Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN SMALL GRUP DISCUSION

ALVIAN INFLUENZA (AI)


Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis semester 7
Dosen Pengampu:
Ns. Galih Noor Alvian, M.Kep.

Kelompok 2
Disusun oleh:
1. Putri Sallamah N (I1B018021)
2. Lukman Hakim . (I1B018023)
3. Sapti Mardiyanti (I1B018025)
4. Afifah Afdiani Q (I1B018027)
5. Putri Regina A (I1B018031)
6. Rafa Wahyu Indrayani (I1B018033)
7. Nita Yulinda (I1B018035)
8. Anestasya Pradana (I1B018037)
9. Tiara Oktin Kususma (I1B018039)
10. Mahmudatun Ulya (I1B018042)
11. Vernny Wanda (I1B018044)

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan merupakan salah satu isu strategis yang selalu mendapat
tempat dalam pembahasan mengenai kesejahteraan rakyat dan pembangunan suatu
negara. globalisasi juga dapat memfasilitasi penyebaran penyakit yang mewabah di
suatu wilayah secara cepat ke wilayah lain dalam satu negara atau antara satu
negara dengan negara lain, sehingga meningkatkan potensi penyebaran penyakit
lintas wilayah (epidemi) dan lintas negara (pandemi) (Shiddiqy et al., 2019). Salah
satu penyakit yang sempat mewabah dan dengan penyebaran yang luas di Indonesia
adalah Avian Influenza.
Flu unggas (Avian Influenza, AI) atau lebih dikenal sebagai Flu Burung. AI
adalah penyakit menular yang menyerang kelompok hewan unggas yang kemudian
juga dapat ditemui pada mamalia lain seperti babi dan manusia. Penyakit AI
disebabkan oleh virus influenza tipe A dari keluarga Orthomyxoviridae (Garjito,
2014). Virus AI dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu Highly
Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang menyebabkan morbditas dan mortalitas
tinggi serta sering menimbulkan wabah dan Low Pathogenic Avian Influenza
(LPAI) menyebabkan gejala ringan dan tindak memiliki gejala pada unggas yang
terinfeksi (Garjito, 2014).
AI diduga telah muncul lebih dari 100 tahun yang lalu, pertama kali
teridentifikasi di Italia pada tahun 1878 (Shiddiqy et al., 2019). Wabah VAI HPAI
H5N1 terjadi di peternakan ayam pada delapan negara di Asia. Indonesia
teridentifikasi pertama kali pada akhir tahun 2003 di peternakan ayam petelur
komersial di beberapa daerah di pulau Jawa (Isnawati et al., 2019). Jumlah kasus
dari tahun 2005 hingga 2015 adalah 199 kasus atau 23% dari jumlah kasus di dunia,
sehingga Indonesia menjadi negara kedua dengan proporsi kasus terbanyak.
Indonesia bahkan menjadi negara dengan CFR avian influenza tertinggi di dunia,
yaitu sebesar 84% mengalami peningkatan 0,94% dari pada CFR tahun 2012
(Shiddiqy et al., 2019).
Pandemi influenza sangat dimungkinkan manakala virus AI mengalami
perubahan pembawa sifat (mutasi genetik) atau terjadinya reassortment, yaitu
pencampuran pembawa sifat genetik virus influenza biasa (musiman) dengan virus
AI yang menyebabkan munculnya virus subtipe baru sehingga mudah menular
antarmanusia karena belum ada kekebalan pada tubuh manusia. Oleh sebab itu,
WHO menghimbau kepada seluruh negara agar mengambil langkah-langkah
antisipatif. Pertimbangan ini dianggap perlu, mengingat peristiwa yang pernah
terjadi dimasa lalu, yakni tiga pandemi influenza yang mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia yang sangat besar (Shiddiqy et al., 2019).

B. Tujuan
1. Mengetahui sejarah munculnya penyakit AI secara epidemiologi.
2. Mengetahui penyebab terjadinya penyakit AI.
3. Mengetahui patofisiologi penyakit AI.
4. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang diperlukan saat menangani
penyakit AI.
5. Memahami pengkajian data sesuai dengan kasus AI.
6. Mengetahui asuhan keperawatan yang dapat diterapkan sesuai dengan kasus
AI.
7. Mengetahui penelitian terbaru terkait perawatan AI.

