Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Penulisan
tugas akhir ini di lakukan dalam rangka menyelesaikan program studi diploma
tiga keperawatan. Penulis menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :
1. WarjidinAliyanto, SKM., M.Kes, Selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Tanjung Karang.
2. Gustop Amatiria, S.Kp.M.Kes, Selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Tanjung Karang.
3. Ns. Musiana, S.Kep., M.Kes, Selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan Politeknik Kesehatan Tanjung Karang.
4. Tori Rihiantoro,S.Kep.,M.Kep Selaku Pembimbing utama yang telah
memberikan bimbingan, saran, masukan, serta motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas Akhir.
5. Ns. Efa Trisna, S.Kep.,M.Kes Selaku Pembimbing pendamping yang selalu
memberikan masukkan dalam penyusunan dan penulisan Laporan Tugas
Akhir.
6. Ayah dan ibu, seluruh anggota keluarga, orang yang saya sayangi, sahabat
dan teman-teman angkatan 32 terkhusus regular 1 yang telah memotivasi
saya selama menyusun Laporan Tugas Akhir.
Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir penulis berharap semoga
Laporan Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan serta saran dari
semua pihak, semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat.
Penulis
ii
BIODATA PENULIS
Nama : Wahyu Miftakh Irvan
NIM : 1614401018
Tempat & Tanggal Lahir : Sritejo Kencono, 21-03-1998
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status mahasiswa : Reguler 1
Alamat : Dusun V, RT/RW 002/009, Desa Sritejo Kencono,
Kecamatan Kota Gajah, Lampung Tengah
RIWAYAT PENDIDIKAN
TK (2003-2004) : TK Pertiwi
SD (2004-2010) : SDN 1 Sritejo Kencono
SMP (2010-2013) : MTs Muhammadiyah Wonosari
SMA (2013-2016) : SMK Muhammadiyah 3 Metro
D III (2016-Sekarang) : Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Jurusan
Keperawatan
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Penulis
Telah diperiksa dan disetujui oleh Tim Pembimbing Laporan Tugas Akhir Prodi
Diploma III Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Jurusan Keperawatan
Tanjungkarang
Pembimbing Pendamping
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Anggota Penguji I
Anggota Penguji II
NIP.197008071993031002
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
NIM : 1614401018
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan Laporan Tugas
Akhir yang berjudul :
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya
akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Pembuat Pernyataan
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut laporan data dari WHO (World Health Organization) tahun
2017 diperkirakan 17,7 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskuler,
mewakili 31% dari semua kematian diseluruh dunia. Lebih dari ¾ kematian
akibat penyakit kardiovaskuler terjadi dinegara berkembang yang
berpenghasilan rendah maupun sedang. Dari jumlah kematian yang ada,
diperkirakan 7,4 juta jiwa meninggal diakibatkan oleh penyakit jantung
koroner dan 6,7 juta jiwa lainnya disebabkan oleh penyakit stroke (WHO,
2017).
Berdasarkan laporan data dari American Heart Association/ American
Stroke Association (AHA/ASA) dalam heart disease and stroke statistics-
2017 updetes, menyebutkan bahwa di Amerika rata-rata setiap 40 detik
seorang mengalami stroke dan setiap 4 menit sesorang meninggal dunia akibat
stroke (Roger et al.,2017).
Stroke adalah penyebab kematian utama ketiga dinegara maju, dimana
10 sampai 12% dari semua kematian disebabkan oleh stroke dengan angka
kematian 50 sampai 100/100000 pasien. (Hutajulu et al., 2015).
Jumlah keseluruhan penyakit stroke di Indonesia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebanyak 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga
kesehatan sebesar 12,1 per mil. Jumlah keseluruhan penyakit Stroke
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰),
diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-
masing 9,7 per mil. Jumlah keseluruhan penyakit Stroke berdasarkan
terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan
(17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti Jawa
Timur sebesar 16 per mil. Jumlah keseluruhan penyakit stroke di Lampung
berdasarkan yang terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala (5.4%).
(KEMENKES, 2014).
1
2
B. Rumusan Masalah
Bagaimana proses asuhan keperawatan gangguan kebutuhan aktivitas
pada klien stroke, khususnya pada klien dengan stroke nonhemoragik di
RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengambarkan asuhan keperawatan gangguan kebutuhan aktivitas
pada klien stroke non hemoragik dengan menggunakan pendekatan
manajemen keperawatan secara benar, tepat dan sesuai dengan standar
keperawatan secara professional.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan pengkajian keperawatan gangguan kebutuhan
aktivitas pada klien stroke non hemoragik.
b. Menggambarkan analisa kasus dan rumusan masalah keperawatan
gangguan kebutuhan aktivitas pada klien stroke non hemoragik.
c. Menggambarkan intervensi asuhan keperawatan gangguan kebutuhan
aktivitas pada klien stroke non hemoragik.
d. Menggambarkan implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan
gangguan kebutuhan aktivitas pada klien stroke non hemoragik.
e. Menggambarkan evaluasi asuhan keperawatan gangguan kebutuhan
aktivitas pada klien stroke non hemoragik.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang asuhan
keperawatan gangguan kebutuhan aktivitas pada klien stroke
nonhemoragik sebagai penyelesaian tugas akhir pada program
pendidikan D III.
5
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini membahas tentang gangguan kebutuhan
aktivitas di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro provinsi Lampung tahun
2018. Laporan tugas akhir ini hanya berfokus pada gangguan kebutuhan
aktivitas dan berfokus pada pasien stroke nonhemoragik di Ruang Syaraf
RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro provinsi Lampung pada tahun 2019.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
2) Sendi
Sendi adalah hubungan diantara tulang. Setiap sendi di
klasifikasikan sesuai dengan struktur dengan tingkat mobilisasinya.
Terdapat empat klasifikasi sendi, yaitu sinostatik, kartilago gonus,
fibrosa dan sinovial.
a) Sendi sinostatik
Sendi sinostotik adalah sendi yang menghubungkan antara
tulang. Sendi sinostotik ini adalah salah satu jenis sendi diam,
jaringan tulang yang memberikan kekuatan dan stabilitas.
b) Sendi kartilago
Sendi kartilago atau sendi sinkondrosis ini berfungsi untuk
menggabungkan komponen tulang. Sendi kartilago dapat
ditemukan ketika tulang mengalami penekanan yang konstan,
seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
c) Sendi fibrosa
Sendi fibrosa adalah sendi tempat kedua permukaan tulang
disatukan dengan ligament atau membran. Serat atau
ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak
dengan jumlah terbatas. Misalnya, sepasang tulang pada kaki
bawah (tibia dan fibula) adalah sendi sindesmotik.
3) Otot
Gerakan tulang dan sendi merupakan proses aktif yang harus
terintegrasi secara hati-hati untuk mencapai koordinasi. Otot skelet,
karena kemampuannya untuk berkontraksi dan berelaksasi,
merupakan elemen kerja dari pergerakan. Elemen kontraktil otot
skelet dicapai oleh struktur anatomis dan ikatannya pada skelet.
Kontraksi otot dirangsang oleh impuls elektrokimia yang berjalan
dari saraf ke otot melalui sambungan mioneural. Impuls
elektrokimia menyebabkan aktin tipis yang mengandung filamen.
menjadi memendek, kemudian otot berkontraksi. Adanya stimulus
tersebut membuat otot relaksasi.
10
b) Kesehatan fisik
Gangguan pada sistem muskuloskeletal atau persarafan dapat
menyebabkan dampak yang negatif pada pergerakan dan mekanika
tubuh seseorang. Adanya penyakit, trauma, atau kecacatan dapat
mengganggu sistem pergerakan dan struktur tubuh.
c) Status mental
Gangguan mental atau afektif seperti depresi atau stres kronis dapat
memengaruhi seseorang untuk bergerak. Individu yang mengalami
depresi cenderung tidak antusias dalam mengikuti kegiatan tertentu,
bahkan kehilangan energi untuk melakukan perawatan hygiene.
