PENDAHULUAN
2010 lalu, pada Januari terjadi 284 kasus flu burung, Februari terjadi 362 kasus dan Maret
159 kasus flu burung. Sedangkan pada tahun 2009 Januari terdapat 195 kasus, Februari 331
kasus dan Maret 337 kasus (Depkes RI, 2009).
Sementara itu, Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan mengumumkan dua kasus baru H5N1 yang telah
dikonfirmasi oleh Pusat Biomedis dan teknologi Dasar Kesehatan, Balitbangkes. Kasus
tersebut menimpa warga Kabupaten Bangli, Bali, dengan gejala yang sama yang telah
merenggut nyawa 2 warga Bangli pada bulan Oktober 2011. Merebaknya kasus flu burung
tahun ini didorong oleh adanya cuaca basah dan banjir yang membuat virus cepat
berkembang. Ditambah lagi, kemungkinan ada kendala akibat ketidaksempurnaan vaksinasi.
Selain itu, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dimana kasus flu burung lebih banyak
ditemukan di peternakan rumah tangga dimana ternak tidak dikandangkan, pada tahun ini
kasus flu burung lebih banyak ditemukan di sektor
BAB II
2
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Flu Burung
adalah penyakit influenza pada unggas, baik burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang
yang lain seperti babi. Data lain menunjukkan penyakit ini bisa terdapat burung puyuh dan
burung onta. Penyakit ini menular dari burung ke burung, tetapi dapat juga menular ke
manusia. Penyakit ini dapat menular lewat udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari
kotoran atau sekreta burung atau unggas yang menderita influenza. Sampai saat ini belum
terbukti adanya penularan dari manusia ke manusia. Penyakit ini terutama menyerang
peternak unggas. (wikipedia.org/wiki/ Flu _burung, 2007).
B. Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus influenza, yang termasuk tipe A subtipe H5, H7 dan
H9. Virus flu burung atau avian influenza ini awalnya hanya ditemukan pada binatang seperti
burung, bebek dan ayam. Namun sejak 1997, virus ini mulai "terbang" ke manusia ( penyakit
zoonosis ). Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe
A H5N1.
Hasil studi menunjukkan bahwa unggas sakit (oleh influenza A H5N1) dapat
mengeluarkan virus dalam jumlah besar dalam kotorannya. Virus tersebut dapat bertahan
hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22C dan lebih dari 30 hari pada 0C. Pada kotoran dan
tubuh unggas yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama. Virus akan mati pada pemanasan
60C selama 30 menit atau 56C selama 3 jam dan dengan detergen, desinfektan misalnya
formalin, serta cairan mengandung iodin.
3
C. Epidemiologi
1. Sebaran kasus
Di Indonesia pada bulan Januari 2004 di laporkan adanya kasus kematian ayam ternak
yang luar biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan
Jawa Barat). Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun
konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian
influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di
Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah
kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Berdasarkan data KEMENKES
RI, jumlah kasus Flu Burung di Indonesia sejak tahun 2005 sampai dengan Juni 2010 adalah
166 kasus dengan 137 kematian.
2.
- Kontak erat (dalam jarak 1 meter), seperti merawat, berbicara atau bersentuhan
dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang sudah konfirm.
- Terpajan (misalnya memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong,
mempersiapkan untuk konsumsi) dengan ternak
unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam
wilayah di mana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai
atau dikonfirmasi dalam bulan terakhir.
- Mengkonsumsi produk ungags mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna
di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang
terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir.
- Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau ungags liar),
misalnya kucing atau babi yang telah dikonfirmasi terinfeksi H5N1.
- Memegang / menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai
mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya.
b. Cara Penularan
Flu burung menular dari unggas ke unggas dan dari unggas kemanusia,
melalui air liur, lendir dari hidung dan feses. Penyakit ini dapat menular melalui
udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekret
burung/unggas yang menderita flu burung. Penularan dari unggas ke manusia juga
dapat terjadi jika bersinggungan langsung dengan unggas yang terinfeksi flu
burung, contohnya: pekerja di peternakan ayam, pemotong ayam dan penjamah
produk unggas lainnya. Media penularan ini dapat terjadi akibat transmisi
(perpindahan) unggas yang terkena virus H5N1 dari daerah yang sudah terkena ke
daerah yang belum terkena. Selain itu, terpaparnya manusia dengan penyakit ini,
selain karena kontaminasi langsung dengan unggas daya tahan tubuh juga
memegang peranan penting.
c. Masa Inkubasi
Masa inkubasi rata-rata adalah 3 hari (1-7 hari). Masa penularan pada manusia
adalah 1 hari sebelum, sampai 3-5 hari setelah gejala timbul dan pada anak dapat
sampai 21 hari.
D. Manisfestasi Klinis Flu Burung
1.
Tanda dan Gejala pada unggas
6
Gejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai dari gejala ringan (nyaris
tanpa gejala), sampai sangat berat. Hal ini tergantung dari keganasan virus, lingkungan,
dan keadaan unggas sendiri. Gejala yang timbul seperti jengger berwarna biru, kepala
bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare, dan tidak mau makan. Dapat terjadi
gangguan pernafasan berupa batuk dan bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan
reproduksi berupa penurunan produksi telur. Gangguan sistem saraf dalam bentuk
depresi. Pada beberapa kasus, unggas mati tanpa gejala. Kematian dapat terjadi 24 jam
setelah timbul gejala. Pada kalkun, kematian dapat terjadi dalam 2 sampai 3 hari.
2.
Terdapat 2 jenis spikes yaitu yang mengandung hemaglutinin (HA) dan yang mengandung
neuraminidase (NA), yang terletak dibagian terluar dari virion. Virus influenza
mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari (i) protein nukleokapsid (NP) (ii).
Hemaglutinin (HA), (iii). Neuraminidase (NA), dan protein matriks (MP).
Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza digolongkan dalam virus
influenza A, B, dan C. Virus Influenza A sangat penting dalam bidang kesehatan karena
sangat patogen baik bagi manusia, dan binatang, yang menyebabkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi, di seluruh dunia. Virus influenza A ini dapat menyebabkan pandemi
karena mudahnya mereka bermutasi, baik berupa antigenic drift ataupun antigenic shift
sehingga membentuk varian-varian baru yang lebih patotegen. Pada virus influenza tipe A
dapat terjadi perubahan besar pada komposisi antigeniknya yang disebut antigenic shift
atau terjadi perubahan kecil komposisi antigenik yang disebut antigenic drift. Perubahan
perubahan inilah yang bisa menyebabkan epidemi atau bahkan pandemi. ). Virus influenza
B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia, sedangkan virus influenza C, jarang
ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Jenis virus
influenza B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah pandemis. Terdapat 15
jenis subtipe HA dan 9 jenis subtipe NA. Dari berbagai penelitan seroprevalensi secara
epidemiologis menunjukkan bahwa beberapa subtipe virus influenza A telah menyebabkan
wabah pandemi antara lain H7N7 (1977), H3N2 (1968), H2N2 (1957), H1N1 (1918),
H3N8 (1900), dan H2N2 (1889). Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel
hospes setelah terjadi penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di
permukaan sel hospesnya. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan
mengintegrasikan materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya, dan dengan
menggunakan mesin genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi membentuk
virion-virion baru, dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali sel-sel disekitarnya.
8
Beberapa hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang diambil dari penderita ternyata
avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring dan di dalam sel
gastrointestinal .Virus H5N1 juga dapat dideteksi di dalam darah, cairan serebrospinal, dan
tinja pasien (WHO,2005).
Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah virus bisa
masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya. Virus influenza
A melalui spikes hemaglutinin (HA) akan berikatan dengan reseptor yang mengandung
sialic acid (SA) yang ada pada permukaan sel hospesnya.-2,6-Gal), sehingga secara
teoritis virus flu burung tidak bisa menginfeksi manusia karena perbedaan reseptor
spesifiknya. Namun demikian, dengan perubahan hanya 1 asam amino saja konfigurasi
reseptor tersebut dapat dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1.
Potensi virus H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan sehingga virus
dapat membuat varian-varian baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar manusia ke
manusia .- 2,6-galactose (SA -2,3- Gal), dimana molekul ini berbeda dengan reseptor
yang ada pada manusia. Reseptor yang ada pada permukaan sel manusia adalah SA -2,3galactose (SA Ada perbedaan penting antara molekul reseptor yang ada pada manusia
dengan reseptor yang ada pada unggas atau binatang. Pada virus flu burung, mereka dapat
mengenali dan terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada jenis unggas yang terdiri
dari oligosakharida yang mengandung N-acethylneuraminic acid
Flu burung dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari
kotoran unggas yang sakit. Penularan juga bisa terjadi melalui air minum dan pasokan
makanan yang telah terkontaminasi oleh kotoran yang terinfeksi flu burung. Di peternakan
unggas, penularan dapat terjadi secara mekanis melalui peralatan, kandang, pakaian
ataupun sepatu yang telah terpapar pada virus flu burung (H5N1) juga pekerja peternakan
itu sendiri. Jalur penularan antar unggas di peternakan, secara berurutan dari yang kurang
9
berisiko sampai yang paling berisiko adalah melalui pergerakan unggas yang terinfeksi
,kontak langsung selama perjalanan unggas ke tempat pemotongan ,lingkungan sekitar
(tetangga) dalam radius 1 km, kereta/lori yang ,digunakan untuk mengangkut makanan,
minuman unggas dan lain-lain ,kontak tidak langsung saat pertukaran pekerja dan alat-alat.
Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika manusia
kontak dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan permukaan atau
benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus
H5N1. Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah pekerja di peternakan ayam
,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas hidup yang sakit atau terinfeksi flu
burung orang yang menyentuh produk unggas yang terinfeksi flu burung ,populasi dalam
radius 1 km dari lokasi terjadinya kematian unggas akibat flu burung. Pada dasarnya
sampai saat ini, H5N1 tidak mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang
terinfeksi, akan sulit virus itu menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan manusia
ke manusia, terbatas, tidak efisien dan tidak berkelanjutan. (Radji, 2006)
Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini kemudian
bereplikasi sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel dan terjadi deskuamasi
lapisan epitel saluran napas.Pada tahap infeksi awal, respons imun innate akan
menghambat replikasi virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure, respons imun adaptif
yang bersifat antigen spesific mengembangkan memori imunologis yang akan
memberikan respons yang lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan
proinflammatory cytokine termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-Alfa yang kemudian masuk ke
sirkulasi sistemik dan pada gilirannya menyebabkan gejala sistemik seperti demam,
malaise, myalgia dll. Pada umumnya influenza merupakan penyakit yang self limiting dan
virus terbatas pada saluran napas. Pada keadaan tertentu seperti kondisi sistem imun yang
menurun virus dapat lolos masuk sirkulasi darah dan ke organ tubuh lain. Bila
10
strain/subtipe virus baru yang menginfeksi maka situasi akan berbeda. Imunitas terhadap
virus subtipe baru yang sama sekali belum terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis
yang lebih berat. Sistem imunitas belum memiliki immunological memory terhadap virus
baru. Apalagi bila virus subtipe baru ini memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas yang
sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe virus yang berbeda akan menyebabkan respons
imun dan gejala klinis yang mungkin berbeda. Diketahui bahwa pada infeksi oleh virus
influenza A H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang berlebihan (cytokine storm) untuk
menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini yang menyebabkan kerusakan jaringan paru
yang luas dan berat. Terjadi pneumonia virus berupa pneumonitis intertitial.
Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema intraalveolar, mobilisasi sel
sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga
fibroblast. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis
keadaan ini dikenal dengan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen
terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya
terjadi secara cepat dan penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses
yang ireversibel (Emedicine,2009).
WOC
unggas
kotoran
udara
Virus H5N1
Masuk ke tubuh manusia (sel gastrointestinal,
sel epitel saluran nafas)
Spikes virion menempel dengan
reseptor spesifik sel
Menyusup ke sitoplasma sel
Mengintegrasikan materi genetiknya
ke dalam inti sel hospes
11
Virus bereplikasi
Terbentuk strain/subtipe
virus baru
Pneumonia intertitial
Masuk ke sirkulasi sistemik
Terjadi gejala sistemik
Demam
Malaise
Myalgia
Gangguan
pemenuhan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Intoleran
aktivitas
Intervensi:
Pantau TTV
Ceagah penyebaran
infeksi
Nyeri
Mobilisasi sel-sel radang dan eritrosit
Pembentukan membran hialin dan fibroblas
Sel radang memproduksi banyak sel mediator peradangan
ARDS
Intervensi:
Evaluasi respon klien
Berikan lingkungan tenang
Bantu klien memilih posisi yang
2. Pencegahan
nyaman
Fibrosis paru
Hipoksia
Bersihan
Gangguan
jalan nafas
pertukaran gas
tidak efektif
Pengendalian adalah aspek yang sangat penting dalam pencegahan transmisi
Intervensi:
Intervensi:
Intervensi:
Tentukan
karakteristik
nyeri
Catat adanya sianosis
Pantau TTV
walaupun belum
ada TTV
bukti sahih adanya penularan
dari manusia ke manusia yang
Pantau
Kaji frekuensi pernafasan, Hitung
Tentukan karakteristik nyeri
jumlah sputum
Kolaborasi pemberian
Kolaborasi pemberian analgesik
berkelanjutan. Pencegahan
transmisi dilakukan dengan melakukan perawatan isolasi
mukolitik
2. Masyarakat umum
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi dan istirahat
cukup.
b. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
- Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)
- Memasak daging ayam sampai dengan suhu 800C selama 1 menit dan pada
telur sampai dengan suhu 640C selama 4,5 menit
F. Evaluasi Diagnostik
1. Pemeriksaan penunjang
a. Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
Antibodi akan muncul karena usaha dari tubuh untuk melindungi dirinya
dari virus yang masuk. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi
13
antibodi spesifik virus influenza A yang terbentuk di dalam tubuh adalah uji
penghambatan
hemaglutinasi
(hemaglutination
inhibition-HI),
uji
fiksasi
14
Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya
Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan
ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau
abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang
ditemukan.
-
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu
burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.
Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan
gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.
-
untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), spesimen
dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.
15
2. Derajat Penyakit
Pasien yang telah dikonfirmasi sebagai kasus flu burung dapat dikategorikan menjadi:
Derajat 1 : Pasien tanpa pneumonia
Derajat 2 : Pasien dengan pneumonia ringan tanpa gagal napas
Derajat 3 : pasien dengan pneumonia berat dan gagal napas
Derajat 4 : Pasien dengan pneumonia berat dan ARDS atau dengan kegagalan organ
ganda (multiple organfailure).
3. Diagnosis Banding
Diagnosis banding disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ditemukan. Penyakit
dengan gejala hampir serupa yang sering ditemukan antara lain:
- Demam Dengue
- Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur
- Demam Typhoid
- HIV dengan infeksi sekunder
- Tuberkulosis Paru
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding tergantung indikasi, antara lain:
- Dengue blot : IgM, IgG untuk menyingkirkan diagnosis demam dengue
- Biakan sputum dahak, darah dan urin.
- Biakan Salmonella, uji Widal untuk menyingkirkan diagnosis demam tifoid.
- Pemeriksaan anti HIV .
- Pemeriksaan dahak mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) dan biakan
mikobakterium, untuk menyingkirkan TB paru.
4.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan :
16
1. Anamnesis tentang gejala yang diderita oleh penderita dan adanya riwayat kontak
atau adanya faktor risiko, seperti kematian unggas secara mendadak, atau unggas
sakit di peternakan/dipelihara di rumah, atau kontak dengan pasien yang
didiagnosis avian influenza (H5N1), atau melakukan perjalanan ke daerah endemis
avian influenza 7 hari sebelum timbulnya gejala .
2. Pemeriksaan fisik: suhu tubuh > 38 C, napas cepat dan hiperemi farings (farings
kemerahan).
3. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) diperoleh leukopenia, limfopenia,
trombositopenia ringan sampai sedang dan kadar aminotransferase yang meningkat
sedikit atau sedang, kadar kreatinin juga meningkat.
4. Pemeriksaan analisis gas darah dan elektrolit diperlukan untuk mengetahui status
oksigenasi pasien, keseimbangan asam-basa dan kadar elektrolit pasien.
5. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya avian influenza H5N1 a.l.
dengan Immunofluorescence assay, Enzyme Immunoassay, Polymerase Chain
Reaction (PCR) dan Real-time PCR assay, Biakan Virus. Dari hasil pemeriksaan
ini dapat ditentukan status pasien apakah termasuk curiga (suspect), mungkin
(probable) atau pasti (confirmed).
6. Pada pemeriksaan radiologi dengan melakukan X-foto toraks didapatkan gambaran
infiltrat yang tersebar atau terlokalisasi pada paru. Hal ini menunjukkan adanya
proses infeksi oleh karena virus atau bakteri di paru-paru atau yang dikenal dengan
pneumonia.
Gambaran
hasil radiologi
indikator
Intervensi Keperawatan
1. Dx : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum, penurunan
energi,dan kelemahan
Tujuan : Jalan napas kembali efektif
Kriteria hasil : Frekuensi napas dalam batas normal (1620 x/mnt)
Intervensi
Rasional
Kaji frekuensi / kedalaman pernapasan & Takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan
gerakan dada
berlebihan.
Penghisapan sesuai dengan indikasi
alami
Cairan yang hangat memobilisasi dan
mengeluarkan sekret
Memudahkan pengenceran dan pembuangan
sekret
Berikan obat sesuai indikasi: Mukolitik, Obat untuk menurunkan spasme bronkus
ekspektoran, bronkodilator, analgesik.
18
suhu
tubuh,
bantu
sianosis
membran
mukosa
hipoksemia sistemik
tindakan Demam
tinggi
sangat
menunjukkan
meningkatkan
banyaknya
jumlah
proses
penyakit
dan
waktu
ini
potensial
perbaikan pneumonia
dengan mencuci tangan secara konsisten Teknik mencuci tangan penting dalam
sebelum dan sesudah kontak dengan
kebutuhan O2
Tujuan : Peningkatan aktivitas
Kriteria hasil : Menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Intervensi
Rasional
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien
catat
laporan
dispnea,
kelemahan
Berikan lingkungan
tenang
peningkatan
dan
batasi Menurunkan
stress
dan
rangsangan
Indikasi
Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk Tirah
istirahat/ tidur
baring
menurunkan
dipertahan
kebutuhan
kan
untuk
metabolik,
20
ditusuk.
Selidiki
Nyeri
Obat ini dapat digunakan untuk menekan
batuk nonproduktif atau menurunkan mukosa
berlebihan, meningkatkan kenyamanan
6. Dx : Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dyspnea dan
suplai oksigen tidak adekuat
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi selama perawatan
Kriteria hasil: Menunjukkan peningkatan berat badan dan nafsu makan
Intervensi
Auskultasi bising usus
Berikan
makanan
Rasional
Bising usus mungkin menurun bila proses
porsi
kecil
infeksi berat
dengan Meningkatkan masukan meskipun nafsu
frekuensi sering
Sajikan makanan dalam keadaan hangat
Berikan perawatan mulut
Timbang berat badan setiap Hari
21
burung tanpa alat bantu pernapasan yang dirawat di ruang isolasi dan pasien flu burung
dengan alat bantu pernapasan yang dirawat di ruang ICU.
Asuhan keperawatan dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan mulai
dari pengkajian sampai evaluasi dilengkapi dengan rencana pasien pulang (discharge
planning). Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien flu burung antara
lain Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum, penurunan
energi, dan kelemahan, Gangguan pertukaran gas b.d gangguan kapasitas pembawa O2
darah dan hipoksia, Penyebaran infeksi b.d proses penyakit, Intoleran aktifitas b.d
kelemahan, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O 2, Nyeri b.d inflamasi
parenkim paru, batuk menetap, Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d dyspnea dan suplai oksigen tidak adekuat.
Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan masalah/diagnosis
keperawatan yang ditegakkan antara lain manajemen cairan, manajemen asam basa,
dan manajemen ventilasi mekanik dengan menerapkan prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi (terlampir). Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan
tindakan keperawatan pada pasien flu burung.
2. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkataan daya
tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti
inflamasi, imunomodulators. Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan
di fasilitas kesehatan non rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung. Untuk
pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung diantaranya adalah :
22
Mengenai antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam
pertama. Adapun pilihan obat :
1. Penghambat M2 (amantadine and rimantadine). : a. Amantadin (symadine), b.
Rimantidin (flu madine). Dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5
hari.
2. Penghambatan neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza), b. Oseltamivir (tami
flu). Dengan dosis 2x75 mg selama 1 minggu.
Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut :
Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg 5 hari, simptomatik dan
Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan Oseltamivir dengan
dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu). Seperti penyakit
virus lainnya, sebenarnya penyakit ini belum ada obat yang efektif. Penderita hanya akan
diberi obat untuk meredakan gejala yang menyertai penyakit flu itu, seperti demam, batuk
atau pusing. Food and Drug Administration
(FDA) Amerika
Serikat telah
Oseltamivir yang diberikan secara oral dan zanamivir secara inhalasi (dihirup) efektif
melawan virus H5N1. Selain digunakan dalam pengobatan, oseltamivir juga dapat
dimanfaatkan sebagai profilaksis atau pencegahan terhadap penyakit flu burung.
a. OSELTAMIVIR FOSFAT
Bentuk sediaan oseltamivir adalah kapsul (75 mg) dan suspensi (12 mg/mL).
-
INDIKASI
Infeksi influenza
Pengobatan : pengobatan untuk penyakit akut yang tidak disertai komplikasi yang
disebabkan oleh infeksi influenza pada pasien yang berusia lebih dari 1 tahun yang
sudah mengalami gejala tidak lebih dari 2 (dua) hari.
Profilaksis : untuk profilaksis influenza pada dewasa dan anak yang lebih dari 13
tahun. Oseltamivir tidak digunakan sebagai pengganti vaksinasi.
direkomendasikan Volume
untuk 5 hari
24
< 15
>15 - 23
>23 - 40
>40
Profilaksis Influenza :
Dosis oseltamivir oral yang direkomendasikan untuk profilaksis influenza pada
dewasa dan anak di atas 13 tahun yang telah mengalami kontak langsung dengan individu
yang terinfeksi adalah 75 mg sekali sehari, sekurang-kurangnya selama 7 hari. Terapi
sebaiknya dimulai setelah 2 hari terpajan. Dosis yang direkomendasikan untuk profilaksis
selama terjadi wabah influenza adalah 75 mg sekali sehari. .
-
KONTRA INDIKASI
Oseltamivir dikontraindikasikan untuk pasien yang hipersensitif terhadap komponen
yang ada di dalam produk.
EFEK SAMPING
Efek samping yang terjadi pada sekitar 3 % pasien adalah sakit perut, batuk, diare,
sakit kepala, mual dan muntah.
b. ZANAMIVIR 10
Bentuk sediaan zanamivir adalah serbuk inhalasi dalam bentuk blister 5 mg.
-
INDIKASI
Infeksi influenza
Pengobatan : pengobatan untuk penyakit akut yang tidak disertai komplikasi
yang disebabkan oleh infeksi virus influenza A dan B pada pasien dewasa dan anak
lebih dari 7 tahun yang sudah mengalami gejala tidak lebih dari 2 (dua) hari.
Zanamivir tidak direkomendasikan untuk pasien yang mengalami penyakit kerusakan
saluran pernapasan seperti asma atau penyakit kerusakan paru-paru kronik (COPD).
KONTRA INDIKASI
Zanamivir dikontraindikasikan untuk pasien yang hipersensitif terhadap
komponen yang ada di dalam produk.
EFEK SAMPING
Efek samping yang terjadi pada sekitar 3 % pasien adalah diare, gangguan
hidung, mual, sinusitis, infeksi telinga, hidung dan tenggorokan.
Hasil laboratorium : terjadi peningkatan enzim liver, CPK, lymfopenia, neutropenia.
Hasil yang diperoleh antara pemberian zanamivir dan plasebo menunjukkan hasil
yang mirip.
26
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Uraian Kasus
Nyonya A 2 hari yang lalu mengonsumsi daging ayam yang dibeli di pasar. Saat ini
mengeluh sesak dan demam tinggi dengan suhu 399 C. Kepala terasa pusing dan juga
mengalami batuk. Produksi sputum banyak. Dilakukan pemeriksaan lab leukosit 17.000, Hb:
12mg%/dl.
B. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama
: Ny.A
3. Pola nutrisi
Nyonya A 2 hari yang lalu mengonsumsi daging ayam
27
4. Pemeriksaan fisik
Suhu
: 38.5oC
Leukosit : 17.000
Hb
: 12mg%/dl
C. Analisa data
Data Subjektif:
1. 2 hari yang lalu mengonsumsi daging ayam
2. Pasien mengeluh sesak
3. Kepala terasa pusing
Data Objektif:
1. Demam tinggi dengan suhu 399 C
2. Batuk
3. Produksi sputum banyak
4. Lab leukosit 17.000, Hb: 12mg%/dl
No
1
Data
DS:
1. Pasien mengeluh sesak
DO:
1. Batuk
2. Produksi sputum banyak
Etiologi
Masalah Keperawatan
Virus H5N1
Masuk ke paru-paru
tidak efektif
28
DS:
Virus H5N1
Masuk ke paru-paru
DO:
1. Batuk
2. Produksi
banyak
Gangguan
perfusi
jaringan
DS:
Virus H5N1
2
hari
yang
lalu Masuk
ke
mengonsumsi daging ayam gastrointestinal
DO:
Infeksi
sel
Virus bereplikasi
D. WOC
Kontak dengan hewan atau mengonsumsi hewan yang terinfeksi virus H5N1
29
Masuk ke paru-paru
Suplai oksigen
tidak adekuat
Hipoksia
Suplai O2 ke otak
Tanda-tanda:
Intervensi:
- Ukur TTV
- Pantau input dan
output
Obstruksi saluran
pernapasan
Tanda-tanda:
Pasien mengeluh sesak,
batuk produksi sputum
banyak
Intervensi:
- Kaji kepatenan jalan
napas
- Auskultasi bunyi paru
- Posisikan pasien
(fowler/semifowler)
-
Intervensi:
- Ukur TTV
- Pantau tingkat
kesadaran
Bersihan
jalan nafas
tidak efektif
E. Asuhan keperawatan
30
No
1
Diagnosa
keperawatan
Bersihan
jalan nafas
tidak efektif
berhubungan
dengan
peningkatan
produksi
sputum
Tujuan/
Kriteria Hasil
TJ :
Jalan
nafas
kembali efektif
KH:
- Frekuensi
napas dalam
batas normal
(1620 x/mnt)
- Bunyi napas
vesikuler
- Bernapas tidak
menggunaka
alat
bantu
napas
- Tidak
ada
sputum
- Batuk (-)
Intervensi
Rasional
1. Kaji
frekuensi, 1.