C. Manfaat
Diharapkan laporan studi kasus ini dapat membantu mahasiswa lebih
memahami penyakit AI, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengetahui
asuhan keperawatan yang sesuai untuk pasien dengan penyakit AI.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. SEJARAH VIRUS AVIAN INFLUENZA

Wabah penyakit flu burung (FB) yang melanda dunia, khususnya kawasan
Asia, memang sangat menjadi perhatian, baik masyarakat luas maupun badan
kesehatan dunia seperti WHO. Avian Influenza (AI) adalah penyakit menular yang
dapat menginfeksi semua jenis unggas, manusia, babi, kuda dan anjing, Ini
disebabkan oleh virus Avian Influenza type A dari family Orthomyxoviridae. Secara
umum, beberapa virus Avian Influenza dapat beradaptasi pada spesies unggas baru
dan menyebabkan outbreak baik epidemik maupun endemic. Penyakit ini
dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand,
Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga
berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.
Di Indonesia pada bulan Januari 2004 di laporkan adanya kasus kematian
ayam ternak yang luar biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Kalimantan Barat dan Jawa Barat). Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh
karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian
disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza). Jumlah unggas yang mati
akibat wabah penyakit flu burung di 10 provinsi di Indonesia sangat besar yaitu
3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah provinsi
Jawa Barat (1.541.427 ekor). Sementara penyebaran virus tersebut pada manusia di
lndonesia sejak bulan Juli 2005 hingga 12 April 2006 telah ditemukan 479 kasus
kumulatif yang dicurigai sebagai flu burung pada manusia di Tangerang dan Banten
(Elytha, 2006).
B. PENYEBAB PENYAKIT FLU BURUNG (FB) ATAU AVIAN INFLUENZA
(AI)

Penyebab FB adalah virus influenza tipe A, termasuk family


Orthomyxoviridae dan virus ini dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift) sehingga
dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri dari
Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai
identifikasi kode subtipe FB yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat
jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang
Hl-H5 dan Nl-N9. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan FB adalah
dari subtype A H5N1. Virus ini dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu
22° C dan lebih dari 30 hari pada 0° C. Didalam tinja unggas dan tubuh unggas
yang sakit virus dapat bertahan hidup lebih lama, tetapi Virus akan mati pada
pemanasan 60° C selama 30 menit atau 56° C selama 3 jam dan dengan detergent,
desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine (Elytha,
2006).

C. MANIFESTASI KLINIS

Demam tinggi (>380 C), diare, muntah, sakit perut, sakit


padadada,hipotensi, perdarahan hidung dan gusi, sesak nafas, pneumonia berat,
dyspnea, tachypnea, nyeri tenggorokan, mialgia, dan malaise. Kelainan
laboratorium hematologi yang hampir selalu dijumpai adalah lekopenia,
limfopenia dan trombositopenia. Kelainan foto thoraks bisa berupa infiltrate
bilateral luas infiltrate difus, multilokal atau tersebar (Pathcy) atau terdapat
kolaps lobar (Aji, 2020).
D. PATOFISIOLOGI

Flu burung bisa menular ke manusia bila terjadi kontak langsung dengan
ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di saluran
pencernaan unggas. Unggas yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini
melalui tinja, yang kemudian mengering dan hancur menjadi semacam bubuk.
Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya. Menurut WHO, flu
burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia dibanding dari manusia ke
manusia. Belum ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, dan juga belum
terbukti penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Satu-satunya cara
virus flu burung dapat menyebar dengan mudah dari manusia ke manusia adalah
jika virus flu burung tersebut bermutasi dan bercampur dengan virus flu manusia.
Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Penularan pada manusia karena
kontak langsung, misalnya karena menyentuh unggas secara langsung, juga dapat
terjadi melalui kendaraan yang mengangkut binatang itu, di kandangnya dan alat-
alat peternakan ( termasuk melalui pakan ternak ). Penularan dapat juga terjadi
melalui pakaian, termasuk sepatu para peternak yang langsung menangani kasus
unggas yang sakit dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar serta berbagai
mekanisme lain. Secara umum, ada 3 kemungkinan mekanisme penularan dari
unggas ke manusia.Dalam hal penularan dari unggas ke manusia, perlu ditegaskan
bahwa penularan pada dasarnya berasal dari unggas sakit yang masih hidup dan
menular. Unggas yang telah dimasak, digoreng dan lain-lain, tidak menularkan flu
burung ke orang yang memakannya. Virus flu burung akan mati dengan pemanasan
80°C selama 1 menit (Sisilia, Mirna., dkk, 2016).
Kemampuan virus flu burung adalah membangkitkan hampir keseluruhan
respon "bunuh diri" dalam sistem imunitas tubuh manusia. Makin banyak virus itu
tereplikasi, makin banyak pula produksi sitokin-protein dalam tubuh yang memicu
peningkatan respons imunitas dan berperan penting dalam peradangan. Sitokin yang
membanjiri aliran darah karena virus yang bertambah banyak, justru melukai
jaringan tubuh (efek bunuh diri). Flu Burung banyak menyerang anak-anak di
bawah usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada manusia menimpa
anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh yang belum begitu kuat (Sisilia, Mirna.,
dkk, 2016).
PATHWAY (Wariputri, 2016)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Yuliarti, 2016), diagnosis flu burung meliputi :
1. Rapid Test
Alat ini berbentuk kotak plastik kecil yang didalamnya terdapat kertas putih
dengan kode C (control) dan T (Test) yang sudah ditetesi antibodi virus flu
burung yang berperanan mendeteksi antigen virus. Jika unggas terkena flu
burung, antigen virus pada unggas terikat dengan antibodi yang ada dalam
kertas, sehingga akan memunculkan dua garis vertikal pada area C dan T.
Keuntungan metode ini adalah kecepatannya karena kita langsung dapat
mengetahui hasilnya.
2. HI (Hemaglutinasi Inhibisi)
Alat ini untuk melihat antibodi terhadap Hemaglutinin (H). Uji ini lebih
sensitif dari pada rapid test dan cukup murah, meskipun membutuhkan
waktu lebih lama (sekitar 3 hari).
3. AGP (Agar Gel Presipitation)
Alat ini untuk melihat antibodi terhadap Neuraminidase (N).
4. VN (Virus Netralisasi)
Alat ini untuk mengetahui pembentukan antibodi.
5. Isolasi Virus
6. PCR (Polimerase Chain Reaction)
Alat ini untuk memastikan adanya virus Influenza A subtipe H5N1.
Pada manusia, selain pemeriksaan laboratorium diatas, ada pula
pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
1. Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan Hb, hitung jenis
leukosit, hitung total leukosit, trombosit, laju endap darah, albumin,
globulin, SGPT, SGOT, ureum, kreatinin, serta analisa gas darah.
2. Pasien pemeriksaan mikrobiologi meliputi Rapid test, ELISA, dan
pemeriksaan antigen (HI, IF/FA).
3. Foto Toraks.
BAB III

PEMBAHASAN

A. KASUS

Sdr. S (18 tahun) laki-laki masuk rumah sakit dihantar oleh Ayahnya dengan
keluhan sulit bernapas. Ayah Klien mengatakan anaknya sudah sekitar tiga minggu
mengalami pilek dan batuk. Ayah klien mengatakan Sdr. S selalu mengeluh sakit
kepala. Klien mengalami kesulitan saat nafas sejak 1 hari yang lalu karena
penumpukan sekret di saluran pernapasan, klien terkadang batuk dengan
mengeluarkan sedikit sekret berwarna kuning dengan konsitensi kental. Klien
mengatakan badannya panas sejak sehari yang lalu. Ayah klien mengatakan Sdr. S
gemar memelihara burung, sekitar sebulan yang lalu burung peliharaannya mati
karna lemas dan tidak mau makan,kepala bengkak, sekitar mata bengkak. Klien
mengatakan sulit bernapas, demam dan nyeri pada otot dan sendi P : Klien merasa
nyeri pada bagian otot dan sendi di tangan dan kaki klien, Keadaan ini akan lebih
berat jika klien terlalu banyak melakukan aktivitas, usaha yang dilakukan klien
yaitu istirahat Q : klien mengatakan nyeri seperti tertusuk jarum R : nyeri pada
bagian otot dan sendi di tangan dan kaki, dan tidak menyebar S : Skala nyeri 3
(berat) -0 : tidak ada nyeri -1 : nyeri ringan -2 : nyeri sedang 10 -3 : nyeri berat -4 :
sangat nyeri T : nyeri dirasakan klien jika klien menggerakkan tangan/kakinya.
Klien sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini dan klien tidak pernah masuk rumah
sakit. Ayah klien mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang memiliki
riwayat penyakit yang sama seperti klien dan tidak ada memiliki riwayat penyakit
keturunan seperti hipertensi, DM,penyakit jantung, dan asma dan klien tidak
memiliki alergi baik makanan ataupun obat-obatan.
Dari pemeriksaan fisik ada Sdr.S didapatkan sclera putih, konjungtiva kemerahan,
reflek pupil isokhor. Terdapat secret berwarna kuning dan konsistensi kental di
hidung. Pada mulut, bibir klien agak kering dan pucat. Pengembangan paru kiri dan
kanan simetris dan dada klien terlihat ada Retraksi/otot bantu napas, tidak ada nyeri
tekan. Palpasi pada lapang paru terdapat bunyi sonor hasil auskultasi pada lapang
paru terdengar bunyi suara napas vesikuler. Peristaltik usus 20x/menit. Ekstremitas
Kekuatan otot ektermitas atas kanan dan kiri sangat baik, bisa digerakan aktif.
Kekuatan otot ektermitas bawah kanan dan kiri baik dan mengalami nyeri pegal-
pegal. Keadaan umum composmentis. TTV (TD 120/80 mmHg, suhu 38,5℃, nadi
90x/menit, RR 32x/menit-irregular). BB saat ini 53 kg. Saat ini klien mendapatkan
terapi medis berupa: cairan IV tipe RL 20tpm, Ceftriaxone 2x1gr, Ranitidin 2x
10gr, Flexatide atrovent 3x1 Paracetamol 3x1 tab.

Hasil pemeriksaan laboratorium:

INDIKATOR RENTANG HASIL INTEPRETASI


NORMAL
Hemoglobin 14 – 18 gr% 13,5 gr/dL Kurang
Hematokrit 40 – 48% 40,1 % Normal
Leukosit 4700 – 10300 µ/l 17.250 mg/dl Tinggi
Trombosit 150.000 – 450.000 366.000 mg/dl Normal
Erytrosit 4 – 5,5 jt µ/l 5.380.000 mg/dL Normal
Urea 15 – 45 mg/dl 43 mg/dl Normal
Creatinin 0,6 – 1,3 mg/dl 5,1 mg/dl Tinggi
SGOT 10 – 50 µ/l 53,1 µ/l Normal
SGPT 10 – 50 µ/l 55 µ/l Tinggi
Albumin 3,5 – 5,2 g/dl 2 g/dl Rendah

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien

Nama : Sdr. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 18 tahun
Alamat :
Suku bangsa :
Agama :
No. RM :
Diagnosa : Avian Influenza
medis
b. Riwayat Kesehatan

Keluhan Utama : Klien mengalami pilek dan batuk.


Klien mengatakan sulit bernapas,
demam dan nyeri pada otot dan sendi
P : Klien merasa nyeri pada bagian
otot dan sendi di tangan dan kaki
klien, Keadaan ini akan lebih berat
jika klien terlalu banyak melakukan
aktivitas, usaha yang dilakukan klien
yaitu istirahat Q : klien mengatakan
nyeri seperti tertusuk jarum R : nyeri
pada bagian otot dan sendi di tangan
dan kaki, dan tidak menyebar S :
Skala nyeri 3 (berat) -0 : tidak ada
nyeri -1 : nyeri ringan -2 : nyeri
sedang 10 -3 : nyeri berat -4 : sangat
nyeri T : nyeri dirasakan klien jika
klien menggerakkan tangan/kakinya
Riwayat Penyakit : Ayah Klien mengatakan anaknya
Sekarang sudah sekitar tiga minggu mengalami
pilek dan batuk. Ayah klien
mengatakan Sdr. S selalu mengeluh
sakit kepala. Klien mengalami
kesulitan saat nafas sejak 1 hari yang
lalu karena penumpukan sekret di
saluran pernapasan, klien terkadang
batuk dengan mengeluarkan sedikit
sekret berwarna kuning dengan
konsitensi kental
Riwayat Penyakit Dahulu : Klien sebelumnya tidak pernah sakit
seperti ini dan klien tidak pernah
masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah klien mengatakan bahwa di
keluarganya tidak ada yang memiliki
riwayat penyakit yang sama seperti
klien dan tidak ada memiliki riwayat
penyakit keturunan seperti hipertensi,
DM,penyakit jantung, dan asma.
Diagnosa medis : Avian Influenza

c. Pengkajian Primer:

Air Way : Terlihat ada retraksi/otot bantu napas. Irama


nafas: irregular. Suara nafas: ronkhi (ada
penumpukan secret)
Breathing : RR 32x/menit, aukultasi terdapat bunyi sonor.
Pada lapang paru terdengar bunyi suara napas
vesikuler.
Circulation : Suhu 38,5℃, nadi 90x/menit. Saat ini klien
mendapatkan terapi medis berupa: cairan IV tipe
RL 20tpm
Disability : Keadaan umum: composmentis, reflek pupil
isokhor. Ekstremitas Kekuatan otot ektermitas
atas kanan dan kiri sangat baik, bisa digerakan
aktif. Kekuatan otot ektermitas bawah kanan dan
kiri baik dan mengalami nyeri pegal-pegal
Exposure : -
Folley Cateter : -
Gastric Tube : -
Heart Monitor : TD: 120/80 mmHg, nadi 90x/menit
Imaging : -
d. Pengkajian Sekunder
1) Anamnesa

Symtom : Klien mengalami pilek dan batuk. Klien


mengatakan sulit bernapas, demam dan nyeri
pada otot dan sendi P : Klien merasa nyeri pada
bagian otot dan sendi di tangan dan kaki klien,
Keadaan ini akan lebih berat jika klien terlalu
banyak melakukan aktivitas, usaha yang
dilakukan klien yaitu istirahat Q : klien
mengatakan nyeri seperti tertusuk jarum R : nyeri
pada bagian otot dan sendi di tangan dan kaki,
dan tidak menyebar S : Skala nyeri 3 (berat) -0 :
tidak ada nyeri -1 : nyeri ringan -2 : nyeri sedang
10 -3 : nyeri berat -4 : sangat nyeri T : nyeri
dirasakan klien jika klien menggerakkan
tangan/kakinya
Alergi : Klien tidak memiliki alergi makanan atau obat
Medicine :
Past Hystory : Ayah Klien mengatakan anaknya sudah sekitar
tiga minggu mengalami pilek dan batuk. Ayah
klien mengatakan Sdr. S selalu mengeluh sakit
kepala. Klien mengalami kesulitan saat nafas
sejak 1 hari yang lalu karena penumpukan sekret
di saluran pernapasan, klien terkadang batuk
dengan mengeluarkan sedikit sekret berwarna
kuning dengan konsitensi kental. Klien
sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini dan
klien tidak pernah masuk rumah sakit.
Last Meal : -
Event : Klien mengatakan badannya panas sejak sehari
yang lalu. Ayah klien mengatakan Sdr. S gemar
memelihara burung, sekitar sebulan yang lalu
burung peliharaannya mati karna lemas dan tidak
mau makan,kepala bengkak, sekitar mata
bengkak.

2) Pemeriksaan Fisik:

Kepala : Pada mata: sclera putih, konjungtiva kemerahan,


reflek pupil isokhor.
Terdapat secret berwarna kuning dan konsistensi
kental di hidung
Pada mulut, bibir klien agak kering dan pucat
Leher :
Dada : Pengembangan paru kiri dan kanan simetris dan
dada klien terlihat ada Retraksi/otot bantu napas,
tidak ada nyeri tekan. Palpasi pada lapang paru
terdapat bunyi sonor hasil auskultasi pada lapang
paru terdengar bunyi suara napas vesikuler.
Abdomen : Peristaltik usus 20x/menit
Pelvis :
Ekstremitas : Ekstremitas Kekuatan otot ektermitas atas kanan
dan kiri sangat baik, bisa digerakan aktif.
Kekuatan otot ektermitas bawah kanan dan kiri
baik dan mengalami nyeri pegal-pegal.
Punggung :

e. Pemeriksaan Penunjang

Indikator Rentang Normal Hasil Intepretasi


Hemoglobin 14 – 18 gr% 13,5 gr/dL Kurang
Hematokrit 40 – 48% 40,1 % Normal
Leukosit 4700 – 10300 µ/l 17.250 mg/dl Tinggi
Trombosit 150.000 – 450.000 366.000 mg/dl Normal
Erytrosit 4 – 5,5 jt µ/l 5.380.000 Normal
mg/dL
Urea 15 – 45 mg/dl 43 mg/dl Normal
Creatinin 0,6 – 1,3 mg/dl 5,1 mg/dl Tinggi
SGOT 10 – 50 µ/l 53,1 µ/l Normal
SGPT 10 – 50 µ/l 55 µ/l Tinggi
Albumin 3,5 – 5,2 g/dl 2 g/dl Rendah

f. Terapi Medis
Terapi medis berupa: cairan IV tipe RL 20tpm, Ceftriaxone 2x1gr,
Ranitidin 2x 10gr, Flexatide atrovent 3x1 Paracetamol 3x1 tab.

2. Analisis Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS: Mukus Ketidakefektifan
-Klien mengatakan sulit berlebihan bersihan jalan
bernapas nafas
-Ayah klien mengatakan
anaknya sudah sekitar tiga
minggu mengalami pilek
dan batuk.
- Klien mengalami kesulitan
saat nafas sejak 1 hari yang
lalu karena penumpukan
sekret di saluran
pernapasan.

DO:
- Klien terkadang batuk
dengan mengeluarkan
sedikit sekret berwarna
kuning dengan konsitensi
kental
- Suara nafas: ronkhi (ada
penumpukan secret)
2. DS: Hiperventilasi Pola napas tidak
-Klien mengatakan sulit efektif
bernapas

DO:
- Terlihat ada retraksi/otot
bantu napas
-Irama nafas: irregular.
- RR 32x/menit
3. DS: Penyakit Hipertermi
- Klien mengatakan
badannya panas sejak sehari
yang lalu.

DO:
- Suhu 38,5℃,
- RR 32x/menit-irregular).
- Pada mulut, bibir klien
agak kering dan pucat

4. DS: Agen cedera Nyeri akut


P : Klien merasa nyeri pada biologis
bagian otot dan sendi di
tangan dan kaki klien,
Keadaan ini akan lebih berat
jika klien terlalu banyak
melakukan aktivitas, usaha
yang dilakukan klien yaitu
istirahat
Q : klien mengatakan nyeri
seperti tertusuk jarum
R : nyeri pada bagian otot
dan sendi di tangan dan
kaki, dan tidak menyebar
S : Skala nyeri 3 (berat)
T : nyeri dirasakan klien jika
klien menggerakkan
tangan/kakinya.

DO:
- Kekuatan otot ektermitas
bawah kanan dan kiri baik
dan mengalami nyeri pegal-
pegal
3. Prioritas Diagnosa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d mukus berlebihan
b. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
c. Nyeri akut b.d agen cedera biologis
d. Hipertermi b.d penyakit

4. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Outcome Intervensi


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan perawatan 2 x Manajemen Jalan Nafas
bersihan jalan nafas 24 jam bersihan jalan nafas (3140)
b.d. mucus berlebihan pasien efektif 1. Posisikan untuk
NOC : Status Pernafasan meringankan sesak
(0415) nafas
Indikator Awal Akhir 2. Buang sekret dengan
Akumulasi 2 4 memotivasi pasien
sputum untuk melakukan
Suara napas 2 4 batuk atau menyedot
tambahan lender
Batuk 2 5 3. Instruksikan
Demam 2 5 bagaimana agar bisa
Keterangan : melakukan batuk
1. Sangat berat efektif
2. Berat 4. Lakukan fisioterapi
3. Cukup dada sebagaimana
4. Ringan mestinya
5. Tidak ada 5. Auskultasi suara nafas
dan catat adanya suara
napas tambahan.
6. Monitor status
pernapasan dan
oksigenasi,
sebagaimana mestinya
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan perawatan 1x Bantuan ventilasi (3390)
efektif b.d 24 jam pola napas pasien 1. Posisikan pasien untuk
hiperventilasi menjadi efektif mengurangi dyspnea
2. Mulai dan pertahankan
NOC : Status pernapasan: oksigen tambahan,
ventilasi (0403) seperti yang ditentukan
Indikator Awal Akhir 3. Monitor pernapasan dan
Frekuensi 2 4 saturasi oksigen
pernafasan 4. Beri obat (misalnya
Irama 2 4 bronkodilator dan
pernafasan inhaler) yang
Keterangan: meningkatkan patensi
1. Deviasi berat dari kisaran jalan nafas dan
normal pertukaran gas
2. Deviasi yang cukup berat 5. Ajarkan teknik
dari kisaran normal pernapasan dengan tepat
3. Deviasi sedang dari kisaran
normal
4. Deviasi ringan dari kisaran
normal
5. Tidak ada deviasi dari
kisaran normal

Indikator Awal Akhir


Penggunaan 2 4
otot bantu
nafas
Suara nafas 2 4
tambahan
Retraksi 4
dinding
dada
Keterangan:
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
3. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan perawatan 1x Manajemen Nyeri [1460]
cedera biologis 24 jam pasien dapat mengontrol 1. Lakukan pengkajian
nyeri nyeri komprehensif
NOC : Kontrol Nyeri (1605) meliputi lokasi,
Indikator Awal Akhir karakteristik,
Menggunaka 2 4 onset/durasi, frekuensi,
n tindakan kualitas, intensitas atau
pencegahan beratnya nyeri dan
Menggunaka 2 4 faktor pencetus
n tindakan 2. Kurangi atau eliminasi
mengurangi faktor yang dapat
nyeri tanpa meningkatkan nyeri
analgesik 3. Dorong pasien untuk
Melaporkan 2 4 memonitor nyeri dan
perubahan menangani nyerinya
terhadap dengan tepat
gejala nyeri 4. Ajarkan penggunaan
pada teknik non farmakologi
professional seperti teknik relaksasi,
kesehatan terapi music, dan
Melaporkan 2 4 hipnocaring
nyeri yang 5. Kolaborasi dengan
terkontrol dokter untuk pemberian
Keterangan: obat analgesik
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten
menunjukkan

NOC : Tingkat Nyeri (2102)


Indikator Awal Akhir
Nyeri yang 2 4
dilaporkan
Panjang 2 4
episode nyeri
Keterangan :
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
4. Hipertermia b.d Setelah dilakukan perawatan 2 x Perawatan Demam
penyakit 24 jam suhu tubuh pasien akan (3740):
normal 1. Pantau suhu dan tanda-
NOC : Termoregulasi (0800) tanda vital lainnya
Indikator Awal Akhir 2. Beri obat atau cairan
Peningkatan 2 4 IV
suhu tubuh 3. Fasilitasi Istirahat,
Hipertermia 2 4 terapkan pembatasan
Sakit otot 2 4 aktivitas jika
Keterangan : diperlukan
1. Berat 4. Dorong konsumsi
2. Cukup berat cairan
3. Sedang 5. Lembabkan bibir dan
4. Ringan mukosa hidung yang
5. Tidak ada kering

C. Integritas Hasil Penelitian


Jurnal 1

Judul Effect of oral gavage treatment with ZnAL42 andother metallo-


ion formulations on influenza A H5N1and H1N1 virus infections
in mice
Penuli Dale L Barnard, Min-Hui Wong, Kevin Bailey, Craig W Day,
Robert W Sidwell1, Stephen S Hickok and Tony J Hall
Tahun 2007
Jurnal International Medical Press
Tujuan
Metode Desain eksperimental
Eksperimen profilaksis dan terapeutik. Tikus adalah terinfeksi
60% dosis mematikan atau 100% dosis mematikan (LD100)
strain virus influenza H5N1 atau dengan LD100 of strain H1N1.
Infeksi dicapai dengan anestesi tikus dengan injeksi ketamin
intraperitoneal (100 g/kg) dan memasukkan 90 l larutan virus ke
dalam nares. Kelompok 10 masing-masing diperlakukan p.o.
dengan ZnAL42, ZnPC33, MnAL42 atau SePC33 dengan
berbagai dosis mulai dari 0,24 mg/kg/hari hingga 17,28
mg/kg/hari, tergantung pada percobaan. Hewan diperlakukan
dengan senyawa baik sekali, dua kali, tiga atau empat kali sehari.
Lihat individu tabel untuk jadwal dosis yang digunakan. Sebagai
kontrol positif, oseltamivir atau ribavirin diberikan p.o.:
oseltamivir
dua kali sehari selama 5 hari mulai 4 jam pasca pajanan virus
pada dosis 20 mg/kg/hari dan ribavirin 75 mg/kg/hari dengan
pretreatment 4 jam dan selanjutnya dua kali sehari selama 5 hari.
Hewan-hewan diamati setiap hari untuk kematian selama 21 hari
dan Kadar SaO2 diukur setiap hari dari hari ke 3 sampai 11,
waktu ketika penurunan SaO2 biasanya terjadi pada tikus yang
terinfeksi virus influenza. Tiga tikus yang tidak terinfeksi dirawat
di paralel dengan setiap dosis senyawa dan berfungsi sebagai
toksisitas
kontrol. Hewan-hewan ini diamati untuk kematian dan lainnya
tanda-tanda keracunan selama 21 hari, dan ditimbang terlebih
dahulu
pengobatan dan lagi 18 jam setelah pengobatan akhir seng.
Tiga tikus kontrol normal diadakan secara paralel; tikus
iniditimbang seperti di atas dan kadar SaO2 ditentukan untuk
memberikan data latar belakang normal.
Analisis dengan uji-t..
Hasil Hasil dari percobaan profilaksis awal adalah ditunjukkan pada
penelitian Tabel 1. Pengobatan dengan ZnAL42, dimulai 48 jam sebelum
pajanan virus dan selanjutnya dua kali sehari selama 13 hari,
terbukti secara signifikan menghambat infeksi virus pada dosis
tertinggi yang digunakan (8,64 mg/kg/hari), dengan 80% hewan
yang bertahan hidup (P<0,05); 12 dari 20 plasebo tikus kontrol
mati karena infeksi, hari kematian rata-rata menjadi 9,6 ± 3,2 hari
untuk grup ini. Kadar SaO2 di hewan yang diobati dengan
ZnAL42 dosis tinggi secara signifikan lebih tinggi (P<0,05)
dibandingkan dengan kontrol plasebo yang terinfeksi, meskipun
rata-rata hari kematian untuk kedua kelompok adalah serupa.
Dosis ZnAL42 yang lebih rendah tampaknya tidak memiliki efek
yang signifikan pada infeksi. Oseltamivir, obat kontrol positif
yang digunakan untuk penelitian ini, mencegah semuatikus dari
infeksi mematikan, dengan nilai SaO2 dipertahankan pada tingkat
yang relatif tinggi selama percobaan.
Terapi dengan ZnPC33 tidak dianggap manjur,tanpa peningkatan
yang signifikan dalam jumlah yang selamat dan dalam nilai
SaO2. Oleh karena itu, semua penelitian lebih lanjut difokuskan
pada Formulasi ZnAL42
Pembahasan Mungkin penting bahwa terapi yang efektif dengan ZnAL42
tercapai saat pengobatan dimulai 2 hari sebelum terpapar virus.
Hal ini menunjukkan bahwa pretreatment mungkin telah cukup
mencegah pembentukan virus infeksi yang memungkinkan sistem
kekebalan tikus untuk berhasil mencegah infeksi yang
mematikan.
Dengan demikian, ZnAL42 formulasi mungkin tidak secara
langsung menghambat replikasi virus. Hal ini didukung oleh
temuan bahwa tikus terinfeksi dengan virus dan diobati mulai 24
jam setelah paparan virus dengan dosis ZnAL42, atau dalam
kombinasi dengan MnAL42 atau SePC33, dengan gavage oral
tidak signifikan terlindungi dari infeksi virus mematikan juga
tidak terlindungi dari dampak negatif infeksi pada fungsi paru-
paru yang diukur dengan pengukuran SaO2.
Hasilnya menunjukkan bahwa pengobatan dengan ZnAL42
secara signifikan menghambat infeksi pada tikus yang diinduksi
olehvirus influenza A (H5N1),
Data juga menunjukkan bahwa pengobatan dengan ZnAL42
adalah secara signifikan menghambat infeksi pada tikus yang
diinduksi oleh influenza A (H1N1) pada dosis tinggi dan rendah.
Namun, dosis yang lebih rendah tampaknya tidak memiliki efek
berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar SaO2. Yang
terakhir ini pengamatan, ditambah dengan perlindungan tikus di
dosis terendah tetapi tidak pada dosis tengah ZnAL42 yang
digunakan, adalah membingungkan. Namun, perbedaan yang
terlihat bisa jadi karena variabilitas eksperimental.
Mekanisme dimana ZnAL42 menghambat infeksi virus influenza
tikus dalam penelitian ini mungkin hanya menjadi salah satu
lapisan virion dengan seng untuk mencegah lampiran dan
penetrasi, seperti yang telah ditunjukkan dengan herpes simpleks
virus (Kumel et al., 1991) atau untuk mengurangi virus
neuraminidase aktivitas, seperti yang ditunjukkan dalam studi
kinetik dengan purified influenza neuraminidase (Johansson &
Brett, 2003).
Kesimpulan data menunjukkan bahwa penggunaan profilaksis ZnAL42 efektif
melawan virus flu burung H5N1 infeksi pada tikus dan harus
dieksplorasi lebih lanjut sebagai pilihan untuk mengobati infeksi
virus influenza manusia.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Flu unggas (Avian Influenza, AI) atau lebih dikenal sebagai Flu
Burung. AI adalah penyakit menular yang menyerang kelompok hewan unggas
yang kemudian juga dapat ditemui pada mamalia lain seperti babi dan manusia.
Penyakit AI disebabkan oleh virus influenza tipe A dari keluarga
Orthomyxoviridae (Garjito, 2014).
Pandemi influenza sangat dimungkinkan manakala virus AI mengalami
perubahan pembawa sifat (mutasi genetik) atau terjadinya reassortment, yaitu
pencampuran pembawa sifat genetik virus influenza biasa (musiman) dengan
virus AI yang menyebabkan munculnya virus subtipe baru sehingga mudah
menular antarmanusia karena belum ada kekebalan pada tubuh manusia.
Penyebab FB adalah virus influenza tipe A, termasuk family Orthomyxoviridae
dan virus ini dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift) sehingga dapat
menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri dari
Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai
identifikasi kode subtipe FB yang banyak jenisnya.
Kemampuan virus flu burung adalah membangkitkan hampir
keseluruhan respon "bunuh diri" dalam sistem imunitas tubuh manusia. Flu
Burung banyak menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh
kasus flu burung pada manusia menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan
tubuh yang belum begitu kuat (Sisilia, Mirna., dkk, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Aji, P. T. (2020). Kmb I Prodi Studi D3 Keperawatan. Modul Keperawatan, 95.

Elytha, F. (2006). Sekilas Tentang Avian Influenza ( Ai ). Jurnal Kesehatan


Masyarakat, 6(1), 47–50.

Garjito, T. A. (2014). Virus Avian Influenza H5N1: Biologi Molekuler Dan Potensi
Penularannya Ke Unggas Dan Manusia. Vektora : Jurnal Vektor Dan Reservoir
Penyakit, 5(2), 85–97. https://doi.org/10.22435/vektora.v5i2Okt.3493.81-94

Isnawati, R., Wuryastuti, H., & Wasito, R. (2019). Peneguhan diagnosis Avian
Influenza pada Ayam Petelur yang Mengalami Gejala Penurunan Produksi. Jurnal
Sain Veteriner, 37(1), 1–10. https://doi.org/10.22146/jsv.40602

Shiddiqy, H. A., Nefianto, T., & Triutomo, S. (2019). Analisis Faktor dan Pola
Penyebaran Virus Avian Influenza di Indonesia Menggunakan Model PAR. Jurnal
Manajemen Bencana (JMB), 5(1), 61–72. https://doi.org/10.33172/jmb.v5i1.609

Kesehatan, P., Kesehatan, K., Iii, P. D., & Kampus, K. (2016). ASUHAN
KEPERAWATAN. 15.
Virus afian influenza. (n.d.).

Yuliarti. (2016). Menyingkap Rahasia Penyakit Flu Burung. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai