OLEH
2209020012
KUPANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
METODE
4.1. Hasil
a. Sinyalemen :
Nama Pemilik : Ibu
Alamat : Tilong
Jenis Hewan : Babi
Ras : Landrace
Umur : 1 tahun
Jenis Kelamin : Betina
Warna Kulit : Merah Muda
b. Gambaran Klinis :
Berdasarkan hasil pengamatan dan anamnesa diketahui bahwa babi yang
diperiksa merupakan babi yang dipelihara secara semi intensif berjumlah 13 ekor.
Populasi babi di kandang tersebut adalah 1 ekor babi betina (indukan) dan 12
anak babi, dari hasil wawancara dengan peternak sebelumnya sudah pernah ada
kasus babi yang mati dan bangkai babi dibuang disekitar daerah tersebut.
Berdasarkan keterangan dari pemilik babi belum pernah divaksin. Kondisi
kandang bersih, beratap kayu, berlantai semen kasar dan terdapat tempat
pembuangan limbah.
c. Pemeriksaan Fisik :
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan pemeriksaan fisik, gejala yang
tampak pada babi antara lain demam (40,3ºC), nafsu makan menurun, lesu, bintik
merah pada bagian telinga dan leher (Hemoragi).
d. Hasil Pemeriksaan Sampel
e. Pembahasan
Berdasarkan gejala klinis yang terlihat pada babi tersebut, terdapat satu
gejala klinis yang mirip dengan gejala pada ASF yaitu hemoragi yang muncul
pada telinga. Menurut Retnaningsih (2019) babi yang terinfeksi ASF ditandai
dengan demam tinggi hingga 42°C, depresi, nafsu makan menurun, malas
bergerak, cenderung berkumpul, hemoragi pada kulit dan organ dalam, abortus
pada babi bunting, sianosis (warna kulit kebiruan), muntah, dan diare. Begitupun
dengan gejala klinis yang timbul oleh babi yang terinfeksi penyakit Hog cholera
(CSF) pada kasus akut.
Selain itu riwayat babi belum pernah divaksin, dapat memperbesar
kemungkinan jika babi tersebut terinfeksi penyakit ASF walaupun tidak menutup
kemungkinan bahwa penyakit ini tidak dapat terjadi walaupun babi tidak divaksin
karena babi yang tidak divaksinpun ada kemungkinan ditemukan antibodi. Hal ini
bisa terjadi karena babi sudah mengalami infeksi alam ataupun sudah memiliki
maternal antibodi dimana mampu menetralisir antigen yang masuk (Van Oirschot,
2003). Jika dilihat dari gejala yang timbul maka akan sulit untuk membedakan
kedua jenis penyakit tersebut jika hanya melakukan pemeriksaan klinis
dikarenakan gejala yang timbul hampir sama. Oleh karena itu untuk menegakkan
diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi agen
penyebab penyakit.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab penyakit
dapat menggunakan diagnosis PCR, teknik diagnosa PCR digunakan untuk
mendeteksi genom ASF dalam sampel babi baik darah, jaringan maupun organ.
PCR memungkinkan diagnosis penyakit dalam beberapa jam hal ini karena PCR
memiliki sensitive, spesifik dan cepat untuk mendeteksi virus. PCR dapat menjadi
alternatif pemeriksaan ASF sehingga pencegahan dan penyebaran dapat dilakukan
sejak dini
Hasil negatif ini berarti bisa dikatakan gejala klinis yang timbul bukanlah
disebabkan oleh ASF selain itu juga, faktor human eror juga bisa mempengaruhi
hasil yang didapat dimana mungkin terjadi kesalahan pada saat proses
pengemasan sampel maupun pada saat pemeriksaan sampel.
Pada kasus ini sangat sulit untuk membedakan penyakit yang diduga ASF
hanya dengan pemeriksaan gejala klinis. Selain itu hasil laboratorium yang negatif
menunjukkan babi tersebut negatif ASF, walaupun gejala yang muncul mirip
dengan gejala ASF. Oleh karena itu, diperlukan diagnosa banding penyakit yang
mirip dengan penyakit ASF ini yaitu Classical Swine Fever/Hog Cholera.
Penyakit ini mirip dan menimbulkan gejala yang sama dengan ASF yaitu : nafsu
makan menurun, lesu, sesak nafas, dan kulit bercak kebiruan. Jika dilihat dari
mortalitasnya, ASF dan CSF dapat menimbulkan tingkat kematian hingga 100%
pada babi yang terinfeksi tergantung pada gejala klinis yang timbul.