Takipnea,
kedalaman
pernapasan
pernapasan & gerakan
dangkal
dan
dada
gerakan dada tidak
simetris karena
ketidaknyamanan
gerakan dinding
dada
2. Auskultasi area paru, 2. Penurunan aliran
catat adanya ronki,
udara terjadi pada
mengi, dan krekels.
area konsolidasi
dengan cairan
3. Observasi & catat 3. Batuk
adalah
batuk
yang
mekanisme
berlebihan,
pembersihan jalan
peningkatan
napas secara alami
frekusensi
napas,
sekret
yang
berlebihan.
4. Penghisapan
sesuai 4. Merangsang batuk
atau pembersihan
dengan indikasi
secara alami
5. Berikan
cairan 5. Cairan yang hangat
memobilisasi
sedikitnya 2500 ml/
dan
hari
mengeluarkan
sekret
6. Berikan obat sesuai
6. Obat
untuk
indikasi: mukolitik,
menurunkn spasme
ekspektoran,
bronkus dengan
bronkodilator,
mobilisasi sekret
analgesik.
1. Kaji
frekuensi, 1. Manifestasi distress
Gangguan
TJ :
perfusi
Perfusi jaringan
kedalaman
jaringan
kembali efektif
kemudahan bernapas
berhubungan
KH :
derajat
gangguan
- Sesak
paru
suplai
berkurang,
oksigen
frekuensi
napas
dalam 2. Observasi
dan
pernapasan
tergantung
pada
keterlibatan
dan
status
kesehatan umum
2. Sianosis
kuku
warna
31
batas
normal
(1620 x/mnt)
- Oksigenasi
kulit,
mukosa
membran
dan
kuku,
membrane
hipoksemia sistemik
dalam rentang
- Pusing
sianosis
menunjukkan
AGD
normal
vasokonstriksi,
mukosa
jaringan
dengan
menunjukkan
3. Demam
3. Awasi
suhu
bantu
tubuh,
tindakan
berkurang atau
kenyamanan
hilang
menurunkan demam
untuk
tinggi
sangat
meningkatkan
kebutuhan metabolic
dan O2
4. Mempertahankan
4. Berikan
terapi
dengan benar
O2
PaO2
diatas
60
mmHg
32
3.
1. Pantau
tanda
penularan
Pencegahan
dengan
infeksi
penularan
khusunya
infeksi
awal terapi
vital 1. Selama
ketat
selama
- Tidak terdapat
tanda tanda
penularan
infeksi
dari
pasien
ke
pasien
lain,
keluarga
dan
petugas
kesehata
- Mencapai
fatal
dapat terjadi
2. Anjurkan
KH:
periode
pasien 2. Perubahan
memperhatikan
pengeluaran
karakteristik sputum
secret
menunjukan
( msl, meningkatkan
perbaikan
atau
pengeluaran daripada
terjadinya
infeksi
menelan
sekunder
dan
melaporkan
perubahan warna ,
bau , dan jumlah
secret
3. Dorong
tekhnik 3. Organisme
waktu
mudah
perbaikan
baik.
dapat
yang
menular
ditularkan
infeksi
melalui
kontak
berulang tanpa
langsung.
Teknik
komplikasi
mencuci
tangan
penting
dalam
mengurangi transian
lapisan luar kulit dan
menurunkan
penyebaran
tambahan infeksi
4. Ubah posisi dengan 4. Meningkatan
sering.
pengeluaran
dan
pembersihan infeksi
5. Batasi
pengunjung 5. Menurunkan
sesuai indikasi.
pemajanan terhadap
33
tekhnik
pencegahan
sesuai individual
6. Tekhnik
isolasi
mungkin diperlukan
untuk
mencegah
penyebaran
melindungi
pasien
F. Health Education
34
1. Menempatkan pasien pada ruangan isolasi yang mencegah penularan kepada orang
lain
2. Kenakan perlengkapan keamaanan ketika harus melakukan kontak dengan penderita
flu burung, diantaranya dengan selalu menggunakan masker, sarung tangan, pakaian
khusus, bila perlu penutup kepala dan juga kaca mata
3. Cucilah segala perlengkapan yang digunakan setelah melakukan kontak dengan
penderita flu burung. Cucilah dengan menggunakan zat antiseptik dan sabun, serta
cucilah di bawah air yang mengalir
4. Untuk membawa penderita flu burung ke rumah sakit, pasanglah masker pada pasien
serta selimuti menggunakan selimut bersih dan pastikan para pengantar mengenakan
perlengkapan standar.
G. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari ini, diharapkan mahasiswa dapat memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan flu burung dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan, SK Menkes 1371/Menkes/ SK/IX/2005 tentang Pedoman
Penanggulangan Flu Burung (Avian Influenza) Pada Manusia.
World Health Organization (WHO), WHO Current Phase of Pandemic Alert,
http://www.who.gov diakses pada tanggal 6 Januari 2007
35
Department of Health and Human Services Centers for Disease Control and Prevention,
CDC Recommends against the Use of Amantadine and Rimantadine for the Treatment or
Prophylaxis of Influenza in the United States during the 200506
World Health Organization (WHO), http://www.who.gov/guidelines for investigation of
human cases of avian influenza A (H5N1),diakses pada tanggal 20 Januari 2007.
Pusat Informasi Penyakit Infeksi Flu Burung (Standar Prosedur); Prosedur Tetap
Penanganan Penderita Flu Burung di RSPI Prof Sulianti Saroso, 2006
Surat Edaran Dirjen Pengendalian Penyakiit dan Penyehataan Lingkungan tentang Definisi
Kasus Flu Burung. Januari 2007
Pusat Penanggulangan Krisis, Departemen Kesehatan, 3 kasus baru pasien flu burung, 2
orang meninggal http://www.ppk.depkes.goi.id/ diakses tanggal 20 Februari 2007.
The Writing Commitee of the World Health Organization (WHO) Consultation on Human
Influenza A/H5. Avian Influenza A (H5N1) Infections in Humans. N Engl J Med 2005.
Lampiran
Step I:
Terminologi (Kata Sulit) :
usus besar.
Sitoplasma adalah bagian sel yang terbungkus membran sel. Pada sel eukariota,
sitoplasma adalah bagian non-nukleus dari protoplasma. Pada sitoplasma terdapat
36
sitoskeleton, berbagaiorganel dan vesikuli, serta sitosol yang berupa cairan tempat
organel melayang-layang didalamnya. Sitosol mengisi ruang sel yang tidak ditempati
organel dan vesikula dan menjaditempat banyak reaksi biokimiawi serta perantara
lembaran halus
Dyspnea atau sesak nafas merupakan perasaan subjektif dimana seseorang merasa
luka.
membran hialin adalah suatu keadaan dimana kantung udara ( alveoli ) pada paruparu bayi tidak dapat terbuka karena tinggu nya teganggan permukaan akibat
kekurangan surfaktan.
mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan
guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara
37
38
JENDRI DARMANTO
LINDA MAIRIYANI PURBA
WAHYU PUTRI HANDAYANI
LENNY DYANNA
PROGRAM B.2013
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014
KATA PENGANTAR
39
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Siti Rahmalia MD, MNS selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing dalam menyelesaikan makalah ini. Serta kepada pihak
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih ada kekurangan
baik dari isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan
merupakan hal yang berlanjut sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah
ini sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada pembaca dan teman-teman
sekalian yang telah membaca dan mempelajari makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
40
KATA PENGANTAR....................................................................................................
ii
BAB I..............................................................................................................................
PENDAHULUAN.........................................................................................................
C. Tujuan ........................................................................................................................
BAB II
TINJAUAN TEORITIS................................................................................................
C. Epidemiologi..............................................................................................................
D. Evaluasi Diagnostik...................................................................................................
13
16
20
H. Seven Jump................................................................................................................
26
BAB III...........................................................................................................................
29
TINJAUAN KASUS......................................................................................................
29
29
B. Pengkajian .................................................................................................................
29
30
32
33
37
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
41
42