Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)


TUGAS MATA AJAR KEPERAWATAN MATERNITAS II

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4

1. WAHYU SANTOSO (2720190118)


2. DINA HARDIANINGSIH (2720190150)
3. HERYANTO WIBOWO (2720190140)
4. WIWIN WINARSIH (2720190128)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM AS - SYAFI’IYAH
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini yang berjudul "Penyakit Menular Seksual (PMS)". dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana.
Makalah ini berisi tentang “ Penyakit Menular Seksual (PMS)”.Semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan kita semua.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan,
tentu hasil karya kami ini tidak luput dari kekurangan baik dari
segiisimaupunpenulisan kata.Maka dari itu dengan mengharapkan ridha Allah
SWT.kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari anda
semua untuk memperbaiki makalah kami dimasa yang akan datang. Semoga Allah
SWT. meridhai makalah ini. Aamiin ya rabbal aamiin.

Jakarta, 13 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1. Latar Belakang........................................................................................................................4
2. Rumusan Masalah...................................................................................................................5
3. Tujuan......................................................................................................................................5
BAB II..............................................................................................................................................6
TINJAUAN TEORI.........................................................................................................................6
A. Pengertian................................................................................................................................6
B. Etiologi......................................................................................................................................9
C. Gambaran Klinis...................................................................................................................11
D. Faktor Risiko.........................................................................................................................14
E. Prognosis................................................................................................................................15
BAB III...............................................................................................................................................22
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................................22
A. Pengkajian..............................................................................................................................22
B. Diagnosis keperawatan..........................................................................................................23
C. Intervensi Keperawatan........................................................................................................23
D. Implementai...........................................................................................................................26
E. Evaluasi..................................................................................................................................27
BAB IV...............................................................................................................................................28
PENUTUP..........................................................................................................................................28
1 Kesimpulan............................................................................................................................28
2 Saran.......................................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................29

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seks. Penyakit menular seksual akan lebih beresiko bila
melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui
vagina, oral maupun anal. PMS dapat menyebabkan infeksi alat reproduksi
yang harus dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat
menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan,
kemandulan dan bahkan kematian. Wanita lebih beresiko untuk terkena
PMS lebih besar dari pada laki-laki sebab mempunyai alat reproduksi yang
lebih rentan. Dan seringkali berakibat lebih parah karena gejala awal tidak
segera dikenali, sedangkan penyakit melanjut ke tahap lebih parah.
Penyakit menular seksual merupakan penyakit dengan tingkat mortalitas
yang tinggi disetiap tahunnya. Sampai tahun 2012 organisasi kesehatan
dunia (WHO) mencatat jumlah penderita penyakit menular seksual
khususnya HIV/AIDS di seluruh dunia meningkat hingga mencapai 5,2
juta jiwa. Usaha yang dilakukan pemerintah melalui Departemen
Kesehatan RI dan lembaga-lembaga lainnya dalam mengurangi penderita
PMS dilakukan melalui edukasi dan promosi yaitu penyuluhan melalui
kampanye, media massa dan penyebaran leaflet. Tetapi usaha tersebut
masih saja kurang atau belum menurunkan angka mortalitas Penyakit
Menular Seksual.
B. Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui defenisi Penyakit Menular Seksual ( PMS )
2. Untuk mengetahui jenis-jenis PMS, gejala, pengobatan dan cara
pencegahannya.

