Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM ENDOKRIN
DIABETES MELLITUS

OLEH KELOMPOK III:

1.Ni Made Dwinda Permata Anandhi (P07120219092)


2. Putu Inggita Wahyu Utami (P07120219093)
3. Kadek Sari savitri (P07120219094)
4. I Wayan Yogik Prayoga (P07120219095)
5. Cahyaning Upadani (P07120219096)
6. Pande Gede Angga Gustina Aryanto (P07120219097)
Kelas/Prodi: 2B/S.Tr Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal ,yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata , ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopik electron (Mansjoer, 2001).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. (Yuliana elin, 2009)
2. Penyebab/factor predisposisi
Penyebab diabetes melitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti,
tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan
faktor herediter memegang peranan penting.
a. DM Tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel
beta pancreas yang disebabkan oleh:
1) Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri.
2) Faktor imunologi (autoimun)
3) Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan autoimun sel beta.
b. DM Tipe II
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
3. Pohon masalah

DM TIPE I DM TIPE II

F. GENETIK factor ling. Gaya hidup usia 65 tahun obesitas

Riwayat peny. DM proses degenerative ketidaknormalan

Pada keluarga proses autoimun fungsi organ tubuh Reseptor insulin

DNA penderita DM di turunkan hematogen fungsi kelenjar pancreas intrinsik

masuk ke kelenjar pancreas penggabungan abnormal

destruksi sel β langerhans antara kompleks rsptor

insulin& sist. transport

kelainan pengikatan

insulin dgn rsptor

Produksi insulin

kadar glukosa ke dalam sel

ketidakstabilan kadar kadar glukosa darah


glukosa darah
Komplikasi pada lambung

Nausea Anabolisme protein


mual hiperglikemia
Glukosaria menurun
muntah

Kerusakan pada antibodi


Dieresis
Vikositas darah Syok hiperglikemi
Osmotik

Aliran darah lambat Kekebalan tubuh menurun


Kehilangan
Koma diabetik
Elektrolit Hipovolemia
dalam sel
Iskemik jaringan
Neuropati sensori Risiko infeksi
perifer
Dehidrasi Defisit Nutrisi
Perfusi perifer tidak
efektif
Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit
Risiko
ketidakseimbangan
Nyeri Akut gangrene Gangguan integritas
cairan
kulit/Jaringan
Kehilangan kalori

Sel kekurangan bahan


untuk metabolisme Protein dan lemak dibakar BB menurun keletihan Intoleransi Aktivitas
4. Klasifikasi
a. DM Tipe 1 : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute.
Penyebab :
1) Autoimun
2) Idiopatik
b. DM Tipe 2 : Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin.
c. Tipe lain : 1. Defek genetik fungsi sel beta; 2. Defek genetik kerja insulin;
3. Penyakit eksokrin pankreas (Pankreatitis, Pankreatektomi); 4. Endokrinopati
(Akromegali, Cushing, Hipertiroidisme); 5. Karena obat atau zat kimia
(Glukokortikoid, Hormon tiroid); 6. Infeksi(Cytomegalo Virus /CMV, Rubella);
7. Sebab imunologi yang jarang (Antibodi anti insulin); 8. Sindrom genetik lain
yang berkaitan dengan DM (Sindrom Down, Klinefelter, Turner)
d. DM Gestasional : Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam
kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang
aterm, kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali lipat dari keadaan
normal.
Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif
hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemi.
Resistensi insulin juga disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progesteron,
prolaktin, dan placenta laktogen. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin
pada sel sehingga mengurangi aktivitas insulin.

5. Gejala klinis
Menurut Mansjoer, 2001 Diabetes Mellitus awalnya diperkirakan dengan adanya
gejala yaitu:
1. Poliuri (sering kencing dalam jumlah banyak)
2. Polidipsi (banyak minum)
3. Polifagi (banyak makan)
4. Lemas
5. Berat Badan Menurun
6. Kesemutan
7. Mata kabur
8. Impotensi pada pria
9. Pruritus pasa vulva
Manifestasi utama penyakit DM adalah hiperglikemia, yang terjadi akibat :
(1) berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel
(2) berkurangnya penggunaan glukosa oleh berbagai jaringan
(3) peningkatan produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan sekalipun asupan kalori
memadai, merupakan gejala utama defisiensi insulin. Kadar glukosa plasma jarang
melampaui 120 mg/dL pada manusia normal, kadar yang jauh lebih tinggi selalu
dijumpai pada pasien defisiensi kerja insulin. Setelah kadar tertentu glukosa plasma
dicapai (pada manusia pada umumnya >80 mg/dL), taraf maksimal reabsorpsi glukosa
pada tubulus renalis akan dilampaui, dan gula akan diekskresikan ke dalam urine
(glukosuria). Volume urine meningkat akibat terjadinya diuresis osmotik dan
kehilangan air yang bersifat obligatorik pada saat yang bersamaan (poliuria) :
kejadian ini selanjutnya akan menimbulkan dehidrasi (hiperosmolaritas),
bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum (polidipsia). Glukosuria
menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar (4,1 kkal untuk setiap gram
karbohidrat yang diekskresikan keluar); kehilangan ini, jika ditambah lagi dengan
hilangnya jaringan otot dan adiposa, akan mengakibatkan penurunan berat badan yang
hebat meskipun terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori yang
normal atau meningkat (Granner, 2009). Seseorang dapat dikatakan menderita
Diabetes Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Polifagi : Banyak minum, Poliuri : Banyak kencing dan
Polifagi : banyak makan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (2009) keluhan yang sering terjadi pada
penderita Diabetes Melitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan
menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

6. Pemeriksaan Diagnostik/penunjang
Mansjoer, 1999 mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang sangat penting dilakukan
pada penderita DM untuk menegakkan diagnose kelompok resiko DM yaitu
kelompok usia dewasa tua (lebih dari 40 tahun), obesitas, hipertensi, riwayat keluarga
DM riwayat kehamilan dengan bayi lebih dari 4000 gram, riwayat DM selama
kehamilan. Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan gula darah sewaktu kemudian
dapat diikuti dengan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Untuk kelompok resiko
yang hasil pemeriksaan nya negatif, perlu pemeriksaan ulang setiap tahunnya.
Pada pemeriksaan dengan DM dipemeriksaan akan didapatkan hasil gula darah puasa
>140 mg/dl pada dua kali pemeriksaan. Dan gula darah post prandial >200mg/dl.
Selain itu juga dapat juga dilakukan pemeriksaan antara lain:
1. Aseton plasma (keton) > positif secara mencolok
2. Asam lemak bebas:kadar lipid dan kolesterol meningkat
3. Elektrolit :natrium naik ,turun kalium naik, turun, fosfor turun
4. Gas Darah Arteri :menunjukkan PH menurun dan HCO3 menurun (Asidosis
Metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
5. Urine: Gula dan aseton positif (berat jenis dan osmolaritas meningkat.
6. Kultur dan Sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih infeksi
saluran pernafasan, dan infeksi pada luka
Menurut Arora (2009: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:
a. Postprandial
b. Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dL
mengindikasikan diabetes.
c. Hemoglobin glikosila
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari
terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
d. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan
akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah
meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
e. Tes glukosa darah dengan finger stick
Yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah
strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini
digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
Pemeriksaan diagnostik untuk DM dapat dilakukan dengan cara :
a. Tes toleransi glukosa (TTG)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya yaitu lebih dari 200 mg/dL. Biasanya
tes ini di anjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah
meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula Darah Puasa (FPB)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya lebih dari 126 mg/dL. Tes ini
mengukur presentase gula yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat
pada hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal antara 5 – 6 %.
c. Tes Urin
Dipastikan mengalami DM jika Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang
ginjal terhadap reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan ketoasidosis.

7. Penatalaksanaan Medis
Diabetes Melitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB - 100) - 10%, sehingga
didapatkan :
1) Berat badan kurang ≤ 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90 - 110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110 - 120% dari BB Ideal
4) Gemuk ≥ 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10 - 30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress
akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan
komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2 - 3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya. (Iwan S, 2010)
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan
S, 2010).
c. Obat Hipoglikemik :
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b) Menurunkan ambang sekresi insulin
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid
kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena risiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon
juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT
27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S,
2010).
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan)
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah
dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.
Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal
tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan
kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d. Penyuluhan
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan
pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya,
yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian
keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian
integral dari asuhan keperawatan diabetes.
Menurut Soegondo (2009), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan
Diabetes Melitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin
3) Penghambat glukoneogenesis
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
8. Komplikasi
a. Komplikasi yang bersifat akut :
1) Hipoglikemia
Keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah.

2) Hiperglikemia
Dari anamnese didapatkan masukan kalori yang berlebihan,
penghentian obat oral dan insulin yang didahului stres akut.
Ketoasidosis Diabetik ( KAD ) merupakan defisiensi insulin berat dan
akut.
3) Hiperglikemik Non-Ketotik ( NHK )
Ditandai dengan hiperglikemia berat non- ketotik atau ketotik
dan asidosis ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami koma,
akibat penurunan komposisi cairan intra sel dan ekstra sel karena
banyak disekresi lewat urine.
b. Komplikasi yang bersifat kronik
1) Pembuluh darah otak : Stroke
2) Pembuluh darah mata : Kebutaan
3) Pembuluh darah jantung : PJK
4) Pembuluh darah ginjal : Penyakit ginjal kronik
5) Pembuluh darah kaki : Luka sukar sembuh

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien, umur,
pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku, alamat. Dalam identitas
data/ petunjuk yang dapat kita prediksikan adalah Umur, karena seseorang
memiliki resiko tinggi untuk terkena diabetes mellitus tipe II pada umur diatas 40
tahun.
2. Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus datang kerumah sakit dengan keluhan utama yang
berbeda-beda. Pada umumnya seseorang datang kerumah sakit dengan gejala khas
berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan informasi apakah
terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes mellitus misalnya riwayat
obesitas, hipertensi, atau juga aterosclerosis
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM,
penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini
berhubungan dengan proses genetik dimana orang tua dengan diabetes
mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya.
Menurut 11 pola pengkajian kesehatan Gordon 1982 yaitu :
1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6
juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik
bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari
2011)
2. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea,
vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine
( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi
koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga
klien mengalami kesulitan tidur.
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan,
gangguan penglihatan .
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi,
serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan
pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko
lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao
Tseng on journal, Maret 2011)
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.
11. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d disfungsi pankreas d.d kadar glukosa
darah/ urin tinggi, lelah dan lesu, mulut kering ,haus meningkat,jumlah urin
meningkat.
2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient d.d berat badan
menurun, nafsu makan menurun, membrane mukosa pucat
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d pengisian
kapiler >3 detik, nadi kapiler menurun , akral teraba dingin , warna kulit pucat ,
turgor kulit menurun
4. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis abses,amputasi,terbakar,terpotong d.d
mengeluh nyeri, tampak meringis , gelisah,sulit tidur.
5. Resiko infeksi d.d penyakit kronis (mis diabetes mellitus)
1. Rencana Keperawatan

No Tujuan Intervensi Rasional

Dx

1 Setelah diberikan asuhan Managemen Managemen Hyperglikemia


keperawatan selama 2 x Hyperglikemia (I.03115)
Observasi
24 jam diharapkan : Observasi
Kestabilan Kadar 1. Monitor kadar glukosa 1. Mengetahui bila terjadi
Glukosa Darah darah. peningkatan kadar glukosa
(L.03022) Meningkat, 2. Monitor tanda dan gejala darah pasien sehingga dapat
dengan kriteria hasil : dari hiperglikemia : melakukan tindakan yang
1. Mengantuk menurun polyuria, polydipsia, seharusnya
(5) polyphagia, kelemahan, 2. Mengetahui tanda-tanda
2. Pusing menurun (5) letargi, malaise, peningkatan glukosa darah
3. Lelah/lesu menurun kekaburan penglihatan, Terapeutik
(5) atau sakit kepala 1. Untuk mengendalikan kadar
4. Keluhan lapar Teraeutik glukosa darah pasien
menurun (5) a. Berikan asupan cairan 2. Untuk mengetahui tindakan yang
5. Kadar glukosa darah oral akan dilakukan selanjutnya jika
membaik (5) b. Konsultasi dengan medis tanda dan gejala hiperglikemi
6. Kadar glukosa urine jika tanda dan gejala tetap ada atau memburuk
membaik (5) hiperglikemia tetap ada Edukasi
atau memburuk. 1. Untuk dapat memantau kadar
Edukasi glukosa darah dan dapat segera
1. anjurkan monitor kadar mencegah agar tidak melebihi
glukosa darah secara batas
mandiri 2. Untuk dapat menjaga kadar
2. anjurkan kepatuhan glukosa darah agar tidak
terhadap diet dan meningkat
olahraga 3. Untuk dapat mengelola kadar
3. anjarkan pengelolaan glukosa darah agar tidak
diabetes (mis. meningka selain menggunakan
Penggunaan insulin, obat diet
oral, monitor asupan Kolaborasi
cairan, pengganti 1. Untuk dapat mengendalikan
karbohidrat, dan bantuan kadar glukosa darah dengan
professional kesehatan) menggunakan insulin selain
Kolaborasi menggunakan diet
1. kolaborasi pemberian 2. Untuk mencegah terjadinya
insulin, jika perlu syok pada pasien
2. kolaborasi pemberian Manajemen Hipoglikemia
cairan, jika perlu Observasi
Manajemen Hipoglikemia 1. Untuk dapat mengetahui dan
Observasi mengidentifikasi tanda dan
1. Indentifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
gejala hipoglikemia 2. Untuk dapat menetahui
2. Identifikasi penyebab penyebab dari hipoglikemia
hipoglikemia Terapeutik
Terapeutik 1. Untuk dapat meningkatkan
1. Berikan karbohidrat kadar glukosa darah agar tidak
kompleks dan protein megalami hipoglikemia
sesuai diet 2. Agar dapat memberikan obat
2. Pertahankan akses IV, perIV
jika perlu Edukasi
Edukasi 1. Agar dapat menjaga kadar
1. Anjurkan membawa glukosa darah supaya tidak
karbohidrat sederhana menjadi hipoglikemi jika pasien
setiap saat berada di luar rumah
2. Anjurkan monitor kadar 2. Agar pasien dapat memantau
glukosa darah kadar glukosa darah tidak
3. Anjurkan pengelolaan mengalami hipoglikemia dan
hipoglikemia (mis. jika terjadi hipoglikemia dapat
Tanda dan gejala, factor segera di tangani
risiko, dan pengobatan 3. Untuk dapat mengelola kadar
hipoglikemia) glukosa darah agar tidak
Kolaborasi mengalami hipoglikemia dengan
1. Kolaborasi pemberian mengetahui identifikasi tanda
dekstrosa, jika perlu dan gejala, penyebab dan faktor
2. Kolaborasi pemberian risiko hipoglikemia
glucagon, jika perlu Kolaborasi
1. Untuk meningkatkan kadar
glukosa darah
2. Untuk meningkatkan glukosa
darah agar tidak mengalami
hpoglikemia
2 Setelah diberikan asuhan Managemen Nutrisi (I. 03119)
keperawatan selama 3 x Observasi 1. Mengetahui status nutrisi pasien
24 jam diharpakan : 1. Identifikasi status nutrisi apakah mengalami peningkatan
2. Identifikasi alergi dan atau penurunan
Status Nutrisi (L.03030)
intoleransi makanan
Membaik, dengan kriteria 2. Untuk mengetahui apakah
3. Monitor asupan makanan
hasil: terdapat alergi terhadap makanan
4. Monitor berat badan
1. Porsi makanan yang dan makanan apa saja yang tidak
Terapeutik
dihabiskan meningkat bisa di makan oleh pasien, Dapat
1. Berikan makanan tinggi
(5) memberikan makanan yang benar
serat untuk mencegah
tanpa adanya reaksi alergi
2. Kekuatan otot konstipasi
pengunyah menigkat 2. Fasilitasi menentukan 3. Untuk memantau asupan
(5) pedoman diet (mis. makanan apakah makanan pasien
piramida makanan) sudah sesuai dan dapat terpenuhi
3. Kekuatan otot menelan
3. Berikan makanan tinggi
meningkat (5) 4. Untuk memantau berat badan
kalori dan protein
pasien apakah mengelami
4. Perasaan cepat 4. Berikan suplemen
peningkatan atau penurunan
kenyang menurun (5) makanan, jika perlu
Edukasi
5. Berat badan membaik
1. Ajarkan diet yang
(5) 1. Agar pasien tidak mengalami
diprogramkan
konstipasi
6. Indeks Masa Tubuh Kolaborasi
(IMT) membaik (5) 1. Kolaborasi pemberian 2. Agar pasien dapat melakukan
medikasi sebelum makan diet sesuai dengan kondisi
7. Nafsu makan membaik
(5) (mis. pereda nyeri, pasien
antlemetik), jika perlu
8. Frekuensi makan 3. Agar terpenuhinya kalori dan
2. Kolaborasi dengan ahli
membaik (5) protein dalam tubuh pasien
gizi untuk menentukan
9. Bising usus membaik jumlah kalori dan jenis 4. Untuk menjaga kondisi tubuh
(5) nutrient yang dibutuhkan, pasien dengan menggunakan
jika perlu suplemen

1. Agar pasien dapat melakukan


diet secara terprogram

1. Untuk mencegah terjadinya


nyeri dan pasien dapat makan
dengan baik

2. Agar dapat mengontrol jumlah


kandungan yang dibutuhkan
pasien sesuai dengan kondisi
pasien

3. Setelah dilakukan asuhan Perawatan Sirkulasi (I.02079)


keperawatan selama 3 x Observasi
24 Jam, diharapkan 1. Periksa sirkulasi perifer 1. Agar mengetahui sirkulasi perifer
(mis. nadi perifer, edema, misalnya nadi perifer, adanya
Perfusi perifer (L.02011)
pengisian kapiler, warna, edema, warna, suhu, pengisian
meningkat, dengan
suhu, anklebrachiel index) kapiler jika terdapat masalah
kriteria hasil :
2. Identifikasi factor risiko dapat segera di berikan tindak
1. Denyut nadi gangguan sirkulasi (mis. lanjut
meningkat (5) diabetes, perokok, orang 2. Agar dapat mengetahui dan
tua, hipertensi, dan kadar menghindari faktor risiko
2. Warna kulit pucat
kolestrol tinggi) gangguan sirkulasi misalnya
menurun (5)
Terapeutik diabetes, perokok, hipertensi
3. Kelemahan otot 1. Hindari pemasangan infus
menurun (5) atau pengambilan darah di 1. Agar tidak menyebabkan terjadi
area keterbatasan perfusi masalah yang lainnya
4. Pengisian kapiler
2. Hindari pengukuran 2. Agar tidak menghambat
membaik (5)
tekanan darah pada sirkulasi dan memperparah
5. Akral Membaik (5) ekstremitas dengan kondisi pasien
keterbatasan perfusi 3. Agar terhindar dari terjadinya
6. Turgor kulit membaik
3. Lakukan pencegahan infeksi
(5)
infeksi 4. Agar terhindar dari terjadinya
7. Tekanan darah 4. Lakukan perawatan kaki luka pada kaki dan merusak
sistolik dan diastolic dan kuku sirkulasi
membaik (5) Edukasi
1. Anjurkan berolahraga 1. Agar sirkulasi tubuh tetap
rutin dalam kondisi baik
2. Anjurkan program 2. Agar dapat mempertahankan
rehabilitasi vaskuler kondisi dan memperbaiki
3. Ajarkan program diet sirkulasi
untuk memperbaiki 3. Agar dapat memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah sirkulasi dengan mengontrol
lemak jenuh, minyak ikan diet
omega 3) 4. Agar jika terdapat tanda dan
4. Informasikan tanda dan gejala yang darurat segera dapat
gejala darurat yang harus dilaporkan dan diberikan tindak
dilaporkan (mis. rasa sakit lanjut
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
4 Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
asuhan keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam 1. Identifikasi lokasi,
diharapkan, karakteristik, durasi, 1. Mengetahui status nyeri lokasi,
frekuensi, kualitas, karakteristik, durasi, frekuensi,
Tingkat Nyeri (L.08066)
intensitas nyeri kualitas, intensitas
Menurun, dengan kriteria
2. Identifikasi skala nyeri 2. Agar dapat mengetahui skala
hasil :
3. Monitor efek samping nyeri dan dapat dengan segera di
1. Keluhan nyeri penggunaan analgesik tangani
menurun (5) Terapeutik 3. Agar dapat memantau efek
1. Berikan teknik samping tidak terjadi
2. Meringis menurun (5)
nonfarmakologi untuk
3. Sikap protektif mengurangi rasa nyeri 1. Agar dapat melakukan
menurun (5) (mis. TENS, hypnosis, penanganan nyeri tanpa obat-
akupresure, terapi music, obatan dan bisa dilakukan
4. Gelisah Menurun (5)
terapi pijat, arometer, secara mandiri di rumah
5. Kesulitan tidur kompres hangat/dingin, 2. Agar dapat merasa nyaman di
menurun (5) terapi bermain) lingkungan tersebut dan nyeri
2. Control lingkungan yang menjadi berkurang
6. Frekuensi nadi
memberat rasa nyeri (mis.
membaik
suhu ruangan, 1. Agar mengetahui penyebab,
1. pencahayaan, kebisingan) periode dan pemicu nyeri dan
Edukasi dapat menghindarinya
1. Jelaskan penyebab, 2. Agar tepat dalam penanganan
periode, dan pemicu nyeri dan tidak memperparah nyeri
2. Anjurkan menggunakan 3. Agar bisa mengatasi nyeri tidak
analgetik secara tepat hanya menggunakan obat
3. Ajarkan teknik misalnya dengan acupressure,
nonfarmakologis untuk teknik pijat, terapi music.
mengurangi rasa nyeri
Kolabosarsi 1. Agar dapat mengatasi nyeri
1. Kolaborasi pemberian dengan kualitas tinggi selain
analgetik, jika perlu menggunakan teknik
nonfarmakologi
5. Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi (I.14539)
keperawatan selama 3 x Observasi
24 jam diharapkan, 1. Monitor tanda dan gejala 1. Agar mengetahui tanda dan gejala
infeksi local dan sistematik infeksi dan dapat segera
Tingkat Infeksi
Terapeutk ditangani
(L.14137) Menurun,
1. Cuci tangan sebelum dan
dengan kriteria hasil :
sesudah kontak dengan 1. Agar dapat terhindar dari
1. Demam menurun (5) pasien dan lingkungan terinfeksi kuman, bakteri, dll
pasien 2. Agar tidak tambah memparah
2. Kemerahan menurun
2. Pertahankan teknik aseptic keadaan dengan terjadi infeksi
(5)
pada pasien berisiko tinggi
3. Nyeri menurun (5) 1. Agar mengetahui tanda dan gejala
Edukasi infeksi agar dapat segera di
4. Bengkak menurun (5)
1. Jelaskan tanda dan gejala tangani
5. Kadar sel darah putih infeksi 2. Agar dapat terhindar dari infeksi
membaik (5) 2. Ajarkan mencuci tangan 3. Agar tidak menyebarkan virus
yang benar kepada orang lain dari batuk
3. Ajarkan etika batuk tersebut
4. Ajarkan cara memeriksa 4. Agar dapat menangani luka dan
kondisi luka atau luka terhindar dari infeksi
operasi
Kolaborasi 1. Untuk meningkatkan imunitas
1. Kolaborasi pemberian dan dapat menahan diri dari
imunisasi, jika perlu terinfeksi kuman, bakteri, virus.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk, (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius

Soegondo, Harry. 2009. Diabetes Melitus tipe II. Jakarta : MediAction.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Tin Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Waspadji, Haryato. 2009. Diabetes Melitus Bisa Dikontrol.Jogjakarta : Salemba Medika.

Yuliana Elin, Andrajat retnosari, 2009. ISO farmakoterapi. Jakarta : ISFI

Anda mungkin juga menyukai