kab.Sumba Timur, dan Pengujian Veteriner Regional VI
disampaikan pada Rapat Evaluasi Denpasar:55-67.
Pemberantasan PHM SE Pulau Sumba.
Diselenggarakan oleh Disnak Kab. Widder P.R. 1996. Current Methods For
Sumba Timur, di Waingapu Tanggal 2-3 Diagnosis Of Haemorrhagic
Juni 2009. Septicaemia. Kumpulan Abstrak.
International Workshop on Diagnosis
Farooq U., Hussain M., Irshad H., Badar and Control of Haemorrhagic
N., Munir R., and Ali Q. 2007. Status Septicaemia. Kuta, Denpasar,Bali 28-30
Haemorrhagic Septicaemia Based On Mei 1996. 19.
Epidemiology In Pakistan. Pakistan
Vet.J. 27(2):67-72. Widder P.R., Morgan I., Ekaputra A.,
and Dartini N.L. 1996. Analysis of Herd
Jaglic Z., Kucerova Z., Nedbalcova K., Coverage of Vaccination Program Using
Kulich P., and Alexa P. 2006. Antibody ELISA. Kumpulan Abstrak.
Characterisation of Pasteurella International Workshop on Diagnosis
multocida Isolated from Rabbits in the and Control of Haemorrhagic
Czech Replublic. Veterinarni Septicaemia. Kuta, Denpasar,Bali 28-30
Medicina.51(5):278-283. Mei 1996:33.

29
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

ISOLASI SALMONELLA TYPHIMURIUM PADA KUKANG


(Isolation salmonella typhimurium in kukang)

Luh Kadek Nanda Laksmi,I Gde Kertayadnya, I Ketut Narcana,


Cok.Kresna Ananda,Dati Purnawati dan Surya Adekantari

Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Isolasi kuman dari organ hati dan ginjal seekor kukang (Nycticebus coucang) yang
berasal dari spesimen Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tabanan berhasil
dilakukan.Hasil uji isolasi dan identifikasi menunjukkan kuman bersifat gram negatif,
berbentuk batang pendek dan membentuk gas H2S pada media TSIA dan LIA, bereaksi
negatif pada urea , bersifat motil pada media MIO dan ada perubahan warna (biru) pada
Simon Citrate. Pada uji gula-gula semua bereaksi positif (glukosa,trehalosa,maltose,
laktosa, manitol, sukrose), kecuali sorbitol. Kuman walaupun membuat sakit mencit tetapi
tidak membunuh sampai hari ke 7. Dari mencit terinfeksi dapat diisolasi kembali kuman
yang sama. Kuman ternyata peka terhadap gentamisin, ofloxaxin, intermediate terhadap
amoxcylin, oksitetrasiklin namun resisten terhadap clindamisin.Dari hasil uji isolasi dan
identifikasi disimpulkan bahwa kuman pada organ tersebut diduga Salmonella
Typhimurium.Selanjutnya disarankan menggunakan antibiotika ini sebagai tindak
pengobatan. Dengan berhasil diisolasinya kuman Salmonella Typhimurium ini
menunjukkan selain tikus sebagai reservoar juga hewan lainnya seperti kukang dapat
juga tertular. Untuk itu disarankan kepada penyayang/pemelihara hewan kesayangan
agar lebih berhati-hati menjaga kesehatan hewannya, terutama terhadap kemungkinan
tercemar oleh kuman salmonella.

Kata Kunci : Salmonella Typhimurium, Kukang (nyticebus coucang),

ABSTRACT

Isolation and identification of a bacterial agent from liver and kidneys obtained from a
died Nycticebus Councang was successfully carried out at BBVet Denpasar. The Organ
were sent from the animal preservation center Tabanan to the laboratory for the
confirmation of the agent. The isolated bacteria were rod in shape, gram negative, motile
( in MIO), change to blue color in Simon Citrate, negative in urea, and produced H 2S gas.
In sugars assay, the agent showed positive reactions in almost all sugar, except in
sorbitol. The agent produced a mild clinical signs in mice and did not kill the infected mice
until day seven. Antibiotic assays showed that the agent was sensitive to gentamycine,
and ofloxaxine, intermediate to amoxyllin, oxytetracycline, but resistance to Clindamycine.
It was concluded that the microorganism found in the organs was considered as
Salmonella Typhimurium.Further it was recommended to use gentamycine and ofloxaxin
to treat infection with the Salmonella Typimurium in Nycticebus coucang. This result
suggested that Salmonella Typhimurium could infect mice,nyticebus coucang and may be
orther animal species, therefore sanitation and prevention should be considered in
looking after such animals.

Key words : Salmonella Typhimurium, Kukang (nyticebus coucang),

30
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

PENDAHULUAN penyebab kematian kukang


tersebut. Tulisan ini merupakan
Kukang merupakan primata yang laporan hasil pemeriksaan
hidup di hutan tropis Indonesia, laboratorium yang dimaksud.
menyukai hutan primer dan
sekunder, semak belukar dan
rumpun – rumpun bambu. MATERI DAN METODE
Kukang umumnya tersebar di
hutan hutan dikawasan Asia Materi:
Tenggara, termasuk di Indonesia
yakni di Sumatera, Kalimantan Spesimen dari organ kukang (hati
dan Jawa.Sampai saat ini belum dan ginjal) berasal dari pusat
ada data yang pasti dan akurat penyelamatan satwa (PPS)
tentang jumlah populasi kukang Tabanan beralamat jalan Teratai
di Indonesia. 49 Tabanan yang diterima di
Balai Besar Veteriner Denpasar.
Salmonellosis adalah salah satu Media yang digunakan untuk
penyakit zoonosis yang termasuk isolasi adalah Blood Agar, Mac
dalam kelompok foodborne Konkey, Brilliant Green Agar
disease karena penyakit ini (BGA), Salmonella Shigella Agar
ditularkan dari hewan ke (SSA) , Polyvalen O, BHI, Triple
manusia melalui makanan yang Sugar Iron Agar (TSIA), Lysin
terkontaminasi. Salmonella Iron Agar (LIA), Urea Agar,
typhimurium adalah salah satu Motility Indol Ornithin (MIO),
species salmonella yang Simon Citrate Agar, Glukosa,
menimbulkan /penyakit akut dan Trehalosa, Maltose, Lactose,
menyerang organ-organ Sorbitol, Manitol, dan Sucrose,
percernaan dengan gejala BHI. Uji kepekaan terhadap
demam tifoid, diare, muntah, dan antibiotika menggunakan single
sakit perut (Karyn dish antibiotika.
Genomes,2001). Infeksi
Salmonella typhimurium pada Metode :
manusia biasanya tetap
terlokalisasi pada usus dan Metoda yang digunakan terdiri
kelenjar getah bening dari isolasi kuman, uji biokimia,
mesenterika. Salmonella uji gula-gula, uji biologis dan uji
typhimurium secara sistemik sensitivitas antibiotika (metoda
menyebar melalui sirkulasi darah. standard BBVet,Denpasar).

Reservoar Salmonella Isolasi kuman dilakukan dengan


typhimurium adalah tikus . pemupukan pada media bood
Adanya kematian seekor kukang agar dan mac konkey yang
di taman perlindungan satwa dan diinkubasikan pada 37 selama 24
dikirimnya spesimen organ hati jam, selanjutnya dilakkukan
dan ginjal ke laboratorium pemupukan ke media selektif
bakteriologi Balai Besar Veteriner brilliant green agar selama 24
Denpasar, menarik perhatian jam. Koloni yang dicurigai di
penulis untuk mengetahui subculture ke media salmonella

31
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

shigella agar. Setelah 24 jam setelah dilakukan pewarnaan


pada suhu 37oc, koloni yang gram, kuman terlihat berbentuk
tumbuh dan dicurigai Salmonella batang ,kecil,kurus, gram(-) dan
Typhimurium diwarnai dengan warna merah muda. Subculture
pewarnaan gram dan dilanjutkan pada Brilliant Green Agar
dengan uji aglutinasi menunjukkan perubahan warna
menggunakan serum polyvalen o, media dari kuning menjadi
selanjutnya dilakukan uji biokimia merah, koloninya kecil,
pada TSIA, LIA, MIO, Urea dan kemerahan sedangkan pada
Simon Citrate dan Uji gula-gula salmonella shigella agar koloni
pada Glukosa, Trehalosa, pink agak keabu-abuan.
Maltose, Lactose, Sorbitol,
Manitol dan Sukrose.Selanjutnya Pada uji aglutinasi dengan serum
koloni ditanam pada BHI untuk polyvalen o terjadi aglutinasi yang
kepentingan uji biologis. berarti bereaksi positif kuman
Suspensi 10% disiapkan dengan salmonella. Bakteri membentuk
menggunakan PBS, selanjutnya gas H2S pada media TSIA dan
disuntikkan 0.1 ml lewat subcutan LIA. serta bereaksi negatif pada
pada 4 ekor mencit untuk masing urea (tidak ada perubahan
masing pengenceran. warna,tetap kuning), bersifat motil
Pengamatan klinis pada mencit pada media MIO, dan pada
dilakukan setiap hari selama 1 simon citrate ada perubahan
minggu. Pada uji sensitivitas warna (biru)
antibiotika terhadap kuman
dilakukan dengan cara koloni Pada uji gula-gula, semua
diambil dengan osa dimasukkan bereaksi postif pada
ketabung yang berisi aquades glukosa,trehalosa,maltose,
steril 1 cc lalu dipupuk di media laktosa, manitol, sukrose, kecuali
blood agar, dan diamkan selama sorbitol. Dari hasil identifikasi ini
3-5 menit sampai meresap, dapat disimpulkan bahwa kuman
selanjutnya disk antibiotika tersebut adalah Salmonella
ditempelkan pada media blood typhimurium. Untuk lebih
agar, diinkubasi pada 37oC menyakinkan hasil tersebut
selama 24 jam dan zona dilakukan uji biologis pada
hambatnya diukur. mencit.Mencit yang diinfeksi
menunjukkan gejala sakit
kelesuan bulu berdiri,dan lemah,
HASIL namun tidak membunuh mencit
hingga hari ke 7 dan dari mencit
Isolasi dan Identifikasi tersebut berhasil diisolasi kembali
kuman yang sama yaitu
Isolasi kuman pada media blood Salmonella Typhimurium.
agar menunjukkan hasil berupa
koloni bening,putih dan mucoid. Hasil uji sensitivitas antibiotika
Dan pada media mac konkey
koloni terlihat bergerigi, gepeng, Hasil uji sensitivitas terhadap
berwarna pink keabu-abuan, antibiotika diketahui bahwa isolat
melebar, dan datar. Selanjutnya Salmonella Typhimurium tersebut

32
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

peka terhadap gentamisin, amoxcylin, oksitetrasiklin namun


ofloxaxin, intermediate terhadap resisten terhadap clindamisin.

Gambar 1.
Pada media Brilliant Green Agar warna media berubah dari kuning menjadi
merah, hasil pewarnaan koloninya kecil, kemerahan

Gambar 2 .
Koloni ditanam pada BHI dan hasil pewarnaan koloni terlihat kecil, kurus

33
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

Gambar 3.
Uji biologis, hasil pewarnaan menunjukkan Salmonella Typhimurium dengan
tanda kuman berbentuk batang,kecil,kurus,gram(-),warna merah muda

PEMBAHASAN (PPS)Tabanan dapat disimpulkan


bahwa kuman tersebut adalah
Salmonella adalah salah satu Salmonella Typhimurium. Dari
penyakit zoonosis yang disebut mana asal S.Typhimurium yang
foodborne disease dan terdapat menyerang kukang tersebut,
diseluruh dunia. Disebut belum jelas.Namun adanya
foodborne disease karena temuan ini perlu mendapatkan
penyakit ini ditularkan oleh hewan perhatian masyarakat penyayang
carrier yang sehat ke manusia hewan untuk berhati hati dalam
melalui makanan yang menjaga kesehatan hewannya.
terkontaminasi Salmonella spp . Ternyata tidak hanya tikus yang
Salmonella Typhimurium adalah dapat menjadi reservoar kuman
salah satu species salmonella penyebab salmonellosis tapi juga
yang menimbulkan penyakit akut hewan- hewan lainnya, seperti
dan menyerang percernaan misalnya Kukang (nyticebus
(Shuping Zhang at,2003). coucang)
Salmonella Typhimurium
menyebabkan gastroenteritis, Hasil uji sensitivitas terhadap
secara umum terjadi pada antibiotika diketahui bahwa isolat
manusia dan beberapa jenis Salmonella Typhimurium tersebut
mamalia (MC Clelland at,2001). peka terhadap gentamisin,
ofloxaxin, intermediate terhadap
Dari hasil identifikasi bakteriologi amoxcylin, oksitetrasiklin namun
kuman dari isolat yang didapat resisten terhadap clindamisin .
dari spesimen ginjal dan hati Untuk menentukan suatu kuman
seekor kukang yang mati di Pusat resisten, intermedier atau peka,
Penyelamatan Satwa sebaiknya perlu dilakukan uji

34
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

sensitifitas,yang bertujuan untuk DAFTAR PUSTAKA


mengetahui penggunaan
antibakteri secara tepat ( Carter Carter,G.R dan Cole,Jr.J.R,(1992).
dan Cole,1992) Diharapkan Diagnostic Procedures In Veterinary
Bacteriology and Mycology, Fifth
beberapa antibiotik tersebut Edition,academic press,inc.
diatas dapat menjadi pilihan
dalam pengobatan salmonellosis. Karyn Genomes (2001). Salmonella
. Typimurium is Aleading Cause of
Human Gastroenteritis and is used in a
Mouse Model of Human Typhoid Fever.
UCAPAN TERIMA KASIH
McClelland, M., K. E. Sanderson, J.
Ucapan Terima Kasih Spieth, S. W. Clifton, P. Latreille, L.
disampaikan kepada Kepala Courtney, S. Porwollik, J. Ali, M. Dante,
Balai Besar Veteriner Denpasar F. Du, S. Hou, D. Layman, S. Leonard,
atas kepercayaan dan C. Nguyen, K. Scott, A. Holmes, N.
Grewal, E. Mulvaney, E. Ryan, H. Sun,
dukungannya hingga tulisan ini L. Florea, W. Miller, T. Stoneking, M.
terselesaikan. Ucapan terima Nhan, R. Waterston, and R. K. Wilson.
kasih juga disampaikan kepada (2001). Complete Genome Sequence of
teman-teman Balai Besar Salmonella enterica serovar
Veteriner Denpasar terutama di Typhimurium LT2. Nature 413:852-856.
laboratorium bakteriologi atas
Shuping Zhang, Robert A.Kingsley,
kerjasamanya. Renato L.Santos, Helene Andrews
Polymenis, Manuella Raffatellu,Josely
Figueiredo, Jairo Nunes, Renee,
M.Tsolis, L.Garry Adams and Andreas
J.Baumler ( 2003). Molecular
Pathogenesis of Salmonella enteruca
serotype Typhimurum Induced Diarrhea.

35
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

LETUPAN STREPTOCOCCOSIS PADA KERA


DI MONKEY FOREST UBUD, KABUPATEN GIANYAR

(Outbreek of Streptococcosis in Monkey Forest, Ubud, District of Gianyar)

I Ketut Narcana, I Gde Kertayadnya, Luh Kadek Nanda Laksmi, Cok


Kresna Ananda,Dati Purnawati dan Surya Adekantari

Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Letupan wabah kematian 15 ekor kera pada bulan Juli 2012 di monkey forest, Ubud,
Kabupaten Gianyar yang diduga sementara terinfeksi streptococcosis, telah berhasil
diidentifikasi penyebabnya. Hasil uji laboratorium Bakteriologi BBVet Denpasar terhadap
sampel kera yang mati (limpa, paru, usus dan hati) menunjukan kuman berbentuk
coccus berantai, gram positif. Dan pada uji gula-gula bereaksi negatif serta tidak
memproduksi H2S menunjukan bahwa kuman penyebabnya adalah kuman
Streptococcus equi grup C. Kuman yang sama dengan penyebab wabah tahun 1994.
Hasil uji sensitifitas kuman terhadap beberapa antibiotika seperti penisilin, amoksilin,
ampisilin dan oksitetrasiklin menunjukan reaksi resisten. Sedangkan OIE menyarankan
untuk menggunakan antibiotika tersebut untuk pengobatan streptococcosis. Untuk itu
perlu dilakukan kaji ulang sensitifitas kuman terhadap antibiotika untuk mencari
penyebab resistensi ini dan mendapatkan antibiotika yang tepat dan efektif untuk
pengobatan streptococcosis.

Kata Kunci: Streptococcus equi, kera, isolasi dan identifikasi

ABSTRACT

An outbreaks of infectious disease occured in July 2012 at Monkey Forest, Ubud, District
of Gianyar, killing abaut 15 monkeys in 3 days. The disease was clinically diagnosed as
streptococcosis. Organ samples of the death monkey (spleens, lungs, intestines and
livers) were sent to BBVet Denpasar for isolation and identification of causal agen. The
laboratorium found that the agents were coccoid in from, gram positive and
Streptococcus equi in C grup. This agent is similar to the causal agent of the out breaks
in 1994, killing monkeys and pig in Sangeh Monkey Forest of Badung. Antibiotic sensitvity
assay showed that the agents were alredy resistant to antibiotics penicillin, amoxicillin,
ampicillin and oxytetracycline that were used effectively to treat the animal during
outbreak in 1994 and also sugested by The OIE. It was suggested to find out why the
resistance occured and what effectively antibiotics should be used in the treatment of the
disease.

Kata Kunci: Streptococcus equi, monkey, isollation and identification

PENDAHULUAN salah satu obyek wisata yang


banyak dikunjungi wisatawan
Habitat kera di Kabupaten domestik dan mancanegara.
Gianyar yang ada di Monkey Beberapa kelompok kera yang
Forest, Desa Ubud, Kecamatan minum dan mandi di aliran sungai
Ubud dengan populasi kera sekitar lokasi habitat kera
kurang lebih 600 ekor merupakan dilaporkan ada yang mati. Sejak

36
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

tanggal 3 Juli 2012 kera mati gram, uji biokimia (TSIA, LIA,
mendadak dengan gejala mulut MIO), uji gula-gula (manitol,
berbuih dan kejang sebanyak 4 trihalose, lactose dan sorbitol).
ekor, tanggal 4 Juli 2012 kera Sedangkan uji group
yang mati 10 ekor dan tanggal 6 menggunakan reagen lateks
Juli 2012 kera yang mati 1 ekor. (menurut Lancefield) dan uji
Dugaan sementara mengarah ke sensitifitas antibiotika
infeksi streptococcosis. menggunakan penisilin,
amoksilin, ampisilin dan
Wabah Streptococcosis sp. Pada oksitetrasiklin.
kera dan babi di Bali pernah
dilaporkan terjadi pada tahun Metode
1994, dengan angka morbiditas Metode isolasi dan identifikasi
50% dan mortalitas 45%. (Dartini kuman menggunakan metode
dkk. 1994, Dharma, 1994, standar BBVet Denpasar. Isolasi
Soeharsono dan Dibia, 1994). kuman dilakukan dengan
Bakteri ini diklasifikasikan dalam pemupukan organ usus, limpa,
Family: Streptococcaceae dan hati dan paru kera pada media
Genus: Streptococcus. Dalam mac conkey agar dan blood agar,
biakan agar darah tumbuh koloni diinkubasi 24 jam dengan suhu
berukuran kecil atau sedang 370C. Koloni kuman yang tumbuh
berwarna kekuningan, mukoid, diwarnai dengan pewarnaan
licin dan bercahaya (glossy), gram dan pengamatan
hemolisa bersifat alpha atau beta mikroskop, selanjutnya kuman
tergantung jenis Streptococcus dimurnikan dengan cara
sp. dan dalam pewarnaan gram subkultur di dalam media blood
menunjukan gram positif bentuk agar, diinkubasikan 24 jam suhu
coccus berantai (Carter, 1973). 370C. Koloni yang tumbuh lalu
diidentifikasi dengan uji biokimia
Dari kera yang mati dari kasus (TSIA, LIA, MIO), uji gula-gula
yang terjadi di Kabupaten (manitol, trihalose, lactose dan
Gianyar ini, organnya dikirim ke sorbitol) dan dilanjutkan uji group
laboratorium Bakteriologi BBVet menurut Lancefield. Uji
Denpasar untuk dilakukan sensitifitas dilakukan dengan
pemeriksaan terhadap menggunakan disk antibiotika
kemungkinan penyebab kematian penisilin, amoksilin, ampisilin dan
kera tersebut. Tulisan ini oksitetrasiklin diinkubasikan 24
merupakan laporan hasil isolasi jam kemudian diamati dan ukur
dan identifikasi laboratorium diameter zona hambatan yang
BBVet Denpasar. terbentuk (Cowan, 1981).

MATERI DAN METODA HASIL

Materi Pemupukan sampel dari organ


Sampel berupa usus, limpa, hati usus, limpa, hati dan paru kera di
dan paru kera. Bahan uji yang media blood agar menunjukan
digunakan seperti mac conkey adanya pertumbuhan koloni
argar, blood agar, pewarnaan kuman kecil, bening kekuningan

37
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

dan tampak terlihat adanya beta mengarah ke Streptococcus sp.


hemolisis. Sedangkan pada Uji gula-gula manitol, trihalose,
media mac conkey agar tidak laktose dan sorbitol negatif, ini
ditemukan pertumbuhan koloni. menunjukan bahwa kuman
Selanjutnya pada pewarnaan tergolong dalam spesies
gram kuman dari koloni ini Streptococcus equi (Tabel 1).
tampak berwarna unggu, coccus Diteguhkan lagi dengan uji group
berantai, tergolong bakteri gram menurut Lancefield
positif (Gambar 1). Sisa koloni memperlihatkan reaksi positif
dimurnikan kembali di media terjadi aglutinasi pada grup C
blood agar, selanjutnya (Gambar 2). Dari hasil uji-uji
diidentifikasi dengan uji biokimia tersebut dapat disimpulkan
(TSIA, LIA, MIO) dan uji gula-gula bahwa kematian kera di Monkey
(manitol, trihalose, lactose dan Forest, Ubud adalah
sorbitol). Hasilnya kuman yang Streptococcus equi grup C.
tidak memproduksi H2S ini

Gambar 1.
Pewarnaan Gram hasil Pengamatan Mikroskop

Gambar 2.
Uji Grup Lanceffield (gambar no 3 grup C terjadi aglutinasi)

38
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

Tabel 1.
Hasil Identifikasi Kuman Uji Biokimia dan Gula-Gula

Media Hasil
TSIA Tidak memproduksi H2S dan gas
LIA Tidak memproduksi H2S dan gas
MIO Motil Negatif
Indol Negatif
Ornitin Negatif
Manitol Negatif
Trehalose Negatif
Lactose Negatif
Sorbitol Negatif

Uji sensitifitas kuman terhadap hutan. Untuk itu disarankan


beberapa jenis antibiotika kepada peternak dengan tidak
menunjukan bahwa kuman telah membuang bangkai dan bahan
resisten terhadap antibiotika yang asal hewan yang mati ke sungai,
digunakan, tidak ditemukan menjaga sanitasi dan higienitas
adanya zone hambatan di lingkungan peternakannya.
masing-masing antibiotika yang Kepada Dinas Peternakan agar
digunakan. selalu memberikan sosialisasi
tentang biosekuriti yang baik
PEMBAHASAN kepada peternak.

Adanya kematian kera yang Menurut OIE, 2005 bahwa


terjadi di Monkey Forest Ubud, pengobatan antibiotika yang
Gianyar mengingatkan kita pada efektif untuk infeksi
wabah yang sama yang terjadi di Streptococcus sp. adalah
kelompok kera di hutan Sangeh, penisilin, amoksilin, ampisilin,
badung tahun 1994 (Wibawan, generasi ketiga sefalosporin,
dkk. 1998). Setelah dilakukan vankomisin dan klindamisin. Hal
isolasi dan identifikasi, penyebab yang sama juga disarankan pada
kematian kera adalah kuman kejadian wabah tahun 1994 dan
yang sama yakni Streptococcus memberikan hasil pengobatan
equi. yang efektif dengan antibiotika
tersebut (Dartini, dkk. 1994).
Melihat dari lokasi kejadian, Namun dari hasil uji sensitifitas
penularan pada kera tersebut antibiotika yang dilakukan saat ini
kemungkinan melalui air minum ternyata kuman sudah menjadi
yang di aliran sungai, yang resisten terhadap antibiotika yang
tercemar kuman Streptococcus sama. Belum diketahui mengapa
sp. Sebagaimana yang telah sudah terjadi resistensi. Oleh
dilaporkan terdahulu (Dartini dkk. karena itu disarankan perlu untuk
1994) pencemaran air sungai melakukan kaji ulang yang tepat
diduga berasal dari pembuangan dan efektif yang dapat dipakai
babi mati dan limbah tercemar ke dalam pengobatan Streptococcus
aliran yang ada di hulu lokasi sp.

39
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

UCAPAN TERIMA KASIH Besar Veteriner Denpasar


beserta staf serta semua pihak
Ucapan terimakasih yang yang telah membantu
sebesar-besarnya kami memberikan informasi dan data
sampaikan kepada Kepala Balai selama pengujian serta
Besar Veteriner Denpasar bimbingannya dalam
beserta staf dan Kepala penyempurnaan tulisan ini.
Laboratorium Bakteriologi Balai

DAFTAR PUSTAKA XII dan Konferensi Ilmiah VI PDHI.


Surabaya, 21-24 November 1994.
Carter, G.R. 1973. Diagnostic
Procedures in Veterinary Microbiology, Dharma, D.M.N. 1994. Wabah
Clinical Microbiology Laboratory Streptokokosis pada Babi dan Kera di
departement of microbiology and Public Bali. Infovet, I(2): 1-2.
Health Michigan state University East Soeharsono dan N. Dibia. 1994.
Lansing, Michigan. Gambaran Streptokokosis pada Babi.
Infovet (4): 18.
Cowan, S.T. 1981. Manual for the
Identification of Medical Bacteria, Wibawan, I.W.T., Pribadi, E.S., Huminto,
Cambridge University Press. H., Estuningsih, S. Dan Priosoeryanto,
B.P. 1998, karakterisasi Faktor Virulen
Dartini, N.L., Soeharsono, E.P. Alit, N. Streptococcus sp. Grup C Asal Wabah
Dibia, D.M.N. Dharma dan K.E. pada Kera dan babi dan Beberapa
Supartika. 1994 Karaterisasi Daerah di Indonesia.
Streptococcus sp. Yang diisolasi dari
Letupan Penyakit pada Babi dan Kera di Streptococcosis, OIE 2005, Hal 1 – 11
Provinsi Bali. Makalah dalam Kongres

40
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

PEMBENGKAKAN GUSI PADA SAPI BALI; LAPORAN KASUS


(Gingival Enlargement on Bali Cattle, A Case Report)

I Ketut Eli Supartika

Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Pembengkakan gusi pada sapi Bali pertama kali dilaporkan di Provinsi Bali, kasus terjadi
pada peternakan sapi Koperasi Nandini Krisna, Banjar Anyar Sari Kauh, Desa Nusa Sari,
Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Jumlah sapi yang sakit sebanyak 11 ekor dari
total popolasi 479 ekor (2,30%), dengan gejala klinis terjadi pembengkakan pada gusi
disertai sedikit hipersalivasi, dipalpasi terasa keras, tidak ditemukan adanya ulserasi dan
erosi. Tidak ada tanda-tanda peradangan. Napsu makan masih baik. Setiap ekor sapi
per harinya mendapat jatah makanan sebanyak 2 kg konsentrat ditambah dengan 5 kg
®
jerami kering tanpa permentasi/amoniasi ditambah 1 sendok mineral (Cattle-Mix ). Pada
pengamatan bahan makanan, tongkol jagung baunya agak apek dan berjamur.
Berdasarkan gejala klinis, komposisi dan jumlah pakan yang diberikan pada sapi,
pembengkakan gusi pada sapi kemungkinan disebabkan oleh defisiensi kalsium.

Kata kunci: pembengkakan gusi, sapi Bali, Bali.

ABSTRACT

Gingival enlargement on Bali cattle was first reported in Bali. The case occurred in the
farm of Nandini Krisna, Banjar Anyar Sari Kauh, Nusa Sari village, Melaya district of
Jembrana. The numbers of sick cattle were 11 out of 479 (2, 30%) cattle. The clinical
signs were enlargement and hardness of gum and hypersalivation. There were no signs
of inflammation, ulceration and erosion, showed the disease is non infectious. The cattle
still could eat well. Each cattle get 2 kg concentrated food and 5 kg dried straw without
®
fermentation plus 1 teaspoon mineral (Cattle-Mix ) everyday. Observation on cattle’s
food, the corn cobs were smelled and moldy. Based on clinical signs, the composition
and amount of feed given to the cattle, gingival enlargement on Bali cattle might be
caused by deficiency of calcium.

Key words: gingival enlargement, Bali cattle, Bali.

PENDAHULUAN al, 2005; Bahamondes and


Goday, 2007); serta faktor-faktor
Pembengkakan gusi merupakan yang tidak diketahui
proliferasi elemen seluler berupa penyebabnya atau bersifat
jaringan fibroblas, kolagen serta idiopathic (Clocheret et al, 2003).
jaringan ikat lainnya yang
disebabkan oleh banyak faktor, Pada hewan, kasus
seperti: peradangan kronis pembengkakan gusi sering
(Muller and Heinecke, 2004), dilaporkan terutama pada anjing
infeksi bakterial (Karthikeyan et (Lewis and Reiter, 2005), kucing
al, 2006), tumor (Jang et al., dan hewan coba seperti: monyet,
2007), obat-obatan (Matharu et marmut, (Hassell and

41
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

Page,1978; Staple et al., 1977; HASIL


Steinberg et al., 1973). Pada
anjing, pemberian obat antagonis Lokasi Kasus.
kalsium seperti Oxodipine dapat
menimbulkan pembengkakan Pada hari Selasa, 7 Oktober
pada gusi melalui mekanisme 2008 Balai Besar Veteriner
patogenesis belum jelas, namun Denpasar melakukan investigasi
diduga bahwa obat antagonis terhadap adanya laporan kasus
kalsium dapat mengganggu penyakit pada sapi Bali milik
metabolisme matrik ekstraseluler Koperasi Nandini Krisna yang
terutama komponen kolagen. beralamat di Banjar Anyar Sari
Pada tulisan ini dilaporkan Kauh, Desa Nusa Sari,
tentang kejadian kasus Kecamatan Melaya, Kabupaten
pembengkakan gusi pada sapi Jembrana berdasarkan informasi
Bali kemungkinan disebabkan dari Dinas Pertanian, Kehutanan
oleh defisiensi kalsium dalam dan Kelautan, Kabupaten
pakan. Jembrana.

Lokasi peternakan sapi bibit


MATERI DAN METODE dikelola oleh Pemerintah
Kabupaten Jembrana bekerja
Penyidikan kasus penyakit pada sama dengan Koperasi Nandini
ternak sapi Bali di Kabupaten Krisna terletak di Banjar Anyar
Jembrana dilakukan pada tanggal Sari Kauh, Desa Nusa Sari,
7 Oktober 2008. Penyidikan Kecamatan Melaya, Kabupaten
penyakit dilakukan dengan Jembrana. Jaraknya kurang lebih
pengamatan langsung ke lokasi 100 meter dari jalan raya
kejadian penyakit. Data tentang: Gilimanuk dan menempati lahan
lokasi kejadian kasus, jumlah seluas 1,5 hektar. Jumlah ternak
populasi ternak sapi, jumlah sapi betina yang dipelihara pada
ternak sapi sakit dan mati, peternakan ini sebanyak 479
anamnesa, jenis pakan serta ekor, semuanya sapi bibit betina.
tindakan pengobatan yang telah Beberapa diantaranya sudah
diberikan diperoleh melalui beranak. Peternakan ini berdiri
wawancara dengan petani ternak sejak tahun 2006. Dana yang
Nandini Krisna dan petugas dipakai untuk membeli sapi
lapangan Dinas Pertanian, berasal dari dana alokasi khusus
Kehutanan dan Kelautan, (DAK) dan agro teknologi vac
Kabupaten Jembrana. Gambaran (ATV).
klinis penyakit diamati dengan
seksama melalui inspeksi Sejarah kasus
terhadap adanya gejala radang,
kerusakan gigi serta Secara umum kondisi tubuh sapi-
kemungkinan adanya tumor. sapi yang dipelihara oleh
Koperasi Nandini Krisna agak
kurus. Kasus pembengkakan
pada gusi pada sapi mulai terjadi
pada bulan Agustus 2008.

