Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH ANAK II

THALASEMIA

DISUSUN OLEH :

1. YUNISKA ANDRIYANI PUTRI (010216A059)


2. ZAKKIYATUL MUNAWAROH (010216A060)

S1 KEPERAWATAN REGULER TRANSFER


SEMESTER GENAP KELAS B
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN 2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua
kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan
hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu
protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya
ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir
dengan jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya (Kliegam,2012).
Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan
penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi
daerah- daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur
tengah, sub benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang
Amerika keturunan Italia atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika
membawa gen untuk thalasemia . Dibeberapa daerah Asia Tenggara
sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia
(Kliegam, 2012).
Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia
ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua
yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang
mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut
juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini
hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu
dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik
ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat
gen. Dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25
persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen
kemungkinan lahir sebagai pembawa. Jenis paling berbahaya dari alpha
thalassemia yang terutama menimpa keturunan Asia Tenggara, Cina dan
Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru lahir.

2
Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan
menderita penyakit beta thalassemia. (Williams,2005)
Anak ini memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan
thalassemia intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak
tidak memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah
thalassemia major atau disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita
penyakit ini memerlukan transfusi darah dan perawatan yang intensif. Anak-
anak yang menderita thalassemia major mulai menunjukkan gejala-gejala
penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu
dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat.
Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan
keperawatan pada anak thalasemia,karena anak yang terkena thalasemia
bukan hanya mengalami gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas,
sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus agar anak tidak mengalami
gangguan tumbuh kembang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi thalasemia ?
2. Apa etiologi thalasemia ?
3. Bagaimana patofisiologi thalasemia?
4. Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ?
5. Apa saja Klasifikasi thalasemia ?
6. Apa saja komplikasi pada thalasemia ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ?
8. Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien thalasemia ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada
anak yang menderita thalasemia
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia

3
b. Mampu melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita
thalasemia
d. Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien
thalasemia
D. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis tentang thalasemia
2. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis asuhan keperawatan
thalasemia

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Thalasemia
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,
dkdikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul
hemoglobin(Muscari, 2005)
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkanoleh gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau
dekat gen globin (Nurarif, 2013 )
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh
defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).
Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif
umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk
mengatasi sel-sel darah merah. (Kliegman,2012).

B. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik
dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen
globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu
ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan
salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin
beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan
baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan.
Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita

5
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada
proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya
dan sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka
pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan
pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia)
dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan
bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka
anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak
mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang
diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang
dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka
dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada
yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Penyebab thalasemia :
1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan
rantai alfa globin

C. Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). (Kliegman,2012)

6
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai
alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau
kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai
beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan
ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam
rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu
dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak
edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam
amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan
kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-
A, Hb-A2 dan Hb-F.

D. Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik
dan sering tidak terdeteksi.

7
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia
6 bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran
limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung,
pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau
warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung
datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan
seksual.
3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegali
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran
kepala, tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap
fraktur spontan.
c. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis
serat otot jantung.
d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit
zat besi.
g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-
debar. Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung
juga akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan
mudah berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras
sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita
bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu
sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi
kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah
rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah

8
bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini
merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai
beratnya gejala klinis :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada
umur 3 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah
merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban
besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan
menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan
dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan
muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang
prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik
tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien
tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa
dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada
Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis
ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa
dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
a. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
b. Thalasemia intermedia
c. Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)

9
7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan
banyak sel normoblas).
8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap
besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari
30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-
kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi
memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya
atau tidak adanya sintetis rantai beta.

E. Klasifikasi Thalasemia
1. Thalassemia (gangguan pembentukan rantai )
Sindrom thalassemia disebabkan oleh delesi pada gen globin pada
kromosom 16 (terdapat 2 gen globin pada tiap kromosom 16) dan
nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang
menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen globin dapat dibagi menjadi
empat, yaitu:
a. Delesi pada satu rantai (Silent Carrier/ -Thalasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin
yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak
terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalasemia.
b. Delesi pada dua rantai ( -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan
dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia
kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan
MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.