Demikian juga dengan stres yang berkepanjangan, kondisi ini dapat
menguras energi sehingga individu kehilangan semangat untuk
beraktivitas.
d) Gaya hidup
Gaya hidup, perubahan pola hidup seseorang dapat menimbulkan stres
dan kemungkinan besar akan menimbulkan kecerobohan dalam
melakukan aktivitas, sehingga dapat menganggu kordinasi antara
sistem muskuloskeletal dan neurologi, yang dapat menyebabkan
perubahan mekanika tubuh.
e) Sikap dan nilai personal
Nilai-nilai yang tertanam dalam keluarga dapat memengaruhi aktivitas
yang akan dilakukan oleh individu. Sebagai contoh, anak-anak yang
tinggal dalam lingkungan keluarga yang senang melakukan kegiatan
olahraga sebagai contoh rutinitas akan belajar menghargai aktivitas
fisik.
f) Nutrisi
Nutrisi berfungsi bagi organ tubuh untuk mempertahankan status
kesehatan. Apabila pemenuhan nutrisi tidak adekuat, hal ini dapat
mengakibatkan kelelahan atau kelemahan otot yang akan
mengakibatkan penurunan aktivitas atau pergerakan.
12
d) Lobus frontal
Kerusaakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori
atau fungsi intelektual yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan
mungkin diperberat oleh respon alamiah klien terhadap
penyakit katastrofik. Masalah psikologis lain jua umum terjadi
dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan,
frustasi, dendam, dan kurang kerjasama.
e) Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiprase sebelah kiri
tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap
sisi kolateral sehingga memungkinkan terjatuh ke sisi yang
berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri, mengalami
hemiprase kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati,
kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia,
dan mudah frustasi.
4) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
b) Saraf II, disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak
sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual la-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian
ke bagian tubuh.
18
c) Saraf III, IV, dan VI, jika akibat stroke menyebabkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d) Saraf V, pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ispilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yag sehat.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot sternokleudomastoideus dan
trapezius
i) Saraf XII, lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
5) Pengkajian sistem motorik
Stroke merupakan penyakit saraf motorik atas, dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena
saraf motorik atas bersilangan, gangguan kontrol motor volunter
pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada saraf
di sisi yang berlawanan.
a) Inspeksi umum didapatkan hemiplagia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain.
b) Fasikulasi didapatlan pada otot-otot ekstremitas.
c) Hasil pemeriksaan tonus otot didapatkan menurun.
19
b) Feel (palpasi)
Sebelum dilakukan palpasi, terlebih dahulu perbaiki posisi
penderita agar di mulai dari posisi netral/posisi anatomi.
Pemeriksaan ini memberikan informasi dua arah bagi
pemeriksa dan penderita. Karena itu perlu diperhatikan wajah
penderita atau menanyakan perasaan penderita. Yang perlu
dicatat pada palpasi adalah:
(1) Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban
kulit
(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
hanya oedema terutama pada daerah persendian.
(3) Nyeri tekan (terderness), krepitasi, catat adanya kelainan
Otot: tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi
benjolan yang terdapat di permukaan tulang atau melekat
pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler.
Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu ditentukan
permukaannya, konsistensinya dan pergerakan terhadap
permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya.
c) Move (pergerakan)
Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan
menggerakkan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan move,
periksalah anggota bagian tubuh yang normal terlebih dahulu.
Selain untuk mendapatkan kerjasama dari penderita juga untuk
mengetahui gerakan normal penderita, evaluasi keadaan
sebelum dan sesudah dilakukan pergerakan.
(1) Apabila ada fraktur akan terdapat gerakan abnormal di
daerah fraktur (kecuali fraktur incomplete)
(2) Pergerakan yang perlu dilihat adalah pergerakan aktif
dan pasif
21
d. Kemampuan Mobilisasi
Kemampuan mobilisasi dilakukan untuk menilai kemampuan individu
untuk bergerak dan beraktivitas. Kategori tingkat kemampuan
aktivitas sebagai berikut.
