SISTEM ENDOKRIN
DIABETES MELLITUS
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS
DM TIPE I DM TIPE II
kelainan pengikatan
Produksi insulin
5. Gejala klinis
Menurut Mansjoer, 2001 Diabetes Mellitus awalnya diperkirakan dengan adanya
gejala yaitu:
1. Poliuri (sering kencing dalam jumlah banyak)
2. Polidipsi (banyak minum)
3. Polifagi (banyak makan)
4. Lemas
5. Berat Badan Menurun
6. Kesemutan
7. Mata kabur
8. Impotensi pada pria
9. Pruritus pasa vulva
Manifestasi utama penyakit DM adalah hiperglikemia, yang terjadi akibat :
(1) berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel
(2) berkurangnya penggunaan glukosa oleh berbagai jaringan
(3) peningkatan produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan sekalipun asupan kalori
memadai, merupakan gejala utama defisiensi insulin. Kadar glukosa plasma jarang
melampaui 120 mg/dL pada manusia normal, kadar yang jauh lebih tinggi selalu
dijumpai pada pasien defisiensi kerja insulin. Setelah kadar tertentu glukosa plasma
dicapai (pada manusia pada umumnya >80 mg/dL), taraf maksimal reabsorpsi glukosa
pada tubulus renalis akan dilampaui, dan gula akan diekskresikan ke dalam urine
(glukosuria). Volume urine meningkat akibat terjadinya diuresis osmotik dan
kehilangan air yang bersifat obligatorik pada saat yang bersamaan (poliuria) :
kejadian ini selanjutnya akan menimbulkan dehidrasi (hiperosmolaritas),
bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum (polidipsia). Glukosuria
menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar (4,1 kkal untuk setiap gram
karbohidrat yang diekskresikan keluar); kehilangan ini, jika ditambah lagi dengan
hilangnya jaringan otot dan adiposa, akan mengakibatkan penurunan berat badan yang
hebat meskipun terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori yang
normal atau meningkat (Granner, 2009). Seseorang dapat dikatakan menderita
Diabetes Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Polifagi : Banyak minum, Poliuri : Banyak kencing dan
Polifagi : banyak makan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (2009) keluhan yang sering terjadi pada
penderita Diabetes Melitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan
menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.
6. Pemeriksaan Diagnostik/penunjang
Mansjoer, 1999 mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang sangat penting dilakukan
pada penderita DM untuk menegakkan diagnose kelompok resiko DM yaitu
kelompok usia dewasa tua (lebih dari 40 tahun), obesitas, hipertensi, riwayat keluarga
DM riwayat kehamilan dengan bayi lebih dari 4000 gram, riwayat DM selama
kehamilan. Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan gula darah sewaktu kemudian
dapat diikuti dengan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Untuk kelompok resiko
yang hasil pemeriksaan nya negatif, perlu pemeriksaan ulang setiap tahunnya.
Pada pemeriksaan dengan DM dipemeriksaan akan didapatkan hasil gula darah puasa
>140 mg/dl pada dua kali pemeriksaan. Dan gula darah post prandial >200mg/dl.
Selain itu juga dapat juga dilakukan pemeriksaan antara lain:
1. Aseton plasma (keton) > positif secara mencolok
2. Asam lemak bebas:kadar lipid dan kolesterol meningkat
3. Elektrolit :natrium naik ,turun kalium naik, turun, fosfor turun
4. Gas Darah Arteri :menunjukkan PH menurun dan HCO3 menurun (Asidosis
Metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
5. Urine: Gula dan aseton positif (berat jenis dan osmolaritas meningkat.
6. Kultur dan Sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih infeksi
saluran pernafasan, dan infeksi pada luka
Menurut Arora (2009: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:
a. Postprandial
b. Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dL
mengindikasikan diabetes.
c. Hemoglobin glikosila
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari
terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
d. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan
akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah
meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
e. Tes glukosa darah dengan finger stick
Yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah
strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini
digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
Pemeriksaan diagnostik untuk DM dapat dilakukan dengan cara :
a. Tes toleransi glukosa (TTG)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya yaitu lebih dari 200 mg/dL. Biasanya
tes ini di anjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah
meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula Darah Puasa (FPB)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya lebih dari 126 mg/dL. Tes ini
mengukur presentase gula yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat
pada hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal antara 5 – 6 %.
c. Tes Urin
Dipastikan mengalami DM jika Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang
ginjal terhadap reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan ketoasidosis.
7. Penatalaksanaan Medis
Diabetes Melitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB - 100) - 10%, sehingga
didapatkan :
1) Berat badan kurang ≤ 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90 - 110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110 - 120% dari BB Ideal
4) Gemuk ≥ 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10 - 30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress
akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan
komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2 - 3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya. (Iwan S, 2010)
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan
S, 2010).
c. Obat Hipoglikemik :
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b) Menurunkan ambang sekresi insulin
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid
kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena risiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon
juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT
27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S,
2010).
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan)
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah
dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.
Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal
tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan
kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d. Penyuluhan
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan
pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya,
yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian
keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian
integral dari asuhan keperawatan diabetes.
Menurut Soegondo (2009), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan
Diabetes Melitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin
3) Penghambat glukoneogenesis
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
8. Komplikasi
a. Komplikasi yang bersifat akut :
1) Hipoglikemia
Keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah.
2) Hiperglikemia
Dari anamnese didapatkan masukan kalori yang berlebihan,
penghentian obat oral dan insulin yang didahului stres akut.
Ketoasidosis Diabetik ( KAD ) merupakan defisiensi insulin berat dan
akut.
3) Hiperglikemik Non-Ketotik ( NHK )
Ditandai dengan hiperglikemia berat non- ketotik atau ketotik
dan asidosis ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami koma,
akibat penurunan komposisi cairan intra sel dan ekstra sel karena
banyak disekresi lewat urine.
b. Komplikasi yang bersifat kronik
1) Pembuluh darah otak : Stroke
2) Pembuluh darah mata : Kebutaan
3) Pembuluh darah jantung : PJK
4) Pembuluh darah ginjal : Penyakit ginjal kronik
5) Pembuluh darah kaki : Luka sukar sembuh
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d disfungsi pankreas d.d kadar glukosa
darah/ urin tinggi, lelah dan lesu, mulut kering ,haus meningkat,jumlah urin
meningkat.
2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient d.d berat badan
menurun, nafsu makan menurun, membrane mukosa pucat
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d pengisian
kapiler >3 detik, nadi kapiler menurun , akral teraba dingin , warna kulit pucat ,
turgor kulit menurun
4. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis abses,amputasi,terbakar,terpotong d.d
mengeluh nyeri, tampak meringis , gelisah,sulit tidur.
5. Resiko infeksi d.d penyakit kronis (mis diabetes mellitus)
1. Rencana Keperawatan
Dx
Mansjoer, Arif, dkk, (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tin Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI