DOSEN PENGAMPU:
Ns.Siska Sakti Anggraini,M.kep
Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Tuhan,karena atas kuasaNya kami dapat
menyelesaikan makalah ini.Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
KMB 2.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari apa yang
dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang Kami
miliki.Walaupun demikian,Kami berharap bahwa makalah ini dapat diterima dan
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................................................4
A. Latar belakang.........................................................................................................................................4
B. Rumusan masalah...................................................................................................................................4
C. Tujuan.....................................................................................................................................................5
BAB II................................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................................................6
A. Definisi....................................................................................................................................................6
B. Etiologi....................................................................................................................................................8
C. Gambaran Klinis.....................................................................................................................................9
D. Faktor Risiko.........................................................................................................................................12
E. Prognosis...............................................................................................................................................13
F. Penatalaksanaan....................................................................................................................................15
I.PENGKAJIAN...........................................................................................................................................18
Konsep Asuhan Keperawatan..........................................................................................................................18
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN..........................................................................................................19
III.INTERVENSI KEPERAWATAN..........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit menular seksual (PMS) merupakan sekelompok penyakit yang disebabkan
oleh mikroorganisme yang dapat menimbulkan gangguan pada saluran kemih dan
reproduksi. Ibu hamil merupakan kelompok resiko tinggi terhadap PMS. Melakukan
pemeriksaan konfirmatif dengan tujuan untuk mengetahui etiologi yang pasti tentang
ada atau tidaknya penyakit menular seksual yang diderita ibu hamil, sangat penting
dilakukan karena PMS dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas baik kepada ibu
maupun bayi yang dikandung/dilahirkan (Yulifah,dkk, 2009).
Penyakit Menular Seksual. PMS adalah infeksi yang penularannya terjadi melalui
kontak seksual baik dalam bentuk kontak seksual genital, oral atau anal. Banyak
penderita PMS tidak menyadari bahwa dirinya mengidap PMS oleh karena penyakit
ini seringkali tidak menunjukkan gejala.
Penyakit Menular Seksual (PMS) relative sering terjadi pada kehamilan, terutama
pada penduduk perkotaan yang kurang mampu, tempat penyalahgunaan obat dan
prostitusi yang mewabah. Penapisan, identifikasi, edukasi dan terapi merupakan
komponen penting pada perawatn prenatal wanita yang beresiko tinggi mengidap
penyakit – penyakit ini.
PMS adalah infeksi atau penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks (oral, anal,
vagina) atau penyakit kelamin atau infeksi yang ditularkan melalui hubungan seks
yang dapat menyerang alat kelamin dengan atau tanpa gejala dapat muncul dan
menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak serta organ tubuh lainnya.
Misalnya HIV/AIDS, Hepatitis B. (Eny Ratna, 2009; hal. 31)
B. Rumusan masalah
1) Apa defenisi PMS?
2) Apa etilogi PMS?
3) Bagaimana gambaran klinis PMS?
4) Apa faktor resiko PMS?
5) Bagaimana penatalaksaan PMS?
6) Bagaimana Pathway PMS?
7) Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan PMS?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui apa defenisi PMS
2) Untuk mengetahui apa etiologi PMS?
3) Untuk mengetahui bagaimana gambaran klinis PMS?
4) Untuk mengetahui apa faktor resiko PMS?
5) Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan PMS?
6) Untuk mengetahui bagaimana pathway PMS?
7) Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien PMS?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Penyakit menular seksual (PMS) merupakan sekelompok penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang dapat menimbulkan gangguan pada saluran kemih
dan reproduksi. Ibu hamil merupakan kelompok resiko tinggi terhadap PMS. Melakukan
pemeriksaan konfirmatif dengan tujuan untuk mengetahui etiologi yang pasti tentang ada
atau tidaknya penyakit menular seksual yang diderita ibu hamil, sangat penting dilakukan
karena PMS dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas baik kepada ibu maupun bayi
yang dikandung/dilahirkan (Yulifah,dkk, 2009).
