Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

KOASISTENSI DIAGNOSTIK ILMU LABORATORIK VETERINER

STREPTOCOCCOSIS PADA BABI

OLEH
Kadek Satria Adi Marhendra, S.KH

NIM. 1909612038

GELOMBANG 16 KELOMPOK D

LABORATORIUM
KOASISTENSI DIAGNOSTIK ILMU LABORATORIK
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
1. Sinyalemen:
Hewan : Babi ras campuran sebanyak 3 ekor
Jenis Kelamin : Dua jantan dan satu betina
Umur : 2,5 bulan (Selwyn A. H, et al., 2012)

2. Anamnesa
Dalam kasus ini babi dilaporkan menunjukkan manifestasi disfungsi neurologis,
yaitu gerakan mendayung, inkoordinasi, dan ketidakmampuan untuk berdiri. Dua babi
yang terinfeksi mati dalam waktu 3 hari setelah manifestasi neurologis teramati; babi
jantan lainnya diserahkan ke Rumah Sakit Pendidikan Hewan, Universitas sidade Norte
do Paraná (VTH UNOPAR), Arapongas, Paraná, Brazil, untuk evaluasi dan pengobatan
pada akhir September 2011. Setibanya, hewan itu sangat kurus, tetapi tidak diperagakan
manifestasi klinis penyakit selama 2 hari pengamatan dan dengan demikian dipulangkan
tanpa menjadi sasaran intervensi terapeutik. Namun, ketika babi dikembalikan ke
peternakan, manifestasi neurologis serupa dilaporkan diamati oleh pemiliknya, yang
mengindikasikan bahwa ini menjadi lebih intens, progresif, dan teratur. Babi dibawa
kembali ke VTH UNOPAR 7 hari kemudian secara ekstrim, menunjukkan tortikolis,
gerakan mengayuh, posisi berbaring ke samping, dan kejang. Pemiliknya meminta
eutanasia. Durasi periode antara ia melaporkan timbulnya manifestasi neurologis dan
nekropsi adalah 21 hari. Dokter hewan yang merawat menunjukkan bahwa tidak ada
riwayat penyakit reproduksi atau pernafasan dalam kekerabatan dan bahwa ransum
tersebut terdiri dari jagung produksi komersial yang dicampur dengan limbah rumah
tangga. Selain itu, tidak pasti apakah babi tersebut telah diberi obat di peternakan.
Selanjutnya, sembilan babi tambahan yang disapih, satu babi hutan, dan tiga babi betina
di peternakan tidak menunjukkan manifestasi klinis yang serupa (Selwyn A. H, et al.,
2012).

3. Gejala Klinis
Gejala klinis dari babi kasus tersebut menunjukkan gejala tortikolis, gerakan
mengayuh, berbaring ke samping, dan kejang. (Selwyn A. H, et al., 2012).

4. Epidemiologi
a. Hospes
Hospes dalam kasus ini adalah tiga babi ras campuran yang sakit berumur 2,5
Bulan (dua jantan dan satu betina) yang dimiliki oleh di pertanian subsisten kecil yang
terletak di dalam kota Arapongas, Paraná, Brasil (Selwyn A. H, et al., 2012).
b. Agen
Streptococcus suis adalah bakteri patogen gram positif penting pada babi yang
terjadi di seluruh dunia dan sering dikaitkan dengan ensefalitis, meningitis, artritis, proses
septikemia, endokarditis, bronkopneumonia, poliserositis, rinitis, perikarditis, dan abses
(Selwyn A. H, et al., 2012). Meskipun jumlah serotipe S suis telah mencapai 35 serotipe
(Higgins dan Gottschalk, 2006), dengan serotipe-2 yang paling virulen dan bersifat
zoonosis (Higgins dan Gottschalk, 1990; Wertheim et al., 2009). Pada blood agar agen
Streptococcus suis umunya berukuran kecil, warna kekuningan, mukoid, diameter bakteri
berukuran 0,7-1,4µm dan memproduksi zona hemolitika.
c. Lingkungan
Peralatan kandang, alat transportasi, dan keranjang pengangkut babi yang
tercemar berperan sebagai sumber penular. Pembuangan limbah pemotongan babi yang
kurang baik dan lalu lintas ternak babi yang pesat mempercepat penyebaran penyakit.
Pada babi, penularan lebih banyak terjadi per os lewat ekskreta atau sisa-sisa pemotongan
babi yang mencemari tempat minum. Penularan Streptococcus sius terjadi melalui
kontaminasi cairan vagina ke rongga mulut dari anak babi pada saat partus (Amass et al.
1996) dan koloni pada tonsil setelah lahir (Amass et al., 1995).
d. Distribusi penyakit
Wabah Streptococcus sp. pertama pada babi dilaporkan terjadi di Inggris pada 1951
dengan angka kematian yang tinggi serta gejala meningitis dan artritis. Setelah itu
dilaporkan terjadi di Belanda pada 1954, sampai akhirnya dilaporkan muncul juga di
Amerika utara pada 1969. Gejala pada hewan pada umumnya ditandai dengan
septikemia, meningitis, endokarditis, artritis, dan kadang-kadang infeksi lainnya. Kasus
manusia pertama terinfeksi Streptococcus sp. dilaporkan di Denmark pada 1968, dan
sejak itu Eropa utara dan Asia Tenggara mengalami sejumlah wabah kasus meningitis
pada manusia yang disebabkan oleh Streptococcus sp tipe 2. Di China terjadi wabah pada
1998 dengan 25 kasus manusia dan 14 meninggal. Gejala pada manusia berupa demam
tinggi, tidak enak badan, mual dan muntah, diikuti dengan gejala syaraf, bercak
kemerahan subkutaneus, syok septik dan koma pada kasus parah. (Ramirez 2011).
Pada 2004, jumlah kasus menginfeksi manusia mencapai lebih dari 200 orang di
seluruh dunia. Kemudian pada 2005, China mengalami wabah untuk kedua kalinya yang
mendapatkan perhatian dunia akan potensi zoonosis dari Streptococcus sp. ini. Antara
bulan Juni dan Agustus tahun tersebut, di Ziyang County, Provinsi Sichuan, terjadi wabah
dengan 204 kasus dan 38 meninggal (angka fatalitas kasus 18,6%). Sampai saat ini,
relatif hanya sekitar 700 kasus Streptococcus sp. dilaporkan di seluruh dunia, kebanyakan
terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Di negara maju kebanyakan dikaitkan dengan
pekerjaan yang berkaitan dengan babi, seperti pekerja peternakan babi dan pekerja rumah
pemotongan hewan. Di negara berkembang dengan sistem produksi babi yang intensif
seperti di Asia Tenggara, risiko untuk terinfeksi Streptococcus sp tidak diketahui pasti
mengingat penyakit ini bukan merupakan penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable
disease) dan umumnya kurang berhasil didiagnosa secara tepat (Wertheim et al; 2009).
Streptococcosis pernah mewabah di Bali pada bulan april tahun 1994 dan telah
menimbulkan kematian sekitar 2.200 babi di peternakan rakyat Bali. Secara bersamaan
streptokosis juga menimbulkan kematian pada ratusan monyet di kawasan Hutan Wisata
Alam Bali, antara lain di Sangeh, Ubud, dan Alas Kedaton. Penyebab wabah tersebut
telah diidentifikasi oleh Balai Penyidikan Penyakit Hewan Wilayah VI Denpasar Bali
yaitu bakteri Streptococcus sp zooepidemicus (Dibia et al, 1995). Penyakit ini menyerang
babi segala umur, jenis kelamin dan ras. Tingkat morbiditas dan mortalitas pada babi
berkisar 51% dan 38% sedangkan case fatality rate mencapai 75% (Suarjana, 2012).

5. Data Patologi Anatomi


Dari hasil penelitian diketahui bahwa lesi streptococcosis terdistribusi pada semua
organ yang diamati seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan limpa dengan perubahan
patologik yang menonjol dijumpai yaitu meningitis, artritis, endokarditis, perikarditis,
bronkopneumonia, septikemia, dan kematian mendadak pada babi dengan prevalensi 80%
(Bağcigil et al. 2013; Veralyn et al., 2014).

6. Diagnosa Sementara :
Diagnosa sementara yang dapat disimpulkan adalah babi tersebut terinfeksi
Streptococcus sp dikarenakan babi tersebut memiliki gejala serupa dengan streptococcus
sp. Diagnosa banding dari Streptococcus sp. adalah Hog cholera, Erysipelas, dan
Pasteurellosis.

7. Diagnosa Definitif :
Streptococcosis Suis. Berdasarkan hasil anamnesa, gejala klinis, pemeriksaan
patologi anatomi, data epidemiologi, pemeriksaan laboratorium patologi, dan
laboratorium bakteriologi maka permeriksaan yang dilakukan berupa kultur bakteri pada
Sheep blood agar, pewarnaan gram dan uji biokimia. Kultur bakteri pada media untuk
mengisolasi adanya bakteri Streptococcus. Pewarnaan gram memastikan adanya bakteri
coccus gram positif. Uji biokimia digunakan untuk mengidentifikasi bakteri
streptococcus, dan hasil PCR menggunakan DNA dari bakteri yang dibiakkan dari
sampel, PCR menargetkan gen kapsul S. suis serotipe 2 dengan fragmen 459 bp (Selwyn
A. H, et al., 2012).

8. Diskusi Kasus
Sampel yang di ambil dari hewan kasus meliputi otak, paru-paru, ginjal, jantung,
dan limpa. Streptococcus sp. merupakan golongan bakteri yang heterogen.
Streptococcus sp. adalah bakteri gram positif, namun pada biakan yang lama dan
bakteri yang mati Streptococcus sp. kehilangan gram positifnya dan terlihat seperti
gram negatif. Hal ini dapat terjadi setelah inkubasi semalaman (Jawetz et al., 2007).
Streptococcus sp. berbentuk bulat atau oval, coccus tunggal berbentuk batang atau
ovoid dan tersusun seperti rantai, bersifat fakultatif aerob. Diameter bakteri berukuran
0,7-1,4µm. Strain Streptococcus patogenik memiliki beberapa faktor virulensi seperti
antigen karbohidrat dan protein spesifik, produksi toksin maupun enzim (Vecht, et
al.,1989). Menurut Vecht, et al.(1991) Streptococcus suis type 2 memiliki dua penanda
antigen protein spesifik yang dikenal dengan Muramidase released protein (MRP) dan
Extracellular factor (EF). Selanjutnya Vecht, et al. (1992) menemukan bahwa strain
S.suis type 2 yang memiliki MRP dengan berat molekul 136 kDa (MRP+ ) dan EF
dengan berat molekul 110 kDa (EF+) lebih virulen daripada strain MRP+ EF- dan/atau
MRP- EF-. Strain yang memiliki MRP+ EF+ selain menimbulkan peradangan pada
beberapa organ, juga menyebabkan meningitis pada babi. Sedangakan strain MRP+
EF- dan MRP- EF- tidak menimbulkan meningitis.
Diagnosa banding dari Streptococcus sp. adalah Hog cholera, Erysipelas berupa
kulit kemerahan dan Pasteurellosis berupa suara ngorok (Smith, et al., 2008). Penyakit
streptoccocosis sering dikelirukan dengan penyakit pasteurellosis dan mycoplasmosis.
Hal itu dikarenakan pasteurellosis dan mycoplasmosis sama-sama menyerang sistem
pernafasan babi (Taylor, 1989). Namun pada Pasteurellosis tidak ditemukan gejala klinis
berupa gangguan syaraf sedangkan pada kasus babi yang di nekropsi gejala klinis post-
mortem menunjukkan adanya gangguan syaraf yang merupakan salah satu gejala klinis
dari streptococcosis pada babi. Bronchopneumonia merupakan salah satu lesi khas dari
infeksi Pasteurella multocida tetapi pada Streptococcosis juga sering ditemukan lesi pada
paru-paru berupa bronchopneumonia. Pada beberapa penelitian Pasteurella multocida
sering dihubungkan dengan infeksi pulmonary dengan bakteri Streptococcus suis. Pada
pemeriksaan histopatologi pada kasus babi yang di nekropsi ditemukan juga perubahan
berupa kongesti, vaskulitis yang disertai infiltrasi sel radang neutrofil, dan meningitis
yang merupakan lesi khas dari infeksi Streptococcus yang tidak ditemukan dalam infeksi
dari bakteri Pasteurella. Hal ini didukung oleh pernyataan Suarjana et al., (2012) bahwa
perubahan patologik infeksi Streptococcus yang menonjol dijumpai pada babi adalah
meningitis dengan prevalensi 80%.
Hog cholera merupakan salah satu diagnosa banding dari infeksi Streptococcus.
Terkadang gejala klinis hog cholera akut sering dikelirukan dengan Streptococcosis.
Menurut Van Oirschot, (1999) sebelum mati babi menunjukan lesi khas berupa eritema
pada kulit, gejala klinis ini mirip dengan yang terjadi pada infeksi streptococcus. Tetapi
lesi khas dari hog cholera berupa adanya “botton ulcer”
Babi yang menderita streptococcosis akan menunjukkan adanya meningitis akut
yang ditandai dengan kongesti disertai infiltrasi neutrofil pada kapiler meninges. Pada
beberapa kasus, selain meningitis juga dijumpai adanya peradangan pada organ lain
seperti usus, hati, paru-paru dan limpa. Menurut Vecht, et al. (1989) pada umumnya
kasus streptococcosis menimbulkan septikemia yang disertai adanya perubahan patologik
pada berbagai organ. Selanjutnya Chanter, et al. (1993) mengatakan bahwa infeksi oleh
S. suis type 2 dapat menyebabkan meningitis pada babi oleh karena bakteri bersifat
intraseluler dalam monosit atau makrofag kemudian mengikuti aliran darah sampai ke
cairan cerebrospinalis melewati pleksus koroideus. Bakteri streptococcus memiliki
hemaglutinin dan sebagai adhesin untuk perlekatan bakteri pada sel hospes. Selanjutnya
monosit diperkirakan memproduksi sitokin yang dapat merangsang terjadinya reaksi
peradangan. Menurut Salasia, et al.(2002) sifat hidrofobisitas pada Streptococcus
zooepidemicus mempunyai hubungan dengan kemampuan hemaglutinasi. Bakteri yang
mempunyai protein dengan sifat hidrofobik mampu melekat pada sel epitel dan mudah
difagosit oleh sel polimorfonuklear leukosit. Selanjutnya Galina, et al. (1994)
mengatakan kematian babi pada umumnya disebabkan oleh adanya lesi pada sistem saraf
pusat.
Vaksin untuk mencegah Streptococcus sp. pada babi belum tersedia. Pemberian
antibiotika dalam makanan pernah digunakan untuk membersihkan penularan dalam
suatu peternakan babi. Dalam keadaan seperti ini, perlu diperhatikan waktu penghentian
antibiotika (withdrawal time) sebelum babi dipotong agar tidak terdapat residu antibiotika
dalam daging (Jawetz et al., 1986). Pencegahan dapat dilakukan dengan dengan menjaga
kebersihan kandang, tempat pakan dan minum. Pemberian pakan berasal dari limbah
hewan sakit hrus dihindari.
LAMPIRAN

Pengujian Laboratorium Patologi


Babi kasus dinekropsi, lalu beberapa sampel organ dikoleksi meliputi:
otak, paru-paru, ginjal, jantung, dan limpa. Sampel dipotong kecil dengan ukuran
1x1x1 cm, kemudian difiksasi dengan Neutral Buffer Formalin (NBF) 10%.
Selanjutnya dilakukan proses trimming atau organ diperkecil dengan irisan tipis
dan disimpan dalam tissue processor. Tahap berikutnya, dilakukan proses
dehidrasi bertingkat dengan larutan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%,
alkohol 96%, alkohol absolute (98%), kemudian dilakukan penjernihan (clearing)
dengan merendam potongan organ ke dalam larutan Xylol atau Toluena, atau
Benzena secara bertahap dalam waktu satu hari. Sampel organ diblocking dengan
embedding set yang dituangi parafin cair kemudian didinginkan. Blok yang sudah
dingin disectioning menggunakaan microtome dengan ketebalan ± 4-5 mikron.
Setelah pemotongan, selanjutnya diletakkan pada waterbath beberapa detik dengan
temperatur hangat (37-39oC). Potongan hasil waterbath diletakkan pada gelas
objek kemudian diinkubasikan. Preparat kemudian direhidrasi bertingkat
menggunakan Xylol I, II, III dan Etanol I, II (masing-masing 5 menit), dan
Aquades selama 1 menit. Tahap yang terakhir adalah pewarnaan dengan metode
Harris Hematoxylin– Eosin dan mounting media. Pengamatan sediaan dilakukan
menggunakan mikroskop dan dicatat perubahan mikroskopik yang ditemukan.