10
c. Delesi pada tiga rantai (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (4) yang disertai
anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies,
dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena
tidak terbentuknya rantai sehingga rantai tidak memiliki
pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai sendiri
( 4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami
presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat
dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan
anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean corpuscular
volume) 60-70 fl.
d. Delesi pada empat rantai (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat
banyak Hb Barts (4) yang disebabkan juga karena tidak
terbentuknya rantai sehingga rantai membentuk tetramer sendiri
menjadi 4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus,
hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb
hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb
Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya
bayi yang mengalami kelainan ini akan beberapa jam setelah
kelahirannya.
2. Thalassemia (gangguan pembentukan rantai )
Thalassemia - disebabkan oleh mutasi pada gen globin pada sisi
pendek kromosom 11.
a. Thalassemia o
Pada thalassemia o, tidak ada mRNA yang mengkode rantai
sehingga tidak dihasilkan rantai yang berfungsi dalam
pembentukan HbA
b. Thalassemia +
Pada thalassemia +, masih terdapat mRNA yang normal dan
fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai dapat dihasilkan
dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

11
Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu
a. Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat
thalasemia.Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-
kanak dan biasanya penderita hanya bertahan hingga umur
sekitar 2 tahun. Penderita bercirikan :
1) Lemah
2) Pucat
3) Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
4) Berat badan kurang
5) Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur
hidupnya.
b. Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor
bersifat ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah
Thalasemia trait digunakan untuk orang normal namun dapat
mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya:ditandai oleh
splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
1) Gizi buruk
2) Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah
diraba
3) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan
hati(Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur
karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
1) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga
lebar.

12
2) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi,
kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi
F. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
thalassemia.
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak
jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan
jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita
thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk
memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh
untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung
menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung. Perawatan
untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi
yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim
konversi angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat
tubuh kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang
dapat terjadi adalah sebagai berikut:
a. Nyeri persendian dan tulang
b. Osteoporosis
c. Kelainan bentuk tulang
d. Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi
rendah.
3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel
darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada
meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa
tumbuh lebih besar.

13
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat
akan menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu
aktif, serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau
operasi pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk
mengatasi masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan
meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan
operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam
melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala
infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati
atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi
rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu,
penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga
bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat
antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat
dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif
terhadap zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah
melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem
hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan
untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat
kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar
hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
a. Kelenjar tiroid hipertiroidisme atau hipotiroidisme
b. Pankreas diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus
dilakukan anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk

14
mengukur pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan
pada para remaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu
tahun sekali.
G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas
formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis. Studi OF berkaitan
kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu
penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60,
false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53%.
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan.
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV), RDW x MCH x (MCV) /Hb x 100,

15
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia .
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan
<13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait
kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun
ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal
ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut.
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb
A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar
ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal
bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia
minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2
<2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb
J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb
C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb
A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna
untuk diagnosa Thalassemia karena ia bisa mengidentifikasi
hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat
terutama Hb F dan Hb A2
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe
Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku

16
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
a. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh
(iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena,
namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan
secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
b. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada
abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang
berasal dari suplemen (transfusi).
c. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,
harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat
oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat,
mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik
masih dalam tahap penelitian.
d. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian
parenteral obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin
diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan
pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
1) Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6
gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2) Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun
dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang
berakibat perdarahan cukup besar.

17
3) Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis
yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui
usus dianjurkan minum teh.
5) Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah
berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan
karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.
3. Penatalaksanaan Pengobatan
Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu
membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi
kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja
lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa,
pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat
mengakibakan gagal jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah
berubah dan sering disertai patah tulang disertai trauma ringan.
Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada
organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman ,
sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung,
kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas
terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat
mempunyai keturunan.
Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak
thalassemia menjadi rendah diri.
Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang
pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25%
anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25%
anak sakit thalassemia mayor.
4. Penatalaksanaan Pencegahan.
a. Pencegahan primer
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan

18
yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan
keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan
25 normal.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit.
Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir
adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan
suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot
intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus.

I. Asuhan Keperawatan Pada thalsemia


1. Pengkajian
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri,
thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada
thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4
tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau
infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai
alat transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor,

19
pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB
rendah dan tidak sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa
apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka
anak beresiko terkena talasemia mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami
oleh anak setelah lahir.
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
1) KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
seusia.
2) Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak
mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat kehitaman
5) Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.

20
6) Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali).
7) Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB
di bawah normal
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak,
pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai
tapa odolense karena adanya anemia kronik.
9) Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering
mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi.
Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).(Nurarif,2013)

i. Analisa data
NO DATA PATOFISIOLOGI MASALAH
1. DS : Kelainan genetik Ketidakefektifan perfusi
Klien mengatakan jaringan perifer (00204)
Produksi rantai alfa dan
badannya lemah beta Hb berkurang
Klien mengatakan
mudah lelah jika Kelainan pada eritrosit
beraktivitas
Klien mengatakan Pengikatan O2 berkurang
dingin pada
ekstremitas Kompensator pada rantai

Rantai produksi terus


DO : menerus

Anemia
Sianosis Hb defectif

CRT > 3 detik Ketidakseimbangan


polipeptida
Pucat
Hb 7

21
Ekstremitas dingin Eritrosit tidak stabil
Tanda-tanda vital
TD : 90/70 Hemolisis
Suhu : 350C
Nadi : 40 x/i Suplai O2 menurun
RR : 12 x/i
Ketidakseimbangan suplai
O2 dengan Kebutuhan

Hipoksia

Ketidakseimbangan suplai
O2 kejaringan perifer

Ketidakefektifan Perfusi
jaringan Perifer
2. DS : Dyspneu Ketidakseimbangan nutrisi
Klien mengatakan kurang dari kebutuhan
tidak nafsu makan tubuh (00002)
Kelelahan
Klien mengatakan
badannya lemas Inteloransi aktivitas

DO : Malas makan

Penurunan berat
badan, sebelum sakit : Intake nutrisi menurun

25 Kg, saat sakit : 15


Kg Ketidakseimbangan nutrisi
Perut membuncit kurang dari kebutuhan
tubuh
Membran mukosa
pucat
Tonus otot menurun
3. DS : Eritrosit tidak stabil Resiko Keterlambatan
Klien mengatakan perkembangan (00112)

22
badannya lemas Hemolisis
Klien mengatakan
tidak bisa beraktivitas Anemia berat
karena nyeri
Transfusi darah berulang
DO :
Anemia Hemosiderosis

Anak melakukan
transfusi darah Penumpukan Besi

berulang
Perkembangan tidak Endoktrin
sesuai umur
Penumpukan zat besi Tumbuh kembang terganggu
Lemah
Tampak pucat Keterlambatan
pertumbuhan dan
Tidak bersemangat perkembangan

ii. Nursing Care Plan


No DIAGNOSA NOC NIC AKTIVITAS
1 Ketidakefektifan 1.Perfusi jaringan : Perifer 1.Monitor tanda- Monitor tanda-tanda vital
perfusi jaringan 2.Status sirkulasi tanda vital (6680) 1. Monitor tekanan
perifer Kriteria Hasil : 2. monitor status darah,nadi,suhu
berhubungan - Klien menunjukan perfusi neurologi (2620) dan pernafasan
dengan jaringan yang adekuat yang 3.Terapi oksigen 2. Catat gaya dan
ketidakseimbanga ditunjukan dengan (3320) fluktasi yg luas
n suplai oksigen terabanya nadi perifer, kulit pada tekanan darah
dengan kebutuhan kering dan hangat, keluaran 3. Monitor dan
urin adekuat, dan tidak ada laporkan tanda dan
distress pernafasan gejala hipotermia
dan tanda
hipotermi