Penyakit Menular Seksual. PMS adalah infeksi yang penularannya terjadi melalui
kontak seksual baik dalam bentuk kontak seksual genital, oral atau anal. Banyak
penderita PMS tidak menyadari bahwa dirinya mengidap PMS oleh karena penyakit ini
seringkali tidak menunjukkan gejala.
Penyakit Menular Seksual (PMS) relative sering terjadi pada kehamilan, terutama
pada penduduk perkotaan yang kurang mampu, tempat penyalahgunaan obat dan
prostitusi yang mewabah. Penapisan, identifikasi, edukasi dan terapi merupakan
komponen penting pada perawatn prenatal wanita yang beresiko tinggi mengidap
penyakit – penyakit ini.
PMS adalah infeksi atau penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks (oral,
anal, vagina) atau penyakit kelamin atau infeksi yang ditularkan melalui hubungan seks
yang dapat menyerang alat kelamin dengan atau tanpa gejala dapat muncul dan
menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak serta organ tubuh lainnya.
Misalnya HIV/AIDS, Hepatitis B. (Eny Ratna, 2009; hal. 31)
PMS dapat menimbulkan resiko bagi ibu hamil dan janin yang dikandungnya.
PMS dapat menyebabkan :
1. Abortus
2. Kehamilan Ektopik (embrio melakukan implantasi diluar rahim)
3. Persalinan preterm (kehamilan ≤ 37 minggu )
4. Lahir mati
5. Cacat bawaan
6. Morbiditas neonatus
7. Kematian
Seringkali penularan pada janin terjadi saat persalinan, saat melalui jalan lahir
yang terinfeksi. Namun, sejumlah infeksi juga dapat terjadi secara transplasental
sehingga menyebabkan infeksi janin intrauterin.Adalah satu hal yang penting untuk
memastikan bahwa wanita hamil bebas dari PMS. Pada kunjungan prenatal pertama,
provider kesehatan (bidan, dokter , obstetric dan gynecologist) akan melakukan skrining
untuk beberapa jenis PMS, termasuk HIV – human immunodeficiency virus (pada
beberapa sentra kesehatan tertentu) dan syphilis. Beberapa jenis PMS dapat disembuhkan
dengan obat, namun tidak semua jenis PMS dapat diobati dengan obat.Bila jenis PMS
yang diderita termasuk jenis yang sulit disembuhkan maka harus diambil langkah terbaik
untuk melindungi janin yang dikandung.
B. Etiologi
1. Sifilis
a) Sifilis disebabkan oleh triponema palidum, spiroket yang menginfeksi mukosa
sampai timbulnya kanker membran.
b) Sifilis sulit di lacak dan penyakit ini hanya menghilang ke dalam tubuh dan terus
melakukan kerusakan di tempat-tempat yang tidak dapat dilihat
c) Lama masa inkubasi, dari waktu pajanan sampai timbulnya kanker primer,
bergantung pada jumlah microorganism yang menetap saat infeksi dan berapa lama
organism ini bereplikasi. Spiroket membutuhkan 33 jam untuk bereplikasi
dibandingkan bakteri yang hanya memerlukani beberapa menit untuk bereplikasi.
Inkubasi pada tahap primer adalah 10-90 hari setelah kontak, rata-rata 21 hari.
Tanda dan gejala sembuh dengan spontan dalam 3 minggu tanpa terapi.
Inkubasi pada tahap sekunder adalah 17 hari samapai 6 bulan setelah kontak,
rata- rata 2,5 bulan. Bila sifilis tidak diobati tanda dan gejala sembuh secara
spontan dalam 2-8 minggu, dengan rata-rata 4 minggu.
Tahap laten dimulai setiap lesi sekunder hilang.
d) Individu dinyatakan infeksius bila muncul salah asatu lesi primer atau sekunder.
Respon antibodi awal adalah IgM, dan dalam 2 minggu IgM berubah menjadi IgG.
2. Gonoroe
a) Organisme gonokokus (gonokokus, GC) adalah bakteri diplokokus berbentuk
kacang-kacang merah, yang bersifat patogen pada epitel. Lokasi infeksi yang
umum mencakup:
Orofaring
Konjungtiva mata
Uretra pria
Saluran reproduksi wanita. GC menetap dalam vagina hingga menstruasi, saat
kanalis serviks terbuka, dan kemudian naik ke uterus serta tuba falopii.
Rektum
b) Infeksi sebelumnya memberikan antibody, namun bukan imunitas. Baik virulensi
bakteri maupun daya tahan tubuh individu bervariasi.
3. HIV/ AIDS
a) Penularan HIV terjadi kalau ada cairan tubuh yang mengandung HIV,seperti
hubungan seks dengan pasangan yang mengidap HIV, jarum suntik,dan alat-alat
penusuk (tato,penindik,dan cukur) yang tercemar HIV dan ibu hamil yang
mengidap HIV kepada janin atau disusui oleh wanita
b) Yang mengidap HIV (+).Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terkena HIV lebih
mungkin tertular
c) Walaupun janin dalam kandungan dapat terinfeksi ,sebagian besar penularan
terjadi waktu melahirkan atau menyusui, bayi lebih mungkin tertular jika
persalinan berlanjut lama.Selama proses persalinan, bayi dalam keadaan beresiko
tertular oleh darah ibu,Air susu ibu (ASI) dari ibu yang terinfeksi HIV juga
mengandung virus itu. Jadi jika bayi disusui oleh ibu HIV (+), bayi bisa tertular.
C. Gambaran Klinis
1. Sifilis
Pada kehamilan gejala klinik tidak banyak berbeda dengan keadaan tidak hamil,
hanya perlu diwaspadai hasil tes serologi sifilis pada kehamilan normal bisa
memberikan hasil positif palsu.Transmisi treponema dari ibu ke janin umumnya
terjadi setelah plasenta terbentuk utuh, kira – kira sekitar umur kehamilan 16
minggu.Oleh karena itu bila sifilis primer atau sekunder ditemukan pada kehamilan
setelah 16 minggu, kemungkinan untuk timbulnya sifilis congenital lebih
memungkinkan.
a) Tahap primer menunjukan ciri-ciri berikut :
Lesi primer adalah sanker: papula kecil yang membentuk jalan masuk dan
menghancurkan diri untuk membentuk ulserasi superficial yang tidak nyeri, dan
berakhir selama 5 minggu dan sembuh secara spontan. Lesi ini sehingga luput
dari deteksi. Lesi mungkin satu atau banyak.
Sekitar 70% kasusu terjadi duseminata dari jalan masuk infeksi ke kelenjar
limfe yang menyebabkan pembesaran kelenjar limfe pada lipatan paha dan axila
yang diikuti pembesaran kelenjar limfe yang lain (bubo-satelit), nyeri tekan dan
berbatas tegas.
b) Tahap sekunder
Disebabkan diseminata hematogen yang berasal dari drainase kelenjar limfe
regional. Tahap sekunder ditandai dengan kondisi berikut:
Ruam kulit yang menyeluruh, bilateral, tidak gatal, dan tidak nyeri tampak
hamper diseluruh tubuh , namun terutama di membrane mukosa, telapak tangan
dan telapak kaki. Ruam yang muncul bias berupa salah satu atau semua bentuk
lesi berikut:
Macula datar, berwarna tembaga
Papula eritematosa, berkerak
Pustule
Tampilan ruam dalam mulut berupa erosi putih yang disebabkan dengan
“tempelan mukosa”.
Lesi lecet yang berkombinasi dengan kondiloma latum yang terbentuk pada area
tubuh yang lembab, seperti area vulva dan perianal. Lesi ini berupa sekelompok
kecil veruka datar yang tertutup oleh eksudat keabu-abuan; lesi ini sangat
infeksius. Jangan keliru membedakan lesi ini dengan kondiloma akuminata,
veruka eksternal yang disebabkan oleh HPV.
Gejala sistemik yang biasa terjadi:
Adenopati yang menyeluruh
Demam, malaise, letargi dan sakit kepala
Anoreksia dan penurunan berat badan
Alopesia terjadi dimana saja pada tubuh.
c) Tahap laten
Terjadi setelah manifestasi sifilis sekunder hilang tanpa terapi. Spiroket yang
tinggal dalam keadaan dorman ditubuh dan termanifestasi sendiri beberapa tahun
kemudian seiring degenerasi banyak organ. Spiroket dapat didiagnosis dengan uji
laboratorium saat tidak ada manifestasi klinis, terutama bila riwayat pejanan telah
diketahui atau terdapat riwayat lesi primer atau sekunder. Dengan gejala:
Luka primer didaerah genetalia atau tempat lain seperti dimulut dari sekitarnya.
Pada lues sekunder kadang – kadang timbul kondiloma lata. Lues laten dan
sudah lama dapat menyerang organ tubuh lainnya.
Pemeriksaan serologis reaksi wassermann dan VDRL
Kelahiran mati atau anak yang lalu dengan lues congenital merupakan petunjuk
bahwa ibu menderita sifilis.
d) Tahap Tersier
Sifilis tersier adalah kelanjutan dari sifilis sekunder. Dengan tandda khas Gumma (
infiltrate berbatas tegas, lunak, destruktif, besarnya bervariasi ) dapat menjadi
ulkus. Dapat terjadi pada mukosa, tulang, hepar, kardiovaskuler.
2. Gonoroe
Gejala pada wanita berbeda dengan pria, karena perbedaan antomi dan fisiologi
genital wanita dan pria. Masa inkubasinya bervariasi, singkat (mulai dari beberapa
jam sampai 2- 5 hari ), gejala dan tanda pada ibu hamil:
Disuria
Gatal pada vulva
Sekret purulenta dari uretra
Kelenjar batholini membesar
Orofaringitis ( penyebab hubungan oral – genital )
Rektum ( penyebab hubungan rectum dan genital)
Konjungtivitis ( melalui alat/ tangan)
Kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri di panggul bawah
3. HIV / AIDS
Sebagian penderita mengalami gejala-gejala berikut dalam masa 2 - 6 minggu selepas
dijangkiti kuman HIV:
Demam
Sakit tekak dan batuk
Sakit otot
Sakit kepala
Bengkak kelenjar limfa
Letih
Ruam
Sakit sendi
Turun berat badan
D. Faktor Risiko
1. Sifilis
Faktor Resiko :
Paling sering terjadi pada golongan usia muda umur 20 – 29 tahun
Orang yang melakukan kontak langsung dengan infeksius awal lesi awal kulit atau
selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual dengan penderita sifilis.
Dapat diturunkan oleh ibu penderita pada anak yang dikandungnya
Bergonta ganti pasangan seksual
Tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual
Melalui barang perantara yang sedah dipakai oleh penderita seperti pakaian dalam,
handuk dan sebagainya ( Djuanda,1987 )
2. Gonoroe
Kelompok berisoko tinggi
PSK ( Pekerja Seks Kormesial )
Orang yang mempunyai 1 pasangan seksual tetapi pasanganya suka bergonta –
ganti pasangan seksual
Pada wanita usia 16-24 tahun
Pada laki-laki usia 20-34 tahun
Homoseks dan pecandu narkotika ( Dayli 2005 )
3. HIV/AIDS
Mempunyai perilaku seksual berisiko tinggi yaitu melakukan seksual tanpa
kondom dengan banyak mitra seksual yang dapat berpotensi HIV/ AIDS
Mempunyai riwayat infeksi menular seksual
Mempunyai riwayat menerima transfuse darah berulang, tanpa tes penapisan awal
Mempunyai perlukaan kulit, tattoo, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak
steril dan bergantian
Sebagai pemakai narkoti suntik terutama pemakaian jarum bersama secara
bergantian tanpa sterilisasi yang memadai
E. Prognosis
1. Sifilis
Prognosis pada ibu hamil dengan sifilis buruk, jika tidak dilakukan dengan
penanganan yang tepat akan berdampak buruk baik si Ibu maupun untuk janin yang
dikandungnya. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah
beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir. Di mana virus
Troponema Pallidum masuk secara hematogen melalui placenta ( UK 10 minggu ),
sehingga janin yang terinfeksi dapat mati atau abortus, lahir mati atterm ( IUFD ), dan
lahir hidup dengan tanda- tanda sifilis kongenital.
Pada bayi dapat dijumpai kondisi sebagai berikut :
Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
Kelainan membrane mukosa ( bibir, mulut, laring dan mukosa genital)
Kelainan kulit, rambut dan kuku
Dapat berupa macula eriterm, papullosqruamosa, dan bulla.Bulla sedah ada sejak
lahir yang tersebar secara simetris terutama pada telapak tangan dan kaki.
Kelainan tulang ( terjadi pada 6 bulan pertama )
Tanda sifilis kongenital lanjut :
Kornea : keratitis intersisial
Biasanya terjadi pada umur pubertas dan bilateral.npada kornea timbul pengabuan
menyerupai gelas disertai vaskularisasi sclera.Terjadi pada 20 – 50% kasus sifilis
kongenital lanjut.
Tulang : perisynovitis
Mengenai kedua lutut yang akan mengakibatakan terjadinya bengkak tanpa nyeri
yang simetris.
Sistem saraf pusat
Biasanya yang menjadi tanda adalah adanya kelemahan umum dan renjatan
2. Gonoroe
Bayi yang terkena gonoroe akan menjadi buta, pembengkakan pada kedua kelopak
mata dan matanya mengeluarkan nanah. Selain itu penyakit sistemik seperti
meningitis dan arthritis, sepsis, pada bayi yang terinfeksi pada proses persalinan
3. HIV/AIDS
Tujuh puluh delapan persen ( 78% ) bayi yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala
klinis menjelang umur 2 tahun dan biasanya 3 sampai 4 tahun kemudian akan
meninggal. Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa
orng yang terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak terinfeksi. Di sisi lain
seseorang yang terinfeksi bisa tidak menampakan gejala selama lebih dari 10 tahun.
Tanpa pengobatan , infeksi HIV ,mempunyai resikom1-2 % untuk menjadi AIDS
pada beberapa tahun pertama. Risiko ini meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya.
Teknik perhitungan jumlah virus HIV ( plasma RNA ) dalam darah seperti
polymerase chain reaction ( PCR ) dan branched deoxyribo nucleid acid (bDNA ) test
membantu dokter untuk memonitor efek penobatan dan membantu penilaian
prognosis penderita. Kadar virus ini bervariasi mulai kuran dari beberapa ratus sampai
lebi dari sejuta virus RNA/mL plasma.
Dengan HIV, antibodinya dihasilkan dalam jangka 3-8 minggu.Taap berikutnya
sebelum antibodi tersebut dapat dideteksi dikenal sebagai tahap jendela.Pengujian
dapat dilakukan dengan menggunakan sampel darah, air liur atau air
kencing.Pengujian HIV harus dilakukan sejalan dengan bimbingan sebelum-selama-
dan sesudahnya.Jumlah normal dari sel-sel CD4+T pada seseorang yang sehat
adalah 800-1200 sel/ml kubik
darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel-sel CD4+T-nya terhitung dibawah 200,
dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi-infeksi oportunistik.
F. Penatalaksanaan
Sifilis
Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pada
bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis, baik
sifilis didapat maupun kongenital.Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin
merupakan kontraindikasi. Pengobatan sifilis pada kehamilan dibagi menjadi 3, yaitu :
Sifilis Dini ( primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dari 2 tahun)
Benzatine Penisillin 1x / IM, Penisillin G Prokain dalam aquadest 600.000 IU/IM
selama 10 hari.
Sifilis Lanjut ( lebihan dari 2 tahun )
Benzatine Penisillin G 2.4 juta IU/ IM setiap minggu, selama 3x berturut- turut,
atau dengan Penisilin G Prokain 600.000 UI/ IM setiap hari selama 21 hari
Neurosifilis
Benzidin penicillin 6 – 9 MU selama 3 sampai 4 minggu. Selanjutnya dianjurkan
pemberian benzyl penicillin 2 -4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari.
Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil
atau pada triwulan 1 untuk mencegah penularan pada janin.Suami harus diperiksa
dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati.
Gonorroe
Pada ibu hamil tidak dapat diberikan obat golongan kuinolon dan tetraksiklin yang
direkomendasikan adalah golongan sefalosporin ( seftriakson 250 Mg/ IM dosis
tunggal). Jika wanita hamil alergi terhadap penisil atau sefalosporin tidak dapat
ditoleransi sebaiknya diberikana Spektinomisin 2 gr/IM sebagai dosis tunggal.
Pada wanita hamil juga dapat diberikan amoksisilin 2 grm / 3 gram peroral dengan
tambahan probenesid 1 grm oral sebagai dosis tunggal saat isolasi N.Gonorrhoeae
yang sensitive terhadap penisilin. Amoksisilin direkomendasikan untuk pengobatan
jika disertai infeksi C. Trachomatis.
Pencegahan
Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi
Pemakaian Kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama
sekali risiko penularan penyakit ini
Hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai
Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna mencegah infeksi lebih
jauh dan mencegah penularan
Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan meningkatkan keamanan
kontak seks dengan menggunakan upaya pencegahan.
HIV/ AIDS
Tata cara mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi caranya dengan melakukan
skrining yang baik, cara lainnya dengan pemberian obat antiretroviral pada ibu positif,
selain itu dengan melakukan persalinan yang aman pada saat persalinan, selama
persalinan, setelah persalinan.
Untuk mencegah HIV perlu juga diberikan obat anti HIV pada ibu hamil ysng
diketahui terinfeksi HIV pada TM II dan III, diberikan AZT peroral, sedangkan saat
persalinan diberikan AZT melalui infus, keada bayi baru lahir diberikan selama 6
minggu.
Pada persalinan normal kemungkinan penularan HIV lebih besar sehingga pada ibu
hamil di anjurkan untuk menjalani operasi caesar.
Manajemen ibu hamil penderita AIDS tanpa gejala atau dengan gejala, sebaiknya
mendapatkan langkah- langkah sebagai berikut :
Identifikasi Resiko Tinggi yaitu pemakai narkotika intravena, pasangan seksualnya
memakai narkotika intravena.
Dilakukan pemeriksaan darah terhadap HIV.
Diberikan peningkatan pengetahuan tentang HIV/ AIDS
Memberikan konseling mengenai masalah HIV/ AIDS
Infeksi HIV/AIDS saat ini belum ditemukan obatnya sehingga disarankan bagi mereka
yang menderita HIV tidak melakukan huhungan badan tanpa menggunakan alat
kontrasepsi
Pathway Sifilis
Masuk ke mukosa
Sifilis primer
Limfatik Mukosa
Infeksi primer
I.PENGKAJIAN
1. Identitas
Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat menentukan.
6. Pengkajian Persistem
a. Sistem integumen
Kulit : biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.
b. Kepala dan Leher
Kepala : Biasanya terdapat nyeri kepala
Mata : Pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter stisial).
Hidung : Pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan
palatum. Telinga : Pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson(incisivus I atas kanan dan kiri
bentuknya seperti obeng).
Leher : Pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.
c. Sistem Pernafasan
d. Sistem kardiovaskuler
Kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit jantung reumatik
sebelumnya.
e. Sistem penceranaan
Biasanya terjadi anorexia pada stadium II.
f. Sistem muskuloskeletal
Pada neurosifilis terjadi athaxia.
g. Sistem Neurologis
Biasanya terjadi parathesia.
h. Sistem perkemihan
Biasanya terjadi gangguan pada sistem perkemihan.
i. Sistem Reproduksi
Biasanya terjadi impotensi.
Smeltzer C.S, Bare G.B,. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3.
Jakarta : EGC
Nanda International. (2015). Jakarta : EGC
Nursing Outcome Classification Edisi Kelima. (2016). Yogyakarta :
Mocomedia Nursing Interventions Classification Edisi Keenam.
(2016). Yogyakarta : Mocomedia