DAFTAR PUSTAKA
Balyshev VM, Vlasov ME, Imatdinov AR, Titov I, Morgunov S, Malogolovkin AS. 2018.
Biological properties and molecular-genetic characteristics of African Swine Fever
virus isolated in various regions of Russia in 2016–2017. Russ Agric Sci. 44:469-473.
Beltran-Alcrudo DB, Falco JR, Raizman E, Dietze K. 2019. Transboundary spread of pig
diseases: the role of international trade and travel. BMC Vet Res. 15:1-14.
Boinas FS, Wilson AJ, Hutchings GH, Martins C, Dixon LJ 2011. The persistence of African
Swine Fever Virus in field-infected Ornithodoros erraticus during the ASF endemic
period in Portugal. PLoS ONE. 6:e20383.
Beltrán-Alcrudo D, Arias M, Gallardo C, Kramer S, Penrith ML. 2017. African swine fever:
detection and diagnosis – A manual for veterinarians. FAO Animal Production and
Health Manual No. 19. Rome (Italy): Food and Agriculture Organization of the United
Nations..
Bere. M. Sigiranus. 2020. “24.822 Ternak Babi di NTT Mati akibat Virus ASF”.
Kompas.com19/07/2020.https://kupang.kompas.com/read/2020/07/19/10174731/2482
2 ternak-babi-di-nttmati-akibat-virus-asf?page=all.
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI. 2020.“Cegah Penyebaran
Kasus, Kementan Petakan Kasus Kematian Babi Di NTT”.Diakses tanggal 8 Juni
2020.
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2018. African Swine Fever
threatens people ’s Republic of China: A rapid risk assessment of ASF introduction
[Internet]: [accessed 2nd December 2019]. Available from: http://www.fao.org/3/
I8805EN/i8805en.pdf
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2021. ASF (African Swine
Fever) situation in asia and pacific update. [Internet]: [accessed 26 Maret 2021].
Available from:
http://www.fao.org/ag/againfo/programess/en/empres/ASF/situation_update. Html.
Galindo, I., and C. Alonso. 2017. African Swine Fever Virus: A Review. Viruses 9(5)doi:
10.3390/v9050103
Jayanata, I.M.A., Suardana, I.B.K. and Ardana, I.B.K. 2016. Respon imun Anak Babi Pasca
Vaksinasi Hog Cholera,2301;2477-6637.
Manik, O.R. Yando; Ginting, Garuda. 2018. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Hewan Ternak
Babi Dengan Menggunakan Metode Fuzzy Mamdani Berbasis Web. Majalah Ilmiah INTI
: Medan. Volume 5, Nomor 3, Juni 2018 ISSN 2339-210X.
Mazur-Panasiuk N, Woźniakowski G. 2019a. The unique genetic variation within the O174L
gene of Polish strains of African swine fever virus facilitates tracking virus origin. Arch
Vir. 164:1667-1672.
Rodriguez JM, Moreno LT, Alejo A, Lacasta A, Rodriguez F, Salas ML. 2015. Genome
sequence of African swine fever virus BA71, the virulent parental strain of the
nonpathogenic and tissue-culture adapted BA71V. PLoS One. 10:p.e0142889.
OIE. 2019. African Swine Fever Aetiology Epidemiology Diagnosis Prevention and Control.
Sánchez-Vizcaíno, J. M., Mur, L., Gomez- Potu, R. 2021 Vol. x No. y 11 Villamandos, J. C., &
Carrasco, L. (2015). An update on the epidemiology and pathology of African swine fever.
Journal of Comparative Pathology, 152(1), 9– 21.
https://doi.org/10.1016/j.jcpa.2014.09.003
Sendow, I., Ratnawati, A., Dharmayanti, N. I., & Saepulloh, M. (2020). African Swine Fever:
Penyakit Emerging yang Mengancam Peternakan Babi di Dunia. Indonesian Bulletin of
Animal and Veterinary Sciences, 30(1), 15. https://doi.org/10.14334/wartazoa.v30i1.2479.
Zhao D, Liu R, Zhang X, Li F, Wang J, Zhang J, Liu X, Wang L, Zhang J, Wu X, Guan Y, Chen
W, Wang X, He X, Bu Z.2019. Replication and virulence in pigs of the first African swine
fever virus isolated in China. Emerging Microbes Infect. 8:438-447.