Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KOASISTENSI BEDAH KASUS PPDH

GELOMBANG XII KELOMPOK C

Judul:
“LAPORAN KASUS: AURAL HEMATOMA PADA ANJING LOKAL”

Oleh:
Rajiman Irhas
1709612005

LABORATORIUM BEDAH DAN RADIOLOGI VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

“Laporan Kasus: Aural Hematoma Pada Anjing Lokal”

Dosen Pembimbing Kasus Dosen Penuji Kasus

(drh. A. A. Gde Jaya Wardhita, M.Kes) (Dr. drh. I Ketut Anom Dada, MS)
NIP. 19600201 198702 1 002 NIP. 19560610 198602 1 002
LAPORAN KASUS: AURAL HEMATOMA PADA ANJING LOKAL
(Case Report: Aural Hematoma in Domestic Dog)
Rajiman Irhas1, Anak Agung Gde Jayawardhita2, I Ketut Anom Dada3

1. Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Hewan,


2. Laboratorium Ilmu Bedah dan Radiologi, FKH Universitas Udayana
3. Laboratorium Ilmu Bedah dan Radiologi, FKH Universitas Udayana
Jl. PB. Sudirman, Denpasar.
Email: rajimanirhas94@gmail.com

ABSTRAK

Aural hematoma atau othematoma adalah kondisi trauma berupa


pembengkakan akibat penimbunan darah pada daun telinga (pinna auricula).
Penyebab aural hematoma adalah trauma, seperti agresifitas hewan peliharaan,
head shaking, dan agen infeksi seperti parasit dan jamur. Penanganan yang
dilakukan menggunakan metode pembedahan teknik insisi dengan pembuatan
drainasi terbuka. Terapi post-operasi menggunakan antibiotika longamox injeksi 2
ml (IM) dan Amoxicilin 1/2 tablet (PO). Selain itu, diberikan Meloxicam 1/5 tablet
(PO) sebagai anti-inflamasi dan analgesik. Hasil pengamatan terjadi kesembuhan
luka hari ke sepuluh post-operasi yang ditandai dengan luka mengering dan mulai
terbentuknya jaringan baru (kolagenasi).
Kata Kunci : Aural Hematoma, pinna auricula, kolagenasi.

ABSTRACT

Aural hematoma or othematoma is trauma condition in the form swelling


due to blood accumulation on the earlobe (pinna auricula). The cause of aural
hematoma is trauma, like the aggressiveness of pets, head shaking, and infectious
agents such as pararites and fungi. Handling that is carried using in the surgical
method are the incition technique with the make open draination. Therapy pos-
operation the use of antibiotics longamox injeksi 2 ml (IM) dan Amoxicilin 1/2 tablet
(PO). Other that, the given of diberikan Meloxicam 1/5 tablet (PO) as an anti-
inflamatory and analgesic. The results happen are observations in the wound
healing on the tenth day post-operation.
Keywords : Aural Hematoma, Pinna Auricula, Kolagenasi.

1
PENDAHULUAN
Hematoma adalah akumulasi darah di luar pembuluh darah. Penyebab
hematoma dikarenakan rusaknya dinding pembuluh darah, vena atau arteri yang
berakibat pada perembesan darah ke dalam jaringan sekitarnya sehingga terjadi
penimbunan darah yang abnormal. Penimbunan darah dalam jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Aural hematoma atau othematoma
adalah kondisi trauma berupa pembengkakan akibat penimbunan pada daun telinga
(pinna auricula) (Sudisma, 2006). Terjadinya penimbunan darah diakibatkan oleh
terperangkapnya darah diantara lapisan kulit dan tulang rawan, sehingga tulang
rawan mendapat pasokan darah secara langsung dari kulit yang terletak diatasnya.
Hematoma dapat menyebabkan bagian-bagian dari tulang rawan mengerut atau
melayu hingga terjadi nekrosis. Proses tersebut mengakibatkan terjadinya
kebengkakan dan perubahan bentuk dari pinna aurikula (Henderson and Horne,
2003).
Secara umum penyebab aural hematoma adalah trauma, yaitu cedera fisik
yang mengakibatkan akumulasi darah dan bekuan darah pada ruang antara
perikondrium dan kartilago (Beteg, 2011). Telinga yang mengalami hematoma
biasanya disebabkan oleh beberapa jenis trauma, seperti agresifitas hewan
peliharaan, head shaking, dan agen infeksi seperti prasit dan jamur. Penyebab yang
mendasar adalah reaksi hewan dalam menggaruk akibat alergi pada kulit telinga
(Eyarefe, 2005). Pada beberapa kasus, aural hematoma telah dikaitkan dengan
otitis eksternal (Blattler et al., 2007). Asosiasi aural hematoma oleh otitis eksternal
terjadi karena adanya respon gatal dan reaksi inflamasi pada pinna aurikula. Aural
hematoma juga telah diamati pada anjing dan kucing dengan infeksi otodectes
cynotis (Kuwahara, 1986). Sedangkan pada sebagian besar kasus infiltrasi
intradermal eosinofil dan sel mast pernah dilaporkan. Tanda-tanda ini dianggap
terkait dengan reaksi alergi (Joyce and Day, 1997). Kasus aural hematoma juga
pernah dilaporkan tanpa bukti, dalam hal ini pengembangan kasus hematoma
diduga merupakan hasil respon kekebalan terhadap kutu, hubungan kejadian secara
langsung menjadi pertanyaan sehingga penyebab pasti kasus aural hematoma sulit
ditentukan (Harvey et al., 2005).

2
Aural hematoma pada anjing ditandai oleh sejumlah tanda dan gejala klinis.
Anjing yang menderita aural hematoma akan menunjukkan kebengkakan pada
pinna aurikula yang berisikan cairan berupa darah atau bekuan darah. Kadang-
kadang kebengkakan akan tampak tegas, lembut dan berfluktuasi. Pinna aurikula
terlihat kemerahan (eritema) dan hangat saat dipalpasi karena adanya reaksi
inflamasi (Buckingham, 2002). Terkadang anjing menunjukkan reaksi menggaruk-
menggaruk telinga dan menggelengkan-gelengkan kepala atau kepala dimiringkan
ke satu sisi mengarah pada pinna yang mengalami kebengkakan. Kebengkakan
berisi cairan, reaksi inflamasi, respon rasa sakit dan ketidaknyamanan saat pinna
aurikula di palpasi merupakan tanda atau gejala klinis yang mendasar terhadap
diagnosa aural hematoma (Haithem, 2011).
Dikutip berdasarkan fossum (2002), menyatakan bahwa ada beberapa faktor
predisposisi kasus aural hematoma pada anjing, yaitu aural hematoma dapat
menyerang semua umur; aural hematoma sering menginfeksi anjing yang memiliki
telinga terkulai seperti Golden Retriever dan Labrador Retriever; telinga anjing
yang terinfeksi penyakit kronis, seperti infeksi parasit dan jamur serta reaksi alergi
yang menyebabkan anjing menggaruk-garuk telinga serta menggeleng-gelengkan
kepala sehingga berakibat terjadinya dilatasi pembuluh darah pada pinna aurikula.
Anjing yang tinggal pada lingkungan yang beriklim tropis juga mengalami
peningkatan risiko terhadap kejadian aural hematoma (Haithem, 2011). Kejadian
infeksi dalam jangka waktu yang lama (kronis), pinna akan terasa keras saat
dipalpasi dan ditekan, menjadi tebal dan memadat menjadi tumor setelah
pembentukan fibrin dan jaringan ikat di dalam pinna (Louis, 2004).
Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk mengevaluaasi penanganan
kasus aural hematoma pada anjing dengan menggunakan metode pembedahan
teknik insisi dengan pembuatan drainasi terbuka. Pengamatan hasil diperoleh
berdasarkan evaluasi proses kesembuhan luka operasi dan terhadap apakah
terijadinya infeksi secara berulang.

3
LAPORAN KASUS
Sinyalemen
Nama pemilik : Helbert
Alamat : Jln. Mingin Sari, Jimbaran.
Nama Hewan : Brownie
Jenis Hewan : Anjing Lokal
Jenis kelamin : Betina
Umur : 12 tahun
Berat badan : 15 kg

Anamnesis
Berdasarkan informasi yang diperoleh langsung dari saudara Helbert selaku
pemilik, anjing kasus yang bernama Brownie pernah terinfeksi kutu dan caplak.
Kejadian infeksi kutu dan caplak tidak diketahui sebelumnya dikarenakan Brownie
dititipkan kepada rekannya yang merupakan pemilik kosan yang pernah
ditumpangi. Saudara Helbert memperkirakan infeksi kutu dan caplak terjadi sudah
cukup lama dan berjalan dalam hitungan bulan. Kebengkakan pada pinna aurikula
tidak diketahui secara pasti lama kejadiannya. Selama terjadinya kebengkakan
tersebut anjing menunjukkan gejala mengaruk telinga dan menggelengkan kepala
serta kepala dimiringkan ke satu sisi. Selain kebengkakan pada pinna aurikula,
Brownie tidak menunjukkan gejala lain seperti nafsu makan dan minum yang realtif
baik, serta urinasi dan defikasi normal. Namun kesehatan Brownie sedikit
terganggu, yaitu sedikit mengalami kekurusan yang kemungkinan dikarenakan
infeksi kutu. Terkait dengan status pengobatan dan vaksinasi, Brownie sebelumnya
pernah dilakukan operasi ovariohistrectomi (OH) pada umur 1 tahun dan mendapat
pengobatan perawatan post-operasi berupa pemberian antibiotik dan anlgesik.
Ditanyakan mengenai status vaksinasi, saudara helbert mengatakan Brownie belum
pernah vaksinasi dikarenakan sudah beberapa tahun dari kecil langsung dititipkan
kepada rekannya.

4
Status Present
Status present Brownie yang dilakukan pemeriksaan pre-operasi diperoleh
Frekuensi Jantung: 112x/m, Frekuensi Pulsus: 108x/m, Frekuensi Respirasi: 28x/m,
Capillary Refill Time (CRT): < 2 detik, dan Suhu: 38,8 oC.

Pemeriksaan Klinis
Hasil pemeriksaan klinis Brownie secara general pada sistem
muskuluskeletal, sistem syaraf, sistem sirkulasi, sistem urogenital, sistem
pencernaan, anggota gerak, mukosa dan limfonodus diperoleh hasil normal.
Sedangkan pada kulit dan telinga diperoleh hasil tidak normal. Keterangan hasil
pemeriksaan klinis yaitu kulit mengalami eritema pada pinna aurikula. Telinga kiri
dan kanan mengalami pembengkakan dengan konsistensi lembek seperti berisi
cairan dan terasa hangat saat dipalpasi. Beberapa temuan hasil pemeriksaan klinis
tambahan yang ditemui yaitu terdapat luka bekas tembakan pada kulit daerah leher,
saat dipalpasi terasa benda asing seperti sebuah peluru. Selain itu ditemukan
bentukan jaringan ikat pada daerah laher sebesar biji kacang, saat dipalpasi
memiliki konsistensi yang padat.

Gambar 1. Anjing kasus Brownie mengalami pembengkakan pada pinna aurikula


bagian kanan dan kulit pinna terlihat eritema.

Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi darah lengkap merupakan satu-satunya pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan untuk mengetahui satatus kesehatan anjing kasus
sebelum dilakukan pembedahan. Hasil pemeriksaan hematologi darah lengkap pada
anjing kasus Brownie, menunjukkan permasalahan pada rendahnya angka PCV

5
(29,5 %), RBC (5,47 x 10^6/µL) dan hemoglobin (10,2 g/dL), MCH (18,7 pg), MCV
(54 fL) dan monosit (1,7 %). Hasil hematologi angka normal terlihat pada
konsentasi MCHC (34,6 g/dL), platelet (222 x 10^9/µL) dan WBC (10,8 x 10^3/µL),
granulosit (81,4 %), limfosit (16,9 %). Berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi
darah lengkap tersebut, anjing kasus Brownie menunjukkan Anemia Mikrositik
Hipokromik.
Diagnosis dan Prognosis
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan klinis diperoleh kesimpulan
diagnosa pada anjing kasus Brownie terinfeksi aural hematoma. Sedangkan,
berdasarkan tingkat keparahan infeksi disimpulkan prognosa infausta.
Diagnosis Deferential
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan klinis, kasus aural hematoma
memiliki kemiripan dengan beberapa kasus seperti perikondritis dan pseudokista.
Perikondritis adalah peradangan pada tulang rawan yang merupakan kerangka
pinna aurikula yang disebabkan oleh faktor traumatik. Sedangkan pseudokista
adalah benjolan pada pinna aurikula yang disebabkan oleh penimbunan cairan
berwarna kekuningan diantara perikondrium dan tulang rawan (Timothy, 2002).

Penanganan
Beberapa metode yang dapat diterapkan untuk penanganan kasus aural
hematoma. Diantaranya metode aspirasi, penirisan atau penempatan canula, dan
metode pembedahan. Metode yang dipilih tergantung pada tingkat keparahan
dengan mempertimbangkan tingkat kesembuhan dan status kesehatan hewan yang
terinfeksi (Eyarefe, 2013). Pada laporan kasus ini metode yang digunakan adalah
metode pembedahan teknik insisi dengan pembuatan drainasi terbuka. Pemilihan
metode tersebut dengan mempertimbangkan tingkat kesembuhan hewan, yaitu
menghindari infeksi secara berulang dengan pembuatan drainasi terbuka. Tentunya
juga diimbangi dengan perawatan post-operasi yang tepat, berupa terapi
pengobatan serta memperhatikan status fisik dan diet pakan. Pengobatan yang
diberikan yaitu antibiotika, anti-inflamasi dan analgesik. Antibiotika spektrum luas
(broad spectrum) yang digunakan adalah longamox injeksi (IM) dan Amoxicilin

6
500 mg (PO). Sedangkan obat anti-inflamasi dan analgesik yang digunakan adalah
Non-Steroidal Anti-inflamatory Drugs (NSAIDs) yaitu Meloxicam 15 mg (PO).
Berikut laporan penanganan beserta dokumentasi pembedahan kasus aural
hematoma pada anjing Brownie menggunakan metode pembedahan teknik insisi
yang telah dilakukan pada Laboratorium Ilmu Bedah Veteriner Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Teknik operasi yang dilakukan dikutif
berdasarkan Shakeel et al., (2002), sebagai berikut :

A B C

Gambar 2. (A). Permukaan medial pinna aurikula diinsisi secara longitudinal; (B).
Irisan luka yang telah diinsisi secara longitudinal; (C). Mengeluarkan timbunan
darah menggunakan kasa steril;

D E F

Gambar 3. (D). Ruang hematoma dibersihkan menggunakan NaCL 0,9%. (E).


Proses penjahitan interrupted suture pola matras pada tepi luka insisi; (F). Hasil
Jahitan yang berjumlah 20 jahitan.

7
Melaksanakan prosedur pre-operasi yaitu pemeriksaan hematologi darah
lengkap, pemeriksaan klinis, persiapan tempat, alat dan bahan operasi, serta
persiapan operator. Melakukan tindakan operasi dengan memulai insisi secara
longitudinal sepanjang daerah yang mengalami hematoma dari distal ke peroksimal
pada permukan medial pinna aurikula. Insisi dilakukan pada kulit dan menghindari
terinsisinya kartilago auricular yang dapat mempengaruhi proses kesembuhan.
Timbunan darah atau bekuan darah beserta fibrin dikeluarkan menggunakan kasa
steril. Ruang hematoma di bersihkan menggunakan cairan steril NaCL 0,9%,
selanjutnya diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
Setelah dipastikan rongga dan luka sayatan sudah dibersihkan dengan baik,
selanjutnya dilakukan penjahitan pada tepi luka insisi menggunakan jahitan
interrupted suture pola matras. Jahitan pada tepi luka insisi bertujuan untuk
membuat drainasi untuk menghindari infeksi berulang. Jahitan dimulai dari pinna
bagian medial dan menembus kartilago sampai telinga bagian lateral. Jahitan
dilakukan 5-10 mm dari sepanjang tepi insisi. Pada jahitan menghindari adanya
dead space sehingga darah tidak bisa menumpuk lagi pada ruang hematoma.
Jahitannya harus cukup longgar untuk forceps atau needle holder dapat masuk
kedalam celah simpul. Hal ini juga penting untuk menghindari kematian jaringan
pada tepi sayatan kulit. Benang jahit yang digunakan adalah benang silk berukuran
3-0 non absorbable sepanjang 0.75 s/d 1 cm pada kulit permukaan medial pinna
aurikula, jahitan dilakukan dengan menembus kartilago.

HASIL
Diagnosis aural hematoma pada hewan kasus Brownie diperoleh
berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan klinis. Tindakan penanganan yang
dilakukan menggunakan metode pembedahan teknik insisi dengan pembuatan
drainasi terbuka. Selanjutnya dilakukan pengamatan dan evaluasi pada proses
kesembuhan luka. Faktor predisposisi kesembuhan luka adalah perawatan pre-
operasi dan post-operasi, yaitu memperhatikan kebersihan fisik hewan dan terapi
pengobatan yang digunakan. Terapi pengobatan menggunakan antibiotika
spektrum luas (broad spectrum), yaitu longamox injeksi (IM) dan Amoxicilin 500

8
mg (PO). Diberikan Non-Steroidal Anti-inflamatory Drugs (NSAIDs), yaitu
Meloxicam 15 mg (PO) sebagai anti-inflamasi dan analgesik.

Tabel 2. Evaluasi Hasil Pengamatan Proses Penyembuhan Luka


No. Waktu Evaluasi Gambar Keterangan
1. Hari ke-1 s/d ke-5 Luka insisi tampak
post-operasi lembab, sedikit bengkak,
kemerahan, terasa
hangat dan terjadi respon
nyeri saat dipalpasi.
Kesembuhan luka masih
pada fase inflamasi.

2. Hari ke-6 s/d ke-9 Mulai terjadinya


post-operasi reepiteliasi,
neovaskularisasi, dan
pembentukan jaringan
granulasi pada luka
insisi. Kesembuhan luka
masuk pada fase
proliferasi.
3. Hari ke-10 post- Luka mengering dan
operasi mulai terbentuknya
jaringan baru
(kolagenasi) yang
merupakan fase akhir
penyembuhan luka,
yaitu Maturasi
(remodeling).

9
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan klinis yang diperoleh pada
anjing kasus Brownie disimpulkan diagnosis aural hematoma. Anamnesis yang
mendukung penegakan diagnosis yaitu adanya infestasi kutu dan caplak dalam
jumlah yang banyak dan berjalan cukup lama. Infestasi kutu merupakan salah satu
penyebab terbentuknya hematoma pada pinna aurikula atau yang disebut dengan
aural hematoma (Harvey et al., 2005). Kutu dan caplak merupakan ektoparasit yang
banyak dilaporkan menyerang anjing. Parasit yang hidup dengan menghisap darah
anjing sehingga menyebabkan masalah kesehatan seperti reaksi alergi yang dapat
menimbulkan rasa gatal (pruritus) dan beberapa bertindak sebagai vektor infeksi
helminthiasis dan protozoa. Predileksi yang paling disukai infeksi kutu dan caplak
adalah daerah leher, sela-sela jari kaki, serta bagian telinga luar dan dalam (Hadi
dan Soviana, 2010).
Reaksi alergi dan pruritus merupakan indikasi terbentuknya aural
hematoma pada anjing. Peningkatan infiltrasi eosinofil dan sel mast mengambarkan
adanya infeksi parasit yang memiliki kaitan dengan reaksi alergi (Joyce and Day,
1997; Cynthia, 2005). Selain penyebab timbulnya reaksi alergi, infestasi kutu yang
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya pruritus yang merupakan tanda klinis
manifestasi infeksi ektoparasit. Kejadian pruritus pada anjing akan menunjukkan
reaksi menggaruk-garuk telinga yang dapat menyebabkan trauma dan dilatasi
pembuluh darah. Trauma dan dilatasi pembuluh darah merupakan faktor penyebab
yang mendasar terjadinya aural hematoma (Hassan et al., 2002).
Hasil pemeriksaan klinis terjadinya kebengkakan dan adanya reaksi
inflamasi merupakan manifestasi klinis pendukung penegakan diagnosis.
Kebengkakan disebabkan oleh terjadinya penimbunan darah atau bekuan darah
yang terperangkap diantara lapisan kulit dan tulang rawan sehingga terbentuk
hematoma (Henderson and Horne, 2003). Reaksi inflamasi terjadi karena adanya
respon sel radang dalam mengeleminir agen asing dan berperan pada proses
kesembuhan jaringan. Aural hematoma terbentuk karena terjadinya dilatasi
pembuluh darah akibat trauma benturan atau garukan. Dilatasi pembuluh darah
yaitu robeknya dinding pembuluh darah sehingga terjadi perembesan darah keluar
menuju jaringan. Pada keadaan ini, respon radang berperan dalam proses

10
kesembuhan sehingga muncul reaksi inflamasi berupa kemerahan, pembengkakan,
panas, nyeri, dan hilangnya fungsi (Buckingham, 2004).
Tindakan penanganan aural hematoma yang dilakukan pada anjing kasus
Brownie menggunakan metode pembedahan teknik insisi dengan pembuatan
drainasi terbuka. Pemilihan metode pembedahan dipertimbangkan berdasarkan atas
tingkat kesembuhan dengan pembuatan drainasi untuk mencegah terjadinya infeksi
berulang. Pernyataan ini dikutif berdasarkan Sudisma (2006), menyatakan bahwa
Teknik pembedahan atau operasi perbaikan sering dianggap sebagai penanganan
yang paling efektif pada kasus aural hematoma. Pembuatan insisi dan drainasi dapat
mempermudah peneyembuhan dan menghindari infeksi berulang. Kemungkinan
terjadinya infeksi berulang seperti terbentuknya kembali timbunan cairan akan
terhindari dengan dilakukan penjahitan yang menyebabkan tertutupnya ruang
hematoma. Drainasi akan berfungsi membuang cairan tersebut yang dibiarkan
mengalir selama proses penyembuhan (Eyarefe, 2005).
Selain memperhatikan metode penanganan yang dilakukan, perawatan pre-
operasi dan post-operasi perlu mendapat perhatian seperti kebersihan fisik dan
terapi pengobatan yang digunakan. Perawatan pre-operasi anjing kasus Brownie
mendapat perlakuan kebersihan fisik, yaitu anjing dimandikan terlebih dahulu
sehari sebelum dilakukan operasi sehingga dapat menghilangkan kuman serta
ektoparasit yang sebelumnya menginfeksi yang merupakan indikator penyebab
aural hematoma. Sedangkan pada perawatan post-operasi dilakukan terapi
pengobatan menggunakan antibiotika spektrum luas (broad spectrum), yaitu
longamox injeksi (IM) diberikan dengan dosis 2 ml segera post-operasi dan
Amoxicilin 500 mg (PO) diberikan dengan dosis 1/2 tablet dua kali sehari selama
lima hari. Terapi antibiotika bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder
dengan cara menurunkan atau mengeliminasi bakteri patogen sampai sistem
pertahanan tubuh mampu megatasinya sendiri (Plumridge, 1998).
Selain terapi antibiotika, diberikan juga obat anti-inflamasi dan analgesik,
yaitu Meloxicam 15 mg (PO) diberikan dengan dosis 1/5 tablet perhari selama lima
hari. Pemilihan obat meloxicam dikarena bersifat Non-Steroidal Anti-inflamatory
Drugs (NSAIDs). Golongan NSAIDs memiliki efek anti-inflamasi, analgesik,
bahkan berperan sebagai antipiretik. Sistem kerja obat yaitu menurunkan produksi