Tabel 2.2 Tingkat kemampuan aktivitas (dr. Lindon Saputra, 2013).
Tingkat Kategori
aktivitas/mobilitas
Mampu merawat diri secara penuh
Tingkat 0
Memerlukan alat untuk mobilisasi
Tingkat 1
Memerlukan bantuan untuk pengawasan orang lain untuk
Tingkat 2 mobilisasi
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
Tingkat 3 peralatan untuk mobilisasi
Tingkat 4 Sangat tergantung pada bantuan alat dan orang lain serta
tidak dapat melakukan atau berpatisipasi dalam
perawatan
23
2. Diagnosis keperawatan
Menurut SDKI (2016) Diagnosis keperawatan yang sering muncul
pada klien gangguan kebutuhan aktivitas adalah:
a. Gangguan mobilitas fisik
Menurut (SIKI, 2018) intervensi yang dilakukan pada pasien dengan
gangguan kebutuhan aktivitas yaitu ada intervensi Dukungan
Ambulasi dan intervensi Dukungan Mobilisasi.
Berdasarkan klasifikasi NANDA (2015) diagnosia keperawatan yang
sering muncul pada klien dengan stroke adalah:
1) Gangguan mobilitas fisik b.d hemiparesis, kehilangan
keseimbangan dan koordinasi.
3. Rencana keperawatan
Adapun rencana keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) adalah:
a. Gangguan mobilitas fisik
1) Dukungan ambulasi
Definisi: memfasilitasi pasien untuk meningkatkan berpindah.
Tindakan observasi:
a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainya
Rasional: Membantu menentukan derajat kerusakan dan
kesulitan terhadap keadaan yang dialami.
b) Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
Rasional: Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.
c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
Rasional: Mengidentifikasikan adanya perubahan tekanan
darah dan frekuensi jantung sebelum dan sesudah dilakukan
ambulasi.
24
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana keperawatan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana keperawatan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu, rencana keperawatan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan
dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan keperawatan dapat dilaksanakan
dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisispasi dalam
implementasi keperawatan. (Nursalam, 2009).
Dalam hal ini implemntasi yang perlu dilakukan terhadap klien dengan gangguan
mobilitas fisik terdiri dari Dukungan ambulasi dan dukungan mobilisasi. Dukungan
ambulasi meliputi beberapa tindakan yaiutu : Mengidentifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik yang dialami oleh klien, mengidentifikasi toleransi fisik klien dalam
melakukan ambulasi, memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
melakukan aktivitas ambulasi, monitor kondisi umum selama malukakn ambulasi,
memfasilitasi aktivitas ambulasi menggunakan alat bantu seperti tongkat dan kruk.
Memfasilitasi klienumtuk melakukan mobilisasi fisik, melibatkan keluarga untuk
membantu klien dalam meningkatkan ambulasi. Menjelaskan tujuan dan prosedur
tindakan ambulasi kepada pasien atau keluarga, menganjurkan klien melakukan
ambulasi dini, mengajarkan klien melakukan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (seperti, berjalan dari tempat tidur berpindah kekursi roda, berjalan dari
tempat tidur berpindah ke kamar mandi, berjalan sesuai kebutuhan).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan untuk melengakapi proses keperawatan yang dapat
dilihat dari perkembangan dan hasil kesehatan klien. Tujuannya untuk mengetahui
sejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. (Nursalam, 2009).
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagi berikut:
a) Daftar tujuan klien
28
mengalami tekanan, sehingga terjadi infark otak, edema dan mungkin herniasi
otak.
c. Hipoksia umum
Adapun beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum ialah:
hipertensi, henti jantung-paru, curah jantung turun akibat aritmia.
d. Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
spasme arteri serebral (yang disertai dengan pendarahan subaraknoid),
vasokonstriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
3. Klasifikasi stroke
1) Stroke Hemoragik
Merupakan pendarahan serebral dan mungkin pendarahan subaraknoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah dibagian otak di area otak tertentu.
Biasanya pecah pembuluh darah terajdi saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi ketika sedang beristirahat. Kesadaran klien umumnya
menurun.
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema
ini mengakibatkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam waktu beberapa jam atau terkadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena trombosis
biasanya tidak fatal, tidak terjadi pendarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis yang diikuti trombosis. Jika
terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses
atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma darah. Hal ini menyebabkan pendarahan serebral, jika
aneurisma pecah atau ruptur.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume pendarahan yang cukup banyak akan
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta
gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasokatif darah yang keluar dan kaskade
iskemik akibat menurunnya tekaran perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi.
31
5. Manifestasi Klinik
Gejala neuroligik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Gejala utama stroke
iskemik akibat trombosis serebri adalah timbulnya defisit neurologik secara mendadak,
didahului gejala prodormal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran
biasanya tidak menunrun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Pada fungsi
lumbal, lukuol serebrospinalis jernih, tekanan normal dan eritrosit kurang dari 500.
32
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, stroke berisko terjdinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau megalami disfagia. Tetapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-
jm pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah hemodinamik stabil,
terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A.
Kedua laurtan ini lebih baik dari pada dehidrasi hipertonik serta
memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase akut
stroke, lauratan rumatan bisa diberikan untuk memelihara hemoestasis
elektrolit, khususnya kalium dan natrium.
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mengalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolisme otak. Perthankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai
hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri.
c) Pelaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra kranial bisanya disebabkan karena edema srebri, oleh
karena itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan
pemberin monitol, control atau pengendalian tekanan darah
d) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan Elektro Kardio
Gram (EKG)
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemeberian antiknvulsan,dan cegah
resiko injuri.
h) Lakukan pemasangan Naso Gastric Tube (NGT) untuk mengurangi
kompresi lambung dan pemberian makanan
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
j) Monitor tanda-tanda nurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflek.
2) Fase rehabilitasi
34
BAB III
METODE
B. Subyek Asuhan
Subyek asuhan keperawatan adalah dua klien dengan masalah
gangguan kebutuhan aktivitas pada pasien stroke nonhemoragik di RSUD
Jendral Ahmad Yani Kota Metro. Kriteria inklusi adalah kriteria dan ciri-ciri
yang harus dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai
sampel. Sedangkan kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang
tidak dapat diambil sebagai sampel. (Notoatmodjo, 2010).
Adapun kriteria inklusi pada subyek asuhan laporan tugas akhir ini
sebagai berikut:
1. Klien memahami bahasa indonesia
2. Klien dewasa berumur 40 s/d 70 Tahun
3. Klien mengalami penurunan tingkat kekuatan otot
4. Klien berada diruang syaraf RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro
5. Klien bersedia mengikuti secara sukarela dengan menandatangani lembar
persetujun informed consent
36
37
D. Pengumpulan Data
1. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan format pengkajian dan alat pemeriksaan fisik.
Alat pemeriksaan fisik yang digunakan penulis adalah alat pengukuran TTV.
2. Teknik Pengumpulan data
a. Pengumpulan Data
Menurut Nursalam (2002) dalam Arif Muttaqin (2011), pengumpulan data
secara umum merupakan hal yang mutlak dilakukan perawat dalam melakukan
pengkajian keperawatan. Pengumpulan data dapat dilihat dari tipe dan
karakteristik data. Ada dua tipe data pada pengkajian yaitu data subjektif dan data
objektif.
1) Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian. informasi tersebut tidak dapat ditentukan
oleh perawat secara independen, tetapi melalui suatu interaksi atau
komunikasi.
2) Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur. Informasi
tersebut biasanya diperoleh melalui “senses” : 2s (sight, smell) dan HT
(hearing dan touch atau taste) selama pemeriksaan fisik.
b. Wawancara dan Observasi
Wawancara dan observasi digunakan untuk menggali masalah atau data dasar
yang lengkap dan akurat agar dapat membantu memfokuskan perhatian selama
pemeriksaan fisik pada sistem tubuh atau gejala tertentu. Penting bagi perawat
melakukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada permasalahan yang
paling aktual dikeluhkan klien.
c. Pemeriksaan fisik
Dalam melakukan pemeriksaan fisik perawat perlu membekali kemampuan
dalam melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional. Pada
pemeriksaan fisik di perlukan modalitas dasar yang digunakan yaitu :
a) Look (inspeksi)
Perhatikan yang dilihat:
1) Sikatrik
2) Birth mark
3) Fistula
4) Warna (kemerahan, kebiruan/livide, hiperpigmentasi)
38
3. Sumber Data
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah klien. Sebagai sumber data primer, bila kliem dalam
keadaan tidak sadar, mengalami gangguan bicara, atau pendengaran, klien masih
bayi, atau karena beberapa sebab klien tidak dapat memberikan data subjektif
secara langsung, perawat dapat menggunakan data objektif untuk menegakkan
diagnosis keperawatan. Namun, bila diperlukan klarifikasi data subkjetif
hendaknya perawat melakukan anamnesis pada keluarga.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh melalui media perantara, yaitu
keluarga, orang terdekat, teman dan orang lain yang tahu tentang status kesehatan
klien. Selain itu, tenaga kesehatan yang lain seperti dokter, ahli gizi, ahli
fisioterapi, laboratorium, radiologi juga termasuk sumber data sekunder.
4. Pengolahan Data
a. Menganalisis hasil pengkajian setelah sebelumnya dikumpulkan secara akurat,
menyeluruh, dan berkesinambungan untuk menetapkan diagnosa keperawatan.
b. Menetapkan diagnosis keperawatan setelah menganalisis, menginterpretasi data,
dan mengidentifikasi masalah berdasarkan SDKI 2016.
c. Menetapkan rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan
meningkatkan kesehatan klien. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas
masalah, tujuan, dan rencana tindakan.
d. Mengimpletasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam asuhan keperawatan.
Kriteria proses dalam implementasi adalah:
1) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
2) Berkolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk meningkatkan kesehatan
lain.
3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan klien.
4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
keterampilan asuhan diri.
40
F. Prinsip Etik
Prinsip etika yang digunakan penulis dalam membuat dan melaksanakan asuhan
keperawatan fokus tindakan keperawatan ini adalah prinsip etika keperawatan dalam
memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok / keluarga dan masyarakat,
yaitu:
1. Autonomi (Otonomi)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Penulis menggunakan prinsip ini untuk
memberikan hak kepada pasien dalam meberikan keputusan sendiri untuk ikut serta
sebagai sasaran asuhan penulis.
2. Beneficience (Berbuat Baik)
Prinsip ini menuntut penulis untuk melakukan hal yang baik dengan begitu dapat
mencegah kesalahan atau kejahatan. Penulis menggunakan prinsip ini sebagai perawat
untuk memberikan tindakan dalam asuhan keperawatan kepada pasien dengan baik.
3. Justice (Keadilan)
Nilai ini direfleksikan dalam praktik profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Penulis akan menuliskan hasil didalam
dokumentasi asuhan keperawatan sesuai dengan hukum dan standart praktik
keperawatan.
41
Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari hasil laporan baik
informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh penulis, hanya kelompok data tertentu
yang dilaporkan pada hasil laporan.
70
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dari pengumpulan data dan pembahasaan maka
penulis menyimpulkan secara umum sebagai berikut:
1. Pengkajian keperawatan
Hasil dari pengkajian menunjukkan bahwa kedua subyek masuk
dengan diagnosa stroke non hemoragik, dengan masalah keperawatan
gangguan mobilitas fisik. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan bahwa
kedua subyek memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas
dikarenakan adanya kelemahan anggota gerak dan hambatan
komunikasi. Hal tersebut sesuai dengan teori yang ada bahwa efek yang
mungkin terjadi akibat stroke dapat berupa paralisis, defisit fungsi
kognitif, defisit bahasa, defisit emosional dan rasa sakit. Gangguan
aliran darah otak akibat stroke dapat merusak jalur motorik ini,
rusaknya jalur motorik ini menyebabkan pasien stroke mengalami
disfungsi motorik hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh) atau
hemiparesis (kelemahan yang terjadi pada satu sisi tubuh). Disfungsi
motorik ini menyebabkan pasien stroke mengalami kemunduran fungsi
mobilitas, keterbatasan kemampuan melakukan motorik halus dan
motorik kasar.
2. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang penulis angkat pada laporan tugas akhir
ini pada kedua subyek asuhan adalah gangguan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan hemiplegia.
3. Rencana Keperawatan
Berdasarkan data yang diuraikan sebelumnya, rencana keperawatan
yang dilakukan pada kedua subyek asuhan disusuan dari berbagai
sumber teori yang telah dikemukaan oleh penulis pada BAB II dan
70
71
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana yang disusun
dan diberikan kepada kedua subyek asuhan selama tiga hari berturut-
turut.
5. Evaluasi
Berdasarkan data setelah diberikan rencana dan implementasi
keperawatan, didapatkan hasil atau evalusi sebagai berikut:
Hasil pada subyek asuhan 1 :
a. Tidak tampak tanda-tanda adanya kontraktur sendi.
b. Pada saat awal pengkajian klien belum mengerti tentang gerakan
ROM yang benar. Sehingga klien belum mampu melakukan gerakan
aktif
c. Tidak terjadi peningkatan kekuatan otot. Namun, klien mampu
melakukan gerak aktif yang diajarkan.
d. Klien menunjukan adanya kemampuan tindakan untuk
meningkatkan mobilitas dengan cara mengubah posisi miring kanan
atau kiri, dan melakukan gerak aktif pada ekstremitas yang sakit.
e. Klien mampu ikut serta dalam program latihan gerak aktif untuk
ekstremitas yang mengalami kelemahan.
B. Saran
1. Saran Teoritis
a. Menerapkan asuhan keperawatan pada klien stroke nonhemoragik
dengan masalah gangguan mobilitas fisik secara benar, tepat dan
sesuai dengan standar keperawatan secara professional.
b. Menghasilkan asuhan keperawatan yang bervariasi dan
komprehensif dalam asuhan keperawatan klien stroke
nonhemoragik dengan masalah gangguan mobilitas fisik.
c. Mempublikasikan hasil asuhan terkait pada klien stroke
nonhemoragik dengan masalah gangguan mobilitas fisik guna
perkembangan asuhan keperawatan.
2. Saran Aplikatif
a. Bagi Perawat
Diharapkan dengan adanya laporan tugas akhir ini perawat dapat
meningkatkan pemberian asuhan khususnya pada klien stroke
nonhemoragik dengan masalah gangguan mobilitas fisik guna
mencegah terjadinya kecacatan dan meningkatkan kemampuan
mobilitas klien.
b. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan Rumah Sakit Ahmad Yani khususnya Ruang Syaraf
mampu memberikan asuhan keperawatan secara fokus pada klien
stroke nonhemoragik dengan masalah gangguan mobilitas fisik
c. Bagi Akademik
Diharapkan dengan adanya laporan ini dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan kepada semua civitas akademika Poltekkes
Tanjungkarang khususnya Jurusan Keperawatan
d. Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan dengan adanya laporan ini klien dan keluarga penderita
penyakit stroke nonhemoragik dengan masalah gangguan mobilitas fisik
mampu merawat keluarga dirumah untuk mencegah terjadinya rawat ulang
kembali.
73
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. (2017, March 7). Heart Disease and Stroke
Statistic 2017 Update. American Heart Association, Inc.
RSUD Jend. A. Yani Metro. (2017). Dipetik Februari 2017, dari Pemerintah
Daerah Kota Metro RSUD Jend. Ahmad Yani Kota Metro:
http://rsuay.metrokota.go.id/10-besar-penyakit-rawat-inap-rsud-jend-a-yani-metro-
semester-1-tahun-2017/
Sari, S. H., Agianto, & Wahid, A. (2015, March). Batasan Karakteristik Dan
Faktor Yang Berhubungan (Etiologi) Diagnosa Keperawatan: Hambatan
Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat