Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GLUMERULONEFRITIS

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1


 SUCI AMALIA PUTRI
 ANDREAN SARGANDI
 DARA GUSMITA
 DINDA ARIESTA PUTRI
 AGA SISKA MAYENI
 ANNISA PERTIWI ALFITRI
 INTAN MAYANG SARI
 SELLA NOVA YOLANDA
 YOLA INDRIYANI YUNIAR

DOSEN PENGAMPU
Ns.Siska Sakti Anggraini,M.kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SYEDZA SAINTIKA
PADANG
2022/2023
1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul ‘ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
GLUMERULONEFRITIS’. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam
penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :Ibuk Ns
Siska Sakti Anggraini,M.Kep, selaku dosen Keperawatan medikal bedah2 telah
memberikan bimbingan, saran, ide. untuk menunjang pembuatan makalah.Teman
Seperjuangan yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat
beberapa kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Padang,20 juni 2022

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

BAB I...........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................6
A. Definisi.............................................................................................................................6
B. Klasifikasi........................................................................................................................7
C. Etiologi.............................................................................................................................9
D. Patofisiologi...................................................................................................................13
E. E.PHATWEY.................................................................................................................16
F. Manifestasi klinis...........................................................................................................17
G. Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................18
H. Penatalaksanaan..............................................................................................................20
I. Komplikasi.....................................................................................................................21
J. Prognosis........................................................................................................................22
K. Prevalensi.......................................................................................................................22
L. Gambaran Patologi.........................................................................................................23
M. Diagnosis....................................................................................................................23
BAB III......................................................................................................................................26
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GLOMERULONEFRITIS.........26
BAB IV......................................................................................................................................48
PENUTUP.................................................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................49

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Glomerulonefritis (GN) merupakan penyakit autoimun dimana terjadi proses


inflamasi dan proliferasi sel glomerulus dengan manifestasi klinis dan pola
histopatologik yang multiple.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis
yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan
utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.Peradangan
dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau
hematuria. Meskipun lesi utama pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang
mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui
merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon
imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di
rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak
pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala.Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau
hipertensi.Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan
berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.Penyakit ini umumnya (sekitar 80%)
sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

4
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan dengan glomerulonefritis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat
mengetahui tentang asuhan keperawatan glomerulonefritis akut.
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, gejala
klinis dari glomerulonefritis akut pada anak
2. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksaan, komplikasi,
masalah keperawatan yang mungkin muncul pada glomerulonefritis akut
pada anak
3. Mahasiswa mampu melaksanaan perencanaan asuhan keperawatan dan
implementasi serta evaluasi dari masalah keperawatan glomerulonefritis 

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Glomerulonefritis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan terjadinya


inflamasi pada glomerulus yang disebabkan oleh invasi bakteri atau virus
tertentu.
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post
streptokokus  (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang
mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus
grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-
anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada
ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi
kuman streptococcus.Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai
untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi
dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme
imunologis.Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan
adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi,
patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis
Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada
beberapa penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi
ginjal selama bertahun-tahun. Glomerulus kronis adalah suatu kondisi
peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat
glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.
Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam
urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan.
Glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen  dari penyakit
dengan berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari
glomerulonefritis dapat meningkat menjadi keadan kronik. Kadang- kadang
6
glomerulonefritis pertama dilihat sebagai sebuah proses kronik.
Pasien dengan penyakit ginjal (glomerulonefritis) yang dalam pemeriksaan
urinnya masih selalu terdapat hematuria dan proteinuria dikatakan menderita
glomerulonefritis kronik. Hal ini terjadi karena eksaserbasi berulang dari
glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam beberapa waktu beberapa
bulan/tahun, karena setiap eksaserbasi akan menimbulkan kerusakan pada ginjal
yang berkibat gagal ginjal (Ngastiyah, 1997)
Menurut Price dan Wilson (1995, hal. 831) Glomerulonefritis kronik (GNK)
ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat
glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. 
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berjalan progresif lambat
dan ditandai oleh inflamasi, sklerosis, pembentukan parut, dan akhirnya gagal
ginjal. Biasanya penyakit ini baru terdeteksi setelah berada pada fase progresif
yang biasanya bersifat ireversibel.

B. Klasifikasi
1.      Congenital (herediter)
a) Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis
progresif familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti
lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab
dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien
yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak
dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11%
diantaranya ternyata penderita sindrom alport.Gejala klinis yang utama
adalah hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan
eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran
nafas atas.Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan
biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada
awal umur sepuluh tahunan.
b) Sindrom Nefrotik Kongenital

7
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum
lahir.Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang
kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian.
Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering
dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom
nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab
dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
2.      Glomerulonefritis Primer
a)      Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan
gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai
glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria
mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala
glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan
sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak
jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan
bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut
pasca streptococcus atau nefropati IgA.
b)      Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan
tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati
membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus
eritematosus sistemik.Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada
anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik.Umur
rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun,
meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari
1 tahun.Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada
semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95%
anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan
hipertensi 30%.
c)      Nefropati IgA (penyakit berger)

8
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan
glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal
kronik.Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan
hepar, saluran cerna atau kelainan sendi.Gejala nefropati IgA
asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria
mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya
didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi
misalnya olahraga dan imunisasi.
3.      Glomerulonefritis sekunder
Glomerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering
adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama
menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca
streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang
disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

C. Etiologi

Berbagai penyakit dapat menyebabkan GNA mulai dari infeksi hingga penyakit
yang mempengaruhi seluruh tubuh, terkadang penyebabnya tidak diketahui.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan GNA adalah :
1. Infeksi
Glomerulonefritis akut post streptococcus. GNA dapat muncul
beberapa satu atau dua minggu setelah sembuh dari infeksi tenggorokan
atau infeksi kulit. Kelebihan antibody yang dirangsang oleh infeksi
akhirnya menetap di glomerulus dan menyebabkan peradangan.
Gejalanya meliputi pembengkakan,pengeluaran, urin sedikit dan
masuknya darah dalam urin. Anak-anak lebih mungkin terserang GNA
post streptococcus daripada orang dewasa.
Bakteri endokarditis. Bakteri ini bisa menyebar melalui aliran darah dan
menetap dihati, penyakit ini adalah orang-orang yang memiliki cacat

9
jantung. Bakteri endokarditis berkaitan dengan penyakit glomerulus,
tetapi hubungan yang jelas antara keduanya masih belum ditemukan
Infeksi virus. Infeksi virus yang dapat menyebabkan GNA adalah infeksi
HIV dan virus penyebab hepatitis B dan hepatitis C.
 Penyakit system kekebalan tubuh
 Lupus
Lupus yang kronis dapat menyebabkan peradangan pada banyak
bagian tubuh, termasuk kulit, persendian, ginjal, sel darah, jantung
dan paru-paru.
 Sindrom Goodpastur
Adalah gangguan imunologi pada paru-paru yang jarang dijumpai.
Sindrom Goodpastur menyebabkan perdarahan pada paru-paru dan
glomerulus.
 Vaskulitis
Adalah gangguan yang ditandai oleh kerusakan pembuluh darah
karena peradangan, pembuluh darah arteri dan vena. Jenis-jenis
vaskulitis yang menyebabkan  glomerulonefritis antara lain:
1) Polyarteritis : vaskulitis yang menyerang pembuluh darah kecil
dan menengah yang menyerang dibeberapa bagian tubuih seperti
ginjal, hati dan usus.
2) Grabulomatosis Wegener : vaskulitis yang menyerang pembuluh
darah kecil dan menengah pada pru-paru, saluran udara pada
bagian atas dan ginjal.
 Kondisi yang cenderung menyebabkan luka pada glomerulus
 Tekanan darah tinggi
Kerusakan ginjal dan kemampuannya dalam melakukan fungsi
normal dapat berkurang akibat tekanan darah tinggi. Sebaliknya
Glomerulonefritis juga menyebabkan tekanan darah tinggi karena
mengurangi fungsi ginjal.
 Penyakit diabetes ginjal
Penyakit diabetes ginjal dapat mempengaruhi penderita diabetes.
Nefropati diabetes biasanya memakan waktu bertahun-tahun untuk

10
bisa muncul. Pengaturan kadar gula darah dan tekan darah dapat
mencegah atau memperlambat tekanan ginjal.

Berbagai kemungkinan penyebab GN antara lain: adanya zat yang


berasal dari luar yang bertindak sebagai antigen (Ag), rangsangan
autoimun, dan induksi pelepasan sitokin/ aktifasi komplemen lokal yang
menyebabkan kerusakan glomerular. Pada umumnya kerusakan
glomerular (glomerular injury) tidak diakibatkan secara langsung oleh
endapan kompleks imun di glomerulus, akan tetapi hasil interaksi dari
sistem komplemen, mediator humoral dan selular. Tiga
mekanisme imunologik yang menjelaskan terjadinya GN adalah ikatan
langsung antara antibodi (Ab) dengan Ag glomerulus (fixed antigen),
terjebaknya kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi (circulating
immune complexes) dan endapan kompleks imun insitu (planted
antigen). Menurut kejadiannya GN dibedakan atas GN primer dan GN
sekunder. Dikatakan GN primer jika penyakit dasarnya berasal dari
ginjal sendiri dan GN sekunder jika kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti penyakit autoimun tertentu, infeksi,
keganasan atau penyakit metabolik.
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus
timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan
oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25,
49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14
hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis.Infeksi
kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada
tahun 1907 dengan alasan bahwa:
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.

11
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman
Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi
yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari
streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1. Bakteri  :    streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus
Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae,
Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
2. Virus    :    hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus,
influenza, parotitis epidemika dll.
3. Parasit      : malaria dan toksoplasma 

Streptokokus
Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang
secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa
pertumbuhannya.Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih
dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan
oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies
nama S. pyogenes.
S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua
hemolisin, yaitu:
1. Sterptolisin O 
Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam
keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak
aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk
beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup
dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah.
Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody
yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus
yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini  menghambat
hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes
kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang

12
melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya
infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi
yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang
hipersensitifitas.

2. Sterptolisin S
Adalah  zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni
sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah.
Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh
penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan
hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan
sterptokokus. Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga
kulit.Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis,
demam rematik dan glomerulonefritis.

D. Patofisiologi
Mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks
imun dimana antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar
dalam darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun.
Kompleks imun yang beredar dalam darah dalam jumlah yang banyak dan
waktu yang singkat melekat pada kapiler-kapiler glomerulus dan terjadi
perusakan mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan
mikrokoagulasi.
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada
ginjal.Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen
khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal spesifik.Terbentuk
kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus
tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.
Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan
yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat
lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan
membran basalis glomerulus (IGBM).Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi,
13
timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya
sel-sel epitel.Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang
sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.Agaknya
kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul
subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-
bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya
glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus
akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III.Kompleks imun (antigen-antibodi yang
timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus.Aktivasi
kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap
merupakan mediator utama pada cedera.Saat sirkulasi melalui glomerulus,
kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada
subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran
basalis dan terperangkap pada sisi epitel.Baik antigen atau antibodi dalam
kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen
glomerulus.Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun,
ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa
mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen
seperti C3, C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini.
Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat
diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan
oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk
autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut.Selanjutnya terbentuk
komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS.Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen

14
menjadi plasmin.Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen
sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas,
misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan
penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-
kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan
berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis ginjal.

Sebagian pasien glomerulonephritis akut (5-10%) memperlihatkan tipe


perjalanan penyakit yang cepat dan progresif disertai oliguri dan anuri, dapat
meninggal dalam waktu 2 – 3 bulan, yang disebut juga dengan sindrom Rapidly 
Progressive Glomerulonephritis (RPGN). Tipe perjalanan penyakit ini terutama
mengenai pasien-pasien dewasa.Gejala klinis oliguri dan anuri yang timbul
sementara, tidak selalu menunjukan prognosis yang buruk.Pada umumnya
prognosis dapat diramalkan hanya berdasarkan kelainan-kelainan histopatologis
berupa proliferasi ekstra kapiler yang ekstensif meliputi lebih dari 75%
glomeruli. Kelainan laboratorium yang mencurigakan perjalanan penyakit yang
progresif seperti kenaikan circulating  " brinogen dan atau FDP urin, disamping
oliguri dan anuri yang berlangsung lama, selama beberapa minggu.

15
E. E.PHATWEY

Infeksi (Streptococcus beta hemaliticus group A)

Kompleks antigen-antibody
Leukosit polimorfonuklear (PMN) dan monosit/Makrofag

Migrasi ke Glomelurus Aktivasi Koagulasi trombosi


melalui ikatan dengan respon Fc
Interaksi makrofag dengan
Glomelurus (Sel mesangial,sel epitel Kongulasi intra kapiler
atau endotel) Menjadi teraktivasi glomelurus

Melepaskan sitokim pro-inflamasi


dan kemokin
Glomelurus Rusak
Demam,Malaise

Peningkatan Nyeri Proteinuria Oliguria


BUN dan
Cereatin Nutrisi Penurunan tekanan
Kurang dari onkotik plasma
Gatal kebutuhan tubuh Oedema

Integritas kulit Kelebihan volume


cairan
16
Intoleransi
Aktifitas

F. Manifestasi klinis
 Hematuria
 Edema pada wajah terutama periorbita atau seluruh tubuh
 Oliguria
 Tanda-tanda payah jantung
 Hypertensi
 Muntah-muntah,nafsu makan kurang kadang diare

Gambaran klinis dapat bermacam-macam.Kadang-kadang gejala ringan tetapi


tidak jarang anak datang dengan gejala berat.Kerusakan pada rumbai kapiler
gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan
albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya.Urine mungkin tampak
kemerah-merahan atau seperti kopi.Kadang-kadang disertai edema ringan yang
terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh.Umumnya edema berat terdapat pada
oliguria dan bila ada gagal jantung.Edema yang terjadi berhubungan dengan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air,
natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
azotemia.Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.
Di pagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun
edema paling nyata dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran
plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen
mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron
dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.Dipagi hari sering terjadi edema
pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian
anggota bawah tubuh ketika menjelang siang.Derajat edema biasanya tergantung
pada berat peradangan glomerulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif,
dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.

17
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa
minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu
badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-
kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang
mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya
sedang.Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat
vasospasme masih belum diketahui dengna jelas. 

G. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan  laboratoriun
 Pemeriksaan urine
Adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine dengan
eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular,
eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Analisa
urine adanya strptococus
 Pemeriksaan darah 
i. kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
ii. jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.
iii. analisa gas darah ; adanya asidosis.
iv. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment)
dan C3 rendah.
v. kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan
erytrosit)adanya anemia
 Pemeriksaan Kultur tenggorok 
Menentukan jenis mikroba adanya streptokokus
 Pemeriksaan serologis
Antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase
 Pemeriksaan imunologi
IgG, IgM dan C3.kompleks imun
18
 Pemeriksaan radiologi
Foto thorak adanya gambaran edema paru  atau payah jantung
 ECG : adanya gambaran gangguan jantung

Urinalisis menunjukkan hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50%


penderita, Kadang-kadang dengan tanda gagal ginjal seperti Kadang-kadang tampak
adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.pada hampir semua pasien
dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan
kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi
jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan.
Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu.
Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang
juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok
dan kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba.Beberapa uji
serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya
infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B.
Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi
terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin
meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun
beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum
diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis
dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus.Titer
ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang
lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer
antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara
seri.Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.

19
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan
C3.kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan.Tetapi uji tersebut tidak mempunyai
nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.

H. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan
kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4
minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan
penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya
infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini
dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama
sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena
terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi
lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali.
Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi
3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu
tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau
muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita
tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan
bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka
jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa
untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
20
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10
jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat,
0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena
memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis,
bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila
prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir
ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10
menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus
(Repetto dkk, 1972).
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

I. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagian akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau
anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka
dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema
otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.
21
J. Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel
glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah
menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu
dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.Komplemen serum menjadi normal
dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk
menjadi sembuh sempurna sangat baik.Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2
pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten.Sebaliknya prognosis
glomerulonefritis akut pasca streptokokus pada dewasa kurang baik.
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan
hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.
Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol.Kesimpulannya adalah prognosis
jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian
lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat
terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria
mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh
karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis 
kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal krooni

K. Prevalensi
GNAPS tercatat sebagai penyebab penting terjadinya gagal ginjal, yaitu
terhitung 10 – 15% dari kasus gagal ginjal di Amerika Serikat. GNAPS dapat
muncul secara sporadik maupun epidemik terutama menyerang anak-anak atau
dewasa muda pada usia sekitar 4-12 tahun dengan puncak usia 5-6 tahun. Lebih

22
sering pada laki-laki daripada wanita dengan rasio 1,7-2 : 1. Tidak ada predileksi
khusus pada ras ataupun golongan tertentu.
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada
golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain
menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat
terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada
perempuan.Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1.Diduga ada
faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin.Suku atau ras tidak
berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi
meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat
tinggalnya tidak sehat.

L. Gambaran Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik
perdarahan pada korteks.Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena,
sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga
mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup.Di samping itu
terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit.
Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal
tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk
oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

M. Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien
dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan
gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas
pada urinalisis (analisa air kemih), bukti adanya infeksi streptokokus secara
laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk
menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai
glomerulonefritis  akut pasca streptokokus pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA
dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan
23
gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti
glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada
nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria),
sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari
setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-
IgA.
Glomerulonefritis akut yang terjadi setelah infeksi selain streptokokus
biasanya lebih mudah terdiagnosis karena gejalanya seringkali timbul ketika
infeksinya masih berlangsung. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan
laju endap darah meningkat, kadarhemoglobin menurun akibat hipervomia (retensi
air dan garam). Seddangkan pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin
berkurang, berat jenis meningkat, hematuria makroskopik dan ditemukan albumin,
eritrosit, dan leukosit.
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa
hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa
glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis
membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif
kresentik.Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui
pada awal sakit.
Pada glomerulonefritis akut pasca streptokokus perjalanan penyakitnya 
cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom
nefrotik dan proteinuria  masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar
komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting
untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan
glomerulonefritis kronik  yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal
dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan
pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl
sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis
kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama
pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut

24
pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis;
tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik
yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.

25
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GLOMERULONEFRITIS

A. Tinjauan Kasus
Anak G Masuk Rumah sakit Datoe Binangkang di Ruang VIP pada tangga
11/03/2015 jam 09 : 00 pagi di antar ole ibunya Ny. N. dengan keluhan nyeri pada
daerah pinggang, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan nyeri terus menerus,
bengkak pada tubuh, dan mengalami kencing yang bercampur dngan darah sejak 1
bulan yang lalu, klien mengeluh badannya terasa sangat lemah, Klien juga mengatakan
mual muntah, tidak ada selera makan, BB menurun hingga 10 kg dari 50kg menjadi
40kg dalam 1 bulan terakhir, tampak membrane mukosa dan konjungtiva pucat, demam
sakit kepala, dan sangat sulit untuk melakukan aktifitas seperti bersekolah atau bermain
dengan temannya, sebagian penuh kegiatan/aktifitas di bantu oleh orang tua, klien dan
keluarga merasa cemas dang bertanya” tenntang penyakit yang di alami. Setelah
dilakukan pemeriksaan: dapat hasil LED meningkat 12mm/jam, Kadar HB menurun (8
g/dl), Albumin serum menurun 1,5gr%, Ureum 80 mg/dl & kreatinin 15mg/dl.
Tanda –Tanda Vital
TD : 110/80 mmHg
N : 98 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S :38,9ºC
BB: 40 kg
TB : 145cm.

B. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Biodata Pasien
Nama                     : An. G
Jenis Kelamin        : Perempuan

26
Umur                     : 9 Tahun
Agama                   : Islam
Suku/Bangsa         : Bolaang Mongondow
Pendidikan             : SD
Pekerjaan               : -
Alamat                  : Mongkonai
Tgl/Jam MRS        : 11/03/2015
Tgl. Pengkajian     : 12/03/2015 09 : 00
No. Register           : 76892
Ruang                      : VIP
Diagnosa Medis        :Glomerulonefritis akut

b. Penanggung Jawab
Nama                     :Ny. N
Jenis Kelamin        : Perempuan
Umur                     : 36 Th
Agama                   : Islam
Suku/Bangsa         : Bolaang Mongondow
Pendidikan            : SMA
Pekerjaan               : Pengawai Bank
Alamat                  : Mongkonai

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: Nyeri abdomen kemudian di ikuti kencing berdarah.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengeluh kencing berwarna seperti kopi sejak 1 bulan yang lalu dan nyeri
saat kencing dengan air kencing yang jumlahnya sedikit klien mengatakan badan
panas (demam) sejak semalam. Sebelumnya klien mengatakan terdapat
tonsillitis pada tenggorokannya, anak G mengatakan sering Lelah dan Lemah
serta tidak ada selera makan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu

27
Klien biasanya mengalami panas/demam ringan tapi tidak pernah di rawat di
rumah sakit, klien hanya di rawat jalan di puskesmas karena mengalami demam,
karena adanya tonsillitis
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tua dari klien memiliki penyakit gastritis akut, dan pernah di rawat di RS
selama 3 hari.Pada tahun lalu.
e. Riwayat Alergi
Klien tidak memiliki riwat alergi baik makanan maupun obat-obatan.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Tingkat Kesadaran : Composmentis
E (eyes) Membuka mata dengan spontan (4)
V ( Verbal) Orientasi Baik (5)
M (Motorik) Gerakan sesuai perintah (6)
GCS : 15
c. Tanda –Tanda Vital
TD : 110/80 mmHg
N : 98 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S :38,9ºC
BB: 40 kg
TB : 145cm

d. Head to too
1) Kepala
Bentuk kepala mesochepal, ukuran normal, tidak ada alopesia, tidak ada
lesi, kulit kepala bersih tidak berketombe, warna rambut hitam, kuantitas
rambut tidak mudah rontok tidak da nyeri tekan dan edema pada kepala
2) Wajah

28
Wajah simetris, klien tampak lemah, terdapat edema pada wajah, tidak
ada yeri tekan.
3) Mata
Alis mata simetris kiri dan kanan, bulu mata terdistribusi normal
sepanjang kelopak mata, tidak ada pembengkakan pada palpebra,
konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil bulat dan sama ukurannya,
saat disinari cahaya pupil mengecil, visus mata tidak dikaji
4) Telinga
Bentuk telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, tidak ada sumbatan
serumen, membrane timpani normal warna putih keabu-abuan seperti
mutiara saat disinari cahaya, klien dapat mendengar dengan baik.
5) Hidung
Bentuk hidung simetris, nasal septum tegak lurus berada ditengah, muosa
kering, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan,perdarahan, tidak ada
sumbatan, tidak ada polip dan tidak ada nyeri tekan.
6) Mulut
Kondisi bibir kering, mukosa pucat, terdapat tonsillitis, gusi normal merah
mudah, tidak ada perdarahan, jumlah gigi lengkap, tidak ada karies, tidak
ada gigi berlubang
7) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid, integritas kulit baik, nadi
karotis kiri dan kanan teraba, tidak ada nyeri saat menelan
8) Dada paru
Bentuk dada normal chest, ekspansi dada simetris kiri dan kanan, nafas
teratur, suara nafas vesikuler
9) Dada Jantung
Tekanan darah 110/80 mmHg, CRT <2”, iktus cordis teraba, denyut nadi
agak cepat dan iramanya regular/teratur, frekuensi 80x/menit, tidak ada suara
jantung tambahan seperti mumur dan gallop
10) Abdomen
Inspeksi           :  bentuk datar dan simetris,  bayangan vena tidak tampak,
Tidak ada lesi, ada asites

29
Auskultasi : peristaltic usus 12 x/mnt
Palpasi       : ada nyeri tekan didaerah bawah
Perkusi       :  Pekak
11) Genetalia dan Anus
Inspeksi : Tidak ada peradangan, tidak ada hemoroid, genetlia bersih , tidak
terpasang kateter
12) Ekstremitas atas dan bawah: Terdapat edema
13) Kulit
Inspeksi :ada edema, warna kulit sawo matang
Palapsi : turgor kulit jelek, akral teraba panas SB 38,90C

4. Pola Fungsi Kesehatan


a. Pola persepsi - pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan bahwa sakit adalah suatu rasa tidak enak pada badan
yang membuat kita menjadi tidak nyaman dan pasien mengatakan bahwa
kesehatan merupakan suatu keadaan dimana dia dapat melakukan aktifitas tanpa
disertai gangguan pada tubuh dan persaannya (rohani).

b. Pola latihan dan aktivitas


Aktivitas latihan selama sakit
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan a
Mandi a
Berpakaian a
Eliminasi a
Mobilisasi di tempat tidur a
Keterangan
0        : Mandiri
30
1        : Dengan menggunakan alat bantu
2        : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3        : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4        : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
c. Pola Personal Hygiene
Sebelum Sakit : Klien mandi 2x sehari, diwaktu pagi dan sore hari dengan
menggunakan sabun mandi dan shampho untuk mencuci rambut, serta
menggosok gigi setelah makan.
Saat Dikaji : Klien mandi menggunakan sabun 1x sehari dan gosok gigi pada
pagi hari dan sore hari.
d. Pola nutrisi dan metabolic
Nutrisi
Sebelum sakit : Klien mengatkan bahwa sebelum sakit pasien makan 3x sehari
dengan porsi 1 piring yang isinya nasi, sayur, tempe, tidak, makanan
pantangan klien alergi telur dan ikan.
Saat Sakit : Klien makan nasi dan sayur 3xsehari, Porsi makan ½ Porsi
Cairan
Sebelum Sakit : Klien minum setiap kali merasa haus, jenis minuman air putih
kurang lebih 6-8 gelas/ hari
Saat sakit : Klien mengatakan minum kurang lebih 3-4 gelas/ hari jenis
minuman air putih hangat.
e. Pola eliminasi
Sebelum sakit : BAB 2x sehari dengan konsisten warna kuning kecoklatan, Bau
khas feses, lembek. BAK 4-5x sehari
Saat dikaji : BAB 1x sehari warna agak kecoklatan, lembek, BAK 2-3x
sehari warna dalam jumlah sedikit dan bau dipengaruhi oleh obat-obatan dan
terdapat darah dalam air kemih..
f. Pola  tidur dan istirahat
Sebelum Sakit : Klien mengatakan istrahat pada siang hari kurang lebih 2jam
pada pukul 13.00-15.00, dan pada malam hari 8 jam pada pukul
22.00-06.00, dalam sehari klien istrahat 10 jam

31
Saat dikaji : Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal
karena adanya uremia.keletihan, kelemahan malaise, kelemahan
otot dan kehilangan tonus
g. Kognitif &perceptual
Sebelum Sakit : Klien sadar, bicara tidak ada kelainan dan bahasa yang
diginakan adalah bahasa daerah.
Saat dikaji : Klien terlihat tegang, cemas, gelisah
h. Persepsi diri
Sebelm sakit : Klien selalu menganggap dirinya baik-baik saja
Saat dikaji :Klien menyadari bahwa kondisi dirinya tidak dalam keadaan
stabil, Klien  cemas  dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan 
perawatan yang  lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula
i. Pola Koping
Sebelum Sakit : Klien mengatakan dapat menyelesaikan setiap masalah yang
dihadapi, pandangan klien optimis, pengambil keputusan klien
adalah suami klien sendiri.
Saat dikaji : Klien Nampak Gelisah dan bertanya-tanya tentang penyakitnya
j. Pola seksual dan reproduksi selama masuk rumah sakit: -
k. Hubungan peran
Sebelum Sakit : Klien mengatakan hubungan dengan tetangga, teman-teman
maupun dengan orang lain baik
Saat dikaji : Hubungan klien dengan tetangga teman-teman, maupun
keluarga Nampak baik, hubungan klien dengan perawat baik
l. Pola nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit : Klien beragama islam dan melakukan sholat berjamaah setiap
magrib dan isyah
Saat dikaji : Klien hanya terbaring dan berdoa untuk kesembuhan

5. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium.
Pada laboratorium didapatkan:
a) Hb menurun 8mg/dl (13,5-17,5 gr/dl)
b) Hematokrit (Ht) : 20 %(40 – 54) (%)

32
c) Leukosit : 20.000/ul (5.000 – 10.000) (/ul)
d) LED: 12 mm/Jam (0 – 10 (mm/jam)
e) Ureum: 80mg/dl (15 – 40 (mg/dl)
f) kreatinin 15 mg/dl( 0.5 – 1.5 (mg/dl)
g) Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
h) Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 ,
i) albumin Albumin : 1,5 gr% (3.8 – 5.0 (gr %)
j) Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
C. Analisa Data
NO. Data Fokus Etiologi Problem
1. Ds : - Klien mengatakan nyeri Adanya kerusakan Nyeri akut
pada bagian panggul saat BAK pada glomerulus
- Klien mengatakan sejak
semalam pada saat BAK
terdapat kencing yang
bercampur dengan darah
Do : Klien Nampak meringis
menahan nyeri,
P: Nyeri akibat inflamasi pada
glomerulus
Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: Nyeri pada daerah panggul
S: Skla nyeri 6
T: Nyeri secara terus menerus
- Terdapat Darah pada saat
Berkemih
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N: 98 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S :38,9º

33
2. Ds: - Klien mengatakan berat Perubahan Kelebihan volume
badan meningkat karena adanya mekanisme regulasi, cairan
pembengkakan (edema pada peningkatan
tubuh) permeabilitas dinding
- Klien juga mengatakan kertika glomerulus
berkemih urine sedikit dan
bercampur darah.
Do: Klien tampak gelisah
Hasil pemeriksaan Laboratorium:
- Hb menurun 8mg/dl (13,5-
17,5 gr/dl)
- Hematokrit (Ht) : 20 %(40 –
54) (%)
- LED: 12 mm/Jam (0 – 10
(mm/jam)
- Ureum: 80mg/dl (15 – 40
(mg/dl)
- kreatinin 15 mg/dl( 0.5 – 1.5
(mg/dl)
- Elektrolit serum (natrium
meningkat, normalnya 1100 g)
- Urinalisis (BJ. Urine
meningkat : 1,015-1,025 ,
- albumin Albumin : 1,5 gr%
(3.8 – 5.0 (gr %)
3. Ds: Klien mengatakan badan Kelemahan/keletiham Intoleransi
terasa lemah aktivitas
- Klien mengatakan sulit
melakukan aktivitasnya
Do: Klien tampak lemah
- Tampak ADL klien dibantu
keluarga dan perawat

34
4. Ds: Klien mengatakan demam Proses Inflamasi Hipertermi
- Klien mengatakan sakit kepala
Do: - Badan Teraba Panas
- Klien tampak gelisa
- Kulit klien tampak kemerahan
- SB: 38,90C
- Leukosit : 20.000/ul (5.000 –
10.000) (/ul)
5. Ds: Klien mengatakan mual- Mual muntah, Nutrisi kurang dari
muntah pembatasan cairan, kebutuhan tubuh
- Klien mengatakan tidak ada Diit, dan hilangnya
selera makan protein
- Klien megatakan berat badab
menurun Klien mengatakan
mengalami penurunan berat
badan hingga 10kg dalam 1
bulan terakhir
Do: Ku Lemah
- Mutah 4kali
- Bibir Kering
- Turgor kulit jelek
- BB 35kg
- Porsi makan tidak dihabiskan
hanya ¼ porsi
- Hb menurun 8mg/dl (13,5-
17,5 gr/dl)
- albumin Albumin : 1,5 gr%
(3.8 – 5.0 (gr %)

D. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d adanya kerusakan pada glomerulus
2. Hipertermi b/d proses inflamasi

35
3. Kelebihan Volume cairan b/d Perubahan mekanisme regulasi, peningkatan
permeabilitas dinding glomerulus
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Mual muntah, pembatasan cairan, Diit, dan
hilangnya protein
5. Intoleransi aktivitas b/d Kelemahan/keletiham

36
E. Intervensi

No Hari/tgl Diagnosa Tujuan/KH Intervensi


Keperawatan
1 Rabu Nyeri akut b/d kontrol nyeri Manajemen nyeri
11/3/2015 adanya kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji intensitas nyeri
pada glomerulus Tindakan 2. Atur posisi sesuai
ditandai dengan: keperawatan kenyamanan klien
Ds : - Klien selama 3. Ajarkan teknik
mengatakan nyeri 1x24diharapkan relaksasi abila klien
pada bagian Nyeri merasa nyeri
panggul saat BAK berkurang/hilang 4. Kolaborasi dalam
- Klien dengan KH: pemberian analgetik
mengatakan -Klien tidak merasa
sejak semalam nyeri
pada saat BAK -Ekspresi wajah
terdapat kencing tampak rileks
yang bercampur -Skla nyeri 1-2
dengan darah -TTV dalam batas
Do : Klien Nampak normal
meringis menahan TD : 110/80 mmHg
nyeri, N: 60-80 x/mnt
P: Nyeri akibat RR : 16-20 x/mnt
inflamasi pada S :37ºC
glomerulus
Q: Nyeri seperti
ditusuk-tusuk
R: Nyeri pada
daerah panggul
S: Skla nyeri 6
T: Nyeri secara

37
terus menerus
- Terdapat Darah
pada saat
Berkemih
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N: 98 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S :38,9º

2. Hipertermi b/d Setelah dilakukan 1. Kaji Tanda-tanda


proses inflamasi tindakan vital terutama SB
ditandai dengan: keperawatan 2. Kaji adanya
Ds: Klien selama 1x24 jam perubahan warna
mengatakan demam diharapkan suhu kulit
- Klien badan kembali 3. Anjurkan klien
mengatakan normal dengan KH kompres dengan air
sakit kepala S: -Badan tidak hangat pada lipatan
Do: - Badan Teraba terasa panas paha dan aksila
Panas O:- Klien nampak 4. kolaborasi dengan tim
- Klien tampak tenang medis dalam
gelisa - Klien teraba pemberian terapi
- Kulit klien hangat antipiretik
tampak - Tidak ada
kemerahan perubahan
- SB: 38,90C warna kulit
Leukosit : 20.000/ul - suhu badan
(5.000 – 10.000) dalam batas
(/ul) normal 37o C
- Leukosit
5.000-10.000/u