Pengujian Laboratorium Mikrobiologi


Isolasi Bakteri pada Media Sheep blood Agar
Jaringan dari satu hewan dikumpulkan dan diekstraksi. Suspensi ditanam
pada sheep blood agar yang didefibrinasi 5%.
1. Isolasi Bakteri pada Media Selektif Sheep blood Agar
Media Sheep blood agar merupakan media yang sering dipakai untuk
isolasi dan pertumbuhan Streptococcus sp. Isolasi bakteri dilakukan dengan
cara mencelupkan ossa steril pada sampel organ otak, paru-paru, ginjal,
jantung, dan limpa dengan ossa steril yang sudah dingin diambil cairannya
kemudian diinokulasikan pada media Sheep blood agar dengan menggunakan
metode streak line. Kemudian diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37
oC selama 18-24 jam. Amati pertumbuhan koloni pada media secara
makroskopis untuk melihat bentuk, warna, elevasi, tepi, dan diameter koloni.
2. Identifikasi Bakteri
a. Pewarnaan Gram/Gram Staining
Koloni pada media biakan diambil dengan ossa steril dan dioleskan
pada objek glass ditetesi aquades kemudian diratakan pada permukaan
objek glass dan difiksasi. Setelah difiksasi, olesan tersebut ditetesi larutan
Crystal Violet dan didiamkan selama 2 menit. Kemudian dicuci dengan air
mengalir. Tahap selanjutnya ditetesi dengan lodine dan didiamkan selama 2
menit. Lalu dicuci dengan air mengalir. Setelah itu ditetesi dengan alkohol
95% selama 30 detik dan dicuci dengan air mengalir. Tahap yang terakhir
adalah pewamaan dengan Safranin dengan cara diteteskan dan didiamkan
selama 30 detik, kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.
Setelah kering, teteskan minyak emersi secukupnya lalu diperiksa di bawah
mikroskop dengan pembesaran 1000x. Bakteri Gram positif akan berwama
ungu karena menyerap zat warna Crystal Violet sedangkan bakteri Gram
negatif akan berwarna merah karena menyerap zat warna Safranin.
b. Uji katalase/Catalase test
Dilakukan dengan cara mengambil koloni yang dicurigai pada
media selektif dengan needle steril dan dioleskan pada objek glass
kemudian ditetesi H2O2 3%. Kemudian homogenkan. Amati ada
tidaknya gelembung gas yang dihasilkan bakteri yang bereaksi dengan
H2O2 3%.
c. Uji Oksidase/Oxidase test
Uji oksidase dilakukan dengan cara mengusapkan oxidase strip pada
biakan bakteri yang telah tumbuh di media Sheep blood Agar dan diamati
perubahan warna yang terjadi. Hasil positif ditandai dengan perubahan
warna pada kertas oxidase strips menjadi warna ungu.
d. Uji Biokimia
 Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
untuk mengetahui ada tidaknya kemampuan bakteri untuk
memfermentasi karbohidrat (glukosa, sukrosa, laktosa), produksi H2S
dan gas. Penanaman kuman pada media Triple Sugar Iron Agar
(TSIA) dilakukan dengan cara biakan koloni diambil dari media Sheep
blood agar menggunakan needle steril kemudian ditusukkan tegak
pada bagian dari media lalu digoreskan pada bagian miring media,
selanjutnya media tersebut diinkubasikan selama 24 jam pada suhu
370 C. Fermentasi karbohidrat ditandai adanya perubahan warna pada
media TSIA dari merah menjadi kuning. Produksi H2S ditandai
dengan perubahan warna media menjadi hitam. Adanya gas dapat
diamati dengan adanya gelembung gas, keretakan atau pecahnya
media.
 Uji Sulfid Indol Motility (SIM)
Dalam uji ini bertujuan untuk mengetahui sifat kuman dalam
memproduksi Indol, sulfida (H2S) dan untuk mengetahui pergerakan
kuman (motilitas). Penanaman kuman pada media SIM dilakukan
dengan cara mengambil koloni kuman dan media TSIA menggunakan
needle steril kemudian ditusukkan pada bagian tegak dari media,
selanjutnya media tersebut dinkubasikan selama 24 jam pada suhu
37oC. Produksi indol dapat dilihat setelah ditetesi dengan reagen
Erlich/Kovac’s sebanyak 3-5 tetes kedalam media. Bila indol positif
akan terbentuk cicin merah pada permukaan media, produksi H2S
ditandai dengan media berwama hitam, sedangkan apabila motil, maka
akan lerlihat masa seperti awan pada bidang tegak tancap tempat
tumbuh kuman.
 Uji pada Media Metyl Red (MR)
Uji ini bertujuan untuk mengetahui sifat kuman dalam
memproduksi asam tunggal atau campuran dan asetil metil karbinol.
Uji dilakukan dengan cara mengambil koloni dengan ossa steril
kemudian dicelupkan pada media. Media diinkubasikan dengan suhu
37 oC selama 24 jam. Setelah inkubasi, tabung ditetesi dengan reagen
MR. Hasil positif ditandai dengan adanya warna merah pada media.
 Voges-Prakauer
VP adalah tes yang digunakan untuk mendeteksi acetoin dalam
kultur cair bakteri. Pengujian ini dilakukan dengan menambahkan
alpha-naftol dan kalium hidroksida dengan kaldu Voges Proskauer
yang telah diinokulasi dengan bakteri. Warna merah cherry
menunjukkan hasil yang positif, sedangkan warna kuning coklat
menunjukkan hasil negatif.
 Uji pada Media Simmon Citrate Agar (SCA)
Uji ini bertujuan untuk mengetahui sifat kuman dalam
menggunakan sitrat sebagai sumber karbon atau tidak. Koloni kuman
diambil menggunakan ossa steril kemudian diusapkan pada
permukaan media mulai dari pangkal sampai ke ujung yang sama pada
media SCA. Kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37o C.
Hasil positif ditandai dengan perubahan warna media dari hijau
menjadi biru.
 Uji Gula-gula
Uji ini meliputi uji glukosa dan laktosa menggunakan media
berbentuk cair dengan tabung durham di dalamnya. Uji ini dilakukan
untuk mengetahui adanya fermentasi gula. Dilakukan dengan cara
mengambil koloni pada media biakan dengan ossa steril kemudian
dicelupkan pada masing-masing media. Media diinkubasikan pada
suhu 37oC selama 24 jam. Hasil positif apabila media berubah warna
menjadi kuning, sedangkan adanya produksi gas dapat diamati apabila
tabung durham berisi gelembung gas atau terangkat ke atas.
e. Molekuler
 Polymerase chain reaction (PCR)
Tes PCR dikembangkan untuk mendeteksi Streptococcus suis serotypes 2. PCR
ini didasarkan pada amplifikasi gen yang mengkode cps2J pengkodean gen spesifik
untuk kapsul S. suis serotipe 2 dengan panjang fragmen 459 bp (Selwyn A. H, et al.,
2012).

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi


 Identifikasi Bakteri
1. Isolasi pada media selektif Sheep blood Agar
Hasil pada media Sheep Blood Agar menunjukan hasil positif Streptococcus sp. dan menunjukkan
koloni kecil warna kekuningan, mukoid, dan memproduksi zona alfa-hemolitik.
2. Pewarnaan Gram
Menunjukan warna ungu yang artinya bakteri gram positif dengan bentuk coccus.
3. Uji Catalase
- Negatif. Ditandai dengan tidak adanya buih.
4. Uji Oksidase
- Negatif. Ditandai dengan tidak adanya perubahan warna.
 Uji Biokimia
1. Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
-Hasil Positif bagian Acid Slant berwarna kuning, mampu memfermentasi laktosa dan sukrosa. Acid butt
terjadi perubahan warna dari merah menjadi kuning artinya bakteri bersifat asam.
- Gas media tidak terangkat yang berarti bakteri tidak memproduksi gas.
- Negatif. H2S media tidak berwarna hitam, yang berarti bakteri tidak memproduksi H2S.
2. Sulfid Indol Motility (SIM)
- Negatif (Indol). Tidak terjadi perubahan warna menjadi merah setelah ditetesi reagen kovac’s
(terbentuk cincin merah). Menandakan bakteri tidak mampu menghasilkan indol dengan
menggunakan enzim tryptophanase
- Motility (-), ditunjukan dengan adanya kekeruhan pada daerah tusukan.
- H2S (-), tidak ada perubahan warna menjadi hitam.
3. Metyl Red (MR)
- Positiv (MR). ditandai dengan adanya warna merah pada media.
4. Voges-Prakauer
- Negatif (VP). ditunjukan tidak adanya perubahan warna terhadap larutan VP yang artinya bakteri tidak
memproduksi asetoin.
5. Simon Citrat Agar (SCA)
-Negatif. Tidak terjadi perubahan warna, bakteri tidak memanfaatkan citrate sebagai sumber karbon.
6. Uji Gula-gula.
- Positif laktosa. Ditandai dengan media berubah warna menjadi kuning.
- Positif glukosa.Ditandai dengan media berubah warna menjadi kuning.
 Molekuler
1. PCR
- Positif uji reaksi PCR menggunakan DNA dari bakteri yang dibiakkan dari sampel, PCR menargetkan
gen kapsul S suis serotipe 2 dengan fragmen 459 bp.
1. Lampiran Gambar Patologi Anatomi

Gambar 3. Patologi anatomi adanya


Gambar 1. Pig down paddling, tanda CNS
peradangan pada selaput otak.
kepala kebelakang.
(Swine Disease Diagnostic Manual. 2018)
(Swine Disease Diagnostic Manual. 2018)

Gambar 3. Patologi anatomi adanya eksudat


pada persendian
(Swine Disease Diagnostic Manual. 2018)
Gambar 4. Patologi anatomi adanya
peradangan pada jantung.
(Swine Disease Diagnostic Manual. 2018)
2. Lampiran Gambar Histopatologi

Gambar 6. Streptokokosis pada


Gambar 5. Hemoragi meningeal (a) babi. Kongesti pada otak besar (a)
yang terjadi pada otak babi (H&E, diikuti dengan infiltrasi sel radang
200x). neutrofil (b) (H&E, 400x)
(Veralyn L. G., et al., 2014) (Veralyn L. G., et al., 2014)

Gambar 7. Gambaran histopatologi


streptokokosis pada paru-paru babi. Terlihat Gambar 8. Kongesti (a) pada
adanya infiltrasi sel radang, dominan sel jantung babi , (H&E, 400x)
neutrofil (a) (H&E, 200x). (Veralyn L. G., et al., 2014)
(Veralyn L. G., et al., 2014)

Gambar 10. Gambaran histopatologi


Gambar 9. Gambaran histopatologi streptokokosis pada ginjal babi. Tampak
streptokokosis pada limpa babi. terjadi hemoragi (a) dan infiltrasi sel
Kongesti dan infiltrasi sel radang (a) radang neutrofil (b) (H&E, 200x)
(H&E,200x). (Veralyn L. G., et al., 2014)
(Veralyn L. G., et al., 2014)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PATOLOGI VETERINER
Eutanasia

Nekropsi

Pengambilan sampel
(Otak, paru-paru, ginjal, jantung, dan
limpa )

Pemeriksaan Perubahan Patologi Pemeriksaan Perubahan Histopatologi


Anatomi

Pembuatan Preparat Histopatologi

Dehidrasi Trimming organ dipotong Fiksasi organ selama 24 jam dengan NBF
Alkohol, Toluena, Xylol, 1x1cm 10%
Parafin

Blok parafin dipotong dengan Warnai dengan teknik pewarnaan


Embeding + Bloking
mikrotom, masukkan pada air hangat Hematoxylin-Eosin
dan pidahkan ke slide kaca

Keringkan diatas kertas filter, sediaan Cuci dengan air mengalir dan celupkan
ditetesi dengan entelan dan ditutup ke aquades dan alkohol
dengan cover glass

Denapasar, 19 Januari 2021

Mengetahui
Dosen Pembimbing Mahasiswa

Prof. drh. Anak Agung Ayu Mirah Adi, M.Si, Ph.D. Kadek Satria Adi Marhendra,S.KH
NIP : 196308261988032001 NIM : 1909612038
PEMERIKSAAN LABORATORIUM BAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI

 Ukuran
 Elevasi
 Tepian/Margin
Media Umum  Bentuk
 Warna
 Hemolisis

 Ukuran
 Elevasi Hasil : Media Sheep blood agar
Media Selektif  Tepian/Margin Berukuran kecil, warna kekuningan,
Sheep Blood Agar  Bentuk memiliki alfa-hemolitik
(Selwyn A. H, et  Warna
al., 2012)  Hemolisis

Sampel  Bentuk Hasil : Warna ungu, gram


(Otak, paru-paru, Pewarnaan Gram  Susunan positif dengan bentuk coccus
ginjal, jantung, dan  Gram
limpa)

Uji Oksidase Hasil : Negatif


Uji Primer
Uji Katalase Hasil : Negatif

Triple Sugar Iron Agar (TSIA) Hasil : Negatif

Sulfid Indol Motility (SIM) Hasil : Negatif

Metyl Red (MR) Hasil : Positif


Uji Biokimia Voges-Prakauer Hasil : Negatif

Simon Citrat Agar (SCA) Hasil : Negatif

Uji Glukosa Hasil : Positif

Uji Lakosa Hasil : Positif

Uji Immunologis MAT, ELISA

Hasil : Positif (menargetkan


Uji Molekuler PCR gen kapsul S.suis serotipe 2
(Selwyn A. H, dengan fragmen 459 bp)
et al., 2012)
Gambar 11. S. Suis pada media blood Gambar 12. Hasil Pewarnaan Gram
agar menunjukan koloni mukoid, dari koloni S. suis menunjukkan
berukuran kecil dan memiliki zona gram positf berbntuk coccus
hemolitik (Eric G., et al. 2014)
(Eric G., et al. 2014)

Denapasar, 19 Januari 2021

Mengetahui
Dosen Pembimbing Mahasiswa

drh. I Ketut Tono PG, M.Kes Kadek Satria Adi Marhendra,S.KH


NIP : 195912311986011001 NIM : 1909612038
PEMERIKSAAN LABORATORIUM VIROLOGI
Isolasi dan Identifikasi Virus Penyakit ND
Flow chart pemeriksaan penyakit Newcastle Disease

Sidik Epidemiologi
gejala klinis penyakit ND

Pemeriksaan Patologi Anatomi

Pengambilan sampel organ


Trakea, Paru-paru, Otak, & Saluran
pencernaan

Penanaman virus pada TAB melalui


jalur ruang alantois

Pemanenan cairan alantois

Identifikasi virus

Serologi Molekuler

Reverse Transcriptase - PCR


Uji Hambatan Uji
Hemaglutinasi Hemaglutinasi ELISA
(HI) (HA)
Elektroforesis

Mengetahui

Denapasar, 16 Januari 2021

Dosen Pembimbing
Mahasiswa

Prof.Dr.drh Gusti Ayu Yuniati Kencana,MP Kadek Satria Adi Marhendra,S.KH


NIP : 195906051985032002 NIM : 1909612038
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PARASITOLOGI

Sample

Darah Feses Arthropoda

Makroskopis Mikroskopis
Natif Ulas Darah Tipis Sentuh organ Knott

Kerokan kulit

Pemupukan
Kualitatif Kuantitatif

Konsentrasi Stool Mc
Natif
Master
Baermann

Modifikasi

Sidementasi Pengapungan

Denapasar, 19 Januari 2021

Mengetahui

Dosen Pembimbing Mahasiswa

Dr.drh. Ida Ayu Pasti Apsari, MP Kadek Satria Adi Marhendra,S.KH


NIP : 196005041987022001 NIM : 1909612038
DAFTAR PUSTAKA

Agustina K.K, Anthara M. S., Widyantara G. M. 2017. STREPTOCOCCOSIS PADA


BABI. Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK).
Bağcigil A F, İkiz S, Metiner K. 2013. Solation of Streptococcus Species From The Tonsils
of Slaughtered Pigs. Turk J Vet Anim Sci. 37: 94-96.
Dharma DMN, Dartini NL, Soeharsono, Supartika E, dan Dibia N. 1994. Wabah
Streptococcal Meningitis Pada Babi dan Kera di Bali. Bulletin Sain Veteriner X(26)
110-121.
Eric G., Cassie C. K., Marcelo G., Scott A. C., Robin P., Abinash V. 2014. Streptococcus
suis-Related Prosthetic Joint Infection and Streptococcal Toxic Shock-Like Syndrome
in a Pig Farmer in the United States. Journal of Clinical Microbiology. 2254 –2258
Jawetz, Melnick, dan Adelberg's. (2007). Medical Microbiology. Mc Graw Hill.
Marois C., S. Bougeard, M. Gottschalk, and M. Kobisch. 2004. Multiplex PCR Assay for
Detection of Streptococcus suis Species and Serotypes 2 and 1/2 in Tonsils of Live
and Dead Pigs. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY. 3169–3175 Vol. 42,
No. 7
Newport Laboratories. 2018. Swine Disease Diagnostic Manual. Worthington Prairie Drive
Rachel, Y.R., Lawrence, T.G., Danniel, D.H., Leon, T., Therry, L.B. 1994.Streptococclcs
suisinfection in swine: a retrospective study of 256 cases. Part II. Clinical signs, gross
and microscopic lesions, and coexisting. microorganisms. J Vet Diagn Invest 6:326-
334.
Salasia SIO, Lammler CH. 1994. Occurance of haemagglutinating adhesion among virulent
and avirulent isolates of Streptococcus suis. Med. Sci. Res. 22 : 763-764
Selwyn A. H., Luiz C., S. Werner O. 2012. Cerebral abscesses in a pig: Atypical
manifestations of Streptococcus suis serotype 2-induced meningoencephalitis. J Swine
Health Prod. 2012;20(4):179–183
Siti I. O. S., Clara A. A., Mitra S., Sidna A.2015. Diagnosis Infeksi Streptococcus suis
serotipe-2 pada Babi Secara Serologi dengan Muramidase Released Protein. Jurnal
Veteriner Vol. 16 No. 4 : 489-496.
Smith T C, Capuano A W, Boese B, Myers K P, Gray G C. 2008. Occupational Exposure to
Streptococcus suis among US Swine Workers. University of Iowa. 14(12):1925-1927.
Suarjana I G K, Asmara W. 2012. Karakterisasi Molekuler dan Uji Patogenesitas
Streptococcus Patogen Isolat Asal Bali. Buletin Veteriner Udayana. 4(1):1-8
Sukada I. M., Dharmayudha A. A. G. O., Anthara M. S. 2016. Interpretasi Kejadian
Streptococcosis Pada Babi di Daerah Tabanan. Universitas Udayana. Hal 1-7.
Van Oirschot JT., Mengeling WL., William L., and Taylor DJ. 1999. Hog Cholera. In
disease of Swine: ed 8th Blackwell Science Medlle, MA. Lowa Univ Press. Pp. 159-
172
Veralyn L. G., Berata I. K, Supartika I. K. E. 2014. Kajian Retrospektif Gambaran
Histopatologi Kasus Streptokokosis Pada Babi Dan Monyet Di Provinsi Bali. Buletin
Veteriner Udayana 6(1): 67-72.

Anda mungkin juga menyukai