42
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

Jumlah sapi yang sakit sebanyak Perkawinan ternak dilakukan


11 ekor dengan gejala klinis dengan menggunakan teknologi
terjadi pembengkakan pada gusi inseminasi buatan.
(Gambar A) disertai sedikit
hipersalivasi (Gambar B). Tidak Komposisi pakan
ditemukan adanya ulserasi dan
erosi. Kalau dipalpasi terasa Ternak sapi diberi pakan berupa
keras. Tidak ada tanda-tanda konsentrat yang disusun dengan
peradangan. Napsu makan masih komposisi campuran antara
baik. Kasus pembengkakan gusi dedak (120 kg), tongkol jagung
ditemukan pada sapi di blok B (120 kg), gaplek (35 kg), tepung
sebanyak 1 ekor, nomor sapi ikan (10 kg), garam (7 kg),
089, di blok C sebanyak 3 ekor; molase ( 1 kg) dan polar (20 kg).
nomor sapi 131 biru, 135 biru, Setiap ekor sapi per harinya
142 biru, dan blok D sebanyak 7 mendapat jatah makanan
ekor dengan nomor sapi 004 sebanyak 2 kg konsentrat
merah, 40 seng, 106 biru, 123 ditambah dengan 5 kg jerami
biru, 156 biru, 249 biru dan 449 kering tanpa permentasi/amoniasi
biru. Sapi-sapi yang mengalami ditambah 1 sendok mineral
pembengkakan pada gusi (Cattle-Mix®). Pada pengamatan
tersebut belum pernah mendapat bahan makanan, tongkol jagung
pengobatan. Selama hampir dua baunya agak apek dan berjamur.
tahun dipelihara, vaksinasi SE Analisa kandungan kalsium dan
baru sekali diberikan. Umur sapi fosfat konsentrat produksi
yang kena penyakit tersebut Nandini Krisna, Jembrana
berkisar antara 2-5 tahun. disajikan pada Tabel 2.

A B
Gambar 1
Gusi sapi terlihat membengkak (A) disertai dengan hipersalivasi (B), tidak terlihat
adanya ulserasi maupun erosi. Bila dipalpasi gusi yang bengkak terasa keras.

C D
Gambar 2
Pakan ternak terdiri dari tongkol jagung kondisinya kurang baik, berjamur (C).
Jerami tanpa diberi perlakuan fermentasi/amoniasi (D).

43
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

Tabel 1.
Kandungan gizi bahan makanan (konsentrat) yang diberikan pada ternak sapi
Nandini Krisna, Kabupaten Jembrana.

No Bahan Makanan Protein Energi Lemak Serat Kasar Kalsium Fosfor


(%) (kkal/kg (%) (%) (%) (%)
1 Dedak padi 12,9 2980 13 12,4 0,07 1,5
2 Gaplek 2,5 2900 0,5 4 0,12 0,1
3 Tepung ikan 60 2970 8 1 5,5 2,8
4 Mollase 3 1960 0,1 0 0,9 0,1
5 Tongkol jagung 3 9 0,5 36 0,12 0,04
6 Pollard/Dedak gandum 17 44 - 46 0,13 1,29

Tabel 2.
Analisa kandungan kalsium dan fosfor konsentrat produksi Nandini Krisna,
Kabupaten Jembrana.

No Bahan Makanan Jumlah Kalsium Kalsium Fosfor Fosfor


(kg) (%) (kg) (%) (kg)
1 Dedak 120 0,07 0,08 1,5 1,8
2 Gaplek 35 0,12 0.042 0,1 0,035
3 Tepung ikan 10 5,5 0,55 2,8 0,28
4 Mollase 1 0,9 0,009 0,1 0,001
5 Tongkol jagung 120 0,12 0,24 0,04 0,048
6 Pollard/Dedak gandum 20 0,13 0,06 1,29 0,258
7 Garam 7 0 0 0 0
313 0,981 2,42

PEMBAHASAN penyakit yang menyerang sapi


Bali pada peternakan Nandini
Kasus pembengkakan gusi pada Krisna mengarah ke penyakit
sapi Bali pertama kali terjadi di non-infeksius. Hal ini didukung
Provinsi Bali. Pada pengamatan oleh fakta-fakta dilapangan yang
di lokasi kasus, kasus menyebutkan bahwa kasus
pembengkakan gusi terjadi penyakit terjadi sejak dua bulan
menyebar pada beberapa (Agustus) yang berarti bahwa
kandang yaitu: kandang blok B penyakit bersifat kronis dan tidak
sebanyak 1 ekor, C 3 ekor dan D ada kasus kematian. Sapi-sapi
7 ekor. Dari hasil anamnesa dan yang menderita sakit masih bisa
pemeriksaan klinis di lapangan makan dan badannya agak
ditemukan adanya kurus. Informasi yang diperoleh
pembengkakan pada gusi, bila dari petugas kandang
dipalpasi terasa keras, tidak ada menyebutkan bahwa jumlah
erosi maupun ulserasi dan tidak pakan yang diberikan setiap hari
ditemukan adanya gigi keropos, untuk satu ekor sapi adalah 2 kg
menunjukkan bahwa kasus konsentrat dan kurang lebih 5 kg

44
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

jerami kering tanpa et al., 2000 menyebutkan bahwa


permentasi/amoniasi (Gambar ion kalsium intraseluler berperan
D). Ini jelas kurang dari jumlah dalam homeostasis pagositosis
pakan normal yang mestinya kolagen dalam fibroblas.
diberikan. Dalam keadaan normal Ketidakseimbangan sintesa dan
satu ekor sapi memerlukan degradasi serat kolagen
makanan sebanyak 10% khususnya kolagen tipe I
(Suparman dan Aziz, 2003) dari mengakibatkan akumulasi serat
berat berat badan perhari yang kolagen yang berlebihan
terdiri dari 60% hijauan (rumput, sehingga terjadi fibrosis ditandai
daun lamtoro, daun kacang- dengan adanya pembengkakan
kacangan dsb) dan 40% pada jaringan.
konsentrat. Tongkol jagung dan
jerami yang diberikan pada sapi
juga tidak diamoniasi, sehingga KESIMPULAN DAN SARAN
daya cerna kedua bahan pakan
ini kurang akibat kandungan Kesimpulan:
lignin dalam tongkol jagung dan
jerami tinggi. Kalau dilihat hasil Kasus pembengkakan pada gusi
analisa kandungan kalsium dan sapi Bali milik koperasi Nandini
fosfor konsentrat produksi Krisna yang terletak di Banjar
Nandini Krisna, Jembrana (Tabel Anyar Sari Kauh, Desa Nusa
2) menunjukkan bahwa Sari, Kecamatan Melaya,
kandungan unsur kalsium dalam Kabupaten Jembrana
konsentrat sangat rendah yaitu; kemungkinan disebabkan oleh
kalsium 0,981 kg per 313 kg defisiensi kalsium dalam pakan
konsentrat (3 g/kg konsentrat). ternak.
Dalam keadaan normal satu ekor
sapi memerlukan kalsium Saran:
sebanyak 20 g/hari (Anon, 2005).
Seperti diketahui bahwa kalsium 1. Jumlah pakan yang diberikan
sangat penting dalam proses per satu ekor sapi minimal
mineralisasi tulang dan 10% dari berat badan sapi
pengaturan ekstraseluler dan yang terdiri dari 60% hijauan
intraseluler sel. Jika kadar dan 40% konsentrat.
kalsium di dalam darah terlalu 2. Perbaiki komposisi pakan
rendah mengakibatkan terutama keseimbangan ratio
pengeluaran kalsium dari Ca : P = 1,2 : 1
retikulum endoplasmik dan 3. Lakukan pengobatan dengan
mitokondria berkurang sehingga memberikan dicalcium
menggangu proses proliferasi sel, phosphate (kapur makan)
program kematian sel, sebanyak 30-50 g/ekor/hari.
pertumbuhan sel serta
pagositosis kolagen dalam
fibroblas (Kataoka et al., 2005). UCAPAN TERIMA KASIH
Pada keadaan defisiensi kalsium
sangat mungkin ion kalsium Ucapan terima kasih disampaikan
intraseluler sel berkurang. Arora kepada Bapak Kepala Balai

45
Buletin Veteriner BBVet Denpasar, Vol.XXIV, No. 81, Desember 2012 ISSN: 0854-901X

Besar Veteriner Denpasar yang 282. p. 20245-20255.


telah memberikan tugas untuk
Karthikeyan, B.V., Pradeep, A.R. and
melakukan penyidikan kasus Sharma, C.G. (2006). Primary
kejadian penyakit di Kabupaten Tuberculosis Gingival Enlargement: A
Jembrana. Staf Dinas Rare Entity. J. Can. Dent. Assoc. 72. p.
Peternakan, Pertaian dan 645-648.
Kelautan Kabupaten Jembrana
Kataoka, M., Kido, J., Shinohara, Y and
serta petani ternak kelompok Nagata, T (2005). Drug-Induced
Nandini Karya yang telah banyak Ginggival Overgrowth. A Review. Biol.
memberikan data tentang Pharm. Bull. 28. p.1817-1821.
kejadian kasus penyakit.
Lewis, J.R., and Reiter, A.M (2005).
Management of Generalized Gingival
DAFTAR PUSTAKA Enlargement in A Dog–Case Report and
Literature Review. J. Vet. Dent. 22.
Anonimous, (2005) The Merck p.160–169
th
Veterinary Manual, 9 Ed. Merck & Co.,
Inc, Whitehouse Station, N.J., U.S.A. Matharu, M.S., van Vliet, J.A., Ferrari,
pp.1816-1817. M.D. and Goodsby, P.J. (2005).
Veraphamil-induced Gingival
Arora, P.D., Monolson, M.F., Downey, Enlargement in Cluster Headache. J.
G.P., Sodek, J and Mc.Culloch, C.A Neurol. Neurosurg. Psychiatry. 76.
(2000). A Novel Model System for p.124.-127
Characterization of Phagosomal
Maturation, Acidification and Intracelullar Muller, H.P and Heinecke, A. (2004).
Collagen Degradation in Fibroblast. J. Clinical Effect of Scling and Root
Biol. Chem. 275. p. 35432-35441. Planing in Adults Infected with
Actinobacillus actinomycetemcomitans.
Bahamondes, C and Goday, J. (2007). Clin. Oral. Investg. 8. p. 63-69.
Cyclosporine Induced Gingival
Hyperplasia; report of one case. Rev. Staple, P.H., Reed, M.J., and Mashimo,
Med. Chill. 135. p. 370-374. P.A. (1977). Diphenylhydantoin Gingival
Hyperplasia in Macaca arctoides: A New
Clocheret, K., Dekeyser, C., Corels, C Human Model. J. Periodontol. 48.
and Williem. G (2003). Idiopathic p.325–336.
Gingival Hyperplasia and Orthodentic
Treatment. A Case Report. J. Orthod. Steinberg, A.D., Allen, P.M., and Jeffay,
30. p.13-19. H. (1973). Distribution and Metabolism
of Diphenylhydantoin in Oral and
Hassell, T.M and Page, R.C. (1978). Nonoral Tissues of Ferrets. J. Dent.
The Major Metabolite of Phenytoin Res. 52. p. 267–270.
(Dilantin) Induces Gingival Overgrowth
in Cats. J. Periodontal Res. 13. p. 280– Suparman, M dan Azis, H.M.S (2003).
282. Formulasi Pakan Murah yang
Berkualitas untuk Usaha Penggemukan
Jang, S.I., Lee, E.J., Harts, P.S., Sapi Bali. Prosiding Temu Teknis
Ramaswami, M., Pallos, D., and Hart, Fungsional Non Peneliti. Pusat
F.C (2007). Germ Line Gain of Function Penelitian dan Pengembangan
with SOS1 Mutation in Hereditary Peternakan. p.6-13.
Gingival Fibromatosis. J. Biol. Chem.

46

Anda mungkin juga menyukai