38
l
3 Kelebihan Volume Setelah dilakukan 1. Kaji status cairan:
cairan b/d tindakan - Timbang berat
Perubahan keperawatan badan tiap hari
mekanisme selama - Keseimbangan
regulasi, 3x24diharapkan massukan dan
peningkatan volume cairan haluaran
permeabilitas seimbang dengan - Turgorr kulit dan
dinding glomerulus KH: adanya oedema
ditandai dengan: - Edema berkurang - Distensi vena
Ds: - Klien - Urin yang keluar leher
mengatakan normal dan tidak - Tekanan darah
bengkak (ede ma bercampur darah denyut dan irama
pada tubuh) - Klien tidak gelisah nadi
- Klien juga - Laboratorium 2. Batasi masukan
mengatakan dalam batas cairan
kertika berkemih normal 3. Identifikasi sumber
urine sedikit dan potensial cairan
bercampur darah. - Medikasi dan
Do: Klien tampak cairan yang
gelisah digunakan untuk
Hasil pemeriksaan pengobatan : oral
Laboratorium: dan intravena
- Hb menurun 4. Jelaskan pada pasien
8mg/dl (13,5- dan keluarga rasional
17,5 gr/dl) pembatasan
- Hematokrit (Ht) 5. Bantu pasien dalam
: 20 %(40 – 54) menghadapi
(%) ketidaknyamanan
- LED: 12 akibat pembatasan
mm/Jam (0 – 10 cairan
(mm/jam) 6. Tingkatkan dan

39
- Ureum: dorong hygiene oral
80mg/dl (15 –
40 (mg/dl)
- kreatinin 15
mg/dl( 0.5 – 1.5
(mg/dl)
- Elektrolit serum
(natrium
meningkat,
normalnya 1100
g)
- Urinalisis (BJ.
Urine
meningkat :
1,015-1,025 ,
albumin Albumin :
1,5 gr% (3.8 – 5.0
(gr %)
4. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi
kebutuhan tubuh tindakan klien
b/d Mual muntah, keperawatan
pembatasan cairan, selama 3x24 jam
Diit, dan hilangnya diharapkan nutrisi 2. Kaji pola diet Klien
protein ditandai terpenuhi dengan
dengan : KH : 3. Timbang berat badan

Ds: Klien - Berat badan klien

mengatakan mual- meningkat


muntah - Klien tidak
4. Anjurkan klien untuk
- Klien mual muntah
makan dalam porsi
mengatakan - - Klien nampak
kecil tapi sering
tidak ada selera rileks
makan - Turgor kulit

40
baik
- Klien
- BB meningkat
megatakan berat 5. Anjurkan klien untuk
100 gr
badab menurun tidak mengkonsumsi
- Porsi makan ½
Klien makanan yang
porsi atau di
mengatakan mengandung protein
habiskan
mengalami dan Vit C
- HB dan
penurunan berat 6. Ciptakan lingkungan
Albumin dalam
badan hingga yang menyenangkan
bats normal
10kg dalam 1 selama waktu makan
bulan terakhir 7. Kolaborasi dengan
Do: Ku Lemah tim gizi dalam
- Mutah 4kali pemberian diet tinggi
- Bibir Kering kalori, protein,
- Turgor kulit karbohidrat dan
jelek Vitamin
- BB 35kg
- Porsi makan
tidak dihabiskan
hanya ¼ porsi
- Hb menurun
8mg/dl (13,5-
17,5 gr/dl)
albumin Albumin :
1,5 gr% (3.8 – 5.0
(gr %)
5. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Kaji faktor yang
b/d Kelemahan atau tindakan menimbulkan
keletihan ditandai keperawatan keletihan:
dengan: selama 3x24 - Anemia
Ds: Klien diharapkan ADL - Ketidakseimbang
mengatakan badan klien terpenuhi an cairan dan

41
terasa lemah dengan KH: elektrolit
- Klien - Badan tidak - Retensi produk
mengatakan terasa lemah sampah
sulit melakukan - Klien bisa - Depresi
aktivitasnya melakukan 2. Tingkatkan
Do: Klien tampak perawatan kemandirian dalam
lemah dirinya sendiri aktivitas perawatan
- Tampak ADL - Klien dapat diri yang dapat di
klien dibantu melakukan toleransi, bantu jika
keluarga dan ADL dengan keletihan terjadi
perawat bantuan 3. Anjurkan aktivitas
- Klien nampak alternatif sambil
rileks istirahat
4. Anjurkan untuk
istirahat setelah
dialisisinstruksi dasar
untuk penjelasan dan
penyuluhan lebih
lanjut

42
Dx keperawatan Tgl/jam
F. IMPLEMENTASI Implementasi Evaluasi
DX 1 11/3/15 1.Mengkaji intensitas nyeri S: Pasien mengatakan masih merasakan nyeri
10:00 Hasil: Nyeri skala 5 O: Pasien tampak gelisah
A: Masalah belum teratasi
10:20 2.Mengtur posisi sesuai kenyamanan klien P:Lanjutkan intervensi 1-4
Hasil: Semiflower 1.Kaji intensitas nyeri
2.Atur posisi sesuai kenyamanan klien
10:25 3.Mengajarkan teknik relaksasi abila klien 3.Ajarkan teknik relaksasi abila
merasa nyeri klien merasa nyeri
Hasil:klien mampu mengikuti teknik relaksasi 4.Kolaborasi dalam pemberian analgetik
yg di ajarkan perawat

10:30
4.Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Dx 2 10:35 1.Mengkaji Tanda-tanda vital terutama SB S: Pasien mengatakan sudah
Hasil: TD : 110/80 mmHg tidak merasakan demam
N: 75 x/mnt O: Pasien tampak tidak pucat
RR : 24 x/mnt A: Masalah teratasi
S :36,5º P: Intervensi di pertahankan
10:50
2.Mengkaji adanya perubahan warna kulit
Hail: klien tampak sudah tidak pucat

43
10:55 3.Menganjurkan klien kompres dengan air hangat
pada lipatan paha dan aksila
Hasil: klien mau melakukan anjuran yg
di sarankan oleh perawat

11:00
4.kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian terapi antipiretik
DX 3 11:10 1.Mengkaji status cairan: S: Klien mengatakan kencingnya masih sedikit
- Menimbang berat badan tiap hari O: Membran mukosa masih tampak kering
- Keseimbangan massukan dan haluaran A: Masalah teratasi sebagian
- Turgorr kulit dan adanya oedema P: Lanjutkan intervensi:
- Distensi vena leher 1:Kaji setatus cairan
- Tekanan darah denyut dan irama nadi 2:Batasi masukan cairan
Hasil:BB klen tetap 40kg 3:Identifikasi sumber potensi cairan
5:Membantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan
akibat pembatasan cairan

11:15
2.Membatasi masukan cairan
3.Mengidentifikasi sumber potensial cairan
- Medikasi dan cairan yang digunakan untuk
44
pengobatan : oral dan intravena
11:20

4.Menjelaskan pada pasien dan keluarga


rasional pembatasan
Hasil: Klien dan keluarga mengerti
11:25
tentang penjelasan perawat

5.Membantu pasien dalam


menghadapi ketidaknyamanan akibat

11:35 pembatasan cairan


6.Meningkatkan dan dorong hygiene oral
Hasil: Klien mampu melakukan hygiene oral
11:40

DX 4 11:45 1.Mengkaji status nutrisi klien S: Klien mengatakan masih


meraakan mual muntah
11:50 2.Mengkaji pola diet Klien
O: BB klien blm ada peningkatan
A:Masalah teratasi sebagian
3.Timbang berat badan klien
11:55 P: Lanjutkan intervensi:
Hasil: 40Kg
1:Kaji status nutrisi klien

45
12:00 4.Menganjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil 2:Kaji pola diet klien
tapi sering
3:Timbang berat badan klien
Hasil: Klien melakukan anjuran yang di sarankam 7:Kolaborasi dengan tim gizi
dalam pemberian diet tinggi kalori,
5.Menganjurkan klien untuk tidak mengkonsumsi
12:05 makanan yg mengandung protein dan vit.C protein, karbohidrat dan Vitamin

Hasil: Klien mematuhi anjuran yang diberikan


perawat

12:10 6.Mengciptakan lingkungan yang menyenangka


selama waktu makan
12:15
7.Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet
dengan tim gizi dalam pemberian diet tinggi
kalori,protein,karbohidrat dan vitamin
Dx 5 12:25 1.Mengkaji faktor yang menimbulkan keletihan: S: Klien mengatakan badanya masih terasa lemas
- Anemia O: Klien tampak belum bisa melakukan aktifitas secara
- Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit mandiri
- Retensi produk sampah A:Masalah belum teratasi
- Depresi P: Lanjutkan intervensi:
12:35 2.Meningkatkan kemandirian dalam 1.kaji faktor yang menimbulkan keletihan:

46
aktivitas perawatan diri yang dapat di toleransi, - Anemia
bantu jika keletihan terjadi - Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
12:45 3.Menganjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat - Retensi produk sampah

12:50 4.Mengannjurkan untuk istirahat setelah - Depresi


dialisisinstruksi dasar untuk penjelasan 2.Tingkatkan kemandirian dalam
penyuluhan lebih lanjut aktivitas perawatan diri yang dapat di toleransi,
bantu jika keletihan terjadi
3.Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
4.Anjurkan untuk istirahat setelah
dialisisinstruksi dasar untuk penjelasan
penyuluhan lebih lanjut

47
BAB IV

PENUTUP
A.Kesimpulan

Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral.


Glomerulonefritis akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun
meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang, perbandingan
penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi2. Tidak semua infeksi
streptokokus akan menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja.
Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus
respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta hemolitikus golongan A
tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat
nefritogen dibanding yang lain. Mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari pada
yang lain tidak di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa
lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang
paling sering ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk
meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada
ginjal, meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan
glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring
selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung
danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek
pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada
orang dewasa tidak begitu baik.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A, 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


Edisi 4. Jakarta: EGC.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Glomerulonefritis
Akut. Jakarta: Infomedika.
3. Editor: Wahab, A. Samik. 2000. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
Edisi 15, Vol 3, 1813-1814. Jakarta: EGC
4. http://www/.5mcc.com/Assets/SUMMARY/TP0373.
html. Accessedhttp://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/
article.jhtm?term=g lomerunopritis+salt+dialysis. 16 juni 2012.
5. Markum, M.S, Wiguno P., Siregar P. 1990. Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit
Dalam I, 274-281. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. Novita L. 2009. Glomerulonefritis Akut (GNA) dan gagal Ginjal Akut
(GGA). Pekanbaru, Riau: Faculty of Medicine-University of Riau.
7. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/
08_KlarifikasiHistopatologik.html. Accessed 16 juni 2012.
8. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/
11_HematuriPadaAnak.html. Access 16 juni 2012.
9. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html.http://www.uam.es/
departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed 16 juni, 2012
10. Rasyid H., Wahyuni S.  Immunomechanisms Of Glomerulonephritis. The
Indonesian Journal of Medical Science 2009; Vol 1 (5): 289-297.
11. Ni Made Renny A Rena, Suwitra K. Seorang Penderita Sindrom Nefritik Akut
Pasca Infeksi Streptokokus. Jurnal Penyakit Dalam 2010; Vol 10 (3): 201-207.

49
50
51

Anda mungkin juga menyukai