11
prostaglandin dan tromboksan. Prostaglandin merupakan hasil metabolisme utama
dari asam arakhidonat yang dihambat oleh NSAIDs sehingga proses inflamasi dapat
dihambat dan persepsi nyeri dapat ditekan (Zahra dan Corolla, 2017). Kasus aural
hematoma harus segera mendapat penanganan, kejadian infeksi dalam jangka
waktu yang lama (kronis) dapat berkembang menjadi tumor akibat pembentukan
fibrin dan jaringan ikat (Louis, 2004).
Penanganan kasus pembedahan atau operasi penting dilakukan pengamatan
pada proses kesembuhan luka operasi. Proses penyembuhan luka terdiri dari tiga
fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi (epitelisasi), dan maturasi
(remodelling)(Nurani at al., 2015). Hasil pengamatan proses penyembuhan luka
post-operasi anjing kasus Brownie, diperoleh hasil pengamatan tiga hari post-
operasi masih berlangsung fase inflamasi, dimana luka terlihat lembab, sedikit
bangkak dan kemerahan, serta terasa hangat saat dipalpasi. Fase inflamasi berakhir
lima hari post-operasi, tanda reaksi peradangan mulai menghilang dan luka terlihat
mengering. Selanjutnya diikuti dengan fase proliferasi yaitu proses reepiteliasi,
neovaskularisasi, dan pembentukan jaringan granulasi yang berlangsung empat hari
setelah fase inflamasi. Tanda terjadinya reepiteliasi dan neovaskularisasi pada
anjing kasus Brownie, saat dipalpasi pada ruang hematoma tidak dirasakan adanya
rongga diantara kulit dan tulang rawan. Selain itu, pertautan tepi luka insisi sebagai
jalur drainasi mulai menyatu sehingga mulai terbentunya jaringan granulasi.
Dilanjutkan fase akhir peroses penyembuhan luka adalah maturasi (remodelling),
yaitu mulai terbentuknya jaringan baru (kolagenasi). Rongga hematoma antara kulit
dan tulang rawan mulai menyatu secara sempurna dan luka insisi mengering serta
hilangnya respon rasa sakit saat dipalpasi.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan klinis pada anjing kasus
Brownie diperoleh diagnosis aural hematoma. Tindakan penanganan yang
dilakukan menggunakan metode pembedahan teknik insisi dengan pembuatan
drainasi terbuka. Perawatan post-operasi untuk kesembuhan luka diberikan terapi
pengobatan berupa antibiotika, anti-inflamasi dan analgesik. Hasil pengamatan dan

12
evaluasi pada kesembuhan luka dan infeksi aural hematoma pada anjing kasus
Brownie mengalami proses kesembuhan.
Saran yang dapat diberikan oleh penulis terkait dengan kasus aural
hematoma, apabila anjing anda terinfeksi harus segera mendapat penanganan untuk
menghindari terjadinya pembentukan jaringan ikat yang akan mempengaruhi nilai
kecantikan hewan kesayangan anda. Sebagai langkah pencegahan, perawatan
seperti menghindari infestasi ektoparasit merupakan salah satu langkah yang baik
untuk menghindari kasus aural hematoma.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan oleh penulis kepada pemilik anjing kasus
Brownie, yaitu kepada saudara helbert karena sudah membantu dalam penanganan
dan mempercayakan penulis untuk melakukan tindakan operasi dengan
mempertimbangkan semua kemungkinan faktor resiko. Selanjutnya kepada dosen
pembimbing drh. A. A. Gde Jaya Wardhita, M.Kes telah meluangkan waktu
memberikan bimbingan selama penanganan kasus dan penyusunan laporan. Tidak
lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa PPDH
kelompok 12C atas dukungan dan saran yang diberikan sehingga laporan kasus
terselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Beteg, F., Muste, A., Krupaci, A., Scurtu, L. 2011. Surgical Treatment in Dog
Auricular Hematoma (othematoma). Napoca, Veterinary Medicine. 2(68):
38-42.
Blattler, U., Herlin, O., Mattison, R. G., Rampelberg, F. 2007. Fibrin Scalant as a
Treatment for Canine Aural Hematoma: A Case History. The Veterinary
Journal. 173:697-700.
Buckingham, R. A. 2004. Hematoma of Auricular in Ear. Nose in Throat Disease
A Pocket Refrence, Ed2nd. New York, P:76.
Eyarefe, O. D., Oguntoye, C.O., Emikpe, B.O. 2005. Black’s Veterinary
Dictionary 21st. London: A&C Black.
Eyarefe, O. D., Oguntoye, C.O., Emikpe, B.O. 2013. A Preliminary Report on
Aural Hematoma Management with Auricular Pillow Method. Journal of
Global Veterinaria. 11(1): 44-48.
Fossum TW, Hedlund CS, Hulse DA, et al. Small animal surgery. 2nd ed. St. Louis,
Mo: Mosby, 2002;246-250. Hadi dan Soviana, 2010

13
Haithem, A. M., Farhagali, Kelany, W. M., Ebada, M. 2011. Field Survey on Most
Common Medicinal and Surgical Diseases in Police Guard and Explosive
Dogs from 11/ 2007- 2/ 2010. Journal of American Science. 7(4): 816-826.
Hassan, A. Z., Yila, A. S., Adeyanju, J. B., Adawa, D. A. Y., Jahun, B. M. 2002.
Aural Hematoma in Dog: A Review of 55 Cases. Nigerian Journal of
Surgical Research. 4(1): 50-56.
Henderson RA, Horne R. Pinna. In: Slatter D, ed.Textbook of small animal surgery.
3rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders, 2003;1737-1741.
Joyce, J. and Day, M. 1997. Immunopathogenesis of Canine Aural Hematoma.
Journal of Small Animal Practice. 38:152-158.
Louis N. G. 2004. Small Animal Ear Diseases. E-Book: An Illustrated Guide.
Nurani, D., Keintjem, F., Losu, F. N. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Proses Penyembuhan Luka Pos Sectio Caesaria. Jurnal Imu Bidan.
3(1): 1-9.
Plumridge, R. J. 1998. Cost of Antibiotics: Delivery Versus Acquisition. Spectrum
in General Medicine. 1(1):1-4.
Richard G. Harvey, 2005. Ear Diseases of the Dog and Cat. American Journal of
Veterinary. 66(21): 77-87.
Shakeel, M., Vallamkondu, V., Mountain, R., Hussain, A. 2015. Open Surgical
Management of Auricular Haematoma: Incision, Evacuation, And Mattress
Sutures. The Journal of Laryngology & Otology. 129(5): 496-501.
Sudisma Ngurah, dkk. 2006. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Universitas
Udayana. Denpasar.
Timothy, T. K. 2002. Disease of the Auricular Externa in Ballanger’s
Otorhinolaringology Head and Neck Surgery, P: 230-235.
Zahra, A. P., dan Corolla, N. 2017. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS):
Gastroprotektif vs Kardiotoksik. Majority. 6(3): 153-158.

14
LAMPIRAN
PERHITUNGAN DOSIS OBAT
Obat-obat yang digunakan adala obat premedikasi (Atropin Sulfat 0,25
ml ml ml
/kg) dan anestesi (Xylazine 20 /kg & Ketamin 100 /kg). Antibiotika (Longamox
Injeksi 100 ml/ & Amoxicilin 500 mg/
kg kg). Obat anti-inflamasi dan Analgesik
mg
(Meloxicam 15 /kg). Perhitungan Dosis Pemberian obat kasus aural hematoma
pada anjing kasus Brownie, sebagai berikut :

Rumus :
Dosis Pemberian = Dosis Anjuran x Berat Badan
Sediaan
Perhitungan Dosis Obat Premedikasi dan Anestesi :
Atropin Sulfat 0,25 ml/kg = (0,02 ml x 0,04 ml) x 15 kg = 1,2 ml – 2,4 ml = 2
ml
0,25 ml/kg

Xylazine 20 ml/kg = (1 ml x 3 ml) x 15 kg = 0,75 ml – 2,25 ml = 1 ml


20 ml/kg

Ketamin 100 ml/kg = (10 ml x 15 ml) x 15 kg = 1,5 ml – 2,25 ml = 1,5 ml


100 ml/kg

Perhitungan Dosis Obat Antibiotika :

 Longamox Inj. 100 ml/kg = (10 ml x 20 ml) x 15 kg = 1,5 ml – 3 ml = 2 ml


100 ml/kg

Amoxicilin 500 mg/kg = (10 mg x 20 mg) x 15 kg = 0,3 mg – 0,6 mg = 1/2 tab.


500 mg/kg

Perhitungan Dosis Obat Anti-Inflamasi dan Analgesik :

Meloxicam 15 mg/kg = (0,1 mg x 0,2 mg) x 15 kg = 0,1 mg – 0,2 mg = 1/5 tab.


15 mg/kg
PENULISAN RESEP OBAT
 Premedikasi dan Anestesi :
R/ Atropin Sulfat Inj. 0,25 ml/kg No. 2 ml
S. I. m. m.
#
R/ Xylazine Inj. 20 ml/kg No. 2 ml
S. I. m. m.
#
R/ Ketamin Inj. 100 ml/kg No. 4 ml
S. I. m. m.
#

 Antibiotika :
R/ Longamox Inj. 100 ml/kg No. 2 ml
S. I. m. m.
#
R/ Amoxicilin 500 mg/kg tab. No. 5 mg
S. 2 d. d. 1/2 tab
#

 Anti-Inflamasi dan Analgesik


R/ Meloxicam 15 mg/kg tab. No. 5 mg
S. 1 d. d. 1/5 tab
#

Anda mungkin juga menyukai