23
4. Monitor
keberadaan dan
kualitas nadi
5. Monitor
kuat/lemahnya
tekanan nadi
6. Monitor irama dan
tekanan jantung
7. Monitor nada
jantung
8. Monitor irama dan
laju pernafasan
9. Monitor suara
paru-paru
10. monitor adanya
abnormalitas pola
nafas
11. monitor
suhu,warna dan
kelembaban kulit
12. identifikasi faktor
penyebab
perubahan tanda-
tanda vital.

monitor status neurologi


1. monitor adanya
daerah tertentu
yang hanya peka
terhadap
panas/dingin/tajam
/tumpul

24
2. monitor adanya
paretase
3. instruksikan
keluarga untuk
mengobservasi
kulit jika ada isi
atau laserasi
4. diskusikan
mengenai
perubahan sensasi
Terapi oksigen
1. Jaga kepatenan
jalan nafas
2. Sediakan peralatan
oksigen,system
humidifikasi
3. Pantau aliran
oksigen
4. Pantau posisi
peralatan yang
menyalurkan
oksigen pada
pasien
5. Pantau jumlah
oksigen secara
teratur sesuai
indikasi
6. Pantau tanda-tanda
keracunan oksigen
atau terjadi
hipoventilasi yang
dipengaruhi

25
oksigen
7. Pantau kecemasan
pasien terhadap
pemasangan
oksigen
8. Cek oksigen secara
teratur untuk
meyakinkan bahwa
konsentrasi oksigen
yang dianjurkan
sudah megalir
9. Hentikan
pemberian okisgen
jika pasien sudah
tidak mengalami
sesak nafas
2. Ketidakseimbangase NOC: Manajemen Manajemen nutrisi
n nutrisi kurang STStatus Nutrisi nutrisi (1100) 1. Kaji adanya alergi
dari kebutuhan Kritria hasil Monitor nutrisi makanan
tubuh 1. Adanya peningkatan (1160) 2. Kolaborasi dengan ahli
berhubungan berat badan gizi untuk menentukan
dengan anoreksia 2. Berat badan ideal jumlah kalori dan
sesuai tinggi badan nutrisi yang
3. Mampu dibutuhkan pasien
mengidentifikasi 3. Anjurkan pasien untuk
kebutuhan nutrisi meningkatkan intake
4. Tidak ada tanda-tanda Fe
malnutrisi 4. Anjurkan untuk
5. Menunjukkan meningkatkan protein
peningkatan fungsi dan vitamin C
pengecapan dari 5. Berikan substansi gula
menelan 6. Yakinkan diet yang

26
6. Tidak terjadi dimakan mengandung
penurunan berat badan tinggi serat untuk
yang berarti mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang
terpilih
8. Ajarkan bagaimana
membuat catatan
makanan harian
9. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
10. Berikan infomasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan
pasien mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
Monitor nutrisi
1. BB dalam batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor lingkungan
dan selera makan
5. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan selama
tidak jam makan]
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor kadar
albumin, protein,hb,ht

27
8. Monitor tumbuh
kembang
9. Monitor
pucat,kemerahan dan
kekringan konjungtiva

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyakit thalassemia
disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin alpha
atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang
atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat
pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan
anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah
mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya
bervariasi. Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik
dan sering tidak terdeteksi. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan
manifestasi klinis pada usia 6 bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
B. Saran
Selama masa kehamilan hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya resiko thalasemia apabila diduga adanya factor resiko hendaknya
ibu diberitahukan adanya factor resiko yang mungkin dialami oleh
anaknya nanti setelah lahir sehingga ibu harus memeriksakan secara rutin
kehamilannya kedokter. Dan pada anak yang terjakit penyakit thalasemia
akan terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya sehingga anak lebih
diberikan banyak istirahat ,mengurangi aktivitas yang mudah membuat
lelah.

29
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek. Gloria M, dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC)


Edisi 6 . Singapore : Elsevier.
Herdman. T.H .(2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (2012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa
Indonesia, A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Moorhead, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi 5 .
Singapore : Elsevier.
Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2. Yogyakarta :
MediaCtion Publishing
Schwartz,M.William. (2005). Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm U
Pandit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

30

Anda mungkin juga menyukai