4
C. Tujuan
1. Manfaat Ilmiah
Makalah ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan yang dapat menambah wawasan khususnya mengenai
Penyakit Menular Seksual.
2. Manfaat bagi penulis
Sebagai aplikasi ilmu dan pengalaman berharga serta dapat menambah
wawasan ilmiah dan pengetahuan penulis serta sebagai sumbangan
yang diharapkan dapat bermanfaat untuk pembaca.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Penyakit menular seksual (PMS) merupakan sekelompok penyakit
yang disebabkan oleh mikroorganisme yang dapat menimbulkan
gangguan pada saluran kemih dan reproduksi. Ibu hamil merupakan
kelompok resiko tinggi terhadap PMS. Melakukan pemeriksaan
konfirmatif dengan tujuan untuk mengetahui etiologi yang pasti
tentang ada atau tidaknya penyakit menular seksual yang diderita ibu
hamil, sangat penting dilakukan karena PMS dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas baik kepada ibu maupun bayi yang
dikandung/dilahirkan (Yulifah,dkk, 2009).
Penyakit Menular Seksual. PMS adalah infeksi yang penularannya
terjadi melalui kontak seksual baik dalam bentuk kontak seksual
genital, oral atau anal. Banyak penderita PMS tidak menyadari bahwa
dirinya mengidap PMS oleh karena penyakit ini seringkali tidak
menunjukkan gejala.
Penyakit Menular Seksual (PMS) relative sering terjadi pada
kehamilan, terutama pada penduduk perkotaan yang kurang mampu,
tempat penyalahgunaan obat dan prostitusi yang mewabah. Penapisan,
identifikasi, edukasi dan terapi merupakan komponen penting pada
perawatn prenatal wanita yang beresiko tinggi mengidap penyakit –
penyakit ini. PMS adalah infeksi atau penyakit yang ditularkan
melalui hubungan seks (oral, anal, vagina) atau penyakit kelamin atau
infeksi yang ditularkan melalui hubungan seks yang dapat menyerang
alat kelamin dengan atau tanpa gejala dapat muncul dan menyerang
mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak serta organ tubuh lainnya.
Misalnya HIV/AIDS, Hepatitis B. (Eny Ratna, 2009; hal. 31)

6
PMS dapat menimbulkan resiko bagi ibu hamil dan janin yang
dikandungnya. PMS dapat menyebabkan :
1. Abortus
2. Kehamilan Ektopik (embrio melakukan implantasi diluar rahim)
3. Persalinan preterm (kehamilan ≤ 37 minggu )
4. Lahir mati
5. Cacat bawaan
6. Morbiditas neonatus
7. Kematian

Seringkali penularan pada janin terjadi saat persalinan, saat


melalui jalan lahir yang terinfeksi. Namun, sejumlah infeksi juga
dapat terjadi secara transplasental sehingga menyebabkan infeksi
janin intrauterine adalah satu hal yang penting untuk memastikan
bahwa wanita hamil bebas dari PMS. Pada kunjungan prenatal
pertama, provider kesehatan (bidan, dokter , obstetric dan
gynecologist) akan melakukan skrining untuk beberapa jenis PMS,
termasuk HIV – human immunodeficiency virus (pada beberapa
sentra kesehatan tertentu) dan syphilis. Beberapa jenis PMS dapat
disembuhkan dengan obat, namun tidak semua jenis PMS dapat
diobati dengan obat. Bila jenis PMS yang diderita termasuk jenis
yang sulit disembuhkan maka harus diambil langkah terbaik untuk
melindungi janin yang dikandung.

Beberapa penyakit yang termasuk penyakit menular seksual :

1. Sifilis
Sifilis merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang biasa
dikenal dengan raja singa.Sifilis dapat menular pada bayi yang
dikandung secara transplasenta dan menimbulkan kecacatan,
penyebabnya adalah treponema pallidum.

7
Sifilis merupakan penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh
troponema pallidum yang dapat mengenai seluruh organ tubuh,
mulai dari kulit, mukosa, jantung hingga susunan saraf pusat, dan
juga dapat tanpa manifestasi lesi di tubuh. Infeksi terbagi atas 
beberapa fase, yaitu sifilis primer, sifilis sekunder, sifilis laten
dini dan lanjut, serta neurosifilis (sifilis tersier). Sifilis umumnya
ditularkan lewat kontak seksual, namun juga dapat secara vertical
pada masa kehamilan. (Sarwono; 2009)
2. Gonoroe
Gonore adalah IMS yang disebabkan oleh diplokokus intrasel
gram-negatif anaerob Neisseria gonorrhoeae.Gonorea adalah
semua infeksi yang disebabkan oleh neisseria gonorrhea. N.
gonorrrhoeae dibawah mikroskop cahaya tampak sebagai
diplokokus berbentuk biji kopi dengan lembar 0,8 µm dan bersifat
tahan asam. Kuman ini bersifat gram negative, tampak diluar dan
di dalam leukosit polimorfnuklear, tidak dapat bertahan lama di
udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahanpada
suhu di atas 39° C, dan tidak tahan zat desinfektan.
3. HIV/ AIDS
HIV adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh,dan
AIDS adalah kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan
sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah lahir.
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency
Syndrome.Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan
penyakit turunan, immuno berarti sistem kekeblan
tubuh,Deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome
adalah kumpulan gejala.AIDS adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus yang merusak kekebalan tubuh, sehingga mudah
diserang oleh penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal. Padahal
penyakit-penyakit tersebut misalnya berbagai
virus,cacing,jamur,protozoa,dan basil tidak menyebabkan

8
gangguan yang berarti pada orang yang sistem kekebalannya
normal.Selain penyakit infeksi,penderita AIDS juga mudah
terkena kanker.Dengan demikian gejala AIDS amat
bervariasi.Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV
(Human Immuno-deficiency Virus).

B. Etiologi
1. Sifilis
a) Sifilis disebabkan oleh triponema palidum, spiroket yang
menginfeksi mukosa sampai timbulnya kanker membran.
b) Sifilis sulit di lacak dan penyakit ini hanya menghilang ke dalam
tubuh dan terus melakukan kerusakan di tempat-tempat yang
tidak dapat dilihat
c) Lama masa inkubasi, dari waktu pajanan sampai timbulnya
kanker primer, bergantung pada jumlah microorganism yang
menetap saat infeksi dan berapa lama organism ini bereplikasi.
Spiroket membutuhkan 33 jam untuk bereplikasi dibandingkan
bakteri yang hanya memerlukani beberapa menit untuk
bereplikasi.
 Inkubasi pada tahap primer adalah 10-90 hari setelah kontak,
rata-rata 21 hari. Tanda dan gejala sembuh dengan spontan
dalam 3 minggu tanpa terapi.
 Inkubasi pada tahap sekunder adalah 17 hari samapai 6 bulan
setelah kontak, rata-rata 2,5 bulan. Bila sifilis tidak diobati tanda
dan gejala sembuh secara spontan dalam 2-8 minggu, dengan
rata-rata 4 minggu.
 Tahap laten dimulai setiap lesi sekunder hilang.
d) Individu dinyatakan infeksius bila muncul salah asatu lesi
primer atau sekunder. Respon antibodi awal adalah IgM, dan
dalam 2 minggu IgM berubah menjadi IgG.

9
2. Gonoroe
a) Organisme gonokokus (gonokokus, GC) adalah bakteri
diplokokus berbentuk kacang-kacang merah, yang bersifat
patogen pada epitel. Lokasi infeksi yang umum mencakup:
 Orofaring
 Konjungtiva mata
 Uretra pria
 Saluran reproduksi wanita. GC menetap dalam vagina hingga
menstruasi, saat kanalis serviks terbuka, dan kemudian naik ke
uterus serta tuba falopii.
 Rektum
b) Infeksi sebelumnya memberikan antibody, namun bukan
imunitas. Baik virulensi bakteri maupun daya tahan tubuh
individu bervariasi.
3. HIV/ AIDS
a) Penularan HIV terjadi kalau ada cairan tubuh yang mengandung
HIV,seperti hubungan seks dengan pasangan yang mengidap
HIV, jarum suntik,dan alat-alat penusuk (tato,penindik,dan
cukur) yang tercemar HIV dan ibu hamil yang mengidap HIV
kepada janin atau disusui oleh wanita
b) Yang mengidap HIV (+).Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
terkena HIV lebih mungkin tertular
c) Walaupun janin dalam kandungan dapat terinfeksi ,sebagian
besar penularan terjadi waktu melahirkan atau menyusui, bayi
lebih mungkin tertular jika persalinan berlanjut lama.Selama
proses persalinan, bayi dalam keadaan beresiko tertular oleh
darah ibu,Air susu ibu (ASI) dari ibu yang terinfeksi HIV juga
mengandung virus itu. Jadi jika bayi disusui oleh ibu HIV (+),
bayi bisa tertular.

10
C. Gambaran Klinis
1. Sifilis
Pada kehamilan gejala klinik tidak banyak berbeda dengan
keadaan tidak hamil, hanya perlu diwaspadai hasil tes serologi sifilis
pada kehamilan normal bisa memberikan hasil positif
palsu.Transmisi treponema dari ibu ke janin umumnya terjadi setelah
plasenta terbentuk utuh, kira – kira sekitar umur kehamilan 16
minggu.Oleh karena itu bila sifilis primer atau sekunder ditemukan
pada kehamilan setelah 16 minggu, kemungkinan untuk timbulnya
sifilis congenital lebih memungkinkan.
a) Tahap primer menunjukan ciri-ciri berikut :
 Lesi primer adalah sanker: papula kecil yang membentuk jalan
masuk dan menghancurkan diri untuk membentuk ulserasi
superficial yang tidak nyeri, dan berakhir selama 5 minggu dan
sembuh secara spontan. Lesi ini sehingga luput dari deteksi.
Lesi mungkin satu atau banyak.
 Sekitar 70% kasusu terjadi duseminata dari jalan masuk infeksi
ke kelenjar limfe yang menyebabkan pembesaran kelenjar
limfe pada lipatan paha dan axila yang diikuti pembesaran
kelenjar limfe yang lain (bubo-satelit), nyeri tekan dan
berbatas tegas.
b) Tahap sekunder
Disebabkan diseminata hematogen yang berasal dari drainase
kelenjar limfe regional. Tahap sekunder ditandai dengan kondisi
berikut:
 Ruam kulit yang menyeluruh, bilateral, tidak gatal, dan tidak
nyeri tampak hamper diseluruh tubuh , namun terutama di
membrane mukosa, telapak tangan dan telapak kaki. Ruam
yang muncul bias berupa salah satu atau semua bentuk lesi
berikut:
 Macula datar, berwarna tembaga

11
 Papula eritematosa, berkerak
 Pustule
 Tampilan ruam dalam mulut berupa erosi putih yang
disebabkan dengan “tempelan mukosa”.
 Lesi lecet yang berkombinasi dengan kondiloma latum yang
terbentuk pada area tubuh yang lembab, seperti area vulva
dan perianal. Lesi ini berupa sekelompok kecil veruka datar
yang tertutup oleh eksudat keabu-abuan; lesi ini sangat
infeksius. Jangan keliru membedakan lesi ini dengan
kondiloma akuminata, veruka eksternal yang disebabkan oleh
HPV.
 Gejala sistemik yang biasa terjadi:
 Adenopati yang menyeluruh
 Demam, malaise, letargi dan sakit kepala
 Anoreksia dan penurunan berat badan
 Alopesia terjadi dimana saja pada tubuh.
c) Tahap laten
Terjadi setelah manifestasi sifilis sekunder hilang tanpa terapi.
Spiroket yang tinggal dalam keadaan dorman ditubuh dan
termanifestasi sendiri beberapa tahun kemudian seiring
degenerasi banyak organ. Spiroket dapat didiagnosis dengan uji
laboratorium saat tidak ada manifestasi klinis, terutama bila
riwayat pejanan telah diketahui atau terdapat riwayat lesi primer
atau sekunder. Dengan gejala:
 Luka primer didaerah genetalia atau tempat lain seperti
dimulut dari sekitarnya. Pada lues sekunder kadang – kadang
timbul kondiloma lata. Lues laten dan sudah lama dapat
menyerang organ tubuh lainnya.
 Pemeriksaan serologis reaksi wassermann dan VDRL

12
 Kelahiran mati atau anak yang lalu dengan lues congenital
merupakan petunjuk bahwa ibu menderita sifilis.
d) Tahap Tersier
Sifilis tersier adalah kelanjutan dari sifilis sekunder. Dengan
tandda khas Gumma ( infiltrate berbatas tegas, lunak, destruktif,
besarnya bervariasi ) dapat menjadi ulkus. Dapat terjadi pada
mukosa, tulang, hepar, kardiovaskuler.
2. Gonoroe
Gejala pada wanita berbeda dengan pria, karena perbedaan
antomi dan fisiologi genital wanita dan pria. Masa inkubasinya
bervariasi, singkat (mulai dari beberapa jam sampai 2- 5 hari ),
gejala dan tanda pada ibu hamil:
 Disuria
 Gatal pada vulva
 Sekret purulenta dari uretra
 Kelenjar batholini membesar
 Orofaringitis ( penyebab hubungan oral – genital )
 Rektum ( penyebab hubungan rectum dan genital)
 Konjungtivitis ( melalui alat/ tangan)
 Kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri di panggul bawah
3. HIV / AIDS
Sebagian penderita mengalami gejala-gejala berikut dalam masa 2 -
6 minggu selepas dijangkiti kuman HIV:
 Demam
 Sakit tekak dan batuk
 Sakit otot
 Sakit kepala
 Bengkak kelenjar limfa
 Letih
 Ruam

13
 Sakit sendi
 Turun berat badan

Infeksi HIV terjadi melalui 3 tahapan :


 Tahap Primer/Akut
Terjadi dalam 3-6 minggu, manifestasinya klinisnya
berlangsung selama kurang lebih 1 bulan yang menyebabkan
nyeri kepala, demam.Pada tahap ini virus dapat dideteksi di
dalam darah. Jumlah sel CD4+ sedikit menurun : 750-1000
sel/mm3.
 Tahap Kronik / Asimptomatik
Dapat berlangsung selama 10 tahun, replikasi virus berlangsung
lebih cepat dan lebih destruktif CD4 sebanyak 500 sel/mm3
 Tahap AIDS
Ditandai dengan penurunan jumlah sel CD4+ yang progresif
(200 sel/mm3)

D. Faktor Risiko
1. Sifilis
Faktor Resiko :
 Paling sering terjadi pada golongan usia muda umur 20 – 29
tahun
 Orang yang melakukan kontak langsung dengan infeksius awal
lesi awal kulit atau selaput lendir pada saat melakukan hubungan
seksual dengan penderita sifilis.
 Dapat diturunkan oleh ibu penderita pada anak yang
dikandungnya
 Bergonta ganti pasangan seksual
 Tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual
 Melalui barang perantara yang sedah dipakai oleh penderita
seperti pakaian dalam, handuk dan sebagainya ( Djuanda,1987 )

14
2. Gonoroe
Kelompok berisoko tinggi
 PSK ( Pekerja Seks Kormesial )
 Orang yang mempunyai 1 pasangan seksual tetapi pasanganya
suka bergonta – ganti pasangan seksual
 Pada wanita usia 16-24 tahun
 Pada laki-laki usia 20-34 tahun
 Homoseks dan pecandu narkotika ( Dayli 2005 )
3. HIV/AIDS
 Mempunyai perilaku seksual berisiko tinggi yaitu melakukan
seksual tanpa kondom dengan banyak mitra seksual yang dapat
berpotensi HIV/ AIDS
 Mempunyai riwayat infeksi menular seksual
 Mempunyai riwayat menerima transfuse darah berulang, tanpa
tes penapisan awal
 Mempunyai perlukaan kulit, tattoo, tindik, atau sirkumsisi
dengan alat yang tidak steril dan bergantian
 Sebagai pemakai narkoti suntik terutama pemakaian jarum
bersama secara bergantian tanpa sterilisasi yang memadai

E. Prognosis
1. Sifilis
Prognosis pada ibu hamil dengan sifilis buruk, jika tidak
dilakukan dengan penanganan yang tepat akan berdampak buruk
baik si Ibu maupun untuk janin yang dikandungnya. Pada saat lahir
bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa
minggu, tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir. Di mana virus
Troponema Pallidum masuk secara hematogen melalui placenta
( UK 10 minggu ), sehingga janin yang terinfeksi dapat mati atau

15
abortus, lahir mati atterm ( IUFD ), dan lahir hidup dengan tanda-
tanda sifilis kongenital.
Pada bayi dapat dijumpai kondisi sebagai berikut :
 Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
 Kelainan membrane mukosa ( bibir, mulut, laring dan mukosa
genital)
 Kelainan kulit, rambut dan kuku
Dapat berupa macula eriterm, papullosqruamosa, dan
bulla.Bulla sedah ada sejak lahir yang tersebar secara simetris
terutama pada telapak tangan dan kaki.
 Kelainan tulang ( terjadi pada 6 bulan pertama )

Tanda sifilis kongenital lanjut :


 Kornea : keratitis intersisial
Biasanya terjadi pada umur pubertas dan bilateral.npada
kornea timbul pengabuan menyerupai gelas disertai
vaskularisasi sclera.Terjadi pada 20 – 50% kasus sifilis
kongenital lanjut.
 Tulang : perisynovitis
Mengenai kedua lutut yang akan mengakibatakan terjadinya
bengkak tanpa nyeri yang simetris.
 Sistem saraf pusat
Biasanya yang menjadi tanda adalah adanya kelemahan umum
dan renjatan
2. Gonoroe
Bayi yang terkena gonoroe akan menjadi buta, pembengkakan
pada kedua kelopak mata dan matanya mengeluarkan nanah.
Selain itu penyakit sistemik seperti meningitis dan arthritis,
sepsis, pada bayi yang terinfeksi pada proses persalinan.

16
3. HIV/AIDS
Tujuh puluh delapan persen ( 78% ) bayi yang terinfeksi HIV
akan menunjukan gejala klinis menjelang umur 2 tahun dan
biasanya 3 sampai 4 tahun kemudian akan meninggal. Pemaparan
terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa
orng yang terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak
terinfeksi. Di sisi lain seseorang yang terinfeksi bisa tidak
menampakan gejala selama lebih dari 10 tahun. Tanpa
pengobatan , infeksi HIV ,mempunyai resikom1-2 % untuk
menjadi AIDS pada beberapa tahun pertama. Risiko ini
meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya. Teknik perhitungan
jumlah virus HIV ( plasma RNA ) dalam darah seperti
polymerase chain reaction ( PCR ) dan branched deoxyribo
nucleid acid (bDNA ) test membantu dokter untuk memonitor
efek penobatan dan membantu penilaian prognosis penderita.
Kadar virus ini bervariasi mulai kuran dari beberapa ratus sampai
lebi dari sejuta virus RNA/mL plasma.
Dengan HIV, antibodinya dihasilkan dalam jangka 3-8
minggu.Taap berikutnya sebelum antibodi tersebut dapat
dideteksi dikenal sebagai tahap jendela.Pengujian dapat dilakukan
dengan menggunakan sampel darah, air liur atau air
kencing.Pengujian HIV harus dilakukan sejalan dengan
bimbingan sebelum-selama-dan sesudahnya.Jumlah normal dari
sel-sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800-1200 sel/ml
kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel-sel CD4+T-
nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang
oleh infeksi-infeksi oportunistik.

17
Pathway Sifilis

Sex berisiko tinggi Hyegene rendah, virulensi kuman tinggi Kontak langsung

Pajanan treponema pallidum

Masuk ke mukosa

Troponema masuk kesaluran limfatik

Sifilis primer

Limfatik Mukosa

Infeksi primer

Papula jadi ulkus bersih, tidak


nyeri dan menonjol (chancre)

Diobati, sembuh Ulserasi soliter dan keras yg tidak nyeri

Kerusakan integritas kulit Menjalar ke kelenjar


inguinal medial

Sifilis sekunder
Lesi pada berbagai
organ dan mukosa
Demam subfebril
Nyeri kepala
Gangguan citra tubuh
Nyeri Hipertermi

18
F. Penatalaksanaan
1. Sifilis
Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu
hamil dan pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan
untuk pengobatan sifilis, baik sifilis didapat maupun
kongenital.Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin
merupakan kontraindikasi. Pengobatan sifilis pada kehamilan
dibagi menjadi 3, yaitu :
 Sifilis Dini ( primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dari 2
tahun)
Benzatine Penisillin 1x / IM, Penisillin G Prokain dalam aquadest
600.000 IU/IM selama 10 hari.
 Sifilis Lanjut ( lebihan dari 2 tahun )
Benzatine Penisillin G 2.4 juta IU/ IM setiap minggu, selama 3x
berturut- turut, atau dengan Penisilin G Prokain 600.000 UI/ IM
setiap hari selama 21 hari
 Neurosifilis
Benzidin penicillin 6 – 9 MU selama 3 sampai 4 minggu.
Selanjutnya dianjurkan pemberian benzyl penicillin 2 -4 MU secara
IV setiap 4 jam selama 10 hari.
Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin,
sebaiknya sebelum hamil atau pada triwulan 1 untuk mencegah
penularan pada janin.Suami harus diperiksa dengan menggunakan
tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati.
2. Gonorroe
Pada ibu hamil tidak dapat diberikan obat golongan kuinolon dan
tetraksiklin yang direkomendasikan adalah golongan sefalosporin
( seftriakson 250 Mg/ IM dosis tunggal). Jika wanita hamil alergi
terhadap penisil atau sefalosporin tidak dapat ditoleransi sebaiknya
diberikana Spektinomisin 2 gr/IM sebagai dosis tunggal.

19
Pada wanita hamil juga dapat diberikan amoksisilin 2 grm / 3 gram
peroral dengan tambahan probenesid 1 grm oral sebagai dosis
tunggal saat isolasi N.Gonorrhoeae yang sensitive terhadap
penisilin. Amoksisilin direkomendasikan untuk pengobatan jika
disertai infeksi C. Trachomatis.
Pencegahan
 Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal, anal dan oral
dengan orang yang terinfeksi
 Pemakaian Kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat
menghilangkan sama sekali risiko penularan penyakit ini
 Hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai
 Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna
mencegah infeksi lebih jauh dan mencegah penularan
 Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan
meningkatkan keamanan kontak seks dengan menggunakan
upaya pencegahan.
3. HIV/ AIDS
Tata cara mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi caranya
dengan melakukan skrining yang baik, cara lainnya dengan
pemberian obat antiretroviral pada ibu positif, selain itu dengan
melakukan persalinan yang aman pada saat persalinan, selama
persalinan, setelah persalinan.
Untuk mencegah HIV perlu juga diberikan obat anti HIV pada ibu
hamil ysng diketahui terinfeksi HIV pada TM II dan III, diberikan
AZT peroral, sedangkan saat persalinan diberikan AZT melalui
infus, keada bayi baru lahir diberikan selama 6 minggu.
Pada persalinan normal kemungkinan penularan HIV lebih besar
sehingga pada ibu hamil di anjurkan untuk menjalani operasi
caesar.
Manajemen ibu hamil penderita AIDS tanpa gejala atau dengan
gejala, sebaiknya mendapatkan langkah- langkah sebagai berikut :

20
 Identifikasi Resiko Tinggi yaitu pemakai narkotika intravena,
pasangan seksualnya memakai narkotika intravena.
 Dilakukan pemeriksaan darah terhadap HIV.
 Diberikan peningkatan pengetahuan tentang HIV/ AIDS
 Memberikan konseling mengenai masalah HIV/ AIDS
Infeksi HIV/AIDS saat ini belum ditemukan obatnya sehingga
disarankan bagi mereka yang menderita HIV tidak melakukan
huhungan badan tanpa menggunakan alat kontrasepsi

21
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat
menentukan.
6. Pengkajian Persistem
a. Sistem integumen
Kulit : biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.
b. Kepala dan Leher
Kepala : Biasanya terdapat nyeri kepala
Mata : Pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis
inter stisial).
Hidung : Pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung
dan palatum.
Telinga : Pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson(incisivus I atas kanan
dan kiri bentuknya seperti obeng).
Leher : Pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.
c. Sistem Pernafasan
d. Sistem kardiovaskuler

22
Kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit jantung
reumatik sebelumnya.
e. Sistem penceranaan
Biasanya terjadi anorexia pada stadium II.
f. Sistem muskuloskeletal
Pada neurosifilis terjadi athaxia.
g. Sistem Neurologis
Biasanya terjadi parathesia.
h. Sistem perkemihan
Biasanya terjadi gangguan pada sistem perkemihan.
i. Sistem Reproduksi
Biasanya terjadi impotensi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang kemungkinan muncul pada diagnosa sifilis
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi kuman
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh (karena
anomaly atau penyakit)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesi
Indonesia
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Termoregulasi Tujuan : Setelah dilakukan Pengaturan suhu :
berhubungan dengan tindakan keperawatan selama  Monitor suhu paling
invasi kuman 3x 24 jam diharapkan suhu tidak Setiap 2 jam
dalam rentang normal  Tingkatkan intake

23
Kriteria Hasil cairan dan nutrisi
 Tidak terjadi adekuat
peningkatan suhu tubuh  Gunakan matras
 Melaporkan penghangat
kenyamanan suhu ,selimut,dan
 Suhu tubuh dalam batas tingkatkan
normal 36,5-37,5 lingkungan sekitar
 Berikan pengobatan
antipiretik yang
sesuai
2. Nyeri akut Tujuan: Setelah dilakukan Managemen nyeri :
berhubungan dengan tindakan keperawatan selama  Lakukan pengkajian
agen cedera biologis 3x 24 jam diharapkan nyeri komprehensif yang
berkurang meliputi
Kriteria Hasil: lokasi,karaktersitik,du
 Pasien mampu rasi ,dan frekuensi
mengenali kapan nyeri  Observasi adanya
terjadi petunjuk non verbal
 Dapat menggambarkan mengenai ketidak
factor penyebab nyeri nyamanan
 Menggunakan tindakan  Ajarkan prinsip-
pengurangan nyeri tanpa prinsip managemen
analgetik nyeri
 Menggunakan analgetik  Kolaborasi dengan
yang digunakan tim medis lain dalam
penanganan nyeri
3. Kerusakan integritas Tujuan: Setelah dilakukan Perlindungan infeksi
kulit berhubungan tindakan keperawatan selama  Monitor adanya tanda
dengan agen cedera 3x24 jam diharapkan integritas dan gejala infeksi
fisik kulit berkurang sistemik local
Kriteria Hasil  Monitor kerentanan

24
 Pigmentasi kembali terhadap infeksi
normal  Tingkatkan asupan
 Elastisitas kulit kembali nutrisi yang adekuat
normal  Kolaborasi dengan
 Tidak ada lesi pada kulit tim medis dapatkan
 Integritas kulit normal kultur yang
diperlukan .
4. Gannguan citra tubuh Tujuan: Setelah dilakukan Peningkatan citra tubuh
berhubungan dengan tindakan keperawatan selama Peningkatan harga diri
perubahan fungsi 3x24 jam diharapkan tidak ada  Monitor frekuensi
tubuh gangguan citra tubuh dan pernyataan
Kriteria Hasil mengkritisi diri
 Mempertahankan  Monitor apakah
gambaran internal diri pasien dapat melihat
 Dapat meningkatkan bagian tubuh mana
kepuasan dengan fungsi yang berubah
tubuh  Bantu pasien untuk
 Dapat meningkatkan mendiskusiksn
penyesuaian terhadap perubahan-perubahan
perubahan tampilan fisik bagian tubuh
 Dapat mendeskripsikan disebabkan adanya
bagian tubuh yang penyakit atau
terkena pembedahan
 Bantu pasien
memisahkan
penampilan fisik dari
perasaan berharga
secara pribadi
,dengan cara tepat.

25
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pelaksanaan adalah asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkain

kegiatan yang sistematis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang

optimal. Sebelum melakukan renacana tindakan keperawatan, Perawat hendaknya

menjelaskan tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dalam

pelaksaan, perawatan melakukan fungsinya sebagai Independent , Interdependent ,

dan dependent. Pada fungsi Interdependent perawat melakukan tindakan atas

dasar inisiatif sendiri. Contohnya memberikan latihan pernafasan perut dalam

posisi duduk dan terbaring. Pada fungsi interdependent , perawat melakukan

fungsi kolaborasi dengan team kesehatan lainnya dan fungsi independent perawat

melakukan fungsi tambahan untuk menjalankan program dari team kesehatan lain

seperti pengobatan. Disamping itu perawat harus memperhatikan keadaan umum

dan respon pasien selama pelaksanaan. Dan untuk melatih pasien agar mandiri ,

sebaiknya dalam tahap pelaksanaan ini adalah sebagai berikut : persiapan ,

pelaksanaan dan dokumentasi. Pada fase persiapan , perawat di tuntut memilik

pengatuhan dan keterampilan. Selain itu perawat juga harus mampu menganalisa

situasi dan kondisi pasien baik fisik maupun mentalnya.

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi dilakukan dengan 2 cara yaitu :

 Formatif : Dilakukan berdasarkan respond terhadap tindakan yang

dilakukan

 Sumatif : Dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan tercapai atau tidak

26
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan
Penyakit menular seksual (PMS) merupakan sekelompok penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang dapat menimbulkan gangguan pada
saluran kemih dan reproduksi. Ibu hamil merupakan kelompok resiko tinggi
terhadap PMS. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan
menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan dan bahkan
kematian. Wanita lebih beresiko untuk terkena PMS lebih besar dari pada
laki-laki sebab mempunyai alat reproduksi yang lebih rentan.
2. Saran
Semoga dengan selesainya makalah ini diharapkan agar para pembaca
khususnya mahasiswa S1 Keperawatan Ashafiyah dapat lebih mengetahui
dan memahami tentang penyakit menular seksual. Dan dapat
mengaplikasikannya dalam dunia keperawatan.

27
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono Prawirohardjo, 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, Jakarta. YBPS

Fadlun, Feryanto Achmad. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba


Medika

Smeltzer C.S, Bare G.B,. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3.
Jakarta : EGC
Nanda International. (2015). Jakarta : EGC
Nursing Outcome Classification Edisi Kelima. (2016). Yogyakarta : Mocomedia
Nursing Interventions Classification Edisi Keenam. (2016). Yogyakarta :
Mocomedia

28

Anda mungkin juga menyukai