Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KASUS: EHRLICHIOSIS (Ehrlichia canis) PADA ANJING RAS AKITA

(Akita Inu)
(CASE REPORT : EHRLICHIOSIS (Ehrlichia canis) IN AKITA DOG (Akita Inu)

Dedi Hartawan1,Sri Kayati Widyastuti2, I Nyoman Surtha3, I Putu Cahyadi Putra4


1
Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan
2
Laboratorium Penyakit Dalam Veteriner
3
Rumah Sakit Hewan Universitas Udayana
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234; Telp/Fax : (0361) 223791
e-mail: dhartawan054@gmail.com

ABSTRAK
Ehrlichiosis merupakan penyakit penting pada anjing yang disebabkan oleh bakteri
intraselular gram negatif dari genus Ehrlichia yang termasuk dalam famili Anaplasmataceae.
Seekor anjing Akita Inu diperiksa di Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Udayana dengan keluhan; lemas, lethargi, nafsu makan dan minum menurun. Hasil
pemeriksaan fisik pada kulit ditemukan infestasi capak Rhipicephalus, leleran pada mata dan
kotoran pada telinga. Pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan terjadi anemia mikrositik
hipokromik, trombositopenia. Pemeriksaan darah dengan test kit menunjukkan positif E. canis.
Sehingga anjing kasus didiagnosis menderita ehrichiosis. Pengobatan dengan menggunakan
doksisiklin, injeksi viamin dan sangobion sebagai terapi suportif.
Kata kunci: Anjing, Ehrlichia canis.
ABSTRACT
Ehrlichiosis is an important disease in canine caused by an intracellular gram negative
bacteria of the genus Ehrlichia, under the family Anaplasmataceae. A Akita Inudog was
examined at Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali with
a complaint; weakness, lethargy, and anorexia. Results of physical examination, in the skin was
found infestation the brown dog tick, Rhipicephalus, dirt on eyes and ear. Routine hematological
examination indicates micrositic hipochromic anemia, thrombocytopenia. Blood tests with test
kits showed positive E. canis. So the case dog was diagnosed ehrichiosis. Treatment using
doxycycline, inject viamin and sangobion as supportif terapy.
Keywords : Ehrlichia canis, Dog.
PENDAHULUAN

Parasit darah yang menyerang seekor anjing memiliki agen kausalis yang beragam.
Beberapa agen tersebut sering kali memiliki gejala klinis yang hampir sama sehingga penentuan
diagnosa dalam kejadian parasit darah harus berhati-hati. Penentuan diagnosa klinis disesuaikan
dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan diagnostika penunjang yang telah dilakukan. Selain
itu, yang menjadi pertimbangan agen dari sebuah penyakit ini adalah geografi terkait iklim dan
kondisi lingkungan.
Ehrlichia sp. merupakan salah satu agen parasit darah yang sering menyerang anjing.
Ehrlichia merupakan agen bakteri gram negatif, obligat intraseluler pleomorfik yang masuk ke
dalam famili Anaplasmataceae. Ehrlichia utamanya menginfeksi sel darah putih, membentuk
agregat intrasitoplasma yang disebut morula (Mylonakis dan Theodorou 2017). Ehrlichiosis
dapat menyerang anjing pada semua umur, dan semua jenis ras anjing (Procajlo et al. 2011).
Ehrlichiosis pada anjing merupakan penyakit yang ditularkan melalui vektor yang disebut canine
vector-borne diseases (CVBD). Gejala klinis yang dapat muncul dari penyakit ini dapat berupa
akut, subklinis, dan kronis. Secara umum gejala klinis yang dapat muncul adalah demam,
anoreksia, kelemahan, epistaksis, limfadenopati, hingga edema pada bagian tubuh tertentu
(Kottadamane et al. 2017).
Canine monocytic ehrlichiosis (CME) sendiri merupakan penyakit parasit darah pada anjing
yang disebabkan oleh Ehrlichia canis dan ditularkan melalui vektor Rhipicephalus sanguineus.
Penularan penyakit Ehrlichiosis pada anjing dapat terjadi melalui gigitan caplak yang berpindah
dari satu anjing ke anjing lainnya, caplak bertindak sebagai vektor transmisi dari anjing satu ke
anjing lainnya. Pemeriksaan darah sering mendapatkan hasil adanya bicytopenia atau pancytopenia
(trombositpenia, anemia, dan leukopenia) (Tsachev et al. 2013).
Ehrlichiosis pada anjing dilaporkan terdistribusi di seluruh dunia. Ehrlichia canis dapat
menginfeksi semua jenis anjing, tetapi anjing gembala Jerman tampak lebih rentan,
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ras anjing yang
lain (Harrus dan Waner, 2011).
Laporan ini membahas tentang kasus ehrlichiosis pada anjing Akita Inu di Denpasar,
Bali.
REKAM MEDIK

Signalement
Hewan kasus seekor anjing ras Akita betina bernama kimi berwarna hitam-putih dengan
umur 3,5 tahun berat badan 24,7 kg dengan behavior kurang aktif di bawa ke Rumah Sakit
Hewan FKH Universitas Udayana.

A B

Gambar 1. (A) Hewan Kasus Anjing (Kimi), (B) Menunjukan Infestasi caplak pada leher

Anamnesis
Berdasarkan keterangan pemilik anjing tersebut tampak lemas dan nafsu makan menurun
sejak sehari sebelumnya. Sebelumnya pernah di groming di vet shop sebulan lalu, saudaranya
pernah terkena parasit darah sebulan lalu. Anjing tersebut sudah pernah divaskin dan diberikan
obat cacing dua minggu sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik/Tanda Klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Status present
anjing yaitu, frekuensi jantung 132 kali/menit, frekuensi nafas 88 kali/menit, suhu tubuh 39,9 oC
dan capillary refill time (CRT) <2 detik, turgor normal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
infestasi caplak, terdapat leleran pada mata, telinga terlihat kurang bersih. Secara umum anjing
tampak lethargi, lemas dan kurang aktif. Data pasien diambil pada tanggal 28 april 2021 di
Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Udayana.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah tes kit ( BioNote, Inc. Republic of Korea),
pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan ulas darah. Hasil pemeriksaaan tes kit menggunakan
(Antigen rapid, BioNote, inc, Republic of Korea) menunjukkan hasil positif mengandung
antibodi E. canis dan negatif Anaplasma spp. Pemeriksaan ulas darah agen E. canis ditemukan
dalam leukosit, bersifat intrasitoplasmik, berbentuk coccoid. Hasil pemeriksaan hematologi rutin
menunjukkan bahwa anjing Kimi mengalami anemia mikrositik hipokromik, dilihat dari nilai
RBC rendah, HB rendah, MCV rendah, trombositopenia,

Gambar 2. Hasil positif tes kit antibodi E. canis

Gambar 3. Hasil Pemeriksaan ulas darah E. canis (Perbesaran 1000x)


Tabel 1. Hasil pemeriksaan hematologi rutin

Parameter Hasil Referensi Satuan Keterangan


WBC 6.1 6.0-15.0 x103 /µL Normal
RBC 3.56 5.0-8.50 x106 /µL Menurun
HB 8.7 12.0-18.0 g/dL Menurun
PCV 18.7 37.0-55.0 % Menurun
Monosit 7.2 3-10 % Normal
Eosinofil 7.2 2-10 % Normal
0
Basofil Jarang % Normal
14.2
Lymfosit 12-30 % Normal
78.6
Neutrophil 63-87 % Normal
52.6
MCV 60-77 fL Menurun
24.4
MCH 14-25 Pg Normal
46.5
MCHC 31.0-36 g/dL Meningkat
40
Trombosit 160-625 % Menurun

Diagnosis dan Prognosis


Berdasarkan signalement dan anamnesis, pemeriksaan fisik, kemudian pemeriksaan
laboratorium dengan metode ulas darah dan pemeriksaan darah rutin, dan test kit anjing
didiagnosis menderita ehrlichiosis atau Canine Monocytic Ehrlichiosis (CME). dengan prognosis
fausta. Diferensial diagnosa dari Erhchia canis seperti anaplosmosis, babesiosis, dan bartonelosis
(Greene, 2010).
Terapi
Anjing Kimi ditangani dengan doxyciclin (5 mg/kgBB, BID, selama 28 hari), injeksi
viamin (0,2 ml/kgBB), sangobion.
PEMBAHASAN
Ehrlichiosis merupakan penyakit penting pada anjing yang disebabkan oleh bakteri
intraselular gram negatif dari genus Ehrlichia yang termasuk dalam famili Anaplasmataceae.
Spesies penting dari genus Ehrlichia adalah E.canis, E.ewingii, dan E.chaffeensis (Barman et al.
2014). Selanjutnya menurut Skotarczak (2003) penyakit parasit darah yang disebabkan oleh
Ehrlichia canis dapat sebabkan kejadian canine monocytic ehrlichiosis (CME) yang merupakan
penyakit fatal pada anjing yang membutuhkan diagnosa yang cepat sehingga berdampak pada
pemberian terapi yang tepat.
Berdasarkan pengamatan dari pemeriksaan fisik anjing ditemukan adanya infestasi caplak
di tubuh anjing. Infestasi caplak yang tinggi pada anjing dapat menjadi predileksi munculnya
penyakit parasit darah ( Harrus dan Waner, 2011). Erhlicia canis menginfeksi sel darah dengan
melalui vektor Rhicicephalus sanguineus. Transmisi terjadi melalui vektor yang menginfeksi
host dnegan kelenjer saliva yang menyerap darah. Erhlichia sp masuk ke dalam leukosit atau
mungkin trombosit kemudian akan bertahan hidup lalu berkembang dan menyebar ke seluruh
tubuh host melalui aliran darah menuju ke jaringan perifer. Ehrlichia canis mengnfeksi monosit
dan limfosit di jaringan.
Siklus hidup dari Ehrlichia canis ada tiga tahap yaitu elementary bodies, initial bodies
dan morulae. Selama sel kecil dari elementary bodies berkembang menjadi initial bodies dan
masuk intracytoplasmis menjadi morulae. Organisme tersebut akan meninggalkan sel dan akan
menjadi sel yang hancur atau disebut exocytosis (Dubie, 2014). Gejala yang ditimbulkan
tergantung pada spesies dan sistem imun anjing. Gejala klinis yang biasanya muncul antara lain
demam, letargy, nafsu makan menurun, kehilangan berat badan, pembesaran limfonodus,
splenomegali, rasa sakit dan kekakuan (terjadi akibat arthritis dan rasa sakit pada otot), batuk,
ocular dan nasal discharge, muntah, diare, inflamasi daerah mata, gejala syaraf (Scott, 2001).
Harrus dan Warner (2011) menyatakan bahwa CME merupakan penyakit multisistemik yang
bermanifestasi dalam bentuk akut, subklinis, atau kronis. Kejadian akut terjadi antara 2-4
minggu, sementara subklinis antara beberapa bulan hingga tahunan. Penyakit akut ditandai oleh
demam tinggi, depresi, kelesuan, anoreksia, limfadenopati, splenomegali, dan kecendrungan
terjadinya hemoragik seperti petekie kulit, ekimosis, dan epistaksis.
Pemeriksaan ulas darah pada anjing kasus, ditemukan adanya inklusi intracytoplasmic
(morula). Ditemukannya morula dapat mengindikasikan adanya ehrlichiosis dan anaplasmosis.
Menurut Erawan et al., (2018) inklusi intracytoplasmic dapat mendukung diagnosis pada hewan
yang terinfeksi secara akut. Namun, tes ini tidak secara spesifik mengidentifikasi Ehrlichia spp
dan Anaplasma spp. Pemeriksaan untuk meneguhkan diagnosa dilanjutkan dengan tes serologi
untuk mengetahui agen Anaplasma spp dan Erhlichia spp.
Pada tes serologi pada anjing kasus menunjukkan hasil positif untuk antibodi Erlhicia spp
dan negatif untuk anaplasma spp. Tes serologis sering digunakan untuk mendiagnosis
anaplasmosis dan ehrlichiosis (Rovid-Spickler, 2013). Tes serologi dengan rapid test kit berguna
menegakkan diagnosis, karena tes ini dapat mendeteksi antobodi E. canis dan Anaplasma sp
(Erawan et al., 2018). Namun, perlu digarisbawahi bahwa penggunaan rapid test kit bisa saja
menunjukkan hasil negatif ketika hewan berada pada fase akut penyakit, dimana fase akut
anaplasmosis ini berlangsung selama tujuh sampai 14 hari (Fuente et al., 2006; Sainz et al.,
2015) begitu juga dengan ehrlichiosis (Nesti et al., 2018).
Berdasarkan hasil pemeriksaan darah pada Tabel 1 serta anamnesa, anjing Kimi memiliki
nilai trombosit yang rendah atau disebut trombositopenia serta mengalami anemia mikrositik
hipokromik. Telah dilaporkan bahwa pada anjing penderita ehrlichiosis gambaran total eritrosit,
kadar hemoglobin, nilai hematokrit, dan trombosit/platelet mengalami penurunan secara
signifikan (Bhadesiya dan Raval, 2015). Menurut Procajlo (2011) keadaan trombositopenia
merupakan kelainan darah yang dapat terjadi pada penyakit ehrlichiosis oleh semua agen
ehrlichia. Keadaan trompositopenia dapat mulai terlihat ketika hari ke-10 pos infeksi dan akan
mencapai puncak keparahan trombositopenia pada minggu ke-3 pos infeksi.
Menurut Harrus dan Warner (2011) selama tahap akut, trombositopenia sedang sampai
berat adalah temuan hematologis yang khas. Trombositopenia pada fase akut umumnya disertai
anemia ringan dan jumlah sel darah putih yang sedikit berkurang. Selama fase subklinis,
trombositopenia ringan mungkin terjadi tanpa adanya temuan klinis yang jelas. Pada fase kronis,
gejala serupa dengan yang terlihat pada fase akut dapat terjadi namun dengan tingkat keparahan
yang lebih tinggi. Temuan umum pada fase ini adalah selaput lendir pucat, kelemahan,
perdarahan, dan penurunan berat badan yang signifikan. Pada fase kronis, trombositopenia
biasanya parah disertai dengan anemia dan leukopenia yang jelas.
Menurut Harrus et al. (1999) terdapat beberapa mekanisme terjadinya trombositopenia
pada kejadian ehrlichiosis. Hal tersebut antara lain: 1) tingginya penggunaan dari
trombosit/platelet yang bermigrasi oleh adanya inflamasi pada endotel pembuluh darah; 2)
peningkatan penyerapan trombosit oleh limpa; 3) adanya kelainan yang bersifat imunologis
dimana terjadi penurunan waktu hidup dari platelet di sirkulasi darah. Secara umum umur
platelet di dalam sirkulasi berkisar antara 8-10 hari, sedangkan pada kejadian kasus CME ini
umur platelet akan berkurang menjadi 4 hari; 4) terbentuknya mekanisme antiplatelet antibodi
(APA) bersifat autoimun yang dapat menyebabkan kerusakan dari platelet. Menurut Tsachev
et.al (2013) trombositopenia terjadi karena menurunnya produksi platelet di sumsum tulang.
Morula dan granuloma dari Ehrlichia sp. dapat berada di sumsum tulang pasien ehrlichiosis. Hal
ini akan menghambat sumsum tulang untuk menghasilkan megakariosit yang merupakan cikal
bakal pembentukan trombosit/platelet.
Sementara itu terapi yang diberikan yaitu doxyciclin (5 mg/kgBB, BID, selama 5 hari)
injeksi viamin, sangobion. Menurut Akhtardanesh et al. (2011) sediaan rifampisin dan
doksisiklin adalah dua jenis antibiotik yang memiliki efektifitas untuk pengobatan kejadian
ehrlichiosis. Doksisiklin menjadi terapi pilihan untuk kejadian erlichiosis karena penetrasi
intraselulernya yang aktif dan sifat bakteriostatik terhadap Ehrlichia spp. Doxycycline
direkomendasikan untuk anjing dari segala usia.Menurut Fourie et al. (2015) pengobatan
kejadian ehrlichiosis menggunakan antibiotik doksisiklin harus dilakukan selama 28 hari
sehingga anjing dapat terbebas dari infeksi Ehrlichia.

SIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, kemudian pemeriksaan penunjang Rapid Tes


Kit E. Canis, pemeriksaan darah (Complate Blood Count), dan ulas darah, maka anjing
didiagnosis Ehrlichia Canis. Terapi yang diberikan pada anjing terapi suportif injeksi viamin
(0,2 ml/kgBB), sangobion. Anjing juga diberikan antibiotik doxyciclin (5 mg/kgBB, BID, selama
5 hari).

SARAN

Pencegahan terulangnya infeksi Ehrlichia spp, disarankan untuk memberikan


pemahaman dan membantu pemilik anjing menerapkan strategi penanggulangan ektoparasit dan
manajemen pemeliharaan hewan yang baik dan sehat.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis ucapkan terimakasih kepada , bapak Hasanudin selaku pemilik hewan kasus,
kepada Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Udayana yang telah memberikan akses
pemeriksaan hewan kasus, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, dan semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA

Akhtardanesh B, Ghanbarpour R, Sharifi H. 2011. Comparative study of doxycycline and


rifampin therapeutic effects in subclinical phase of canine monocytic ehrlichiosis. Comp
Clin Pathol. 20: 461–465.
Barman D, Baishya BC, Sarma D, Phukam A, Dutta TC. 2014. A case report of canine eehrlichia
infection in a labrador dog and its therapeutic management. Bangl J Vet Med. 12(2): 237-
239.
Bhadesiya CM, Raval SK. 2015. Hematobiochemical changes in ehrlichiosis in dogs of Anand
region, Gujarat. Vet World 8: 713–717.
Erawan IGMK, Duarsa BSA dan Suartha IN. 2018. Laporan Kasus: Anaplasmosis pada Anjing
Pomeranian. Indonesia Medicus Veterinus 7(6): 737-742.
Fourie JJ, Horak I, Crafford D, Erasmus HL, Botha OJ. 2015. The efficacy of a generic
doxycycline tablet in the treatment of canine monocytic ehrlichiosis. J of the South
African Vet Ass. 86(1): 1-10.
Fuente J, Torina A, Naranjo V, Nicosia S, Alongi A, La Mantia F, Kocan KM. 2006. Molecular
characterization of Anaplasma platys strains from dogs in Sicily, Italy. BMC Vet Res. 2:
24-31.
Green, E.C. 2012. Infectius Diseases Of The Dog And Cat, Fourth Edition Saunders, An Imprint
Of Elsevier Inc: 230-244.
Harrus S, Waner T, Bark H, Jongejan F, Cornelissen AW. 1999. Recent advances in determining
the pathogenesis of canine monocytic ehrlichiosis. J Clin Microbiol 37 (9): 2745-2749.
Harrus S, Waner T. 2011. Diagnosis of canine monocytotropic ehrlichiosis (Ehrlichia canis): An
overview: The Vet Journal. 187: 292-296.
Kottadamane MR, Dhaliwal PS, Singla LD, Bansal BK, Uppal SK. 2017. Clinial and
hematobiochemical response in anine monocytic ehrlichiosis seropositive dogs of Punjab.
Veterinary World. 10: 255-261.
Mylonakis ME, Theodorou KN. 2017. Canine monocytic ehrlichiosis: an update on diagnosis
and treatment. Acta Veterinaria Beogar. 67(3): 299-317.
Nesti DR, Baidowi A, Ariyanti F, dan Tjahajati I. 2018. Deteksi penyakit zoonosis Ehrlichiosis
pada pasien anjing di klinik hewan jogja. Jurnal Nasional Teknologi Terapan. 2: 191–
197.
Procajlo A, Skupien EM, Blandowski M, Lew S. 2011. Monocytic Ehrlichiosis in dogs. Polish
Journal of Veterinary Sciences. 14(3): 515-520.
Rovid-Spickler A. 2013. Ehrlichiosis and Anaplasmosis: Zoonotic Species. Institute For
International Cooperation In Animal Biologic. Iowa: Iowa State University.
Sainz A, Roura X, Miró G, Estrada-Peña A, Kohn B, Harrus S, and Solano-Gallego L. 2015.
Guideline for veterinary practitioners on canine Ehrlichiosis and anaplasmosis in Europe.
Parasites & Vectors. 75(8): 1-20.
Scott, DW, WH Miller, CG Griffin. 2001. Small Animal Dermatology. WB Saunders
CompanyShipstone M, 2000. Generalised Demodecosis in Dogs, Clinical Perspective.
Aus. Vet. J. Vol. 78 (4) : 240-242.
Tsachev I, Gundasheva D, Kontos C, Papadogiannakis E, Denev S. 2013. Haematological
profiles in canine monocytic ehrlichiosis: a retrospective study of 31 spontaneous cases in
Greece. Revue Med Vet. 164 (6): 327-330.

Anda mungkin juga menyukai